Page 16 of 28 FirstFirst ... 612131415161718192026 ... LastLast
Results 226 to 240 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #226

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 225
    kedudukan tinggi untuk puteranya! Pada suatu hari, datanglah seorang
    utusan dari kota raja mendaki Pegunungan Bu‐tong‐san, menghadap Ketua
    Bu‐tong‐pai. Melihat bahwa utusan ini adalah utusan dari Pangeran Tang Sin
    Ong dari kota raja, Kwat Lin cepat menerimanya di kamar rahasia. Setelah
    utusan itu menyampaikan tugasnya dia cepat pergi lagi meninggalkan Butong‐
    pai dan terjadilah kesibukan di Bu‐tong‐pai. Pangeran Tang Sin Ong,
    yaitu seorang pangeran di kota raja yang mempersiapkan pemberontakan
    pula, sebagai saingan besar dari An Lu San, pangeran yang dihubungi oleh
    Kwat Lin, mengirim berita tentang hari dan tempat di mana Yang Kui Hui
    akan ikut dengan Kaisar yang hendak berburu binatang dalam hutan, sebuah
    di antara kesenangan Kaisar. saat inilah yang dinanti‐nanti oleh The Kwat Lin
    dan Pangeran Tang Sin Ong untuk menjalankan siasat mereka yan telah lama
    mereka rencanakan. Beberapa hari kemudian, tibalah saatnya Kaisar
    bersama Yang Kui Hui bersenang‐senang di dalam hutan di kaki Pegunungan
    Funiu‐san, tidak jauh dari kota raja. Seperti biasa, di waktu mengadakan
    perburuan ini, tempat itu dijaga oleh para pengawal dan ada pula pasukan
    yang tugasnya hanya mencari dan menggiring binatang hutan sehingga
    binatang‐binatang yang ketakutan itu menuju ke dekat tempat Kaisar dan
    Permaisurinya menanti sehingga dengan mudah Kaisar dapat melepaskan
    anak panah ke arah binatangbinatang itu. Sekali ini, selain beberapa orang
    pembesar penting, yang menemani Kaisar terdapat juga Pangeran Tang Sin
    Ong. JILID 14 Seperti biasa, Kaisar dan selirnya yang tercinta menanti di
    dalam pondok yang memang tersedia di situ, di tengah‐tengah hutan. Para
    pembesar dan Pangeran Tang Sin Ong menanti di luar pondok sambil
    bercakap‐cakap. Mereka menanti sampai datangnya binatang‐binatang yang
    akan digiring oleh pasukan yang sudah menyusup‐nyusup ke dalam hutan
    lebat di depan. para pengawal menjaga di sekeliling tempat itu, pengawal
    Kaisar dan pengawal Pangeran Tang Sin Ong karena pangeran ini
    mempunyai pasukan pengawal sendiri. Mereka tidak usah lama menanti.
    Segera terdengar sorak‐sorai dari jauh, makin lama makin mendekat. itulah
    suara pasukan yang bertugas menggiring binatang hutan menuju ke tempat
    penyembelihan itu, di mana para pembesar telah menanti dengan gendewa
    bersama dengan anak panahnya siap di tangan. Mendengar suara ini, kaisar
    sudah keluar dari pondok sambil tersenyum‐senyum gembira membawa
    sebatang gendewa. Seorang thaikam yang menjadi kepercayan dan
    pelayannya mengikuti Kaisar sambil membawa tempat anak panah. Tak lama
    kemudian, mulailah bermunculan binatang‐binatang hutan yang panik
    ketakutan karena dikejarkejar dan digiring oleh pasukan di belakang mereka
    yang bersorak‐sorai itu. Dan mulailah Kaisar bersama Pangeran Tang Sin Ong
    dan para pembesar lainnya menghujankan anak panah mereka ke arah
    binatangbinatang itu. Tidak ada seorang pun melihat ketika dari rombongan
    pengawal Pangeran tang Sin Ong, seorang pengawal menyelinap kedalam
    semak‐semak, menanggalkan pakaian biasa menyelinap dan memasuki
    pondok Kaisar dari samping, meloncat masuk dari jendela yang terbuka.
    Dengan kecepatan kilat, laki‐laki setengah tua ini menyergap Yang Kui Hui

  2. Hot Ad
  3. #227

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 226
    yang sedang berdiri menonton di ambang pintu depan. Terdengar selir cantik
    itu menerit, akan tetapi tubuhnya menjadi lemas ketika dia tertotok dan
    ketika semua orang menoleh medengar jeritan itu, Yang kui Hui telah
    dipondong dan dibawa lari oleh laki‐laki itu. "Penculik.....!" "penjahat....!"
    "Jangan lepas anak panah, bisa salah sasaran....!!" Tiba‐tiba Pangeran tang Sin
    Ong berseru keras. Mendengar ini, Kaisar yang sudah pucat mukanya cepat
    berseru, "Benar! Jangan lepas anak panah. Kejar dan tangkap! Selamatkan
    dia....!" Semua orang, pengawal, pembesar, pangeran tang Sin Ong, bahkan
    Kaisar sediri, mengejar penculik yang memiliki gerakan yang amat gesit itu.
    Dengan beberapa loncatan saja penculik itu telah lari jauh sekali. "Cepat
    kejar.... tolong dia.... ahhhh, Kui Hui....!!" kaisar berteriak dengan muka pucat.
    Tiba‐tiba tampak dua sosok bayangan orang berkelebat menghadang
    penculik itu. Dari jauh kelihatan jelas bahwa dua orang itu adalah wanitawanita
    cantik yang gerakannya cepat luar biasa. Wanita yang lebih tua sudah
    menerjang maju dan dengan serangan mendadak berhasil memukul roboh
    penculik dan merampas Yang Kui Hui, kemudian wanita ke dua yang muda
    dan cantik menggerakan pedangnya menusuk. Terdengar jerit melengking
    yang nyaring sekali ketika pedang itu menembus dada penculik itu yang
    berkelojotan, terbelalak dan menudingkan telunjuknya kepada wanita
    pertama seolah‐olah hendak berkata sesuatu, akan tetapi sebuah tendangan
    yang mengenai kepalanya membuat penculik itu tak dapat bergerak lagi dan
    tewas seketika! Kaisar dan rombongannya sudah tiba di situ. Dengan tepukan
    perlahan wanita perkasa yang lebih tua itu membebaskan totokan Yang Kui
    Hui. Selir ini mengeluh dan menangis sambil menubruk Kaisar yang
    memeluknya. kaisar memandang kepada dua orang wanita cantik yang sudah
    berlutut di depan kakinya dengan perasaan bersyukur dan berterima kasih.
    "Untung sekali kalian berdua yang gagah perkasa datang menolong!" kata
    kaisar dengan penuh rasa syukur, suaranya masih gemetar karena
    ketegangan hebat yang baru saja dialaminya. "Siapakah kalian?" "Hamba
    adalah Ketua Bu‐tong‐pai bernama The Kwat Lin," berkata wanita cantik itu
    lalu menuding kepada dara muda yang cantik jelita dan tinggi semampai di
    sebelahnya, "dan ini adalah Bu Liang‐cu murid hamba." "Ahhh, kiranya ketua
    Bu‐tong‐pai yang terkenal!" Kata Kaisar sambil tersenyum lebar. "Pantas saja
    demikian lihai! Kalian telah berjasa, telah menyelamatkan kekasih kami dan
    membunuh penculik jahat. Kalian pantas diberi hadiah besar." Yang Kui Hui
    sudah menghentikan tangisnya dan kini dia pun memandang kedua orang
    wanita itu dengan mata berseri. "Kalian datanglah ke istana, aku akan
    memberi hadiah kepada kalian." The Kwat Lin menyembah dengan hormat.
    "Hamba berdua hanya melakukan tugas hamba sebagai rakyat yang setia
    kepada junjungannya. hamba berdua tidak mengharapkan balas jasa, hanya
    apabila paduka sudi menerima, biarlah murid hamba ini bekerja sebagai
    pengawal pribadi paduka. Sekarang banyak orang jahat, tanpa pengawalan
    yang kuat tentu membahayakan Paduka. Girang bukan main hati Yang Kui
    Hui. "Baik sekali! Siapa namamu tadi?" tanyakan kepada gadis cantik yang
    menunduk sejak tadi. Gadis itu kini mengangkat mukannya dan dengan

  4. #228

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 227
    sepasang mata yang bersinarsinar dia menjawab, "Nama hamba Bu Liang‐cu.
    Saking girangnya, yang Kui Hui mencabut tusuk konde dari emas berhiaskan
    permata dan menghadiakan benda itu kepada The Kwat Lin, dan dia
    menerima pula gadis murid Bu‐tong‐pai itu sebagai pengawal pribadinya.
    Mulai saat ini gadis yang bernama Bu Liang‐cu itu ikut bersama rombongan
    Kaisar, selalu mengawal di belakang Yang Kui Hui, kembli ke istana. Ada pun
    The Kwat lin segera kembali ke Bu‐tongsan dengan hati girang karena
    siasatnya berjalan dengan baik sekali, sungguhpun untuk itu dia terpaksa
    harus mengorbankan nyawa seorang anggautanya. Penculik itu bukan lain
    adalah seorang anggautanya sendiri, seorang bekas penjahat yang memiliki
    ginkang tinggi. Penculik itu hanya diperintah untuk melarikan diri Yang Kui
    Hui dengan janji akan dibantunya kalau sampai mengalami bahaya. Akan
    tetapi, penculik itu baru tahu bahwa dia dikhianati oleh ketuanya sendiri
    setelah dia roboh dengan pedang menembus dadanya. Baru ia tahu bahwa
    dia dikorbankan untuk suatu siasat licik dari The Kwat Lin, namun
    pengetahuan ini tiada gunanya karena dia keburu mati sebelum dapat
    mengeluarkan suara. Siapakah gadis cantik yang kini menjadi pengawal Yang
    Kui Hui? Tadinya, untuk tugas ini The Kwat Lin menunjuk muridnya, Bu Swi
    Nio. Akan tetapi, betapa marahnya ketika dia menghadapi penolakan
    muridnya! "Teecu tidak berani, Subo. Perintahlah teecu untuk melakukan hal
    lainnya, biar disuruh membasmi penjahat yang bagaimanapun, biar harus
    mempertaruhkan nyawa, teecu tidak akan mundur dan pasti akan memenuhi
    perintah Subo! Akan tetapi ini... ah, teecu tidak mau terlibat dalam....
    pemberontakan....." jawab Swi Nio sambil berlutut dan menundukan
    mukanya. Hampir saja Kwat Lin menampar kepala muridnya itu saking
    marah dan kecewanya. Dan pada saat itu, Swi Liang yang melihat adiknya
    terancam bahaya kemarahan subonya, cepat maju dan berkata, "Subo, kalau
    Moi‐moi tidak berani, biarlah teecu melakukannya." "Kau seorang pria....
    mana mungkin....?" "Teecu bisa saja menyamar sebagai seorang gadis. Dahulu
    di waktu kecil seringkali teecu mengenakan pakaian Moi‐moi dan bermainmain
    seperti seorang anak perempuan ." Mendengar ini, Kwat Lin termenung.
    Betapapun juga dia lebih percaya kepada muridnya dan juga kekasihnya ini.
    Selama ini, Swi Nio delalu memperlihatkan sikap dingin dan kdang‐kadang
    menentang. Berbeda dengan Swi Liang yang selalu menuruti kehendaknya,
    bahkan pemuda itu mau pula melayani nafsu berahinya! Pekerjaan yang
    direncanakan ini amat berbahaya kalau sampai bocor, maka sebaiknya kalau
    dilakukan oleh orang yang paling dipercayanya. Memaksa Swi Nio amat
    berbahaya karena siapa tahu kalau‐kalau murid perempuan ini akan
    mengkhianatinya kelak. "Hemm, kita coba saja!" katanya dan setelah melihat
    Swi Liang berpakaian wanita dan bergaya, Kwat Lin menjadi girang sekali.
    Agaknya murid itu memang mempunyai bakat sandiwara maka ketika
    berpakaian wanita dan beraksi, dia sendiri hampir pangling dan mengira
    bahwa Swi Liang adalah Sawi Nio! Demikian, rencana siasat itu dijalankan
    dengan baik dan Swi Liang yang menyamar sebagai seorang gadis cantik
    bernama Bu Liang‐cu, berhasil menyusup ke dalam istana sebagai pengawal

  5. #229

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 228
    pribadi dari Yang Kui Hui! Memang itulah tujuan pokok dari siasat Kwat Lin,
    yaitu memikat hati Yang Kui Hui. Pemikatan dengan jalan menolong selir itu
    dari bahaya cukup baik, akan tetapi akan lebih berhasil lagi kalau muridnya
    itu berhasil menjatuhkan hati selir itu dengan ketampanannya! Kalau sampai
    berhasil Swi Liang menjadi kekasih Yang Kui Hui, hemm, akan mudah saja
    melakukan gerakan pemberontakan dari dalam! Inilah sebabnya maka dia
    setuju muridnya itu menyamar sebagai wanita. Dia rela memberikan
    kekasihnya ini kepada Yang Kui Hui demi tercapainya cita‐citanya. Berbeda
    dengan kakaknya yang telah mabok bujukan gurunya, Swi Nio makin lama
    merasa makin tidak enak tinggal di Bu‐tong‐san. Dia sama sekali tidak senang
    dan hatinya menentang menyaksikan semua perbuatan subonya. Tadinya
    memang dia rela menjadi murid wanita sakti, karena wanita itu yang
    menolong dia dan kakaknya, juga yang telah membunuh Pat‐jiu Kai‐ong
    musuh besar yang telah membunuh ayah mereka. Akan tetapi semenjak
    menyaksikan betapa subonya itu menguasai Bu‐tong‐pai dengan kekerasan,
    melihat subonya melawan susiok sendiri dan bahkan membuat para tokoh
    Bu‐tong‐pai mengundurkan diri dari Bu‐tong‐pai, hatinya sudah merasa tidak
    senang. Apalagi melihat masuknya orangorang kasar dan yang dia ketahui
    adalah bekas‐bekas penjahat menjadi anggauta Bu‐tong‐pai dia merasa
    penasaran. Semua itu masih ditambah lagi kenyataan yang membuatnya
    merasa malu dan hina, yaitu melihat kakaknya menjadi kekasih subonya.
    Seringkali secara diam‐diam Swi Nio menasihati kakaknya, bahkan
    menganjurkan kakaknya untuk bersama dia melarikan diri saja dari Bu‐tongpai,
    namun semua itu tidak diacuhkan oleh Swi Liang. Swi Nio menderita
    batin seorang diri, seringkali menangis di dalam kamarnya. Melihat
    munculnya Kiam‐mo Cai‐li, hatinya menjadi makin gelisah. Dia dahulu sudah
    mendengar dari mendiang ayahnya bahwa Kiam‐mo Cai‐li adalah seorang
    datuk kaum sesat yang amat kejam. Namun kenyataannya, subonya menjadi
    sekutu iblis itu, bahkan diakui sebagai pemimpin! Pagi hari itu, setelah
    merasa kehilangan kakaknya yang pergi tampa pamit bersama subonya dan
    kemudian melihat subonya pulang sendiri tanpa kakaknya, Swi Nio tak dapat
    menahan kegelisahan hatinya lagi dan dia memberanikan diri memasuki
    kamar subonya di mana subonya sedang bercakap‐cakap dengan Kiam‐mo
    Cai‐li yang kebetulan datang ke Bu‐tong‐san. "Subo, teecu (murid) tidak
    melihat adanya Liang‐koko yang tadinya pergi bersama Subo selama
    beberapa hari lamanya. Ke manakah dia, Subo? Apakah yang terjadi dengan
    kakakku itu?" tanyanya dengan wajah agak pucat karena beberapa malam dia
    kurang tidur memikirkan kakaknya. The Kwat Lin mengerutkan alisnya.
    Hatinya memang sudah tidak senang pada muridnya ini, apalagi ketika Swi
    Nio terang‐terangan berani menolak perintahnya sehingga tugas itu
    digantikan oleh Swi Liang biarpun pemuda itu berhasil baik, betapapun juga
    The Kwat Lin merasa kehilangan, apalagi di waktu malam yang sunyi dan
    dingin! "Kau tidak perlu tahu!" jawabnya membentak. "Tapi.... Subo, dia
    adalah kakak teecu......" Swi Nio membantah. "Hemm, dia bertugas di kota
    raja. Sudah, pergilah dan jangan kau mengganggu kami yang sedang bicara!"

  6. #230

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 229
    Swi Nio bangkit berdiri dari atas lantai dan memandang gurunya dengan
    mata terbelalak dan muka pucat. "Jadi....dia.... dia telah menyelundup ke
    dalam istana....?" The Kwat Lin bangkit berdiri dan menudingkan telunjuknya
    ke muka Swi Nio sambil membentak marah, "Gara‐gara engkaulah! Apa
    kaukira kalau tidak terpaksa aku suka membiarkan dia melakukan tugas
    berbahaya itu? Mestinya engkau yang bertugas, akan tetapi engkau telah
    menolak. Dia seorang murid yang amat baik, tidak seperti engkau yang tak
    mengenal budi!" Swi Nio membalikan tubuhnya, menutupi muka dan
    menangis sambil mengeluh, "Liang‐koko..... ah, Koko....!" Setelah dara itu
    berlari pergi, Kwat Lin duduk kembali, wajahnya keruh dan dia mengomel,
    "Murid yang murtad! Sungguh menjengkelkan saja dia itu!" Kiam‐mo‐Cai‐li
    tersenyum. "Mengapa pusing‐pusing menghadapi seorang gadis seperti itu?
    Kalau dibiarkan saja, tentu dia akan terus merongrongmu dan boleh jadi
    kelak akan membahayakan perjuangan kita. Dia harus ditundukkan!"
    "Hemm, maksudmu menggunakan kekerasan?" "ah, aku mengenal gadis
    seperti itu. Wataknya keras dan kalau digunakan kekerasan, sampai mati pun
    dia tidak akan tunduk. Kalau sampai dia mati, amat tidak baik bagi kakaknya
    yang kita butuhkan tenaganya. Dia harus dilawan dengan cara halus."
    "Bagaimana maksudmu? Membujuknya?" Kiam‐mo Cai‐li menggeleng
    kepalanya. "Dibujukpun takkan berhasil. Akan tetapi sekali dia telah jadi
    isteri orang, tentu dia akan menurut segala kehendak suaminya." "Ihhh! Aku
    tidak pernah memikirkan hal itu. Dengan siapa?" "Kita harus cerdik, kita
    harus memakai siasat sekali tepuk memperoleh dua ekor lalat atau
    menggunakan pedang yang bermata dua. Di satu fihak, kita harus
    menyenangkan hati Pangeran Tang Sin Ong yang aku tahu memiliki watak
    mata keranjang sehingga dia akan tentu berterima kasih sekali kepadamu
    kalau kau rela memberikan muridmu yang cantik manis itu kepadanya,
    menjadi seorang selirnya yang tercinta dan dapat diandalkan. Ke dua, kalau
    muridmu itu sudah menjadi selir Pangeran Tang Sin Ong, tentu dia akan tidak
    banyak bantahan lagi!" The Kwat Lin mengangguk‐angguk dan diam‐diam dia
    memuji kecerdikan temannya ini. "Siasatmu memang baik sekali, Cai‐li! Akan
    tetapi.... biarapun sudah pasti sekali Pangeran akan menerima penawaran ini
    dengan kedua tangan terbuka, kukira belum tentu Swi Nio akan mau
    dijadikan selir pangeran itu. Kalau dia menolak, lalu bagaimana?" Kiam‐mo
    Cai‐li tertawa. "Hi‐hi‐hik, tidak usah khawatir, Pangcu. Aku yang tanggung
    jawab dia tentu tidak akan menolak." Dia lalu mendekatkan mulutnya
    ketelinga The Kwat Lin berbisik‐bisik. Kwat Lin mengangguk‐angguk. "
    Hemm, kalau dia merupakan seorang murid yang baik dan taat, tentu aku
    tidak tega, akan tetapi.... demi suksesnya perjuangan kita, agar dia tidak
    menjadi penghalang malah kelak mungkin dapat membantu, biarlah.... kita
    atur secepatnya agar Pangeran dapat berkunjung ke sini." "Tentu mudah saja
    dan tidak menimbulkan kecurigaan. Bukankah peristiwa di hutan itu
    membuat nama Bu‐tong‐pai terangkat tinggi dalam pandangan kerajaan?
    Kalau seorang Pangeran berkunjung ke sini, menemui penolong selir Yang
    Kui Hui, hal itu sudah semestinya! Hi‐hi‐hik." "Kau memang cerdik sekali, Cai

  7. #231

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 230
    li!" The Kwat Lin memuji dan kedua orang wanita berkepandaian tinggi itu
    sambil tersenyum‐senyum minum arak wangi yang berada di dalam cawancawan
    perak mereka. Beberapa hari kemudian, sesuai dengan siasat mereka
    itu, datangalah rombongan tamu agung dari kota raja. Pangeran Tang Sin
    Ong! Inilah hasil pertama dari siasat The Kwat Lin menolong Yang Kui Hui.
    Sebelum peritiwa itu, hubunganya dengan pangeran itu dilakukan secara
    sembunyi dan pertemuan rahasia yang diadakan hanya melalui kurir
    (utusan). Akan tetapi sekarang, setelah siasat di hutan itu sekaligus
    mengangkat nama Bu‐tong‐pai, Pangeran Tang Sin Ong berani datang secara
    berterang, bahkan sebelum berangkat pangeran itu menerima titipan
    bingkisan hadiah yang dikirim oleh Yang Kui Hui sendiri melalui pangeran
    itu. Tentu saja keadaan di Bu‐tong‐san seperti dalam pesta. Semua anak buah
    Bu‐tong‐pai mengenakan pakaian baru dan rombongan tamu agung itu
    disambut dengan meriah seperti sambutan terhadap seorang pengantin.
    Dengan penuh kehormatan para tamu agung dijamu di ruangan yang lebar
    dari Bu‐tong‐pai, dan pesta pora diadakan diruangan yang biasa
    dipergunakan untuk Lian‐bu‐thia (ruang belajar silat). Sambutan resmi
    dilakukan dan pangeran menyerahkan bingkisan dari Yang Kui Hui dan
    menyerahkan pula bingkisan dari dirinya sendiri kepada ketua Bu‐tong‐pai.
    Malam harinya, sebagai penghormatan khusus, Pangeran Tang Sin Ong
    seorang diri dijamu oleh The Kwat Lin diruangan dalam dan ketua ini
    ditemani oleh Kiam‐mo Cai‐li dan Bu Swi Nio! Dara ini setengah dipaksa oleh
    subonya untuk menemaninya menjamu pangeran itu dan biarpun di dalam
    hatinya Bu Swi Nio tidak setuju, namun dia tidak berani membantah. Pula, di
    dalam hatinya dia ingin sekali mendengar percakapan mereka yang tentu
    akan menyangkut pula keadaan kakaknya di kota raja. Ketika pengeran ini
    dipersilahkan duduk menghadapi meja yang sudah penuh hidangan, The
    Kwat Lin memperkenalkan Kiam‐mo Cai‐li Liok Si sebagai pemilik istana
    Rawa Bangkai, dan memperkenalkan muridnya pula Bu Swi Nio sebagai
    muridnya yang terkasih. Pangeran itu memandang Kiam‐mo Cai‐li dan Bu
    Swi Nio, lalu tertawa gembira dan berkata, "Sungguh beruntung sekali
    Pangcu mendapatkan seorang pembantu seperti Liok Toanio ini yang saya
    yakin tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dan muridmu ini....aaihh...
    penerangan ini menjadi makin bercahaya, suasana menjadi makin gembira
    dan segar, hidangan menjadi bertambah lezat. Sungguh saya merasa
    berbahagia sekali bahwa Nona Bu suka menemani saya makan minum, untuk
    ini saya harus menghaturkan arak penghormatan sebagai tiga cawan!"
    Pangeran itu tentu saja tadinya sudah diberitahu oleh Kwat Lin bahwa ketua
    ini hendak menghadiahkan muridnya kepadanya. Maka begitu melihat Swi
    Nio yang masih amat muda dan cantik jelita itu, hati Sang Pangeran sudah
    jatuh dan gairahnya sudah bernyala‐nyala. Wajah Swi Nio menjadi merah
    padam. Dia merasa malu sekali menyaksikan sikap dan mendengar kata‐kata
    yang penuh pujian ini. Dia tidak biasa berhadapan dengan pria seperti ini.
    Hatinya berdebar tegang dan khawatir, akan tetapi untuk menolak, tentu saja
    dia tidak berani. Sambil menunduk dan membisikan kata‐kata terima ksih dia

  8. #232

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 231
    menerima tiga cawa arak berturut‐turut. Biarpun dia tidak biasa minum
    banyak arak, akan tetapi terpaksa tiga cawan arak itu diminumnya tanpa
    banyak membantah. Melihat ini The Kwat lin dan Kiam‐mo Cai‐li tertawa
    girang dan dari seberang meja, The Kwat Lin mengedipkan sebelah matanya
    kepada Sang Pangeran.Tang Sin Ong mengerti akan isyarat ini, maka dia lalu
    melepas seuntai kalung emas bertaburan permata yang tergantung di
    lehernya, bangkit berdiri dan mengulurkan kedua tangan yang memegang
    kalung itu kepada Swi Nio sambil berkata, "Nona Bu, kalung ini sama sekali
    tidak dapat mengimbangi kecantikan Nona, akan tetapi karena pada saat ini
    yang ada pada saya hanya kalung ini, maka sudilah Nona menerimanya
    sebagai tanda penghormatan saya kepada seorang Nona secantik dewi!" Bu
    Swi Nio terkejut sekali dan cepat dia menoleh kepada subonya. Menurutkan
    kata hatinya, ingin dia menolak keras dan mencela sikap pangeran yang
    terlalu berani itu. Akan tetapi dia melihat subonya mengangguk dan berkata,
    "Swi Nio, Pangeran telah bermurah hati kepadamu, mengapa tidak lekas
    menerima dan menghaturkan terima kasih?" Bu Swi Nio merasa terdesak dan
    dengan suara gemetar dia berkata, "Hamba...., hamba...., tidak berani
    menerimanya....." "Swi Nio....!" The Kwat Lin menegur "Bu Swi Nio, mengapa
    kau menolak kemurahan hati Pangeran?" Kiam‐mo Cai‐li juga ikut menegur.
    Pangeran Tang Sin Ong tertawa. "Ahh, tentu saja Nona Bu merasa malu‐malu,
    tidak seperti gadis‐gadis yang haus akan harta benda. Hal ini malah
    menonjolkan kecemerlangan watak seorang gadis yang cantik jelita dan
    gagah perkasa! Nona, biarlah aku mengalungkan hadiah ini di lehermu."
    Berkata demikian, Sang Pangeran lalu bangkit berdiri dan mengalungkan
    kalung emas itu melingkari leher Swi Nio yang menundukan kepalanya.
    Karena tak dapat menolak lagi dan kalung yang lebar itu sudah mengalungi
    lehernya, dengan muka sebentar pucat, Swi Nio menjura, "Banyak terima
    kasih hamba haturkan..." "Aaaahhh, jangan sungkan‐sungkan." Dia tertawa,
    kedua orang wanita sakti itupun tertawa dan mereka bergantian
    menyuguhkan arak kepada Sang Pangeran dan juga Bu Swi Nio. "Muridku,
    karena pangeran telah bermurah hati kepadamu, tidak saja menyuguhkan
    arak tetapi juga menghadiahkan kalung, mengapa kau tidak bersikap sebagai
    seorang muridku yang tahu aturan dan mengenal budi. Hayo cepat suguhkan
    tiga cawan kepada Pangeran sebagai penghormatanmu!" Muka Swi Nio
    menjadi merah. Dia tidak membantah kebenaran ucapan ini, maka secara
    terpaksa dia bangkit berdiri, dipandang oleh pangeran yang tersenyumsenyum
    dan mengelus jenggotnya, menghampiri pangeran dan menuangkan
    arak ke cawan Sang Pangeran dari guci emas. "Silahkan Paduka minum arak
    sebagai tanda kehormatan hamba, Pangeran," kata Swi Nio dengan malumalu.
    "Ha‐ha‐ha, terima kasih, Nona. Akan tetapi, aku tidak mau minum kalau
    tidak aku temani. Hayo untukmu juga secawan!" Kembali Kwat Lin dan Kiammo
    Cai‐li ikut membujuk dan terpaksa akhirnya Swi Nio kembali minum tiga
    cawan arak bersama Sang Pangeran. Karena tidak biasa minum arak, kini
    diloloh banyak arak yang diamdiam telah dicampuri bubuk putih dilepas
    secara lihai oleh Kiam‐mo Cai‐li ke dalan cawan gadis itu, akhirnya Swi Nio

  9. #233

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 232
    menjadi mabok. Dia mulai tersenyum dengan lepas, memperlihatkan deretan
    gigi yang putih, dan mulai berani mengangkat muka memandang pangeran
    yang pandai bicara itu. "Ha‐ha‐ha, setelah ditemani makan minum oleh Nona
    Bu, aku lupa semua wanita di istanaku! Hemm, bagaimana aku dapat
    berpisah lagi darimu, Nona?" kata Pangeran itu. Mendengar ini Swi Nio
    mengerutkan alisnya, akan tetapi karena kepalanya sudah pening dan
    pandang matanya sudah berkunang, hanya sebentar saja dia merasa betapa
    kata‐kata itu tidak pada tempatnya dan dia hanya tersenyum! "Bu Swi Nio
    muridku yang baik. Pangeran telah berkenan mencintaimu! Kau akan
    diambilnya sebagai selir yang tercinta. Cepat kau berlutut dan haturkan
    terima kasih, muridku." Sepasang mata dara itu terbelalak. "Tidak....! Ah,
    tidak......!" Terdengar suara pangeran, "Nona, kau cantik sekali.... kau gagah
    perkasa, aku cinta padamu dan marilah kau ikut bersamaku ke kota ke kota
    raja. Kau akan menjadi selirku yang paling tercinta, menjdi pengawal
    pribadiku...." "Tidak....! Ahhh, tidak mau.... oughh.......!" Swi Nio yang tadinya
    bangkit berdiri serentak itu, tiba‐tiba terhuyung dan kembali menjatuhkan
    diri di atas bangku karena melihat betapa kamar itu berpuatr‐putar dan dia
    merasa seperti terayun‐ayun. Karena tidak tahan lagi, Swi Nio merebahkan
    kepalanya di atas kedua lengan yang berada di atas meja, hanya menggoyang
    kepalanya tanda menolak. Terdengar olehnya lapat‐lapat suara gurunya,
    "Jangan bodoh, Swi Nio. Engkau akan menjadi seorang nyonya Pangeran yan
    terhormat, dan di kota raja kau dapat bekerja sama dengan kakakmu........"
    "aku tidak mau.... ah, tidak mau....." Swi Nio membuka matanya dan melihat
    wajah yang dekat sekali dengan mukanya. Wajah Sang Pangeran Tang Sin
    Ong, wajah seorang laki‐laki yang cukup tampan gagah, akan tetapi sudah
    tua, sedikitnya lima puluh tahun usianya. Dia merasa ngeri, takut dan
    akhirnya dia tidak ingat apa‐apa lagi. Obat bubuk yang dicampurkan di
    raknya oleh Kiam‐mo Cai‐li telah bekerja dengan baik, dia tertidur dan tidak
    merasa apa‐apa lagi. Swi Nio mengeluh dan mengerang. Dia mimpi. Seolaholah
    dia berada di dalam sebuah perahu berdua saja bersama Pangeran Tang
    Sin Ong. Lalu perahu itu diserang badai, terguling dan dia merontaronta
    hendak melawan gulungan ombak yang menggelutnya. Namun dia merasa
    tubuhnya lemas, dia terseret, tenggelam, gelagapan dan seluruh tubuhnya
    terasa sakit‐sakit, kepalanya pening. Sebentar dia timbul, lalu tenggelam lagi,
    dan lapat‐lapat dia mendengar suara Pangeran Tang Sin Ong yang
    menyatakan cinta kasihnya. Jauh lewat tengah malam Swi Nio mengeluh dan
    merintih perlahan, lalu membuka matanya Mimpi itu teringat lagi olehnya,
    membuat dia bergidik ngeri. Untung hanya mimpi, pikirnya ketika dia
    membuka mata mendapatkan dirinya, telah rebah di atas pembaringannya
    sendiri di dalam kamarnya. "Ouh....!" Kepalanya masih pening sekali. Dia
    bangkit duduk dan hampir dia menjerit kaget ketika melihat bahwa dia tidak
    berpakaian sama sekali! Dia teringat bahwa dia menemani subonya, Kiammo
    Cai‐li, dan Pangeran Tang Sin Ong makan minum. Teringat betapa dia
    terlalu banyak minum dan mabuk. Mengapa dia tahu‐tahu berda di
    pembaringannya tanpa pakaian? Dia memeriksa keadaan tubuhnya, melihat

  10. #234

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 233
    kalung yang masih bergantung di lehernya, dan tiba‐tiba tahulah dia akan
    semua yang telah terjadi atas dirinya! "*******....!" Dia bangkit akan tetapi
    terguling lagi karena selain kepalanya pening sekali, tubuhnya juga panas
    dan lemas seolah‐olah kehabisan tenaga. Dia tidak tahu bahwa itulah
    pengaruh obat bubuk, racun yang diminumnya bersama arak, yang membuat
    dia pulas sehingga tidak dapat melawan ketika Pangeran Tang Sin Ong
    membawanya ke dalam kamar dan menggagahinya. Tiba‐tiba pintu kamar
    terbuka dari luar. Swi Nio menahan napas, mengambil keputusan untuk
    mengerahkan seluruh tenaganya membunuh Pangeran itu. Dia sudah
    maklum bahwa dirinya diperkosa Pangeran itu. "Selamat, muridku. Engkau
    telah menjadi isteri Pangeran! Besok Pangeran Tang Sin Ong akan
    menjemputmu secara resmi membawanya ke kota raja sebagai selirnya
    terkasih...." "Tidak sudi! Aku harus membunuhnya!" Swi Nio meloncat turun
    tanpa mempedulikan tubuhnya yang telanjang bulat, kedua tanganya dikepal.
    "Plak!" Swi Nio terlempar dan terbanting di atas pembaringannya lagi ketika
    kena tamparan tangan gurunya. "Swi Nio, apa yang kauucapkan itu? Engkau
    suka sendiri melayani Pangeran, engkau menerima kalungnya, engkau
    tersenyum‐senyum kepadanya. Setelah engkau dan dia bersenang‐senang di
    dalam kamar ini, semestinya aku mengutukmu. Akan tetapi aku sayang
    kepadamu, aku tidak marah malah bersyukur bahwa engkau akan menjadi
    isteri muda seorang pangeran. Dan sekarang kau hendak memberontak?
    Hendak membikin malu Gurumu? Kau mau membunuh kekasihmu sendiri?
    Bocah ***** tak kenal budi! Kalau tidak aku robah pendirianmu, aku sendiri
    yang akan membunuhmu! Pikirkan ini baik‐baik. Engkau sudah bukan
    perawan lagi, engkau milik Pangeran Tang Sin Ong!" The Kwat Lin
    meninggalkan kamar itu dan membanting keras‐keras daun pintu kamar. Swi
    Nio menutupi mukanya dan menangis mengguguk. Tak tahu apa yang harus
    dilakukannya. Dengan terisak‐isak dan jari‐jari tangan gemetar dia
    mengenakan pakaiannya yang bertumpuk di sudut pembaringan. Kepalanya
    masih pening dan tenaganya habis. Tak mungkin dalam keadaan seperti itu
    dia melarikan diri. Tentu akan mudak tertangkap kembali oleh gurunya.
    Melawan pun tidak mampu, apa lagi dia benar‐benar merasa seperti tidak
    bertenaga lagi. Apa lagi hendak membunuh pangeran itu yang selalu
    terkawal kuat! "Ta Tuhan....!" Dia menangis lagi sesenggukan. "Ayah....
    Koko...., apa yang harus kulakukan......?" Dia sudah ternoda. Mau atau tidak,
    dia harus menjadi selir Pangeran itu. Dia tidak sudi! Lebih baik mati! Mati!!
    Ya, matilah jalan satu‐satunya, demikian pikiran yang ruwet itu mengambil.
    Dirabanya ikat pinggangnya. Tidak, dia seorang gadis gagah perkasa, tidak
    semestinya mati menggantung diri seperti wanita‐wanita lemah.
    Dihampirinya pedangnya yang tergantung di dinding. Biarpun tangannya
    gemetar dan tidak bertenaga dipaksanya tangan itu mencabut pedangnya,
    lalu sambil memejamkan matanya, dia mengayun pedang itu ke lehernya.
    "Plakkkk!!" Lengan kanannya dipegang orang dan pedang itu dirampasnya.
    Tadinya dia mengira bahwa subonya yang mencegahnya membuuh diri,
    maka dia terisak dan membalik. Betapa kagetnya ketika dia melihat bahwa

  11. #235

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 234
    yang mencegahnya membunuh diri itu adalah seorang laki‐laki muda, paling
    banyak tiga puluh tahun usianya. Laki‐laki ini tersenyum, wajahnya cukup
    tampan dan membayangkan kegagahan. "Membunuh diri bukan perbuatan
    seorang gagah." Bisik laki‐laki itu. "Kalau sudah mati, mana mungkin dapat
    menghilangkan penasaran? Kalau masih hidup, selalu terbuka harapan untuk
    membalas dendam!" Ucapan ini menyadarkan Swi Nio. "Siapa kau....?"
    "Ssssttt...., bisik pula laki‐laki itu. "Aku seorang mata‐mata yang dikirim oleh
    Jenderal An Lu San. Nona, daripada engkau membunuh diri, mari kubantu
    kau keluar dari tempat ini dan kau ikut bersamaku. Dengan bekerja untuk
    An‐goanswe, kelak kau berkesempatan untuk membalas kepada semua orang
    yang telah mendatangkan malapetaka ini kepadamu." Seperti kilat masuknya
    pikiran ini ke dalam kepala Swi Nio. Mengapa tidak? Mati bukan merupakan
    jalan yang memecahkan persoalan! Dia harus membalas kepada Pangeran
    itu! Dan kini, dia dapat menduga bahwa dia tentu pingsan karena pengaruh
    obat dari Kiam‐mo Cai‐li. Dia tahu bahwa wanita itu adalah seorang ahli
    tentang racun. Kini dia mengerti semua. Dia sengaja dikorbankan oleh
    gurunya dan oleh wanita iblis itu, seperti seekor domba yang sengaja
    dikorbankan menjadi mangsa serigala, Si Pangeran itu! Dendamnya
    bertumpuk, kini terbuka jalan baginya, perlu apa mengambil jalan pendek
    membunuh diri? "Baik, mari ikut aku...." bisiknya dan dengan berindap‐indap
    Swi Nio mengajak laki‐laki itu melalui jalan rahasia dan akhirnya, menjelang
    pagi, mereka berdua berhasil keluar dari tembok pagar Butong‐ pai.
    "Haiii....!!" tiba‐tiba terdengar bentakan dan lima orang anggauta Bu‐tong‐pai
    muncul dari tempat penjagaan tersembunyi. Akan tetapi ketika mereka
    melihat Swi Nio, mereka terheran‐heran, memandang kepada gadis itu lalu
    kepada orang asing yang keluar dari jalan rahasia bersama murid utama
    ketua mereka. Malam itu memang banyak datang tamu dari kota raja yang
    ikut dalam rombongan Pangeran, maka mereka mengira bahwa tentu orang
    ini adalah anggauta rombongan pula. Akan tetapi sepagi itu, masih gelap,
    apakah yang akan dilakukan tamu ini bersama Swi Nio keluar dari Bu‐tongpai
    dengan diam‐diam?" Tiba‐tiba terdengar teriakan berturut‐turut dan lima
    orang itu roboh dan tewas seketika. Mereka hanya mampu satu kali saja
    mengeluarkan teriakan karena tenggorokan mereka hampir putus disambar
    jari‐jari yang amat kuat dari mata‐mata itu yang bergerak dengan cepat luar
    biasa menyerang mereka. Melihat kelihaian orang itu, Swi Nio tercengang.
    Dia makin kagum. Kiranya mata‐mata ini bukan orang biasa dan andaikata
    ketahuan pun akan merupakan lawan tangguh, sungguhpun tentu saja dia
    sangsi apakah orang ini akan mampu lolos kalau Kiam‐mo Cai‐li dan subonya
    turun tangan. "Mari cepat....!" Orang laki‐laki itu berkata dan melihat keadaan
    Swi Nio yang masih lemas, dia tanpa ragu‐ragu lagi lalu menyambar tubuh
    gadis itu, dipanggulnya dan berlarilah dia dengan amat cepatnya
    meninggalkan tempat yang berbahaya baginya itu. Gadis bernama Liang‐cu
    yang sebenarnya adalah penyamaran Bu Swi Liang, bekerja di dalam istana
    sebagai pengawal pribadi Yang Kui Hui. Dia bertugas memikat hati selir
    Kaisar yang cantik jelita ini. Dapat dibayangkan betapa tersiksa hati pemuda

  12. #236

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 235
    itu menyaksikan semua yang terjadi di dalam kamar Yang Kui Hui, melihat
    selir yang cantik jelita itu beristirahat, mandi, berganti pakaian dan lain‐lain
    di depan matanya begitu saja karena dia dianggap wanita pula! Betapa
    tersiksa hati orang muda ini hidup di antara wanita‐wanita cantik, yaitu para
    pelayan Yang Kui Hui. Di istana bagian puteri ini tidak ada prianya, karena
    para thaikam yang bertugas di situ biarpun kelihatan seperti orang pria,
    namun sesunguhnya tidak lagi dapat disebut sebagai pria. Swi Liang adalah
    seorang pemuda yang sedang berkobar nafsunya karena Bu‐tong‐san dia
    diseret ke dalam kekuasaan nafsu berahi oleh subonya sendiri. Sebagai
    seorang pemuda yang baru gila berahi, kini berada ditengah‐tengah para
    wanita cantik itu, tentu saja dia tidak kuat bertahan terlalu lama. Untuk
    melakukan tugasnya memikat Yang Kui Hui, dia belum berani karena
    kesempatannya belum tiba. Dia tidak berani bersikap kasar dan membuka
    rahasia penyamarannya begitu saja. Karena sekali gagal, dia tentu akan mati
    konyol. Akan tetapi untuk menunda lebih lama lagi menguasai nafsunya, dia
    tidak sanggup! Akan tetapi, Swi Liang menahan gelora hatinya sedapat
    mungkin. Dia harus bersabar menanti kesempatan baik. Tugasnya amat
    penting bagi perjuangan subonya Sama sekali tidak boleh gagal karena
    taruhannya adalah nyawanya. Pada suatu senja belasan hari kemudian Swi
    Liang diperbolehkan mengaso karena malam itu kaisar akan mengunjungi
    selirnya yang tercinta dan tempat itu penuh dengan pengawal‐pengawal
    pribadi Kaisar sendiri. Swi Liang lalu mengundurkan diri ke dalam kamarnya,
    sebuah kamar yang amat indah dan berdekatan dengan kamar para pelayan
    utama atau pelayan pribadi selir Kaisar itu. Selagi duduk melamun sendiri di
    dalam kamarnya, mencari akal bagaimana untuk memulai tugasnya, merayu
    dan memikat Hati Yang Kui Hui, dia membayangkan keadaan selir itu dan
    jantungnya berdebar penuh nafsu dan gairah. Selir itu memang cantik luar
    biasa, dan ketika mandi atau bertukar pakaian, dia dapat menyaksikan
    seluruh bagian tubuh yang padat dan amat menggaerahkan itu. Pernah dia
    membantu pelayan menyelimutkan kain setelah selir itu mandi dan jari‐jari
    tangannyamenyentuh kulit yang halus, lunak, dan hangat, dan tercium
    olehnya bau semerbak harum dari tibuh selir itu. Keharuman yang khas dan
    alangkah jauh bedanya antara kecantikan dan tubuh indah selir itu
    dibandingkan dengan subonya! "Enci Liang‐cu! kenapa melamun saja?"
    Seorang gadis cantik berbaju hijau menegurnya sambil tertawatawa, di
    belakangnya masuk pula seorang gadis cantik berbaju merah. Mereka itu
    adalah dua orang pelayan pribadi Yang Kui Hui, dua orang gadis cantik jelita
    yang genit‐genit "Ah, Enci Liang‐cu orangnya pendiam amat sih, tidak mau
    bersendaugurau dengan kami? Swi Liang tersenyum menekan jantungnya
    yang berdebar‐debar dan menahan matanya agar jangan terlalu melotot
    melahap kecantikan dua orang gadis itu. "Ahh, aku lelah dan sedang
    beristirahat. Jarang ada kesempatan beristirahat seperti ini...." kata Swi Liang.
    "Mari temani kami main thio‐ki (kartu) di kamarku, Enci Liang‐cu!" kata Si
    Baju Hijau. "Ya, marilah, Enci Liang‐cu. Tidak enak hanya bermain berdua.
    Marilah, sambil kita berkenalan lebih erat lagi. Kenapa sih? Bukankah kita ini

  13. #237

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 236
    rekan‐rekan yang berkerja di sini?" kata Si Baju Merah sambil menarik
    tangan Swi Liang. Tak dapat Swi Liang menolak karena hal ini mendatangkan
    kecurigaan apalagi memang dia sudah rindu sekali akan sentuhan tangan
    wanita cantik setelah belasan hari berpisah dari subonya. Kedua orang gadis
    itu tertawa‐tawa, menggandeng kedua tangan Swi Liang dan membawanya
    kedalam kamar Si Baju Hijau yang berbau harum. Sebuah meja bundar
    rendah telah dipersiapkan di tengah kamar, di dekat pembaringan di
    sekeliling meja itu terdapat tikar yang ditilami kasur dan bantal. Selain kartu
    untuk main, juga di atas meja terdapat seguci arak wangi dan cawan‐cawan
    kecil, juga beberapa macam kuih kering. "Duduklah, Enci Liang‐cu. Mari kita,
    main‐main. kau bermalam saja di sini malam ini, ya?" Si Baju Hijauberkata
    sambil merangkul. "Dan tubuhmu begini tegap dan kelihatan kuat, Enci
    Liang‐cu," kata Si Baju Merah memegang‐megang lengan pemuda itu. "Aihhh,
    tangan Enci Liang‐cu kuat dan kasar!" kata Si Baju Merah menghelus telapak
    tangan pemuda itu. Swi Liang menarik tangannya. "Aahh, aku sejak kecil
    berlatih silat. Tentu saja aku seorang gadis yang kasar, mana bisa
    dibandingkan dengan kalian yang halus mungil?" "Hi‐hik, kau terlalu memuji,
    Enci!" kata Si Baju Merah sambil mencubit paha Swi Liang. "Kalau engkau
    menjadi seorang laki‐laki, tentu tampan dan gagah, Enci Liang‐cu!" kata Si
    Baju Hilau. Dapat dibayangkan betapa tubuh Swi Liang terasa panas dingin
    menghadapi godaan‐godaan ini, maka cepat‐cepat mengajak mereka bermain
    kartu, karena kalau dilanjutkan godaan mereka itu, tentu dia takkan kuat lagi
    bertahan! Sudah timbul keinginan keras di hatinya untuk merangkul dan
    mendekap mereka, menciumi bibir yang merah dan lincah itu! "Eh, untuk apa
    arak ini?" katanya setelah Si Baju Merah menuangkan secawan arak yang
    berbau wangi. "Hi‐hik, bermain thioki tanpa taruhan tidak menyenangkan.
    Siapa kalah harus menebus kekalahannya dengan minum secawan arak
    wangi!" kata Si Baju Hijau. Meeka mulai bermain thioki sambil bercakapcakap
    dan bersendau gurau, atau lebih tepat lagi, kedua orang gadis itu yang
    bercakap‐cakap dan bersendau gurau sedangkan Swi Liang hanya
    mendengarkan dan kadang‐kadang tersenyum saja. Karena dia tidak ingin
    dilolohi arak sehingga rahasianya dapat terbuka, maka Swi Liang bermain
    sungguh‐sungguh sehingga dia jarang kalah dan yang kebagian minum arak
    adalah kedua orang gadis itulah! Mereka bermain terus sampai menjelang
    tengah malam dan akhirnya arak dalam guci kecil itu habis! "Ahhh, hawanya
    panas sekali ....!" kata Si Baju Hijau. "Bukan panas, hanya engkau terlalu
    banyak minum maka terasa panas, " kata Swi Liang. "Hemm, mungkin...
    aihhh, gerahnya." Si Baju Hijau membuka kancing bajunya dan mengebutngebut
    dengan kipas. Swi Liang menelan ludah, matanya memandang ke arah
    dada yang hanya tertutup pakaian dalam yang tipis sehingga membayangkan
    tonjolan‐tonjolan yang memikat hati. Karena pandang matanya selalu
    tertarik ke arah dada Si Baju Hijau, maka permainan Swi Liang menjadi kalut
    dan sekali ini dia kalah. Akan tetapi arak telah habis! "Wah, Enci Liang‐cu
    jarang kalah, sekarang telah kalah araknya habis. Mana dia bisa menebus
    kekalahannya?" kata Si Baju Merah cemberut. "Hi‐hik, kalau arak habis dia

  14. #238

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 237
    harus membayar dengan ciuman!" kata Si Baju Hijau. "Hi‐hi‐hik, benar! Dia
    harus didenda dengan ciuman dan mulai sekarang, taruhannya dirobah.
    karena arak habis, siapa kalah harus membayar dengan ciuman!" kata Si Baju
    Merah. Kedua orang gadis itu dari kanan kiri lalu menyerbu dan mencium
    pipi Swi Liang dengan hidung mereka. Swi Liang memejamkan kedua
    matanya! "Eh.... eh...., kalian ini bagaimana? Ihh... malu, kan....?" katanya
    gelagapan. "Enci Liang‐cu, mengapa kau begitu kejam? Kita bertahun‐tahun
    dikurung di tempat ini dan hanya dapat menyaksikan orang lain bermain
    cinta. Bertemu dengan pria pun merupakan hal yang tak mungkin bagi kita.
    Apa salahnya di antara kita saling menghibur dan saling mencumbu? Sekedar
    menghilangkan rindu......" kata Si Baju Merah. Permainan dilanjutkan dan
    makin lama Swi Liang makin terseret oleh gelora nafsu berahinya sendiri.
    Ketika dia menang dan harus mencium, dia tidak mencium seperti biasa
    dengan hidung kepipi, melainkan mencium mulut dua orang gadis itu dengan
    mulutnya! Dua orang gadis itu mengeluh dan balas mencium sehingga tanpa
    diperintah lagi permainan kartu itu bubar dan dilanjutkan dengan permainan
    saling mencumbu, saling peluk dan saling cium antara tiga orang itu! "Aihh,
    Enci Liang‐cu.... kau hebat sekali ....." keluh Si Baju Hijau. "Enci Liang‐cu....
    kalau saja engkau seorang pria....." bisik Si Baju Merah "Kalian senang?" Swi
    Liang berkata, terengah‐engah sedikit. "Matikanlah lampunya, barangkali di
    dalam gelap aku akan dapat pian‐hoa (bermain rupa) menjadi pria, siapa
    tahu?" Sambil terkekeh genit, Si Baju Hijau meniup pandam lampu di meja
    dan mereka bertiga pindah ke pembaringan, melanjutkan permainan mereka
    yang mengasyikkan hati mereka itu. Mereka merasa semakin bebas setelah
    keadaan di dalam kamar itu menjadi gelap, mereka dapat mencurahkan
    seluruh nafsu mereka tanpa malu‐malu lagi. Tak lama kemudian terdengar
    jerit tertahan, disusul teriakan‐teriakan yang lebih menyerupai bisikan kaget
    bercampur girang, "Eh... kau...?" "Hemm, diamlah sayang....." terdengar suara
    Swi Liang dan selanjutnya kamar itu sunyi, tidak terdengar keras lagi
    sehingga kalau didengar dari luar kamar, seolah‐olah tiga orang "gadis" itu
    sedang tidur pulas, padahal tentu saja keadaanya jauh dari pada itu, bahkan
    sebaliknya. Menjelang pagi, terdengar suara Si Baju Hijau, suara yang
    berbisik dan agak serak karena semalam tidak tidur rupanya, "...engkau....
    setiap malam harus menemani kami.... ya, koko yang baik?" "....harus, kalau
    tidak.... hemm, kami akan melaporkan bahwa kau adalah seorang pria
    sejati......" bisik pula Si Baju Merah dengan nada manja mengancam. Sunyi
    mengikuti kata‐kata bisikan itu, kemudian terdengar jerit tertahan dan tak
    lama kemudian, tampak Swi Liang dalam pakaian seperti liang‐cu, meloncat
    keluar dari dalam kamar itu memondong tubuh dua orang pelayan itu yang
    sudah menjadi mayat! Dengan tergesa‐gesa Swi Liang membawa dua mayat
    itu ke kebun, menggali lubang, mengubur dengan cepat sekali, kemudian
    kembali ke kamarnya dengan badan penuh keringat dan muka pucat. Akan
    tetapi hatinya lega dan diam‐diam dia menyesali perbuatannya sendiri.
    Mengapa dia begitu lemah sehingga tidak dapat menahan diri terjatuh ke
    dalam rayuan dua orang gadis cantik itu? Dia terpaksa membunuh mereka,

  15. #239

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 238
    sungguhpun hal itu dilakukannya dengan perasaan penuh penyesalan.
    Tugasnya lebih penting dan kalau sampai gagal, dia akan tewas, akan mati
    konyol. Dengan membuka rahasianya kepada dua orang gadis itu,
    keadaannya tentu saja terancam hebat. Belum apa‐apa dua orang gadis itu
    telah "memerasnya" untuk setiap malam melayani mereka dengan ancaman
    akan dibuka rahasianya! Tentu saja dia terpaksa harus membunuh mereka
    demi keselamatan dirinya sendiri. Lenyapnya dua orang pelayan itu hanya
    menimbulkan sedikit keributan di istana bagian puteri. Betapapun juga,
    mereka itu hanyalah dua orang pelayan dan akhirnya Yang Kui Hui hanya
    memerintahkan para pengawal untuk melakukan pengejaran karena dikira
    bahwa mereka itu tentu melarikan diri, dan kalau sampai dapat ditangkap
    agar supaya dijatuhi hukuman berat. Mengertilah kini Swi Liang bahwa dia
    harus cepat‐cepat turun tangan kalau tidak mau terjadi gangguan lain lagi.
    Mulailah dia mendekati Yang Kui Hui, membantu pada setiap kali ada
    kesempatan, membantu para pelayan yang memandikan selir jelita itu,
    menggosok punggungnya, mengeringkan tubuhnya dan mengenakan
    pakaiannya. Bahkan pada suatu malam, ketika Yang Kui Hui merebahkan diri
    seorang diri dengan mata merem melek seperti seekor kucing malas, ia
    mendekatinya, berlutut dan menggunakan tangannya untuk memijit‐mijit
    kaki selir itu dengan perlahan, meniru perbuatan pelayan yang suka memijit
    tubuh selir itu. Jantungnya berdebar keras sekali. Nafsu hatinya ditekannya
    keras sekali dia merasa betapa api berahi telah membakar dadanya dan api
    itu menyala dari ujung jari tangannya yang bersentuhan dengan kulit kaki
    yang halus lunak dan hangat. "Ehhmmm...." Yang Kui Hui menggeliat seperti
    seekor kucing dan membuka sedikit matanya untuk melihat siapa yang
    memijit kakinya. Matanya terbuka agak lebar dan tersenyum. "Aihhh, kiranya
    engkau, Liang‐cu? Engkau pandai pula memijit? Ahhhh, tanganmu kuat sekali,
    nah, kaulanjutkanlah, tubuhku memang sedang pegal‐pegal....." Dan selir itu
    sudah memejamkan matanya kembali rebah terlentang di depan Swi Liang.
    Pemuda itu melanjutkan pekerjaannya memijit betis mengendurkan urat
    yang kaku dan pandang matanya melahap wajah yang menengadah itu.
    Betapa cantik jelitanya, demikian rangsangan hatinya. Rambut yang hitam
    agak mengeriting itu terurai di atas bantal, anak rambut yang melingkarlingkar
    menghias dahi dan pelipis sampai ke bawah telinga. Dahi yang
    melengkung halus sekali seperti lilin diraut, berkulit putih bersih itu nampak
    makin putih terhias anak rambut yang menghitam dan sepasang alis yang
    hitam sekali melengkuk seperti dilukis, melindungi mata yang terpejam
    sehingga tampak bulu mata yang panjang. Bayangan bulu mata
    menggelapkan pipi sebelah atas, menyembunyikan warna kemerahan yang
    menyegarkan. Hidung yang mancung, dengan dua cuping hidung yang tipis,
    agak bergerak terdorong napas yang keluar masuk, dan dibawah hidung itu,
    sepasang bibir yang kemerahan dan agak basah, kelihatan menebal sebelah
    bawahnya karena selir itu tersenyum, sebuah lesung pipit menghias di ujung
    mulut sebelah kiri. Manis dan cantik jelita! Kemudian leher itu, dan dada itu,
    pinggang itu....! Swi Liang menelan ludahnya berkali‐kali dan jari‐jari

  16. #240

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 239
    tangannya yang memijit kaki itu agak menggigil. Agaknya Yang Kui Hui dapat
    merasakan tangan yang menggigil ini, maka dia membuka sedikit matanya
    dan bertanya, "Ada apakah Liang‐cu? Tanganmu gemetar..." "Ahhh.... tidak
    apa‐apa, hanya.... paduka demikian cantik jelita..... hamba sampai merasa
    terharu memandangi Paduka....." "Aihhh...., hi‐hik, kau aneh, Liang‐cu Coba
    kau tutup dan kunci pintu kamar itu, dan beritahukan kepada penjaga di luar
    bahwa aku tidak ingin diganggu malam ini, hendak beristirahat. Oya, suruh
    penghubung pelaporkan kepada Sri Baginda tidak datang ke kamarku.
    Setelah itu, kautemani aku di sini, pijati tubuhku sampai aku tidur." Dengan
    jantung berdebar penuh ketegangan dan gairah, Swi Liang mentaati perintah
    itu. Setelah selesai dan dia sudah menutupkan dan memalang daun pintu
    sehingga mereka hanya berdua saja di dalam kamar yang mewah dan harum
    itu, Swi Liang segera berlutut lagi di depan pembaringan dan melanjutkan
    pekerjaannya memijit betis yang berdaging gempal, lunak, halus dan hangat
    itu. "Nanti dulu, Liang‐cu. Coba kaubantu aku membuka pakaian luarku.
    Setelah pintu ditutup, kamar ini menjadi agak panas...." kata Yang Kui Hui
    sambil bangkit duduk di atas pembaringannya yang bertilam sutera merah
    berkembang. Swi Liang tidak mampu menjawab karena merasa lehernya
    seperti tercekik. Dengan jari‐jari tangan gemetar dia membantu puteri itu
    membuka pakaian luarnya sehingga kini Yang Kui Hui hanya memakai
    pakaian dalam yang amat tipis dan tembus pandang sehingga terbayanglah
    lekuk lengkung yang amat menggairahkan. Begitu pakaian luarnya dibuka,
    Swi Liang memejamkan mata sebentar sambil menarik napas panjang.
    Tercium olehnya bau harum yang memabukan, keharuman yang membuat
    selir Kaisar itu terkenal sekali si samping kecantikannya yang sukar dicari
    bandingnya. "Hi‐hik... mengapa kau seperti patung dan memejamkan
    matamu, Liangcu?" Suara terkekeh halus dan teguran itu menyadarkan Swi
    Liang yang segera membuka matanya. "Ampunkan hamba.... hamba.... silau,
    seolah‐olah melihat bidadari turun dari langit...." Selir Kaisar itu tertawa
    senang. "Aihh, kata‐katamu seperti seorang laki‐laki saja! Hayo pijiti aku lagi
    dan jangan bersikap seperti orang gila!" Swi Liang segera melakukan
    perintah ini dengan penuh gairah. Jari‐jari tangannya kembali memijit betis
    dan paha, makin ke atas makin tersiksalah hatinya apalagi mendengar puteri
    itu terkekeh kegelian. "Hi‐hi‐hik, kau begitu kuat, jari tanganmu juga tegang
    dan kuat seperti tangan laki‐laki membelai....!" Yang Kui Hui membalikan
    tubuhnya dan kini rebah terlentang, karena pakaian dalam yang tipis itu
    tersingkap membuat Swi Liang hampir tidak kuat menahan lagi. Cahaya
    kemerahan dari lampu merah di dalam kamar membuat tubuh yang
    membayang di balik pakaian tipis itu seolah‐olah telanjang bulat di
    depannya! "Nah kau pijiti pahaku, pegal‐pegal rasanya. Akan tetapi jangan
    kuat‐kuat, perlahan saja, Liang‐cu." Dapat dibayangkan betapa tersiksa hati
    seorang pemuda yang sudah menjadi lemah karena dikuasai nafsu berahi
    seperti Swi Liang menghadapi Yang Kui Hui yang tanpa disengaja telah
    menimbulkan godaan dan tantangan yang demikian menggairahkan hati pria.
    Namun tentu saja Swi Liang tidak berani bertindak sembrono, dan sambil

Page 16 of 28 FirstFirst ... 612131415161718192026 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •