Page 17 of 28 FirstFirst ... 713141516171819202127 ... LastLast
Results 241 to 255 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #241

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 240
    menguatkan hatinya dan menundukan mukanya yang menjadi merah,
    menyembunyikan dadanya yang bergelombang dengan menunduk dan
    menahan nafsunya yang memburu, dia memijit paha yang gempal itu dan
    jari‐jari tangannya seolah‐olah bertemu langsung dengan kulit paha karena
    hanya tertutup sutera tipis. Setiap sentuhan jarinya seolah‐olah
    mendatangkan aliran hawa panas yang menjalar naik ke dada dan kepala
    melalui lengannya. Makin lama dia makin gelisah, tubuhnya panas dingin dan
    sama sekali dia tidak berani memandang wajah puteri itu karen takut kalaukalau
    Sang Puteri marah. Betapapun nafsu berahi telah menyundul sampai ke
    ubun‐ubunnya, namun Swi Liang tidaklah demikian nekat untuk berani
    bertindak kurang ajar, tidak berani melakukan langkah pertama dan hanya
    menanti uluran tangan Sang Puteri, karena dia maklum bahwa sekali keliru
    bertindak tebusannya adalah nyawanya di samping kegagalan tugasnya. "Kau
    memang aneh, Liang‐cu. Benar kata‐kata beberapa orang pelayan yang
    selama ini tidak kau perhatikan. Sekarang baru aku melihat sendiri. Kau
    seorang gadis yang aneh. Apakah seorang gadis kalau sudah mempelajari
    ilmu silat tinggi lalu berubah sifatnya, menjadi kejantan‐jantanan? Kau patut
    menjadi seorang laki‐laki. Suaramu agak berat, gerak‐gerikmu kaku,
    tanganmu kuat dan kasar, dan pandang matamu..... hemmm..... engkau seolaholah
    hedak menelanku bulat‐bulat setiap kali kau melihatku! Hi‐hik, aku
    sampai merasa sungkan dan malu!" Swi Liang terkejut sekali, akan tetapi
    sambil membungkuk rendah dia berkata dan berusaha sedapatnya untuk
    meningikan nada suaranya, "Harap Paduka ampunkan semua kekurangan
    hamba." "Ah, tidak apa‐apa, Liang‐cu. Engkau sudah berjasa besar,
    dan....hem..... keadaanmu yang kejantanjantanan itu bukanlah hal yang tidak
    menyenangkan. Sayang sekali, kau seorang wanita dan sifat kejantananmu
    hanya karena kau seorang gadis kang‐ouw yang berkepandaian silat tinggi.
    kalau engkau seorang pria sejati, hi‐hik, betapa lucunya...... tentu akan lebih
    menyenangkan hatiku....." Seketika terhenti jari‐jari tangan yang tadi menarinari
    dan memijiti paha kenyal itu. Jantung Swi Liang seperti berhenti
    berdetak mendengar ucapan Sang Puteri, kemudian berdebar‐debar dengan
    kerasnya sehingga suara detak jantungnya memasuki kedua telinganya
    dengan amat nyaring. Kesempatan baik telah terbuka! Selir jelita ini telah
    membuka rahasia hatinya! Begitu menantang, seperti setangkai bunga yang
    tinggal memetik saja, tinggal mengulur tangan dan akan terpenuhilah kedua
    cita‐citanya, yaitu menikmati tubuh yang telah membuat tergila‐gila ini dan
    sekaligus menyempurnakan tugasnya memikat hati Yang Kui Hui demi
    suksesnya siasat yang sedang dilakukan oleh subonya! Tiba‐tiba Swi Liang
    berlutut dan menempelkan dahinya di lantai dekat pembaringan. "Hamba....
    hamba rela mengorbankan nyawa demi Paduka, dan hamba siap sedia
    melalukan apa saja untuk menyenangkan hati Paduka. Akan hamba lakukan
    dengan taruhan nyawa dan hamba siap menanti perintah Paduka...." Hi‐hik,
    Liang‐cu. Engkau memang aneh. Betapapun juga, mana mungkin engkau
    menjadi laki‐laki sejati?" "Kalau Paduka kehendaki, pasti dapat terjadi.
    Perintah Paduka merupakan keputusan bagi hamba, seperti perintah dari

  2. Hot Ad
  3. #242

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 241
    menguatkan hatinya dan menundukan mukanya yang menjadi merah,
    menyembunyikan dadanya yang bergelombang dengan menunduk dan
    menahan nafsunya yang memburu, dia memijit paha yang gempal itu dan
    jari‐jari tangannya seolah‐olah bertemu langsung dengan kulit paha karena
    hanya tertutup sutera tipis. Setiap sentuhan jarinya seolah‐olah
    mendatangkan aliran hawa panas yang menjalar naik ke dada dan kepala
    melalui lengannya. Makin lama dia makin gelisah, tubuhnya panas dingin dan
    sama sekali dia tidak berani memandang wajah puteri itu karen takut kalaukalau
    Sang Puteri marah. Betapapun nafsu berahi telah menyundul sampai ke
    ubun‐ubunnya, namun Swi Liang tidaklah demikian nekat untuk berani
    bertindak kurang ajar, tidak berani melakukan langkah pertama dan hanya
    menanti uluran tangan Sang Puteri, karena dia maklum bahwa sekali keliru
    bertindak tebusannya adalah nyawanya di samping kegagalan tugasnya. "Kau
    memang aneh, Liang‐cu. Benar kata‐kata beberapa orang pelayan yang
    selama ini tidak kau perhatikan. Sekarang baru aku melihat sendiri. Kau
    seorang gadis yang aneh. Apakah seorang gadis kalau sudah mempelajari
    ilmu silat tinggi lalu berubah sifatnya, menjadi kejantan‐jantanan? Kau patut
    menjadi seorang laki‐laki. Suaramu agak berat, gerak‐gerikmu kaku,
    tanganmu kuat dan kasar, dan pandang matamu..... hemmm..... engkau seolaholah
    hedak menelanku bulat‐bulat setiap kali kau melihatku! Hi‐hik, aku
    sampai merasa sungkan dan malu!" Swi Liang terkejut sekali, akan tetapi
    sambil membungkuk rendah dia berkata dan berusaha sedapatnya untuk
    meningikan nada suaranya, "Harap Paduka ampunkan semua kekurangan
    hamba." "Ah, tidak apa‐apa, Liang‐cu. Engkau sudah berjasa besar,
    dan....hem..... keadaanmu yang kejantanjantanan itu bukanlah hal yang tidak
    menyenangkan. Sayang sekali, kau seorang wanita dan sifat kejantananmu
    hanya karena kau seorang gadis kang‐ouw yang berkepandaian silat tinggi.
    kalau engkau seorang pria sejati, hi‐hik, betapa lucunya...... tentu akan lebih
    menyenangkan hatiku....." Seketika terhenti jari‐jari tangan yang tadi menarinari
    dan memijiti paha kenyal itu. Jantung Swi Liang seperti berhenti
    berdetak mendengar ucapan Sang Puteri, kemudian berdebar‐debar dengan
    kerasnya sehingga suara detak jantungnya memasuki kedua telinganya
    dengan amat nyaring. Kesempatan baik telah terbuka! Selir jelita ini telah
    membuka rahasia hatinya! Begitu menantang, seperti setangkai bunga yang
    tinggal memetik saja, tinggal mengulur tangan dan akan terpenuhilah kedua
    cita‐citanya, yaitu menikmati tubuh yang telah membuat tergila‐gila ini dan
    sekaligus menyempurnakan tugasnya memikat hati Yang Kui Hui demi
    suksesnya siasat yang sedang dilakukan oleh subonya! Tiba‐tiba Swi Liang
    berlutut dan menempelkan dahinya di lantai dekat pembaringan. "Hamba....
    hamba rela mengorbankan nyawa demi Paduka, dan hamba siap sedia
    melalukan apa saja untuk menyenangkan hati Paduka. Akan hamba lakukan
    dengan taruhan nyawa dan hamba siap menanti perintah Paduka...." Hi‐hik,
    Liang‐cu. Engkau memang aneh. Betapapun juga, mana mungkin engkau
    menjadi laki‐laki sejati?" "Kalau Paduka kehendaki, pasti dapat terjadi.
    Perintah Paduka merupakan keputusan bagi hamba, seperti perintah dari

  4. #243

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 242
    terkekeh genit lalu menyambutnya dengan peluk cium ganas, menerkamnya
    seperti seekor harimau kelaparan, atau seperti seekor ular yang memagutnya
    dan membelit‐belitnya. Manusia, baik laki‐laki atau wanita, kaya atau miskin,
    dari golongan ningrat maupun jembel terlantar, sekali dikuasai nafsu berahi
    akan menjadi lupa diri dan lupa segala. Pada saat seperti itu, lenyaplah duka,
    lenyap pula takut, hilang segala pertimbangan dan akal, yang ada hanyalah
    tindakan sebagai akibat dorongan nafsu birahi yang minta dilampiaskan
    JILID 15 Hebatnya, makin dipenuhi dorongan nafsu, makin hebatlah, seperti
    nyala api, makin dibiarkan makin membesar dan takkan padam sebelum
    habis bahan bakarnya! Hanyalah manusia yang selalu sadar akan keadaan
    dirinya, akan gerak‐gerik dirinya lahir maupun batin, takkan kehilangan
    kewaspadaan dan kebijaksanaan, takkan dapat dicengkeram oleh nafsu
    dalam bentuk apa pun. Hal ini bukan berarti bahwa manusia bijaksana
    menolak nikmat hidup yang didatangkan oleh gairah nafsu, sama sekali tidak.
    Bahkan hanya manusia sadar sajalah yang bebar‐bebar akan dapat
    menikmati hidup karena baginya nafsu kesenangan hanyalah pelengkap
    hidup, bukan hal yang mutlak dan tidak dikejar‐kejarnya. Dialah orang
    menguasai nafsu, bukan nafsu yang menguasai dia. Menguasai nafsu dengan
    kewaspadaan dan memngenal akan keadaan diri sendiri seperti apa adanya,
    lahir maupun batinnya, bukan menguasai nafsu dengan cara pengekangan
    dan penyiksaan diri. Dengan cara pengamatan yang sewajarnya, penuh
    kesadaran, pengamatan terhadap nafsu dan gerak‐geriknya, tanpa celaan
    tanpa pujian, maka nafsu akan kehilangan kekuasaannya sendiri terhadap
    diri pribadi. Sebaliknya, menggunakan kemauan untuk menekan dan
    mengekang nafsu, tidak akan ada gunanya, karena, boleh jadi nafsu akan
    dapat dibendung pada saat itu, manun sewaktu‐waktu nafsu yang masih
    menguasai diri itu meluap. Bagaikan api dalam sekam, sewaktuwaktu akan
    dapat menyala lagi, demikianlah kalau orang menguasai nafsu dengan
    pengekangan yang berarti menguasainya dengan kekerasan. Dengan
    pengamatan waspada, nafsu yang seperti api itu akan padam dengan
    sendirinya. Namun dengan pengekangan, api itu hanya membara dan tidak
    tampak untuk sewaktu‐waktu bernyala lagi, karena YANG MENGEKANG
    NAFSU ADALAH NAFSU JUGA. Mengekang berarti menggunakan kekerasan
    menuruti keinginan! Menjelang pagi, yang Kui Hui yang kekenyangan
    melampiaskan nafsu berahinya, terlena di pembaringan, wajahnya yang agak
    pucat menoleh kepada Swi Liang yang tidur pulas di sampingnya, lalu wanita
    cantik itu tersenyum. Jari‐jari tangannya yang halus itu bergerak membelai
    dada telanjang dari pemuda itu, lalu ditariknya kembali tangannya dan dia
    menghela nafas panjang. Setelah kekenyangan, barulah dia dapat berfikir dan
    barulah selir Kaisar ini sadar betapa bodohnya dia membiarkan dirinya
    terseret oleh nafsu berahi. Pemuda ini tentu seorang pria sejati yang
    menyamar sebagai wanita. Hal ini sudah jelas! Dan di balik penyamaran ini
    tentulah ada suatu rahasia! Kesadaran ini mengejutkan hatinya dan
    menimbulkan kekhawatirannya. Dia adalah selir yang cerdik sekali. Yang Kui
    Hui bangkit duduk dan perlahan‐lahan, agar jangan membangunkan pemuda

  5. #244

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 243
    itu, dia mengenakan pakaiannya. Matanya tak pernah berpindah dari wajah
    Swi Liang dan sambil memakai pakaiannya, dia mengenangkan semua yang
    mereka lakukan semalam ketika mereka bermain cinta tanpa mengenal puas
    sampai akhirnya tertidur kelelahan. Betapapun juga, pemuda itu terlalu
    halus. Bagi wanita macam Yang Kui Hui yang sudah banyak pengalaman
    bermain cinta dengan pria, kejantanan Swi Liang kurang memuaskan
    hatinya. Betapa jauhnya dibandingkan dengan An Lu San! An Lu San barulah
    boleh disebut seorang laik‐laki sejati! Dengan kekudukannya yang tinggi dan
    pengaruhnya yang besar, dengan tubuhnya yang tinggi besar, tenaganya yang
    seperti singa, dengan permainan cintanya yang liar kasar dan wajar,
    menonjolkan kejantanan yang amat hebat! Sedangkan pemuda ini, terlalu
    halus, masih hijau dan kurang pengalaman, dan yang lebih berbahaya lagi,
    pemuda ini tentulah seorang mata‐mata musuh! Yang Kui Hui bergidik ngeri.
    Betapa bodohnya dia, mudah terbujuk dan terseret oleh nafsunya sendiri dan
    terkena rayuan seorang mata‐mata. Untung mata‐mata ini belum bertindak
    terlalu jauh. Bagaimana kalau semalam dia dibunuhnya? Yang Kui Hui
    bergidik dan bergegas turun dari pembaringan, dengan hati‐hati dia
    mengambil pedang bersarung indah yang diletakan oleh Swi Liang di atas
    tumpukan pakaiannya, kemudian selir Kaisar itu berindap‐indap menuju ke
    pintu kamar, membuka pintu dan keluar setelah menutupkan kembali daun
    pintu perlahan‐lahan. Tak lama kemudian dia telah berbisik‐bisik dengan
    beberapa orang pengawal pribadinya, kemudian memasuki kamar lain
    setelah merasa yakin bahwa para pengawalnya yang kini telah berkumpul itu
    akan melaksanakan perintahnya dengan baik. Swi Liang terbagun dari tidur
    nyenyak, menggeliat dan tersenyum penuh bahagia ketika dia teringat akan
    keadaan dirinya. Dirabanya kasur di mana dia rebah dan hidungnya kembang
    kempis, masih penuh oleh keharuman tubuh Yang Kui Hui. Baru saja
    terbangun dari tidur, teringat akan wanita cantik itu, berkobar lagi nafsunya,
    lenyap semua kelelahan tubuhnya dan dia membalik ke kanan, lengan kirinya
    dan kaki kirinya merangkul memeluk. Dai membuka matanya ketika tangan
    dan kakinya bertemu dengan kasur yang kosong, lalu bangkit duduk,
    menoleh ke kanan kiri, mencari‐cari. yang Kui Hui telah pergi dari kamar itu!
    Swi Liang merasa heran dan juga terkejut, kemudian timbul kekhawatiran di
    dalam hatinya. Ke manakah perginya wanita itu sepagi ini, pikirnya. Karena
    khawatir kalau‐kalau ada pelayan memasuki kamar dan memergoki
    keadaanya, bergegas dia menyambar pakaiannya, dan cepat mengenakan
    pakaiannya, pakaian wanita penyamarannya. Dengan tergesa‐gesa dia
    menghampiri meja rias Yang Kui Hui, menggunakan bedak dan yanci untuk
    memulas mukanya yang semalam telah menjadi muka pria aslinya dan sia‐sia
    bedak dimukanya telah terhapus sama sekali oleh ciuma‐ciuman Yang Kui
    Hui. Kemudian dia mencari pedangnya dan betapa heran dan terkejut hatinya
    ketika mendapat kenyataan bahwa pedangnya tidak berada di dalam kamar
    itu! Akan tetapi dia segera tersenyum menenangkan hatinya sendiri. Tentu
    Yang Kui Hui sengaja hendak main‐main dengan dia! Tak mungkin wanita itu
    melakukan hal yang bukan‐bukan dan merugikannya setelah apa yang

  6. #245

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 244
    mereka nikmati bersama semalam! Tentu Yang Kui Hui sudah bertekuk lutut
    dan mencintanya setelah dia membuktikan kejantanannya semalam, pikir
    Swi Liang dengan bangga. Dengan hati ringan dia lalu melangkah ke pintu,
    membuka daun pintu hendak mencari kekasihnya itu. Sunyi di luar kamar itu,
    padahal biasanya penuh dengan pengawal. Kemudian muncul seorang
    pelayan wanita yang bertugas membersihkan kamar Yang Kui Hui setiap
    pagi. Melihat pelayan ini, Swi Liang dengan suara biasa lalu menanyakan di
    mana adanya majikan mereka yang cantik itu. "Beliau tadi memerintahkan
    bahwa kalau Liang‐lihiap sudah bangun agar Lihiap suka pergi menyusul ke
    dalam pondok di taman. Beliau menanti di sana." Mendengar kata‐kata ini,
    Swi Liang bergegas pergi ke taman, hatinya girang sekali. Tak salah
    dugaannya. Yang Kui Hui telah bertekuk lutut di depan kakinya! Selir yang
    angkuh dan cantik itu telah jatuh cinta kepadanya sehingga kini selir itu ingin
    melanjutkan permainan cinta mereka di dalam pondok taman, tentu agar
    jangan sampai menimbulkan kecurigaan para pelayan lain! "Ha‐ha, kau
    cerdik sekali, mais," kata hatinya penuh kegembiraan, "untuk kecerdikanmu
    itu akan kuberi upah ciuman hangat!" Sambil tersenyum‐senyum
    membayangkan segala kemesraan yang akan dialaminya sebentar lagi di
    dalam pondok taman, Swi Liang melangkah lebar ke dalam taman yang indah
    dan luas itu. Taman itu sunyi karena hari masih amat pagi dan memang
    biasanya pun taman itu hanya dikunjungi para puteri istana setelah matahari
    naik tinggi sehingga mereka dapat menghirup hawa segar di situ. Bahkan
    tidak tampak seorang pun juru taman yang biasanya sepagi itu tentu telah
    membersihkan taman. Ketika melewati tempat di mana dia malam‐malam
    beberapa hari yang lalu mengubur mayat dua orang pelayan wanita, Swi
    Liang menggerakan pundaknya untuk menenteramkan hatinya yang agak
    terguncang. Salah kalian sendiri, pikirnya dan untuk menekan perasaanya,
    dia telah menginjak kuburan yang tidak kentara dan tidak dikenal orang lain
    kecuali dia itu. Dia kini sudah berdiri di depan pintu pondok, lalu mengetuk
    pintu pondok sambil berkata dengan suara biasa, suara pria, halus dan penuh
    rayuan, "Dewiku yang cantik jelita, bidadari dari sorga manis, bukalah pintu,
    aku sudah amat rindu kepadamu....!" Daun pintu pondok merah itu terbuka
    dari dalam dan.... Swi Liang meloncat ke belakang sambil menahan seruan
    kagetnya ketika dia melihat bahwa dari dalam pondok itu keluar dua puluh
    orang lebih pengawal yang memegang senjata di tangan! "Menyerahlah
    engkau, Liang‐cu. Kami mendapat perintah untuk menangkapmu!" komandan
    pengawal berkata keren. Seketika pucat muka Swi Liang dan otomatis tangan
    kanannya meraba pinggang, hanya untuk diingatkan bahwa pedangnya telah
    lenyap dari dalam kamar tadi! "Apa... apa... dosaku....?" Dia bertanya gagap,
    saking bingungnya dia lupa menyembunyikan suara laki‐laki yang keluar dari
    mulutnya. Dua puluh lebih pengawal itu tertawa dan Sang Komandan
    membentak. "Lekas berlutut dan menyerah!" Swi Liang maklum bahwa
    rahasianya tentu telah terbuka. Dia tidak tahu apa yang terjadi dan siapa
    yang telah membuka rahasianya. Sampai saat itu dia sama sekali tidak
    menyangka bahwa Yang Kui Hui yang telah mengkhianatinya. Akan tetapi dia

  7. #246

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 245
    tahu bahwa kalau dia tertangkap, tentu dia akan celaka. "Mampuslah!"
    bentaknya sambil menerjang ke depan, menghantam komandan dengan
    kepalan tangan kanan sedangkan kepalan tangan kiri menghantam pengawal
    ke dua yang berdiri dekat. Komandan itu memiliki kepandaian silat yang
    cukup tinggi, maka dia dapat menangkis biarpun dia menjadi terhuyunghuyung,
    akan tetapi pengawal yang terkena hantaman tangan kiri Swi Liang,
    mengeluarkan teriakan keras dan roboh terguling, muntah‐muntah darah
    karena pukulan yang mengenai dadanya tadi amat kuat. Segera Swi Liang
    dikeroyok oleh dua puluh orang lebih. Para pengawal itu rata‐rata memiliki
    ilmu silat yang cukup tangguh, karena mereka semua bersenjata. Repot
    jugalah Swi Liang yang harus membela diri dengan tangan kosong! "Jangan
    bunuh dia! kita harus menangkapnya hidup‐hidup!" beberapa kali komandan
    berteriak. Swi Liang mengamuk sekuatnya, namun setelah tubuhnya terkena
    beberapa kali bacokan dan tusukan, akhirnya dia terguling dan teringkus.
    Dalam keadaan luka‐luka dan setengah pingsan dia diseret ke dalam kamar
    tahanan. Sementara itu, yang Kui Hui segera mengadu kepada Kaisar bahwa
    pelayan wanita yang dahulu menolongnya itu ternyata adalah seorang
    pemuda dan mungkin mata‐mata musuh yang sengaja menyelundup.
    Mendengar ini, kaisar memerintahkan agar Swi Liang disiksa dan dipaksa
    untuk mengakui keadaannya. Pada hari itu juga, di dalam kamar tahanan
    yang dirahasiakan, Swi Liang dikompres untuk mengaku. Ada beberapa
    macam semangat yang mendorong seseorang menjadi prajurit. Semangat
    patriotik sebagai pengabdian kepada negara dan bangsa, semangat mencari
    kedudukan dan kemuliaan, dan semangat yang timbul dari keadaan lain pula.
    Di antara semua itu, hanya prajurit yang didorong semangat mengabdi
    kepada negara dan bangsa sajalah yang akan berani mempertaruhkan nyawa
    dengan rela, karena dia merasa yakin bahwa apa yang diperjuangkan dalam
    hidupnya itu benar! Kebenaran seseorang yang tentu saja mengharapkan
    sesuatu, misalnya nama sebagai seorang pahlawan atau "tempat baik" di
    alam baka! Betapapun juga, lepas daripada tepat tidaknya kebenaran
    semacam itu, harus diakui bahwa hanya prajurit yang bersemangat demikian
    sajalah yang akan menghadapi kematian dan siksaan dengan berani dan
    gagah. Tidaklah demikian dengan Swi Liang. Dia melakukan tugasnya karena
    dorongan subonya yang juga menjadi kekasihnya, karena keinginannya
    untuk kelak memperoleh kedudukan tinggi jika cita‐cita subonya terlaksana.
    Kalau putera subonya sampai biasa menjadi kaisar seperti yang dicitacitakan
    subonya, dia tentu setidaknya akan menjadi seorang menteri! Karena
    semangat seperti ini yang mendorongnya berjuang, maka begitu gagal
    patahlah semangatnya. Begitu dia disiksa, keluarlah pengakuan dari mulut
    Swi Liang bahwa dia adalah kaki tangan subonya, The Kwat Lin Ratu Pulau Es
    yang kini menjadi Ketua Bu‐tong‐pai dan yang bersekutu dengan Pangeran
    tang Sin Ong, dan tugasnya adalah memikat hati Yang Kui Hui agar selir itu
    kelak mau membantu pemberontakan mereka. Pengakuan ini tentu saja
    menimbulkan geger. Pangeran Tang Sin Ong ditangkap dan beberapa hari
    kemudian, Swi Liang dan Pangeran Tang Sin Ong dijatuhi hukuman penggal

  8. #247

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 246
    kepala di tempat umum agar menjadi peringatan bagi siapa saja yang hendak
    memberontak. Kaisar lalu mengirim pasukan untuk menangkap Ketua Butong‐
    pai yang memberontak. Habislah riwayat hidup Bu Swi Liang, putera
    Lu‐san lojin Bu Si Kang yang gagah perkasa itu. Memang patut disayangkan
    karena sebenarnya dahulu Bu Swi Liang adalah seorang pemuda yang baik
    dan gagah perkasa, yang dididik oleh ayahnya sejak kecil agar menjadi
    seorang pendekar yang selalu membela kebenaran dan keadilan. Memang,
    keadaan sekeliling amat mempengaruhi jalan hidup seseorang. Hal ini
    tidaklah berarti bahwa sekeliling yang bersalah sehingga menyeret
    seseorang ke jalan sesat seperti halnya Bu Swi Liang.Sebetulnya, yang
    bersalah adalah dirinya sendiri! Orang yang mengenal diri sendiri akan selalu
    dalam keadaan waspada dan sadar sehingga berada di dalam lingkungan apa
    pun juga dia akan selalu mengamati tingkah laku sendiri lahir batin setiap
    saat, tak mungkin terseret atau ternoda, seperti emas murni atau bunga
    teratai, biar berada di lumpur akan tetapi tetap bersih! Sebaliknya, orang
    yang tidak mau mengamati dirinya sendiri setiap saat, akan mudah lupa
    karena "akunya"menonjol dan Si Aku ini memang selalu ingin menang
    sendiri, ingin enak dan senang sendiri, sehingga untuk memenuhi segala
    keinginannya itu, diri terseret dan mudah terjeblos ke dalam jurang penuh
    dengan ular‐ular berbisa bernama iri, dendam, benci, sombong, duka, dan
    lain‐lain yang kesemuanya berakhir dengan kesengsaraan. Pasukan yang
    kuat dipimpin seorang perwira tinggi membawa perintah penangkapan dari
    Kaisar sendiri, tiba di Bu‐tong‐san. Namun mereka terlambat. The Kwat Lin,
    Ketua Bu‐tong‐pai yang baru dan hendak ditangkap itu, telah melarikan diri
    bersama anak buah yang setia kepadanya. Hal ini tidaklah mengherankan.
    Sebelum Swi Liang membuka rahasia pemberontakannya, The Kwat Lin telah
    lebih dulu mendengar bahwa muridnya telah gagal dan ditangkap. Dia
    merasa kecewa sekali, akan tetapi dia juga maklum akan bahaya yang
    mengancam dirinya. Kalau sampai pasukan pemerintah menyerang Bu‐tongpai,
    tentu saja dia tidak mungkin dapat melawan pasukan yang besar itu.
    Maka diamdiam dia lalu lolos dari Bu‐tong‐san, bersama anak buahnya yang
    setia dia lalu melarikan diri ke Rawa Bangkai yang menjadi markas ke dua
    dari komplotan ini. Seperti di ketahui, Kiam‐mo Cai‐li Liok Si yang menjadi
    datuk kaum sesat itu telah ditaklukannya dan telah menjadi sekutunya, dan
    tempat tinggal datuk wanita ini, Rawa Bangkai, di kaki Pengunungan Luliangsan,
    menjadi markas ke dua. Ketika menghadapi bahaya penangkapan dari
    kota raja, tentu saja Kwat Lin lalu melarikan diri ke tempat yang merupakan
    daerah berbahaya dan rahasia itu. Pelarian dari Bu‐tong‐pai ini diterima
    dengan baik oleh Kiam‐mo Cai‐li Liok Si yang memperoleh kesempatan
    menonjolkan jasanya. Segera Rawa Bangkai dijaga dengan kuat sekali dan
    Liok Si menghibur The Kwat Lin atas kegagalan muridnya. "Aku hanya
    merasa kecewa sekali mengenangkan muridmuridku," kata The Kwat Lin
    dengan suara gemas. "Swi Nio telah mengkhianatiku, lari dengan seorang
    mata‐mata musuh entah dari mana dan pengharapanku tadinya tinggal
    kepada Swi Liang. Dia sampai terbuka rahasianya dan tertangkap, hal itu

  9. #248

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 247
    katakanlah sebagai suatu kegagalan yang menyedihkan. Akan tetapi mengapa
    dia membocorkan rahasia Pangeran Tang Sin Ong sehingga Pangeran itu pun
    dihukum mati. Dengan matinya Pangeran Tang Sin Ong habislah harapan
    kita!" The Kwat Lin menghela napas panjang dan mengepal tinjunya dengan
    hati gemas. "Aihhh, seorang yang memiliki ilmu kepandaian seperti Pangcu,
    mengapa mudah sekali putus asa?" Liok Si mencela. "Hem, Cai‐li, jangan kau
    menyebutku Pangcu lagi. Aku bukan lagi Ketua Bu‐tong‐pai setelah kini
    menjadi pelarian pemerintah. Dan aku tidak membutuhkan perkumpulan itu.
    Siapa yang tidak akan putus asa? Citacita kita kandas setengah jalan.
    Betapapun tinggi kepandaian kita, menghadapi pasukan pemerintah yang
    puluhan laksa banyaknya, kita dapat berbuat apakah?" Kiam‐mo Cai‐li
    tersenyum. Dia maklum bahwa wanita yang amat lihai ini memiliki cita‐cita
    yang besar sekali. "The‐pangcu.... eh, Lihiap, seorang dengan kepandaian
    seperti engkau tentu dapat mencari kedudukan dengan mudah sekali."
    "Hemm, mana mungkin? Pemerintah telah menganggapku sebagai
    pemberontak dan aku akan selalu menjadi pelarian dan buruan pemerintah.
    Pula, aku adalah seorang bekas ratu, oleh karena itu. Cita‐citaku hanya satu,
    ialah aku akan berusaha sekuat tenaga agar puteraku memperoleh
    kedudukan yang sepadan dengan darah keturunannya." Kiam‐mo Cai‐li
    mengangguk‐angguk. "Memang sepatutnya.... sepatutnya...., dan aku bersedia
    membantumu asal kelak kau tidak akan melupakan bantuanku." The Kwat
    Lin memegang tangan datuk wanita itu dan memandang tajam. "Kiam‐mo
    Cai‐li, kita bukan anak‐anak kecil lagi, kita sama‐sama wanita dan kita saling
    mengetahui isi hati masing‐masing. Engkau sudah banyak menolongku,
    masihkah engkau menyangsikan bahwa aku menganggapmu sebagai tangan
    dan kaki sendiri dan kita akan senasib sependeritaan, bahkan sehidup
    semati?" Kiam‐mo Cai‐li tersenyum dan mengangguk. "Aku tahu bahwa
    engkau adalah seorang wanita yang selain berilmu tinggi, juga berkemauan
    keras dan bercita‐cita tinggi, The‐lihiap. Kita tidak perlu putus asa dengan
    kegagalan muridmu. Masih ada jalan lain yang kurasa akan lebih
    menguntungkan kita." "Bagaimana?" "Bersekutu dengan An Lu Shan!" The
    Kwat Lin memandang wajah Kiam‐mo Cai‐li dengan alis berkerut. Majikan
    Rawa Bangkai itu tersenyum dan diam‐diam The Kwat Lin harus memuji
    bahwa wanita yang usianya sudah lima puluh tahun itu kalau tersenyum
    kelihatan masih muda dan masih cantik. Kata‐kata Kiam‐mo Cai‐li
    mengejutkan hatinya dan sekaligus menimbulkan kecurigaannya. Sudah
    terang bahwa mereka menjadi saingan An Lu Shan, bagaimana sekarang
    dapat bersekutu dengan Panglima itu? Bahkan yang menyalakan api
    pemberontakan dalam dada Pangeran Tang Sin Ong adalah karena merasa iri
    hati kepada An Lu Shan yang disuka oleh Laisar dan selalu dibela oleh Yang
    Kui Hui. Dan sekarang, sekutunya ini mengusulkan untuk bersekutu dengan
    An Lu Shan! "Cai‐li, apa maksudmu?" tanyanya, suaranya membentak dan
    matanya memandang tajam menyelidik. "Aih, The‐lihiap, aku tahu mengapa
    engkau terkejut. Akan tetapi bukankah para cerdik pandai jaman dahulu
    pernah berkata bahwa orang cerdik harus pandai memilih kawan?Demi

  10. #249

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 248
    tercapainya cita‐cita, kalau perlu kawan menjadi lawan dan lawan berbalik
    menjadi kawan!" Berseri wajah The Kwat Lin dan dia memandang kagum.
    "kau benar, Cai‐li. Kau benar dan cerdik sekali! Akan tetapi, mungkinkah dia
    mau?" "Jangan khawatir. Aku sudah lama mengenal baik Panglima kasar itu.
    Di balik semua langkahnya menjilat Kaisar dan Yang Kui Hui, dia bercita‐cita
    merebut kekuasaan Kaisar. Dan pada waktu ini dia amat membutuhkan
    bantuan orang‐orang pandai, tentu saja dia akan menerima kita dengan
    tangan terbuka." The Kwat Lin berdebar‐debar dan menggosok‐gosok
    pipinya yang berkulit halus itu dengan tangannya, nampaknya ragu‐ragu.
    "Akan tetapi, bagaimana kita dapat mengadakan hubungan?" "Aku akan
    menyuruh anak buahku, harap kau suka tulis surat untuk disampaikan
    kepada An Lu Shan. Sebaiknya begini isinya." Wanita cerdik Kiam‐mo Cai‐li
    berunding dengan The Kwat Lin, mengulurkan tangan kepada An Lu Shan
    mengajak bersekutu melalui sehelai surat yang ditulis oleh tangan halus The
    Kwat Lin. Dalam hal menggunakan siasat, kiranya wanita lebih cerdik dari
    pada pria, dan hal ini dibuktikan oleh The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li Liok
    Si. Sebulan kemudian tampak lima orang muncul di tepi rawa yang sunyi itu.
    Mereka ini terdiri dari empat orang pria dan seorang wanita, kesemuanya
    kelihatan gagah perkasa dan tangkas. Rawa ini amat luas, sunyi dan terkenal
    berbahaya sekali. Kelihatannya tidak berbahaya, hanya merupakan genangan
    air yang amat luas seperti telaga besar, namun air itu tertutup oleh rumput
    dan bermacam tetumbuhan kecil sehingga kadang‐kadang tidak nampak
    airnya. Bahkan seolah‐olah tertutup oleh lapisan tanah tipis dan inilah yang
    berbahaya sekali. Manusia maupun binatang yang berani mendekati rawa
    dan salah injak, mengira bahwa tanah berumput itu keras, akan terperosok
    ke dalam air berlumpur yang mempunyai daya penyedot sehingga sekali kaki
    terbenam, disedot ke bawah dan sukar ditarik ke atas lagi. Air berlumpur itu
    dalam sekali dan karena amat lembek, maka seolah‐olah menyedot kaki,
    padahal kaki orang atau binatang itu tenggelam terus secara perlahan‐lahan
    dan lupur itu memang mempunyai daya lekat sehingga kaki seolah‐olah
    disedot dan ditahan, sukar untuk ditarik kembali ke atas. Selain bahaya yang
    merupakan perangkap‐perangkap maut dari alam ini, juga di situ terdapat
    banyak ular dan binatang berbisa lain yang bersembunyi di antara rumputrumput
    dan tetumbuhan lain. Jauh dari rawa, tampak ditengah‐tengah rawa
    itu sebuah pulau dan di situ terdapat bangunanbangunan yang tampak dari
    jauh. Namun, tidak ada orang dari luar rawa yang berani mencoba untuk
    mendekati pulau ini, karena selain jalan menuju ke situ harus menyeberangi
    rawa maut itu, juga telah terkenal bahwa bangunan‐bangunan itu adalah
    sarang dari iblis betina yang ditakuti semua orang, yaitu Kiam‐mo cai‐li.
    Karena seringkali terdapat bangkai‐bangkai binatang‐binatang yang
    terperosok ke dalam perangkap alam sekitar rawa, juga bahkan kadangkadang
    tampak mayat mausia‐manusia yang sampai membusuk dimakan
    lumpur, maka terkenallah rawa itu dengan sebutan Rawa Bangkai! Karena
    Kiam‐mo‐Cai‐li yang cerdik itu melarang para anak buahnya untuk
    mengganggu rakyat di sekitar tempat itu, maka tidak akan ada alasan bagi

  11. #250

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    OART 249
    alat pemerintah untuk memusuhinya, pula pembesar setempat merasa ngeri
    untuk menentang iblis betina itu. Dengan demikian, datuk kaum sesat ini
    hidup aman dan teteram di kaki Pegunungan Lu‐liang‐san itu, tempat ini
    menjadi tempat pesembunyian yang baik sekali bagi The Kwat Lin dan anak
    buahnya. Kita kembali kepada lima orang yang pada hari itu berada di tepi
    rawa. Tiga orang di antara mereka laki‐laki tua berusia antara lima puluh
    sampai enam puluh tahun. Seorang lagi adalah laki‐laki berusia tiga puluh
    tahun, berwajah tampan gagah dan bertubuh tegap, sedangkan wanita itu
    masih muda, seorang gadis berusia paling banyak enam belas tahun,
    tubuhnya langsing dan wajahnya manis namun sepasang matanya
    mengandung sinar keras. Wanita itu bukan lain adalah Bu Swi Nio dan lakilaki
    muda tampan gagah itu adalah penolongnya ketika dia hendak
    membunuh diri setelah malam itu dia diperkosa oleh Pangeran Tang Sin Ong!
    Bagaimana dia sekarang bersama laki‐laki dan tiga orang kakek dapat berada
    di tepi Rawa Bangkai? Malam itu, setelah diperkosa oleh Pangeran Tang Sin
    Ong dalam keadaan mabok dan tidak sadar, Swi Nio hendak membunuh diri
    dengan pedang, akan tetapi dia dicegah oleh laki‐laki yang ternyata adalah
    seorang mata‐mata dari An Lu Shan. Dia dapat diingatkan oleh laki‐laki itu
    bahwa membunuh diri bukanlah jalan terbaik untuk membalas sakit hati,
    maka Swi Nio lalu ikut dengan orang itu dan menjadi petunjuk jalan sehingga
    mata‐mata itu berhasil menyelamatkan diri bersama Swi Nio, keluar dari
    tembok Bu‐tong‐pai. Kedua orang ini tanpa bicara melarikan diri terus
    dengan cepatnya sampai matahari naik tinggi dan mereka tiba di kaki
    Pegunungan Bu‐tong‐san, barulah mereka berhenti mengaso di dalam sebuah
    hutan lebat. Begitu duduk di bawah pohon melepaskan lelah, Swi Nio teringat
    akan nasib yang menimpa dirinya, maka serta merta dia menangis
    mengguguk. Laki‐laki itu memandang ke arahnya dan menghela napas
    panjang, mengepal tinju dan hanya mendiamkannya saja karena
    pengalamannya membuat dia mengerti bahwa dalam keadaan berduka
    seperti itu, tidak ada obat yang lebih baik bagi gadis itu kecuali tangis dan air
    mata yang bercucuran. Setelah agak mereda tangis Swi Nio, dia berkata,
    "Nona, seperti kukatakan pagi tadi, tidak perlulah hal yang telah terjadi dan
    yang telah lalu ditangisi dan disedihkan. Yang penting, kita melihat ke depan.
    Jalan hidup masih lebar dan terbentang luas di depan kita. Mengubur diri
    dengan kedukaan saja tidak ada artinya dan pula hanya akan melemahkan
    semangat kita yang perlu kita pupuk untuk dapat membalas kepada orangorang
    yang telah merusak hidup kita." Kata‐kata yang dikeluarkan dengan
    suara gagah ini membuat Swi Nio mengangkat mukanya yang pucat dan
    basah, memandang. Mereka berdua saling pandang sejenak, kduanya baru
    melihat nyata akan wajah masing‐masing. Wajah pria itu menimbulkan
    kepercayaan di hati Swi Nio sedangkan wajah gadis itu membuat jantung
    laki‐laki itu berdebar dan tertarik. "Kau siapakah?" Akhirnya Swi Nio
    bertanya. "Sudah kukatakan kepadamu, aku adalah seorang mata‐mata,
    seorang kepercayaan Jenderal An Lu Shan. Namaku Liem Toan Kie. Dalam
    penyelidikanku di Bu‐tong‐pai, aku telah mengenal namamu, Nona. Engkau

  12. #251

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 250
    adalah Nona Bu Swi Nio, bersama kakakmu Bu Swi Liang engkau adalah
    murid dari Ketua Butong‐ pai yang baru. Aku pun telah mengetahui akan
    nasibmu semalam...." "Ahhh....! Si Jahanam Tang Sin Ong....!" Engkau benar!
    Aku tidak perlu berputus asa, aku tidak perlu mengubur diri dalam
    kedukaan, aku harus berusaha untuk membalas semua penghinaan ini. Akan
    kubunuh Si Jahanam Tang Sin Ong!" Gadis itu mengepal kedua tangannya
    dengan penuh kemarahan. "Nah, itu baru gagah dan bersemangat! Akan
    tetapi, tidak semudah itu membunuh seorang Pangeran apalagi dia sahabat
    baik Gurumu yang amat lihai. Jalan satu‐satunya, marilah ikut aku, mengabdi
    kepada Jenderal An Lu Shan. Hanya itulah jalannya sehingga kelak engkau
    akan dapat membalas dendam." "Kau.... kau seorang prajurit bawahan
    Jenderal itu?" Toan Ki menggelengkan kepalanya. "Bukan, aku bukan
    perajurit, aku seorang luar yang telah menggabungkan diri dengan Angoanswe
    dan mendapatkan kepercayaannya untuk menyelidiki Bu‐tongpai.
    Aku disuruh menyelidiki rencana apa yang diadakan oleh Pangeran Tang Sin
    Ong dan Bu‐tong‐pai. An‐goanswe adalah seorang yang amat cerdik. Dia
    biarkan pemberontakan lain agar kedudukan Kaisar makin lemah, namun dia
    harus tahu segala gerak‐gerik musuh, baik gerak‐gerik Kaisar maupun
    pemberontak lain. Sekarang aku tahu bahwa rencana mereka adalah
    melemahkan Kaisar melalui Yang Kui Hui, dan sekarang aku akan kembali
    dan melaporkan hasil penyelidikanku kepada An‐goanswe. kau ikutlah, akan
    kuperkenalkan dan engkau tentu akan diterima, karena engkau memiliki
    kepandaian yang lumayan di samping dendammu kepada Tang Sin Ong."
    "Aku.... aku tidak suka menjadi pemberontak." "Hemm,apakah kaukira aku
    suka menjadi pemberontak,Nona? tidak,aku membantu An Lu Shan bukan
    karena aku suka menjadi pemberontak, melainkan karena aku pun sakit hati
    terhadap pemerintah." "Eh?" Swi Nio tertarik dan memandang wajah yang
    gagah itu."mengapa?" "Hampir sama nasib kita, Nona, hanya bedanya
    jalannya saja. ketahuilah, dahulu aku adalah seorang tokoh Hoa San‐Pai yang
    tentu saja tak mau mencampuri urusan politik dan pemberontakan, bahkan
    condong untuk setia kepada pemerintahan, akan tetapi pada suatu hari
    terjadilah hal yang amat hebat... yang merubah seluruh jalan hidupku..." Swi
    Nio teringat akan nasibnya sendiri. dia mendekat lalu berkata, "Liem‐twako,
    kauceritakanlah!" Sejenak mereka berpandangan, lalu Toan Ki menceritakan
    riwayatnya secara singkat. Dia tinggal di kota Ma‐Kiubun, sebuah kota yang
    cukup ramai di tepi sungai Huangho. dia hidup tenang dan bahagia dengan
    isterinya yang baru dinikahinya selama tiga bulan. Dengan membuka toko
    obat dan mengajar ilmu silat, dia hidup lumayan. Namun isterinya merasa
    kecewa setelah tiga bulan menikah, belum juga ada tanda‐tanda
    mengandung, maka dia mengijinkan isterinya untuk bersembahyang ke
    kelenteng untuk minta berkah agar isterinya dapat memperoleh keturunan
    secepatnya. "Akan tetapi mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
    Menjelang senja, setelah pergi sejak pagi, barulah isterinya pulang dan turun
    dari joli dalam keadaan payah, mukanya pucat dan basah air mata. Sambil
    menangis sesenggukan isterinya lari ke dalam rumah, menjatuhkan diri dan

  13. #252

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 251
    berlutut di depan kakinya sambil menceritakan bahwa ketika tadi
    bersembahyang di kelenteng, kebetulan di kelenteng itu terdapat putera
    bangsawan Lui yang bermain catur dengan para hwesio. Melihat dia, putera
    bangsawan menyeretnya ke dalam kamar di kelenteng dan memperkosanya!
    Setelah mengucapkan pengakuan yang hebat itu, isterinya lari ke dalam
    kamar sambil menangis sesenggukan. hati Toan Ki terasa tidak enak. Tadi dia
    termangu‐mangu seperti patung saking marah dan dukanya mendengar
    penuturan isterinya sehingga dia agak lalai membiarkan isterinya lari. Cepat
    dia mengejar dan melihat pintu kamar isterinya dipalang dari dalam, ia
    menendang pecah daun pintu! Dia berdiri pucat dan terbelalak. Apa yang
    dilihatnya? "Isteriku telah rebah mandi darah di lantai! Pedangku ia
    pergunakan untuk membunuh diri, menusuk dadanya hampir tembus!" Dia
    mengakhiri ceritanya sambil menutupkan kedua tangan di depan mukanya.
    "Ohhh....!!" Swi Nio menjadi pucat sekali dan dia menyentuh lengan Toan Ki
    dengan penuh perasaan terharu. "Putera bangsawan dan hwesio‐hwesio
    ******* itu harus dihukum! Dan aku akan membantumu, Liem‐twako!" Toan
    Ki menurunkan tangannya, memegang tangan Swi Nio dengan erat. Mereka
    saling berpegangan dan saling menggenggam tangan. "Kita senasib, Nona.
    Karenanya ada kecocokan di antara kita dan karenanya aku menolongmu
    pagi tadi. Akan tetapi, bicara soal bantu‐membantu, akulah yang akan
    membantumu kelak kalau saatnya tiba untuk membalaskan sakit hatimu.
    Sedangkan sakit hatiku sendiri sudah kubalas impas dan lunas. Pemuda
    bangsawan ******* itu telah kubunuh bersama semua hwesio kelenteng itu!
    Karena itu aku menjadi buronan dan aku terpaksa lari kepada Jenderal An Lu
    Shan yang segera menerimaku karena dia membutuhkan bantuan
    kepandaianku." "Ahhh, engkau baik sekali, Twako. Dan engkau bernasib
    buruk sekali seperti aku. Aku merasa beruntung dapat bertemu dan dapat
    bersahabat denganmu. Baiklah aku akan ikut bersamamu menghadap
    Jenderal An Lu Shan." Demikianlah, Swi Nio ikut bersama Toan Ki dan benar
    saja seperti dikatakan laki‐laki gagah itu, dia diterima dengan baik di dalam
    rombongan orang‐orang gagah bukan perajurit yang menjadi
    pembantupembantu An Lu Shan. Persahabatannya dengan Liem Toan Ki
    menjadi makin akrab dan bahkan tumbuh benih‐benih cinta kasih di antara
    kedua orang yang sama nasibnya ini, Liem Toan Ki kehilangan isterinya yang
    dikawininya baru tiga bulan lamanya, sedangkan Swi Nio kehilangan
    keperawanannya karena diperkosa oleh seorang pangeran. Akhirnya
    keduanya bersepakat untuk mengikat perjodohan, namun Swi Nio
    mengatakan bahwa dia baru mau melangsungkan pernikahan secara resmi
    apabila sakit hatinya telah terbalas semua! Maka kedua orang ini hidup
    sebagai dua orang tunangan yang saling mencinta, apalagi karena perjodohan
    mereka itu direstui oleh An Lu Shan yang pandai mengambil hati orangorang
    yang memiliki ilmu kepandaian yang amat dibutuhkan bantuannya.
    Pada suatu hari An Lu Shan memanggil Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio,
    bersama tiga orang tokoh lain yang merupakan orang‐orang berkepandaian
    tinggi di antara para pembantu An Lu Shan. Yang seorang bernama Tan Goan

  14. #253

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 252
    Kok, seorang kakek tinggi besar yang yang terkenal di utara sebagai seorang
    ahli gwakang yang hebat. Kabarnya, Tan Goan Kok ini biarpun usianya sudah
    lima puluh tahun lebih, dapat menggunakan kekuatan otot tubuhnya untuk
    mengangkat seekor kerbau bunting Di samping tenaganya yang besar, juga
    dia memiliki ilmu silat toya yang sukar dicari bandingannya. Kakek kedua
    adalah pat‐jiu Mokai (Pengemis Iblis Tangan Delapan), seorang kakek yang
    berusia enam puluh tahun, pakaiannya penuh tambalan biarpun bersih dan
    baru, selalu memegang sebatang tongkat butut dan siapa pun, bahkan An Lu
    Shan sendiri, menyebutnya Pangcu (Ketua) padahal kakek jembel ini
    hanyalah seorang ketua yang tidak mempunyai anak buah! Pat‐jiu Mo‐kai
    tidak memimpin suatu perkumpulan pengemis namun nama besarnya
    sedemikian terkenal sehingga setiap orang pengemis di manapun juga akan
    selalu menyebutnya Pangcu! Sampai ketua para perkumpulan pengemis juga
    menyebutnya Pangcu! Ilmu tongkatnya amat tinggi dan kabarnya belum
    pernah kakek ini dikalahkan lawan selama dalam perantauannya sampai
    akhirnya dia dapat dibujuk membantu An Lu Shan. Orang ke tiga, berusia
    lima puluh tahun lebih, berpakaian tosu dan memang dia seorang penganut
    Agama To, seorang kakek perantau yang disebut Siok Tojin. Berbeda dengan
    kedua orang kakek pertama, Siok Tojin orangnya pendiam, tidak terkenal,
    namun ilmu pedangnya amat hebat sehingga ketika dia diuji, ilmu pedangnya
    itu bahkan mampu menandingi tongkat Pat‐jiu Mo‐kai! Setelah Liem Toan Ki,
    Bu Swi Nio, dan tiga orang kakek itu menghadap An Lu Shan yang
    memanggilnya, Jenderal pemberontak ini lalu menceritakan akan surat dari
    The Kwat Lin bekas ketua Bu‐tong‐pai yang mengajak kerjasama dalam
    menentang Kaisar. "Aku sengaja mengutus Ngo‐wi (kalian Berlima) untuk
    menjajaki hati wanita berilmu tinggi apakah benarbenar dia hendak
    bersekutu. Bu Swi Nio adalah muridnya, maka aku mengutusnya untuk
    mengukur hati gurunya. Kalau dia benar‐benar hendak bersekutu, tentu dia
    tidak akan marah kepada muridnya yang telah melarikan diri dan menjadi
    pembantuku. kau menemani dan menjaga tunanganmu, Toan Ki. Dan Pangcu
    bersama dua orang Lo‐enghiong hendaknya menguji kepandaian mereka
    yang hendak bersekutu, di samping melindungi mereka berdua ini kalaukalau
    terancam bahaya." Demikianlah maka pada pagi hari itu, lima orang
    kaki tangan An Lu Shan ini telah berada di tepi Rawa Bangkai. Mereka
    memandang ke arah pulau di tengah‐tengah rawa yang tampak dari tempat
    itu dalam jarak yang cukup jauh dan mereka memandang permukaan rawa
    dengan wajah membayangkan kengerian. Sudah banyak mereka mendengar
    akan bahayanya melintasi rawa itu. "Saya hanya baru satu kali mengunjungi
    tempat ini bersama Subo," terdengar Swi Nio menerangkan ketika dia
    ditanya oleh teman‐temannya, "dan ketika itu kami mengikuti Kiam‐mo Cai‐li
    yang membawa kami berlompatan dari tempat ini ke pulau itu. Setiap
    lompatanya membawanya ke tanah keras dan aman, akan tetapi tentu saja
    aku tidak bisa mengingat lagi karena dia melompat‐lompat ke tanah kiri,
    kadang‐kadang membalik lagi." "Hemmm, tentu merupakan jalan rahasia
    yang sukar diketahui orang luar," kata Pat‐jiu Mo‐kai sambil meraba‐raba

  15. #254

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 253
    dagunya yang berjenggot panjang. "Dan menurut Kiam‐mo Cai‐li, katanya
    meleset sedikit saja merupakan bahaya maut karena di sepanjang jalan
    penuh dengan jebakan alam. Kadang‐kadang dia membawa kami meloncat ke
    bagian yang ada airnya, sampai saya merasa ngeri, akan tetapi ternyata
    bagian itu airnya hanya semata kaki, sedangkan tanah yang kelihatan kering
    di dekatnya, menurut keterangannya, bahkan merupakan tempat berbahaya
    sekali. Ketika pulang ke Bu‐tong‐san, Subo sendiri mengatakan bahwa dia
    tidak akan berani lancang menempuh jalan ini sendirian saja karena dia pun
    tidak dapat mengingat kembali jalan berliku‐liku itu." "Bagaimana kalau kita
    menggunakan tali yang panjang? Biar kau tidak hafal jalan itu, setidaknya kau
    pernah melaluinya dan dapat kau mencarinya, Moi‐moi. Kita berempat
    mengikuti dari belakang, menggunakan tali yang ditalikan di pinggangmu
    sehingga andaikata kau salah jalan dan masuk perangkap, kita dapat
    menolongmu dengan menarik tali itu," kata Liem Toan Ki kepada kekasihnya.
    "Begitupun boleh, akan kucoba mengingat‐ingat, akan tetapi harus kau
    sendiri yang memegang ujung tali, Koko, karena aku ngeri!" "Ah, aku tidak
    setuju! Usul itu tidak tepat, Liem Sicu!" Tiba‐tiba Tan Goan Kok berkata
    dengan suaranya yang parau dan nyaring. "Akan tetapi aku tidak takut, Tanlo‐
    enghiong!" Swi Nio membantah. "Pula, kalau Liem‐koko yang memegang
    ujung talinya, aku tidak takut apa‐apa lagi. Andaikata aku terjeblos, tentu
    akan dapat cepat ditariknya naik lagi." "Bukan tidak setuju karena takut,
    melainkan karena kalau hal itu diketahui mereka, tentu akan menjadi bahan
    ejekan. Perlu apa kita harus mencari‐cari jalan rahasia yang disembunyikan
    orang? Kita harus mencari jalan masuk yang lebih gagah, tidak mencuri‐curi
    seperti segerombolan maling." Bu Swi Nio mengerti dan membenarkan
    pendapat ini. Mereka berlima lalu duduk di tepi rawa sambil mengerutkan
    alis, mencari akal bagaimana mereka akan dapat mengunjungi pulau di
    tengah rawa itu sebagai tamu‐tamu yang datang secara gagah. Karena kalau
    usul Liem Toan Ki dan Swi Nio tadi dilanjutkan, dan sampai terjadi Swi Nio
    terjebak ke dalam perangkap alam, tentu hal ini akan membuat mereka
    memandang rendah saja. Akan tetapi, betapapun banyak pengalaman mereka
    dan betapapun tinggi ilmu kepandaian mereka, belum pernah mereka
    menghadapi kesukaran seperti sekarang ini. Akhirnya Siok Tojin yang sejak
    tadi tidak ikut bicara, mengeluarkan suara mengomel, kemudian berkata,
    "Dapat! Aku teringat akan orang‐orang Mongol yang menggunakan akal
    mencari ikan di rawa‐rawa seperti ini!" Empat orang kawanannya
    memandang ke arah tosu ini dengan wajah gembira dan penuh harapan.
    "Lekas katakan, Totiang, bagaimanakah akal itu?" Tan Goan Kok bertanya.
    "Mereka menggunakan bambu‐bambu sebagai perahu." "ahh, mana
    mungkin? Menggunakan perahu menyeberangi rawa ini? Tentu akan mogok
    di tengah jalan kalau bertemu dengan air yang tertutup tanah dan rumput,"
    bantah Pat‐jiu Mo‐kai sambil memandang ke rawa dengan alis berkerut. "Kita
    jangan meniru mereka yang membuat rakit dari bambu. Kita masing‐masing
    menggunakan sebatang bambu saja, ujungnya dibikin runcing," kata Siok
    Tojin singkat, akan tetapi teman temannya sudah dapat menangkap

  16. #255

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 254
    maksudnya. "Bagus sekali! Tentu kita berhasil! Dengan bambu runcing, kita
    dapat meluncur melalui apa saja!" Tan Goan Kok berteriak girang. "Hemm,
    kusangka tidak semudah itu. Kita harus hati‐hati, benar‐benar mengerahkan
    ginkang dan sinkang, kalau sampai tergelincir tentu kita celaka dan akan
    makin menjadi bahaya tertawan lagi. Betapapun juga, akal itu baik sekali.
    Mari kita mencari bambu dan membuat dayung," kata Pat‐jiu Mo‐kai yang
    bersama Siok Tojin dianggap orang tertua dan tertinggi ilmunya. Tak lama
    kemudian, tampaklah lima orang itu meluncur di atas Rawa Bangkai yang
    terkenal sukar dilalui orang itu. Dilihat dari jauh, seolah‐olah lima orang itu
    terbang meluncur di atas air rawa! Akan tetapi kalau orang melihat dari
    dekat barulah tampak bahwa kaki mereka menginjak sebatang bambu besar
    yang kedua ujungnya telah diperuncing dan mereka menggunakan dayung
    kayu untuk mendorong bambu yang mereka injak itu meluncur ke tengah.
    Orang yang tidak memiliki ginkang dan sinkang jangan mencoba‐coba untuk
    menyebrang menggunakan cara seperti ini. Bambu sebatang yang diinjak
    kaki itu tentu saja amat berbahaya, selain licin juga dapat berputar sehingga
    kaki dapat terpeleset. Namun, dengan kekuatan sinkang, telapak kaki mereka
    seolah olah melekat pada batang bambu itu tidak dapat berputar, dan dengan
    ginkang mereka lima orang lihai kepercayaan An Lu Shan itu dapat
    memperingan tubuh mereka dan bambu yang mereka injak itu meluncur
    cepat ke tengah rawa. Mereka adalah orang‐orang yang memiliki ilmu
    kepandaian tinggi. Yang paling rendah tingkatannya di antara mereka adalah
    Bu Swi Nio, padahal wanita ini sudah amat lihai karena semenjak kecil dia
    telah digembleng pula oleh wanita sakti The Kwat Lin, ratu dari Pulau Es!
    Diam‐diam, dari tempat persembunyian mereka, banyak pasang mata
    mengintai dan memandang dengan kagum ketika lima orang itu meluncur
    datang ke arah pulau di tengah Rawa Bangkai. Melihat lima orang itu
    menggunakan sebatang bambu yang diinjak, melihat mereka itu
    menggunakan kepandaian membunuh ular dan binatang berbisa lain yang
    menghadang di tengah perjalanan itu, orang‐orang Rawa Bangkai menjadi
    kagum dan segera melaporkan kepada Kiam‐mo Cai‐li dan The Kwat Lin akan
    kedatangan lima orang itu. Kedua orang wanita sakti ini segera berunding
    sambil menanti kedatangan mereka. Melihat bahwa Bu Swi Nio berada di
    antara mereka, The Kwat Lin menjadi marah sekali. "*******," desisnya
    marah. "Murid itu mengantarkan nyawanya ke sini!" "Ahhh, The‐lihiap,
    mengapa marah? Harap diingat bahwa dia bukanlah muridmu yang dahulu,
    melainkan seorang pembantu An Lu Shan yang dipercaya. Karena itu, untuk
    memulai dengan hubungan persekutuan, amatlah tidak baik memusuhi
    utusan An Lu Shan," kata Kiam‐mo Cai‐li. The Kwat Lin tercengang dan
    teringat akan cita‐citanya. Memang benar, urusan pribadi harus
    dikesampingkan kalau dia ingin agar cita‐citanya yang amat tinggi untuk
    putranya itu akan dapat terlaksana. Maka dia lalu mengajak Kiam‐mo Cai‐li
    berunding bagaimana untuk menghadapi lima orang itu, utusan‐utusan An
    Lu Shan dimana termasuk bekas muridnya itu. Kiam‐mo Cai‐li yang amat
    cerdik lalu memberi nasihat‐nasihat sehingga keduanya dapat mengatur

Page 17 of 28 FirstFirst ... 713141516171819202127 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •