Page 22 of 28 FirstFirst ... 12181920212223242526 ... LastLast
Results 316 to 330 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #316

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 315
    nafsu berahi itu sendiri masih bercokol di dlam batinnya, kalau dirinya
    sendiri setiap saat digerogoti oleh nafsu berahi yang masih bercokol di dalam
    batin itu? Sebaliknya, biarpun hidup di antara seribu orang wanita cantik,
    kalau memang tidak ada nafsu berahi di dalam hatinya sama sekali bersih,
    pasti tidak akan ada gangguan sesuatu di dalam batin. Jadi yang penting
    bukanlah mencari pelarian, bukanlah melarikan diri dari segala macam
    nafsu, dalam hal ini sebagai contoh adalah nafsu berahi, melainkan
    membebaskan diri dari nafsu berahi. Dan kebebasan ini hanya dapat terjadi
    apabila kita mengerti benar, mengenal benar diri sendiri, mengenal nafsu
    berahi yang membakar kita, dan tak mungkin kita dapat mengenal tanpa kita
    mempelajari, mengawasi, mengamati dengan seksama tanpa usaha untuk
    mendudukannya! Dengan pengamatan ini maka segala akan tampak jelas,
    segala akan kita kenal dan dari pengamatan akan timbul pengertian, dari
    pengertian akan muncul suatu tindakan yang berlainan sama sekali dari
    tindakan palsu pelarian. Demikianlah halnya dengan Ouwyang Cin Cu, karena
    puluhan tahun lamanya dia menahan‐nahan dan menekan nafsu, setelah kini
    dia menguasai ilmu yang tinggi, memperoleh jalan muda untuk
    melampiaskan nafsu‐nafsunya, dia membiarkan nafsu‐nafsunya
    bersimaharajalela, seolah‐olah untuk menebus pertapaannya yang selama
    puluhan tahun itu! Begitu turun gunung kembali ke timur untuk menikmati
    seluruh sisa hidupnya dengan segala macam kesenangan yang diinginkan
    tubuhnya, dia mendengar tentang pemberontakan An Lu Shan. Memang dia
    seorang yang cerdik, maka tampaklah olehnya kesempatan terbuka baginya
    untuk mencari kedudukan tinggi, kemuliaan sebagai seorang penguasa. Dia
    mengunjungi An Lu Shan dan dengan demonstrasi kepandaiannya, baik silat
    maupun sihir, dia diterima dengan tangan terbuka dan diberi kedudukan
    tinggi, yaitu penasihat urusan dalam dari Jenderal itu! Tentu saja dia tidak
    dapat menjadi penasehat urusan perang karena dia sama sekali tidak
    mengerti akan ilmu perang. Mulailah Ouwyang Cin Cu hidup mewah dan
    terhormat di dalam istana An Lu Shan, segala kehendaknya terlaksana.
    Kemewahan, kehormatan, dan pelampiasan nafsu berahinya karena
    disediakan banyak pelayan‐pelayan wanita muda yang cantik‐cantik untuk
    kakek ini! Pada waktu itu, Ouwyang Cin Cu diutus oleh An Lu Shan untuk
    mengunjungi Rawa Bangkai, karena An Lu Shan yang sudah tahu akan
    kelihaian dua orang wanita The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li, mempunyai
    niat untuk menarik kedua wanita itu sebagai pembantu dalam dan
    pengawalnya. Hal ini menunjukan kecerdikan Jenderal itu. Dia tahu bahwa
    The Kwat Lin adalah bekas Ratu Pulau Es, maka selain memiliki ilmu silat
    yang hebat, tentu juga memiliki ambisi‐ambisi pribadi terhadap kerajaan
    yang hendak mereka gulingkan dan rampas. maka kalau wanita seperti itu
    diberi kesempatan memperoleh kekuasaan dengan pasukan yang kuat, kelak
    tentu akan menjadi penghalang dan saingan belaka. Berbeda kalau wanita itu
    ditugaskan mengawalnya, segala gerak‐geriknya dapat diawasi selain
    tenaganya dapat dipergunakan untuk mengawalnya sehingga dia akan
    merasa lebih aman dan terjamin keselamatannya. Demikianlah, Ouwyang Cin

  2. Hot Ad
  3. #317

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 316
    Cu lalu diutusnya mengunjungi Rawa Bangkai setelah lima orang utusan
    pertama ke Rawa Bangkai yaitu Bi Swi Nio, Liem Toan Ki dan tiga orang
    kakek lain berhasil dengan baik mengunjungi Rawa Bangkai. Sekali ini,
    Ouwyang Cin Cu membawa surat pribadinya yang dengan ramah
    mengundang kedua orang wanita itu untuk mengunjungi istananya untuk
    mengadakan perundingan. Kedatangan Ouwyang Cin Cu menimbulkan
    kegemparan, juga disambut dengan kagum oleh The Kwat Lin dan Kiam‐mo
    Cai‐li. Ketika lima orang utusan yang terdahulu datang, Kiam‐mo Cai‐li telah
    memberikan rahasia jalan menuju ke Rawa Bangkai tanpa menyeberangi
    rawa, yaitu melalui jalan terowongan di bawah tanah, dari balik gunung yang
    dijaga oleh orang‐orang kerdil yang juga sudah takluk dan menjadi kaki
    tangannya. Maka kedatangan Ouwyang Cin Cu sekali ini tidaklah sukar, dan
    Ouwyang Cin Cu dengan kepandaiannya yang tinggi dapat menyelinap
    melalui terowongan dan menembus ke pulau di tengah rawa. Betapa
    kagetnyasemua orang ketika melihat seorang kakek datang menunggangi
    seekor harimau! The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li melompat ke depan, siap
    untuk menghadapi lawan, akan tetapi Ouwyang Cin Cu yang masih duduk di
    atas pungung harimau itu tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang
    masih lengkap. "Apakah Jiwi yang bernama The‐lihiap dan Kiam‐mo Cai‐li
    yang terkenal itu?" "Benar, siapakan Totiang?" tanya The Kwat Lin hati‐hati
    karena sikap tosu ini menunjukan bahwa dia adalah seorang yang berilmu
    tinggi. "Ha‐ha‐ha, benar‐benar tidak berlebihan yang pinto dengar. Kalian
    selain gagah perkasa juga amat cantik. Pinto adalah Ouwyang Cin Cu, utusan
    pribadi An‐goanswe dan inilah surat beliau untuk Jiwi!" Dia menggosok
    kedua telapak tangannya dan tampaklah asap mengepul tinggi. Asap itu
    membentuk bayangan seorang pelayan istana yang cantik, yang berjalan
    terbongkok‐bongkok kepada kedua orang wanita itu dan menyerahkan
    sebuah sampul surat! Tentu saja The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li bengong
    terlongong menyaksikan permainan sulap yang hebat ini. The Kwat Lin
    menerima surat itu sambil mengerahkan sinkangnya dan.....wushhhh, wanita
    pelayan itu lenyap tanpa bekas! "Ha‐ha‐ha, The‐lihiap benar hebat!"
    Ouwyang Cin Cu berseru dan dia meloncat turun dari atas punggung
    harimau, lalu meniup ke arah harimau itu dan..... harimau itu tertiup dan
    melayang tinggi lalu lenyap di angkasa! Tentu saja semua ini adalah hasil
    sihir dari Ouwyang Cin Cu. Harimau dan pelayan wanita itu tentu saja tidak
    ada sesungguhnya, yang ada hanyalah Ouwyang Cin Cu yang
    mempergunakan kekuatan sihirnya mempengaruhi dua orang wanita itu
    sehingga mereka melihat apa yang dikhayalkan oleh Ouwyang Cin Cu!
    Padahal, yang menyerahkan surat adalah pendeta itu sendiri yang datang
    dengan jalan kaki. Kiam‐mo Cai‐li tertawa. "Hi‐hik, kiranya utusan Angoanswe
    adalah seorang tukang sulap!" Ouwyang Cin Cu memandang wanita
    itu sambil tersenyum. Mereka saling pandang dan sudah ada kecocokan di
    antara mereka. Kiam‐mo Cai‐li dapat melihat bahwa kakek itu, biarpun
    usianya sudah enam puluh tahun, namun masih tampan gagah dan matanya
    bersinar‐sinar penuh nafsu berahi! Sebaliknya Ouwyang Cin Cu juga dapat

  4. #318

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 317
    mengenal Kiam‐mo Cai‐li, seorang wanita yang biarpun usianya sudah
    setengah abad lebih, namun memiliki nafsu yang besar dan awet muda
    karena terlalu banyak mempermainkan dan menghisap hawa muda dari
    banyak perjaka! Dia tersenyum makin lebar dan berkata, "Bukankah Cai‐li
    suka akan ilmu sulap? Kita berdua suka bicara dan bersikap terang‐terangan,
    tanapa menutupi badan sama sekali, bukan?" kalau bukan Kiam‐mo Cai‐li
    yang terkena sihir itu, tentu dia akan menjerit saking kaget dan ngerinya.
    Betapa tidak akan ngeri kalau tiba‐tiba dia melihat dia sendiri dan Ouwyang
    Cin Cu tidak berpakaian sama sekali, telanjang bulat sama sekali di tengahtengah
    orang banyak itu! Akan tetapi, ketika dia melirik dan melihat bahwa
    The Kwat Lin dan yang lain‐lain tidak mengadakan berubahan apa‐apa,
    tahulah dia bahwa yang melihat mereka telanjang bulat itu hanyalah mereka
    berdua! Diapun tersenyum dan menjelajahi tubuh telanjang kakek itu dengan
    pandang mata kagum, seperti yang dilakukan pula oleh Ouwyang Cin Cu
    kepadanya. Pertapa ***** itu lalu diterima sebagai tamu terhormat, dijamu
    oleh The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li. Seperti dapat diduga lebih dulu, di
    antara Ouwyang Cin Cu dan Kiam‐mo Cai‐li segera terjadi hubungan gelap
    yang amat mesra. The Kwat Lin tahu akan hal ini dan diam‐diam merasa geli,
    akan tetapi karena dia pun tahu akan kesukaan Kiam‐mo Cai‐li yang sering
    mengeram laki‐laki muda di dalam kamarnya, dia pura‐pura tidak tahu.
    Persiapan lalu dibuat oleh kedua orang wanita itu untuk ikut Ouwyang Cin Cu
    mengunjungi An Lu Shan. Akan tetapi sebelum mereka berangkat, terjadilah
    peristiwa kedatangan Sin Liong dan Swat Hong yang dikabarkan oleh orangorang
    kerdil kepada mereka. Ketika mendengar dengan jelas dan tahu bahwa
    yang datang menyerbu adalah Kwa Sin Liong dan Han Swat Hong, muka The
    Kwat Lin menjadi pucat sekali. Dia tahu bahwa biarpun dia jarang bertemu
    tanding di daratan besar setelah dia lari dari Pulau Es, namun menghadapi
    kedua orang muda itu dia tidak boleh main‐main, apalagi menghadapi Sin
    Liong yang dia tahu memiliki ilmu kepandaian hebat sekali dapat dikatakan
    mewarisi seluruh kepandaian bekas suaminya, Han Ti Ong! "Aihh...., mereka
    datang.....??" tak terasa lagi keluar seruan dari mulutnya. Kiam‐mo Cai‐li dan
    Ouwyang Cin Cu yang sedang duduk berhadapan di meja makan bersama The
    Kwat Lin, memandang dengan kaget dan juga heran. Baru sekarang Cai‐li
    menyaksikan sahabatnya itu kelihatan takut! "Siapakah mereka, Lin‐moi?"
    Persahabatan antara The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li telah menjadi
    sedemikian eratnya sehingga mereka saling menyebut moi‐moi dan cici.
    "Mereka?" Kwat Lin menjawab dan mukanya masih pucat. "Mereka adalah
    penghuni Pulau Es. Kwa Sin Liong adalah murid utama dari Han Ti Ong,
    sedangkan Han Swat Hong adalah puterinya!" "Ahhh...." Kiam‐mo Cai‐li dapat
    menduga bahwa tentu kedatangan mereka itu mempunyai niat yang tidak
    baik. "Habis, apa yang harus kita lakukan?" "Kita harus siap menghadapi
    mereka. Mereka lihai sekali, terutama Sin Liong! Atau jebakan agar mereka
    terperosok. kalau sampai mereka berhasil menerobos ke sini, berbahaya
    sekali!" kata Kwat Lin, masih tetap takut. "Wah, Ibu. Mengapa bingung?
    Bukankah di sini terdapat Bibi Cai‐li, juga ada Ouwyang Totiang, dan Ibu

  5. #319

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 318
    sendiri di samping puluhan orang anak buah. Biarkan mereka datang dan kita
    hancurkan mereka!" Tiba‐tiba Bu Ong berkata dengan gayanya yang jumawa.
    Mendengar ini, Ouwyang Cin Cu tertawa dan mengelus kepala pemuda
    tanggung itu. "Engkau hebat sekali, Han‐kongcu! masih kecil ini memiliki
    keberanian yang luar biasa. Benar puteramu, The‐lihiap. Biarlah para orang
    kerdil menjebak mereka, kalau jebakan itu tidak berhail, biarlah pinto yang
    menghadapi mereka. Li‐hiap dan Cai‐li boleh siap‐siap saja menyambut
    mereka sebagai tawanan atau sebagai mayat." Kiam‐mo Cai‐li segera
    mengatur sendiri orang‐orang kerdil untuk memancing dan menjebak Sin
    Liong dan Swat Hong, sedangkan Ouwyang Cin Cu mengintai dan
    membayangi gerakan dua orang muda itu. The Kwat Lin juga sudah siap‐siap
    kalau kedua orang pembantu itu gagal. Demikianlah, setelah Sin Liong
    berhasil menyelamatkan Swat Hong dan sedang mengobatinya, muncul
    Ouwyang Cin Cu mengagumi ketelanjangan punggung Swat Hong yang
    berkulit putih mulus dan halus menggairahkan hatinya itu. Melihat betapa
    dengan pengerahan sinkang pemuda itu berhasil mengusir hawa beracun, dia
    menjadi kagum sekali kepada pemuda itu. Timbullah keinginan yang aneh
    dalam batin kakek yang penuh kecabulan itu. Berahinya yang tadi bergolak
    hanya dengan melihat punggung yang putih mulus dari Swat Hong itu kini
    berubah. Dia dapat melihat bahwa pemuda dan pemudi di dalam guha itu
    masih murni, maka timbullah keinginannya menyaksikan mereka itu
    bermain cinta! Memang demikianlah, Kecabulan bukan hanya keinginan
    untuk berjinah sendiri dengan orang yang menimbulkan berahinya,
    melainkan juga dapat berbentuk keinginan untuk menyaksikan orang lain
    bermain cinta. Hal ini juga timbul karena kekagumannya menyaksikan
    pemuda itu sanggup mengusir hawa beracun dengan sinkang, tanda bahwa
    pemuda itu merupakan lawan tangguh. Jika dia berhasil menggunakan sihir
    dan guna‐guna untuk membuat pemuda itu "jatuh" tentu dalam keadaan
    seperti yang dikehendakinya itu, akan mudah saja menawan dua orang muda
    yang agaknya ditakuti oleh The Kwat Lin itu. Bagaikan bayangan ***** saja,
    kakek itu menyelinap di balik batu dan tak lama kemudian tampak asap
    mengepul dari tiga batang hio (dupa) yang menyebarkan bau harum,
    sedangkan kakek itu sendiri sudah duduk bersila, kedua lengan diluruskan ke
    depan, ke arah muda‐mudi itu dan sepasang matanya terbelalak memandang
    seperti sepasang mata *****! Ilmu sihir yang dipergunakan oleh Ouwyang Cin
    Cu adalah ilmu hitam yang dikuasainya dengan latihan‐latihan yang berat
    dan mengerikan. Di dalam ilmu ini terkandung kekuasaan mujijat yang hanya
    dikenal oleh mereka yang memuja ***** iblis dan segala roh jahat yang
    mereka percaya ditambah dengan kekuatan dari tenaga sakti (sinkang) dan
    latihan yang tekun, dicampur dengan bermacam mantra yoga. Untuk melatih
    kekuatan matanya, bertahun‐tahun Ouwyang Cin Cu bertapa menghadapi
    dupa membara sampai kekuatan pandang matanya dapat membuat api
    membara di ujung dupa itu membesar atau mengecil, mengepulkan asap atau
    tidak menurut kehendak pikiran yang disalurkan melalui pandangan
    matanya yang tajam itu. Kini, dibantu dengan bau asap dupa yang harum dan

  6. #320

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 319
    aneh, dia mulai menjatuhkan sihirnya, matanya memandang dengan
    pengaruh yang amat dahsyat, bibirnya berkemak‐kemik membaca mantra.
    Mula‐mula Swat Hong yang terpengaruh hawa mujijat itu. Hal ini tidaklah
    mengherankan karena tentu saja Sin Liong memiliki daya tahan yang jauh
    lebih kuat dibandingkan dengan sumoinya, juga memang sebelumnya Swat
    Hong sudah tersiksa oleh perasaannya sendiri, perasaan mesra yang aneh
    yang sejak tadi menyelinap dan mengaduk hatinya ketika merasa betapa
    telapak tangan suhengnya menyentuh punggungnya. Karena memang sudah
    timbul perasaan wajar dari seorang gadis yang normal dan sehat, terdorong
    oleh rasa cintanya kepada suhengnya itu, maka tidaklah mengherankan
    ketika diserang oleh kekuatan sihir, Swat Hong mudah sekali terkena. Dia
    mengeluh dan merintih lirih, tubuhnya gemetar semua, mukanya berubah
    merah seperti dibakar, napasnya terengah‐engah, kedua tangannya
    mengepal dan dia tidak peduli lagi bajunya yang tadi ditahan dengan tangan
    di bagian depan daadnya, merosot dan terbuka. Setelah gelisah bergerak ke
    kanan kiri, kemudian dia menoleh, memandang kepada suhengnya yang
    masih duduk bersila dengan muka menunduk dan mata terpejam. "Iihhhh....
    aahhh.... Suheng....!" Swat Hong mengeluh, lalu membalikan tubuhnya dan
    serta merta merangkul leher Sin Liong sambil terengah‐engah seperti orang
    hendak menangis. Sin Liong membuka matanya dan dapat dibayangkan
    betapa kagetnya ketika dia melihat bahwa sumoinya dalam keadaan
    setengah telanjang karena pakaian bagian atasnya terlepas setelah
    merangkulnya. "Su....Sumoi!" Dia berseru dan barulah dia merasa betapa
    kepalanya seketika menjadi pening, pandang matanya menjadi berkunang
    dan hidungnya mencium bau yang harum dan aneh sekali. Baru sekarang
    terasa olehnya betapa tubuh sumoinya mendekap ketat dan jari‐jari
    tangannya merasakan kulit yang lunak halus dan hangat. Jantungnya
    berdebar dan pada saat itu, dengan isak tertahan Swat Hong telah
    memperketat pelukannya dan menciumnya. "Suheng....!" Bagaikan dalam
    mimpi Sin Liong merasa seolah‐ olah dia terseret oleh harus yang amat
    dahsyat, yang membuat bibirnya membalas ciuman itu, yang memaksa kedua
    lengannya merangkul dan mendekap. Namun, seketika itu juga timbul hawa
    panas dari pusat di pusarnya, hawa panas yang naik ke atas dan
    membuyarkan semua hal yang membuat dia pening dan seperti mabok itu.
    Memang pada dasarnya Sin Liong adalah seorang anak yang ajaib, yang sama
    sekali tidak pernah dipermainkan oleh lamunan yang bukan‐bukan, yang
    bersih sama sekali, kebersihan yang khas dan wajar, tidak dibuat‐buat dan
    memang pada dasarnya dia memiliki kekuatan batin yang tidak lumrah
    manusia biasa. Maka begitu dia terserang oleh sihir yang amat mujijat,
    biarpun dia sendiri belum tahu bahwa ada orang jahil yang
    mempermainkannya, namun secara otomatis kebersihan hatinya telah
    meninggalkan hawa panas menolak kekuasaan asing yang kotor itu. Begitu
    hawa panas naik dan membuyarkan pengaruh jahat, seperti baru terbuka
    mata pemuda itu. Baru tampak olehnya kepulan asap yang harum, keadaan
    Swat Hong yang tidak wajar. Seketika tahulah dia bahwa keadaan ini bukan

  7. #321

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 320
    sewajarnya dan pasti dibuat oleh seorang yang jahat. Begitu telinganya
    menangkap suara gerakan dari kiri, dia cepat menengok dan tampaklah
    olehnya seorang kakek tua yang duduk bersila dan meluruskan kedua
    lengannya ke arah mereka, dan dari kedua lengan itu, juga dari kedua
    matanya, menyambar tenaga mujijat ke arah mereka. Lengking yang panjang
    dan nyaring dahsyat dan mengandung getaran tenaga sakti dari dalam
    pusarnya, keluar dari mulut Sin Liong dan dia sudah meloncat berdiri.
    Lengkingan yang dahsyat itu menyebar getaran yang sedemikian kuatnya
    sehingga kekuatan sihir yang dipergunakan Ouwyang Cin Cu buyar sama
    sekali, bahkan tubuh kekek itu tergetar. Swat Hong juga terbebas dari
    cengkeraman sihir itu, dia menjadi pucat sekali, terbelalak, mengeluh
    perlahan lalu terguling roboh, pingsan! Dapat dibayangkan betapa kaget rasa
    hati Ouwyang Cin Cu ketika dia sedang menikmati hasil ilmu sihirnya,
    melihat betapa muda‐mudi itu sudah mulai terpengaruh, tiba‐tiba pemuda
    itu mengeluarkan suara melengking sedemikian dahsyatnya sehingga dia
    merasa betapa jantungnya seperti akan copot! Melihat betapa pengaruh
    sihirnya buyar, dia segera bangkit berdiri. "Manusia jahat, apa yang telah
    kaulakukan?" Sin Liong menegur dan melompat ke depan kakek itu. Kakek
    itu mengerahkan tenaga mujijatnya, disalurkan melalui tangan kanannya
    yang dibuka jari‐jari tangannya dan diselojorkan ke arah muka Sin Liong,
    memandang tajam sambil berkata, "Orang muda berlututlah kau di depan
    Ouwyang Cin Cu....!" Akan tetapi, untuk kedua kalinya kakek itu mengalami
    kekagetan. Biasanya, setiap orang lawan akan dapat dibikin tidak berdaya
    dengan kekuatan sihirnya. Akan tetapi sekali ini pemuda itu hanya
    memandang kepadanya dengan sinar mata jernih halus dan sama sekali tidak
    berlutut seperti yang diperintahkannya dengan suara berwibawa itu. Dia
    memperhebat pencurahan tenaga sihirnya, namun tetap saja pemuda itu
    sama sekali tidak terpengaruh. Tentu saja Sin Liong dapat merasakan
    serangan tenaga mujijat ini, dia merasa betapa ada hawa yang
    menyerangnya, keluar dari lengan dan pandang mata kekak itu, yang
    membuatnya tergetar dan seperti ada kekuatan mujijat memaksanya agar dia
    menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu. Namun dia mengerti bahwa hal
    itu tidak semestinya dan tidak sewajarnya, maka dia tidak mau mentaati
    perintah itu melainkan memandang dengan sinar mata tajam penuh teguran
    kepada kakek yang dianggapnya jahat itu. Melihat betapa kekuatan sihirnya
    sekali ini tidak berhasil, Ouwyang Cin Cu menjadi penasaran sekali . Sihirnya
    boleh gagal akan tetapi dia masih memiliki ilmu silat dan kekuatan yang
    dahsyat. Dara itu cantik menarik. Usahanya menikmati tontonan yang tidak
    senonoh gagal, maka sebaiknya pemuda ini dibunuh saja dan dara itu
    ditawan! "Mampuslah kau...." Bentaknya penasaran dan kini dia tidak
    menggunakan ilmu sihir lagi, melainkan meloncat dan menerkam seperti
    seekor serigala kepada Sin Liong, tangan kirinya mencengkeram ke arah dahi
    pemuda itu sedangkan sedangkan tangan kanannya dengan jari terbuka
    membacok ke arah dada kiri lawan. "Plak! Desss...." Sin Liong menangkis
    dengan kedua tangannya dan akibatnya tubuh kakek itu terdorong ke

  8. #322

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 321
    belakang sampai terhuyung‐huyung. Mata kakek itu terbelalak saking
    kagetnya. Tak disangkanya bahwa pemuda yang sanggup membuyarkan ilmu
    sihirnya ini juga berhasil menangkis serangan dan membuat tubuhnya
    terhuyung dan hampir jatuh! Maklum bahwa dia berhadapan dengan sorang
    pemuda yang luar biasa. Ouwyang Cin Cu meloncat, membalikan tubuhnya
    dan lari! Teringat dia akan sikap takut yang tampak pada wajah bekas Ratu
    Pulau Es ketika mendengar akan kedatangan pemuda dan pemudi ini dan
    baru sekarang dia tahu mengapa bekas Ratu itu kelihatan takut‐takut.
    Kiranya pemuda ini memang memiliki kesaktian yang amat hebat! Dia perlu
    mencari bantuan, karena menghadapi seorang diri saja amat berbahaya. Sin
    Liong yang ingin menangkap kakek itu dan mencari keterangan tentang The
    Kwat Lin, segera mengejar sambil berseru, "Orang tua jahat, kau hendak lari
    ke mana? Tunggu, kau harus menjawab beberapa pertanyaanku!" Mendengar
    suara Sin Liong dekat sekali di belakangnya, Ouwyang Cin Cu mempercepat
    larinya, akan tetapi dengan gerakan yang lebih cepat lagi Sin Liong terus
    mengejarnya. Setelah keluar dari dalam jalan terowongan itu, di lapangan
    terbuka yang agak jauh letaknya dari guha di mana Sin Liong meninggalkan
    Swat Hong tadi, terpaksa Ouwyang Cin Cu tidak dapat melarikan diri lagi
    karena Sin Liong telah menyusul dekat sekali di belakangnya. "Kakek jahat,
    berhenti dulu!" Sin Liong membentak. "Haaaeeeeeeehhhh!!" Tiba‐tiba
    Ouwyang Cin Cu membalikan tubuhnya dan begitu membalik, segulung sinar
    biru menyambar ke arah pusar Sin Liong dan sinar putih menyambar ke
    antara kedua matanya. Sinar biru itu adalah sebatang pedang tipis yang
    biasanya dibelitkan di pinggang sebagai sabuk oleh kakek itu, sedangkan
    sinar putih itu adalah jenggot panjangnya yang ternyata dapat dipergunakan
    sebagai senjata yang sangat ampuh! "Hemmm....!!" Sin Liong yang sudah
    menduga bahwa kakek yang jahat itu tentu tidak segan‐segan bermain
    curang, sudah menjaga diri maka begitu melihat menyambarnya sinar biru
    dan putih itu, cepat dia sudah mencelat ke atas. Demikian cepat gerakan
    pemuda ini sehingga Ouwyang Cin Cu melongo, mengira bahwa pemuda itu
    pandai menghilang! Akan tetapi gerakan angin menyambar di belakangnya
    membuat dia membalik dan ternyata pemuda itu telah berada di
    belakangnya dan tadi ketika mengelak pemuda itu telah mempergunakan
    ginkang untuk meloncat melalui atas kepalanya. Akan tetapi gerakan pemuda
    itu sedemikian cepatnya sehingga dia sendiri sampai hampir tidak
    melihatnya, hanya melihat bayangan berkelebat dan pemuda itu lenyap.
    Berdebar jantung kakek itu. Selama hidupnya belum pernah ia bertemu
    dengan lawan seperti ini! "Hiaaaahhh!!" Dia mengusir rasa gentarnya dan
    mulai mainkan pedangnya dengan gerakan yang amat cepat. Pedang itu
    berubah menjadi gulungan sinar biru dan mengeluarkan suara bedesingdesing
    nyaring sekali, dan serangan pedang ini masih dia selingi dengan
    pukulan‐pukulan tangan kiri dengan telapak tangan terbuka, memukulkan
    hawa sinkang yang amat kuat. Memang Ouwyang Cin Cu bukan orang
    sembarangan. Pertapa Himalaya ini selain pandai sihir, juga memiliki ilmu
    silat yang tinggi, tenaga sinkangnya amat kuat dan pedang yang

  9. #323

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 322
    dipergunakannya adalah sebatang pedang tipis dari baja biru yang amat
    ampuh. Akan tetapi satu kali ini dia bertemu dengan batunya! Tubuh Sin
    Liong berkelebatan dan ke mana pun pedang dan tangan kiri menyerang,
    selalu hanya bertemu dengan angin belaka. Dua puluh jurus lebih kakek itu
    menyerang bertubi‐tubi sampai napasnya terengah‐engah. Tiba‐tiba Sin
    Liong berseru, "Lepas pedang!" "Plakk! Desss.....!!" "Aiiiihhhh....!!" Pedang itu
    terlepas dari tangan Ouwyang Cin Cu dan jatuh ke atas tanah mengeluarkan
    suara mendencing nyaring. Ternyata bahwa lengan kanan kakek tua itu kena
    ditampar oleh jari tangan Sin Liong, mendatangkan rasa nyeri yang amat
    hebat, bukan hanya nyeri, akan tetapi juga hawa dingin seolah‐olah
    menggigit daging dan urat, membuat tangan kakek itu tidak kuat lagi
    memegang pedang. Untung bagi Ouwyang Cin Cu, pada saat pedangnya
    terlepas itu, muncul The Kwat Lin dan Kiammo Cai‐li! Bagaikan dua sosok
    bayangan *****, dua orang wanita sakti ini sudah menerjang ke depan sambil
    meloncat dan terdengar suara melengking tinggi dari mulut Kiam‐mo Cai‐li
    ketika dia menyerang berbareng dengan The Kwat Lin yang juga menyerang
    tanpa mengeluarkan suara. "Heeeeeeeeeiiiiiiiiitttttttttt!!! Wirwirrr......
    singggg..... singggg!!" Pedang payung di tangan Kiam‐m‐ Cai‐li sudah
    bergerak menyambar menyusul lengkingannya, juga dibarengi dengan
    menyambarnya rambut panjangnya dan kuku tangan kirinya yang sekaligus
    menerjang dengan serangan yang amat dahsyat! Namun Sin Liong lebih
    memperhatikan sinar pedang merah yang menyambarnya tanpa suara itu
    karena dia tahu bahwa pedang Ang‐bwe‐kiam di tangan The Kwat Lin yang
    menyambar tanpa suara itu jauh lebih berbahaya dari pada semua serangan
    Kiam‐mo Cai‐li yang banyak ribut itu. "Hemmmm...!" Sin Liong mendengus
    dan kaki tangannya bergerak menangkis rambut dan kuku, tubuhnya
    mencelat menghindari sinar merah pedang The Kwat Lin dan ujung kakinya
    yang menendang pergelangan tangan Kiam‐mo Cai‐li berhasil menangkis
    tusukan pedang payung. Pada saat itu, dari belakang, menyambar sinar biru
    dari pedang Ouwyang Cin Cu yang ternyata telah menyambar pula
    pedangnya yang tadi terlepas dan kini ikut mengeroyok. "Ahhh!" Sin Liong
    berseru, membiarkan pedang lewat dekat sekali dengan lehernya karena dia
    memang sengaja berlaku lambat dan begitu pedang lewat, jari tangannya
    menyentil, kuku jari tangannya bertemu batang pedang biru itu. "Tringgggg....
    Auuhhh....!" Untuk kedua kalinya, pedang biru itu terlepas dari pegangan
    tangan Ouwyang Cin Cu dan kini melayang jauh dan lenyap kedalam semaksemak
    ! The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li sudah menerjang lagi, akan tetapi
    Sin Liong meloncat jauh ke belakang, lalu berkata kepada The Kwat Lin,
    "Subo, tungu dulu!" Suaranya halus akan tetapi penuh wibawa sehingga
    tanpa disadarinya sendiri, Kiam‐mo Cai‐li menghentikan gerakannya,
    memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata penuh cahaya kagum.
    Otomatis hatinya tergerak melihat pemuda yang luar biasa ini, pemuda yang
    wajahnya mengeluarkan cahaya lembut, sedikit pun tidak membayangkan
    kekerasan dan yang memiliki sepasang mata yang aneh dan indah.
    "Hemmmm, bocah kurang ajar! Engkau masih ingat bahwa aku adalah

  10. #324

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 323
    Subomu (Ibu Gurumu)!" bentak The Kwat Lin dengan suaranya menyindir
    untuk menutupi guncangan hatinya. "Subo adalah isteri Suhu, mana teecu
    berani kurang ajar? Kedatangan teecu bersama Sumoi adalah untuk
    memenuhi pesan Suhu." Kembali hati The Kwat Lin terguncang penuh rasa
    takut dan ngeri, takut kalau‐kalau suaminya yang dia tahu amat sakti itu
    muncul di situ. Akan tetapi mendengar bahwa Sin Liong datang memenuhi
    pesan suaminya, hatinya lega karena hal itu berarti bahwa suaminya tidak
    ikut datang! "Hemm, pesan apakah dari Suhumu?" Sin Liong yang memang
    berawatak polos dan tidak suka menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya,
    berkata lantang, "Subo, Suhu minta agar supaya semua pusaka Pulau Es yang
    Subo bawa pergi, diserahkan kembali kepada teecu untuk teecu kembalikan
    ke Pulau Es." Mendengar permintaan ini tanpa menjawab lagi The Kwat Lin
    lalu menggerakan pedangnya dan mengirim serangan langsung yang amat
    dahsyat. Gerakannya memang cekatan sekali dan pedangnya hanya tampak
    sebagai sinar mereh yang meluncur seperti panah api menuju ke arah tubuh
    Sin Liong. Pemuda ini kembali mencelat ke belakang berjungkir balik dan
    berdiri dengan tenang. "Subo harap dengarkan permintaan teecu. Pusakapusaka
    itu tidak boleh di bawa keluar dari Pulau Es. Teecu tidak suka
    melawan Subo, akan tetapi kalau Subo tidak mengembalikan pusaka‐pusaka
    itu, terpaksa teecu...." "Heiiiiihhh, mampuslah!" bentak The Kwat Lin dan
    tubuhnya sudah melayang ke depan dengan cepat seperti seekor burung
    garuda terbang menyambar, didahului oleh sinar mereh pedang Ang‐bwekiam
    di tangannya. Terpaksa Sin Liong mengelak sambil membalas dengan
    totokan tangan kirinya menuju ke pergelangan tangan yang memegang
    pedang, namun bekas ibu gurunya itu dengan cepat telah menarik kembali
    pedangnya dan melanjutkan serangannya secara bertubi‐tubi dengan jurusjurus
    pilihan dari Ngoheng‐kiamsut yang dimainkan oleh The Kwat Lin ini
    hebat bukan main karena diperkuat dengan latihan‐ latihannya di Pulau Es di
    bawah bimbingan suaminya, Han Ti Ong yang sakti. Juga berkat latihan
    sinkangnya di pulau dingin itu, tenaga yang menggerakkan pedang itu pun
    amat luar biasa sehingga Angbwe‐ kiam menyambar‐nyambar dengan hawa
    dingin yang menyusup tulang lawannya biarpun tubuh belum sampai
    tercium pedang. Tubuh Sin Liong lenyap dan yang tampak hanya
    bayangannya saja berkelebatan di antara dua sinar pedang itu yang
    bergulung‐gulung mengurung dirinya. Pemuda itu terpaksa mengerahkan
    seluruh keringanan tubuhnya untuk mengelak dan berloncatan ke sana‐sini,
    kemudian mempercepat lagi gerakannya ketika Kiam‐mo Cai‐li sudah
    menerjang juga dengan kemarahan meluap karena kejatuhannya tadi
    dianggapnya amat memalukan. Tiga orang yang memiliki ilmu kepandaian
    tinggi sekali, ketiganya memegang senjata‐senjata pusaka ampuh,
    mengeroyok Sin Liong dengan mati‐matian! Bukan main hebatnya
    pertandingan mati‐matian itu! Sekali ini, baru sekali inilah, Sin Liong benarbenar
    diuji semua hasil jerih payahnya mempelajari ilmu silat tinggi di Pulau
    Es. Diuji hasil warisan hampir seluruh ilmu kepandaian Raja Pulau Es Han Ti
    Ong yang telah dikuasainya secara matang. Dengan tangan kosong saja dia

  11. #325

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 324
    menghadapi serbuan maut yang dilancarkan secara bertubi‐tubi oleh tiga
    orang lawan yang sakti itu. Sebelumnya, dengan tingkat kepandaian Sin Ling
    yang sudah luar biasa tingginya, sukar lagi diukur sampai di mana tingkatnya,
    dengan mudah dia dapat mengikuti semua gerakan tiga orang lawannya dan
    karena itu dia dapat menghindarkan diri dari semua serangan. Dengan
    ilmunya mengenal semua dasar gerakan ilmu silat yang dipelajarinya dari
    kitab kuno Inti Sari Gerakan Silat, sekali pandang saja dia dapat mengetahui
    perkembangan gerakan lawan dan bahkan dengan mudah dapat menirunya.
    Akan tetapi ada dua hal yang penting yang membuat dia repot juga
    menghadapi pengeroyokan tiga orang lihai itu. Pertama, harus diakui bahwa
    biarpun tingkat ilmu silatnya lebih tinggi dan dia memiliki dasar lebih kuat
    dan lebih bersih sehingga sinkangnya kuat sekali, namun dia kalah matang
    dalam latihan. Usianya masih terlalu muda dan dia belum mengalami banyak
    pertandingan, apalagi melawan orang‐orang yang ahli, tidak seperti tiga
    orang pengeroyoknya yang telah mempunyai pengalaman banyak sekali
    dalam pertandingan silat. Kedua, dan ini merupakan kenyataan yang paling
    hebat, adalah bahwa Sin Liong memiliki dasar watak yang halus budi dan
    penuh belas kasihan. Wataknya ini membuat dia tidak tega menjatuhkan
    pukulan maut, apalagi membunuh lawannya. Andaikata dia tidak memiliki
    dasar watak seperti ini, dengan kepandaiannya yang hebat, tentu dia akan
    mampu membunuh mereka seorang demi seorang. Tadi pun, kalau dia
    menghendaki, tentu Kiam‐mo Cai‐li sudah dapat dia robohkan untuk
    selamanya. Kini, menghadapi tiga orang lawan yang mengeroyoknya dan
    yang berusaha sungguh‐sungguh untuk membunuhnya, Sin Liong menjadi
    repot juga. Apalagi dia hanya mengelak, menangkis, dan kadangkadang
    membalas serangan dengan gerakan yang diperlambat dan diperlunak
    karena takut kalau‐kalau salah tangan membunuh orang. Dengan demikian,
    dia lebih banyak diserang daripada balas menyerang. Seratus jurus telah
    lewat dan pemuda yang luar biasa ini belum juga dapat dikalahkan oleh para
    pengeroyoknya. Hal ini membuat mereka bertiga menjadi penasaran, marah
    dan malu sekali. Biarpun di tempat itu tidak ada orang lain kecuali para anak
    buah mereka yang kini mulai bermunculan dan mengurung tempat itu,
    orang‐orang katai dan juga para anak buah Rawa Bangkai, namun tiga orang
    itu tentu saja merasa malu bahwa mereka bertiga maju bersama dengan
    senjata lengkap sampai seratus jurus tidak mampu membekuk atau
    menewaskan seorang pemuda yang bertangan kosong! The Kwat Lin yang
    selama ini merasa bahwa dia tidak menemukan tandingan, biarpun tahu
    betapa lihainya murid bekas sumoinya ini, namun dia telah dibantu oleh dua
    orang pandai dan belum juga dapat menang, maka dia merasa penasaran
    sekali. Kiam‐mo Cai‐li yang selama ini terkenal sebagai datuk kaum sesat
    yang lihai, selama hidupnya baru sekali ini dia mengeroyok seorang pemuda
    dengan dua orang teman yang kepandaiannya lebih tinggi dari dia sendiri,
    maka dia pun penasaran.Terutama sekali Ouwyang Cin Cu. Sebelum ini sukar
    membayangkan bahwa dia, yang memiliki ilmu‐ilmu luar biasa, akan
    mengeroyok seorang pemuda seperti itu. Hal ini benar‐benar menyakitkan

  12. #326

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 325
    hati dan menghancurkan kebanggaan hati mereka akan ilmu kepandaian
    mereka masing‐masing yang sudah terkenal di dunia kang‐ouw. "Pemuda
    s3tan, mampuslah!!" Ouwyang Cin Cu berteriak keras, pedang birunya untuk
    ke sekian lainya menyambar ganas ke arah leher Sin Liong, sedangkan tangan
    kirinya mencengkeram ke arah perut. Pada saat itu, Sin Liong baru saja
    menyingkirkan pedang di tangan The Kwat Lin yang menyambar kakinya
    dengan cara menendang pergelangan tangan bekas ibu gurunya itu sehingga
    The Kwat Lin terpaksa menarik kembali pedangnya dan meloncat ke
    samping. "Hiaaaaaattttt!!" Kiam‐mo Cai‐li yang sudah memuncak
    kemarahannya itu pun membarengi serangan Ouwyang Cin Cu dari belakang,
    kukunya mencengkeram ke arah punggung Sin Liong sedangkan pedang
    payungnya berputar‐putar mengancam tengkuk. Dalam detik berbahaya itu
    Sin Liong maklum akan datangnya ancaman maut dari depan dan belakang.
    Tiba‐tiba dia berteriak, tubuhnya melesat ke atas dan tak dapat dicegah lagi,
    pedang payung bertemu dengan pedang biru. "Cringgggggg.....!!" Pada saat
    itulah Sin Liong yang mencelat ke atas itu bergerak cepat bukan main,
    tubuhnya sudah berjungkir balik, menukik turun dan kedua tangannya
    menyambar seperti sepasang garuda. "Plak! Plak!" Ouwyang Cin Cu dan
    Kiam‐mo Cai‐li mengeluh. Kakek itu terhuyung dan memuntahkan darah
    segar, sedangkan Kiam‐mo Cai‐li terguling‐guling, kemudian meloncat berdiri
    dengan muka pucat. Baju di pundak ke dua orang sakti ini robek terkena
    tamparan tangan Sin Liong! "Orang muda, lihat ini....!!" Tibatiba Ouwyang Cin
    Cu berseru aneh sekali, pedang birunya diputar‐putar merupakan sinar biru
    bergulunggulung di depannya. Sin Liong mengira bahwa kakek itu akan
    menyerangnya atau akan menggunakan senjata rahasia, maka dia
    memandang penuh perhatian. Terkejutlah dia ketika sekali memandang,
    berarti sekali menuruti kata‐kata kakek itu, dia merasa betapa pandang
    matanya sukar dialihkan lagi dari gulungan sianr biru itu! "Orang muda,
    engkau telah lelah, mengasolah.... duduklah kau.....!" kembali suara kakek itu
    mendengung dengan aneh dan mendatangkan pengaruh yang ajaib. Sin Liong
    menggoyang‐goyang kepalanya, berusaha mengusir pengaruh yang
    memaksanya untuk duduk itu. Seketika dia merasa tubuhnya lelah bukan
    main. Dia maklum bahwa kakek itu kembali menggunakan ilmu hitamnya
    dan kesadaran ini mendatangkan kekuatan kepada dirinya. Dia mengerahkan
    sinkangnya untuk menolak pengaruh itu sehingga tubuhnya kadang‐kadang
    diserang kelelahan, kemudian lenyap lagi, datang lagi seolah‐olah terjadi
    "pertandingan" yang tidak tampak. Akan tetapi, karena terlalu mencurahkan
    perhatiannya kepada kakek yang menyerangnya dengan sihir, dan
    menggunakan sinkangnya untuk melawan pengaruh aneh itu, perhatian Sin
    Liong terhadap dua orang lawan lainya menjadi berkurang banyak. Dua
    orang wanita itu tentu saja tidak mau menyia‐nyiakan kesempatan baik ini.
    Melihat betapa pemuda itu kelihatan bengong dan menghentikan
    gerakannya, Kiam‐mo Cai‐li cepat menyerang, akan tetapi dia didahului oleh
    The Kwat Lin yang sudah menusukkan Ang‐bwe‐kiam ke arah lambung Sin
    Liong, disusul oleh tusukan pedang payung dan cengkeraman kuku tangan

  13. #327

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 326
    kiri Kiam‐mo Cai‐li, kemudian disusul oleh hantaman tangan kiri The Kwat
    Lin yang mengandung imkang amat dahsyatnya. Ketika merasa adanya angin
    yang menyambar‐nyambar menyerangnya, Sin Liong berusaha mengelak.
    Dengan kedua tangannya yang melakukan gerakan membalik, dia dapat
    memukul tangan Kiam‐mo Cai‐li dan The Kwat Lin yang memegang pedang
    dan gerakannya ini hebat bukan main sehingga kedua wanita itu memekik
    dan pedang mereka terlepas dari pegangan! Akan tetapi, kuku jari tangan
    Kiam‐mo Cai‐li yang beracun itu berhasil mencengkeram pundak dekat
    tengkuk Sin Liong dan pada saat yang hampir sama, tangan kiri The Kwat Lin
    menghantam punggungnya dengan hebat. "Plakk! Dessss....!!" Tubuh Sin
    Liong terguling, cengkeraman kuku tangan Kiam‐mo Cai‐li belum tentu akan
    dapat merobohkan karena secara otomatis hawa sinkang di tubuhnya
    melindungi tempat yang dicengkeram, akan tetapi hantaman tangan kiri The
    Kwat Lin yang mengandung tenaga im‐kang yang dingin itu terlalu keras bagi
    Sin Liong yang pada saat itu sedang mencurahkan tenaga melawan sihir
    Ouwyang Cin Cu. Dia masih terlindung oleh sinkangnya yang otomatis
    sehingga tidak mengalami luka dalam yang terlalu parah, akan tetapi
    guncangan yang hebat akibat pukulan itu membuat dia pingsan! Melihat
    pemuda yang membuatnya malu dan penasaran itu sudah roboh pingsan,
    dengan gemasnya ouwyang Cin Cu meloncat dekat, mengangkat tangan
    kirinya menghantam ke arah ubun‐ubun kepala Sin Liong untuk
    membunuhnya. "Wuuuuuttt... plakk! Ehhhh? Kiam‐mo Cai‐li, mengapa kau
    menangkis dan melindunginya?" Ouwyang Cin Cu membentak kaget dan
    melotot memandang kepada kekasih barunya ini. Kiam‐mo Cai‐li tersenyum
    penuh arti, matanya yang indah itu dengan lirikan yang memikat. "Sayang
    sekali kalau dibunuh begitu saja!" katanya sambil mengusap dagu Sin Liong
    yang masih pingsan. "Dia adalah sin‐tong, kalau aku bisa mendapatkan dia,
    manfaatnya melebihi seratus orang jejaka lain...." "Huh, kau memang *****!"
    Ouwyang Cin Cu mencela akan tetapi tidak berani turun tangan lagi. "Tidak,
    dia harus dibunuh! kalau dibiarkan hidup berbahaya sekali, akan tetapi juga
    jangan sampai ada bekasnya, jangan sampai ada yang tahu bahwa kita yang
    membunuhnya. Kita lempar dia di sumur ular, juga gadis itu. Mereka berdua
    harus mati, akan tetapi tidak boleh meninggalkan jejak!" "Ah, ya.... gadis
    itu....!" Ouwyang Cin Cu yang teringat kepada gadis berpunggung putih mulus
    itu segera berlari ke dalam guha terowongan untuk mencari Swat Hong.
    Tentu saja dia tidak akan membunuh gadis itu begitu saja sebelum
    melakukan kecabulan yang sama seperti yang berada di dalam benak Kiammo
    Caili! Akan tetapi tak lama kemudia dia kembali dengan muka berubah.
    "Dia.... dia tidak ada!" "Apa....?" The Kwat Lin berseru dengan muka pucat.
    "Kalau begitu..... lekas kita lemparkan dia ini ke sumur ular kemudian cari
    gadis itu sampai dapat....! The Kwat Lin sendiri menggotong tubuh Sin Liong
    yang masih pingsan itu dan beramai mereka menuju ke sebuah sumur di
    dalam guha terowongan. Sumur ini lebarnya hanya satu setengah meter,
    dalamnya sukar diukur karena amat gelap dan dari atas orang dapat
    menangkap suara mendesis‐desis karena sumur itu penuh dengan ular‐ular

  14. #328

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 327
    berbisa. Hawa yang memuakkan dapat tercium dari atas, bau yang harum
    aneh bercampur amis. Tanpa ragu‐ragu lagi The Kwat Lin melemparkan
    tubuh yang pingsan itu ke dalam sumur. Mereka semua menanti, ingin
    mendengar keluhan atau rintihan atau pekik ketakutan dari pemuda yang
    diberikan kepada ular‐ular berbisa itu. Namun tidak terdengar sesuatu dan
    mereka menganggap bahwa tentu pemuda yang pingsan itu tidak sadar
    kembali dan terus mati karena dikeroyok ular dalam keadaan pingsan.
    "Cepat kerahkan orang untuk mencari gadis itu!" The Kwat Lin berkata, dan
    sibuklah mereka semua mencari Swat Hong, namun sampai habis seluruh
    lorong terowongan itu dijelajahi dan sampai jauh di luar, di sekitar Rawa
    Bangkai, tetap saja tidak tampak bayangan gadis itu yang seolah‐olah lenyap
    ditelan bumi! "Heran sekali, tadi ketika ditinggalkan pemuda itu, dia masih
    pingsan!" kata Ouwyang Cin Cu ketika mereka bertiga kembali berkumpul di
    dalam guha di depan sumur ular. "Kenapa kau pucat sekali? Gadis itu tidak
    terlalu berbahaya kukira. Andaikata dia berhasil melarikan diri, biarkan dia
    datang. Pemuda itu yang lebih hebat pun dapat kita basmi," kata Kiam‐mo
    Cai‐li ketika melihat betapa The Kwat Lin nampak ketakutan dan mukanya
    pucat. "Aihhh... kau tidak tahu....! Lenyapnya Swat Hong begitu aneh...., aku
    takut kalau‐kalau...." "Mengapa? Apa yang perlu ditakuti?" Ouwyang Cin Cu
    juga berkata. "Kalau ayahnya yang datang, kita celaka. Baru muridnya saja
    sudah demikian sukar dilawan, apalagi Gurunya..." "Bekas suamimu?" Kiammo
    Cai‐li bertanya. "Raja Pulau Es?" Ouwyang Cin Cu juga berkata sambil
    menengok ke kanan kiri, karena gentar juga mendengar tentang guru
    pemuda luar biasa tadi. "Kalau begiu, sebaiknya kita cepat mengunjungi utara
    dan menghadap An ***‐goanswe," kata Kiam‐mo Cai‐li. "Benar, kalau terlalu
    lama, tentu aku akan ditegur. Beliau telah menanti‐nanti!" kata pula Ouwyang
    Cin Cu karena kini hatinya gentar sekali seperti halnya Kiam‐mo Cai‐li.
    "Memang sebaiknyakita pergi hari ini juga. Akan tetapi hatiku belum puas
    kalau belum yakin benar akan kematian Sin Liong. Pemuda itu terlalu
    berbahaya dan lihai, siapa tahu dia masih belum mati di dalam sana."
    "Aiihhhh, siapa dapat hidup di lempar ke dalam sumur yang penuh ular
    berbisa itu?" Ouwyang Cin Cu berkata sambil bergidik karena dia merasa
    ngeri juga memikirkan hal itu. Kiam‐mo Cai‐li tertawa. "Thelihiap, mengapa
    khawatir? Aku sebagai pemilik tempat ini mengerti betul bahwa sumur itu
    merupakan sumur maut. Entah sudah berapa banyak..... eh, orang‐orang yang
    kulempar ke situ dan tidak pernah ada yang dapat hidup kembali. Sumur itu
    dahulunya memang merupakan sarang ular‐ular berbisa, kemudian
    kutambah lagi dengan ratusan ekor ular berbisa lain. Kurasa jangankan baru
    pemuda itu, biar dewa sekalipun kalau terjatuh ke dalam sumur itu tentu

  15. #329

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 328
    mampus!" Dan memang apa yang diceritakan oleh wanita ini benar. Sudah
    banyak pria yang dia lempar ke dalam sumur itu, yaitu para pria yang
    diculiknya dan menjadi korban nafsu berahinya. Setelah dia merasa bosan,
    para korban itu dilempar ke dalam sumur menjadi mangsa ular‐ular berbisa.
    "Betapapun juga,aku masih belum yakin benar, Cai‐li." "Kalau begitu, kita
    runtuhkan saja guha ini agar sumur tertutup dan tidak ada jalan keluar lagi
    baginya andaikata dia benar masih hidup." Ouwyang Cin Cu memberikan
    usulnya. "Memang baik sekali begitu," kata The Kwat Lin. Kiam‐mo Cai‐li
    setuju dan mengerahkan semua anak buah Rawa Bangkai, juga orang‐orang
    katai untuk meruntuhkan guha itu sehingga sumur ular itu tertutup oleh
    batu‐batu besar dan tidak ada jalan keluar dari tempat yang terpendam batubatu
    besar itu. Kemudian bergegas tiga orang ini mengajak anak buah
    mereka meninggalkan Rawa Bangkai dan diam‐diam secara terpencar,
    mereka melakukan perjalanan ke utara untuk membantu pergerakan
    Jenderal An Lu Shan yang sudah mulai mempersiapkan kekuatannya untuk
    menyerbu kota raja.
    Ke manakah perginya Swat Hong? Apakah dia berhasil siuman dan sempat
    melarikan diri? Tidak mungkin, Andaikata dia siuman dan melihat Sin Liong
    dikeroyok, dia pasti akan membantu suhengnya itu, kalau perlu sampai mati
    bersama. Bukan watak Swat Hong untuk melarikan diri, menyelamatkan
    dirinya sendiri apalagi suhengnya terancam bahaya. Tidak, ketika
    pertolongan tiba, dara ini masih dalam keadaan pingsan. Ketika Sin Liong lari
    mengejar Ouwyang Cin Cu, muncullah seorang kakek tua renta yang
    bercaping lebar, berdiri memandang Han Swat Hong samabil menggelenggelengkan
    kepalanya. Kemudian dia menghampiri dara itu, membetulkan
    bajunya yang lepas, lalu memanggul tubuh gadis yang pingsan itu keluar dari
    dalam guha dengan gerakan yang cepat sekali. Setelah berada di dalam
    sebuah hutan yang jauh di luar daerah Rawa Bangkai, kakek itu berhenti,
    menurunkan Swat Hong dan mengurut tengkuk gadis itu beberapa kali, Swat
    Hong membuka matanya dan melihat seorang kakek tua renta, akan tetapi
    hampir dia jatuh lagi karena tubuhnya masih lemah. "Duduklah dulu, engkau
    masih pening dan lemah." Suara ini sedemikan halusnya sehingga mengelus
    hati Swat Hong yang menjadi tenang dan sabar kembli. Dia duduk,
    memejamkan mata sebentar mengusir kepeningannya, lalu mengangkat
    muka memandang kakek yang berdiri didepannya sambil tersenyum itu.
    "Kau.... kau siapakah....?" "Anak baik, apakah benar namamu Han Swat Hong?"
    Swat Hong terbelalak lalu mengangguk. "Apakah kau datang dari Pulau Es?"
    Kembali Swat Hong terkejut dan terheran, akan tetapi untuk kedua kalinya
    dia mengangguk. "Kau.... kau siapakah....?" "Hemmm.... kalau begitu Ibumu
    adalah Liu Bwee dan ayahmu Han Ti Ong?" Swat Hong tak dapat menahan
    keheranan hatinya. "Bagaimana engkau bisa tahu?" kakek itu tersenyum,
    memperlihatkan mulut yang sudah tak bergigi lagi. "Mengapa tidak tahu
    kalau Han Ti Ong itu adalah cucuku?" "Ouhhh...!" Swat Hong terbelalak

  16. #330

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 329
    sebentar, kemudian cepat menjatuhkan diri berlutut. Kiranya dia berhadapan
    dengan Kong‐couwnya (kakek buyut) yang pernah dia dengar telah
    meninggalkan Pulau Es sebagai seorang pertapa! Kini mengertilah dia bahwa
    kakek buyutnya ini telah menolongnya. "ha‐ha‐ha, kebetulan saja aku
    mendengar pemuda itu memanggil‐manggilmu sehingga aku tertarik akan
    She Han yang diteriakkannya. Melihat engkau berada dalam bahaya, aku
    segera membawamu keluar dari guha ke tempat ini." "Saya menghaturkan
    terima kasih atas pertolongan Kong‐couw... akan tetapi, di mana Suheng?"
    "Hemm, pemuda yang lihai itu, dia Suhengmu?" "Benar, Kong‐couw, dia
    adalah murid Ayah." "Ahh, dia terlalu berbahaya keadaannya. Kau
    beristirahatlah di sini, pulihkan tenagamu, aku akan kembali ke sana dan
    melihat keadaannya." Swat Hong mengangguk dan kakek itu berkelebat pergi
    dari situ. Swat Hong merasa kagum sekali. Kakek buyutnya itu sudah tua
    sekali, tentu lebih dari seratus tahun usianya namun gerakannya masih
    demikian ringan dan cepat. Hatinya merasa lega melihat kakeknya itu pergi
    untuk menolong Sin Liong, maka dia lalu duduk bersila dan mengatur
    pernapasannya untuk memulihkan tenaganya. Samar‐samar teringatlah dia
    akan peristiwa di dalam guha dan mukanya terasa panas sekali. Teringatlah
    dia betapa dia telah menjadi seperti gila di dalam guha itu, ketika suhengnya
    mengobatinya dan mengusir hawa beracun dari tubuhnya. Kalau dia
    membayangkan peristiwa itu..... betapa dia tanpa malu‐malu memeluk
    suhengnya, menciumnya.... ah, dia bisa mati karena malu! Namun semua itu
    hanya teringat seperti dalam mimpi saja, bayang‐bayang suram dan dia
    sendiri masih tidak percaya apakah peristiwa itu benar‐benar terjadi,
    ataukah hanya dalam mimpi belaka? Kalau sungguh terjadi betapa malunya!
    Dan agaknya tidak mungkin dia berani melakukan hal itu, sungguhpun di
    sudut hatinya memang terdapat suatu kerinduan yang hebat terhadap
    suhengnya. Akan tetapi siapa tahu, di dalam guha yang aneh itu. Aihh, kalau
    benar‐benar telah terjadi hal itu , betapa dia dapat bertemu muka dengan
    suhengnya? Karena pikiran dan hatinya tak pernah berhenti bekerja dan
    melamun, waktu berlalu dengan amat cepatnya sampai tidak terasa oleh
    Swat Hong bahwa kakek buyutnya telah pergi setengah hari lamanya! Baru
    dia sadar kembali dan teringat akan kakek ini setelah kakek itu datang
    kembali ke situ tahu‐tahu sudah duduk di dekatnya, menghapus keringat dari
    dahi yang berkeriput itu. "Aihh...!" Kakek itu menarik napas panjang sambil
    memandang Swat Hong yang sudah membuka mata dan memandang kakek
    itu dengan penuh pertanyaan. "Bagaimana, Kong‐couw? Mana Suheng?"
    Kembali kakek iru menarik napas panjang dan menggeleng‐geleng
    kepalanya. "Mereka sungguh jahat, Suhengmu biar lihai tidak dapat melawan
    kelicikan dan kecurangan mereka. Suhengmu tertangkap dan.... terbunuh...."
    Sepasang mata itu terbelalak, mukanya pucat sekali. "Terbunuh? Suheng....
    terbunuh....?" "Ya, dilempar ke dalam sumur ular...." "Aahhhh....!" Swat Hong
    menjadi lemas dan tentu akan roboh kalau tidak di sambar oleh kakek itu.
    Dara itu pingsan dengan muka pucat sekali. Kakek itu merebahkannya dan
    mengerutkan alisnya, merasa kasihan sekali karena dia dapat menyelami

Page 22 of 28 FirstFirst ... 12181920212223242526 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •