PART 315
nafsu berahi itu sendiri masih bercokol di dlam batinnya, kalau dirinya
sendiri setiap saat digerogoti oleh nafsu berahi yang masih bercokol di dalam
batin itu? Sebaliknya, biarpun hidup di antara seribu orang wanita cantik,
kalau memang tidak ada nafsu berahi di dalam hatinya sama sekali bersih,
pasti tidak akan ada gangguan sesuatu di dalam batin. Jadi yang penting
bukanlah mencari pelarian, bukanlah melarikan diri dari segala macam
nafsu, dalam hal ini sebagai contoh adalah nafsu berahi, melainkan
membebaskan diri dari nafsu berahi. Dan kebebasan ini hanya dapat terjadi
apabila kita mengerti benar, mengenal benar diri sendiri, mengenal nafsu
berahi yang membakar kita, dan tak mungkin kita dapat mengenal tanpa kita
mempelajari, mengawasi, mengamati dengan seksama tanpa usaha untuk
mendudukannya! Dengan pengamatan ini maka segala akan tampak jelas,
segala akan kita kenal dan dari pengamatan akan timbul pengertian, dari
pengertian akan muncul suatu tindakan yang berlainan sama sekali dari
tindakan palsu pelarian. Demikianlah halnya dengan Ouwyang Cin Cu, karena
puluhan tahun lamanya dia menahan‐nahan dan menekan nafsu, setelah kini
dia menguasai ilmu yang tinggi, memperoleh jalan muda untuk
melampiaskan nafsu‐nafsunya, dia membiarkan nafsu‐nafsunya
bersimaharajalela, seolah‐olah untuk menebus pertapaannya yang selama
puluhan tahun itu! Begitu turun gunung kembali ke timur untuk menikmati
seluruh sisa hidupnya dengan segala macam kesenangan yang diinginkan
tubuhnya, dia mendengar tentang pemberontakan An Lu Shan. Memang dia
seorang yang cerdik, maka tampaklah olehnya kesempatan terbuka baginya
untuk mencari kedudukan tinggi, kemuliaan sebagai seorang penguasa. Dia
mengunjungi An Lu Shan dan dengan demonstrasi kepandaiannya, baik silat
maupun sihir, dia diterima dengan tangan terbuka dan diberi kedudukan
tinggi, yaitu penasihat urusan dalam dari Jenderal itu! Tentu saja dia tidak
dapat menjadi penasehat urusan perang karena dia sama sekali tidak
mengerti akan ilmu perang. Mulailah Ouwyang Cin Cu hidup mewah dan
terhormat di dalam istana An Lu Shan, segala kehendaknya terlaksana.
Kemewahan, kehormatan, dan pelampiasan nafsu berahinya karena
disediakan banyak pelayan‐pelayan wanita muda yang cantik‐cantik untuk
kakek ini! Pada waktu itu, Ouwyang Cin Cu diutus oleh An Lu Shan untuk
mengunjungi Rawa Bangkai, karena An Lu Shan yang sudah tahu akan
kelihaian dua orang wanita The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li, mempunyai
niat untuk menarik kedua wanita itu sebagai pembantu dalam dan
pengawalnya. Hal ini menunjukan kecerdikan Jenderal itu. Dia tahu bahwa
The Kwat Lin adalah bekas Ratu Pulau Es, maka selain memiliki ilmu silat
yang hebat, tentu juga memiliki ambisi‐ambisi pribadi terhadap kerajaan
yang hendak mereka gulingkan dan rampas. maka kalau wanita seperti itu
diberi kesempatan memperoleh kekuasaan dengan pasukan yang kuat, kelak
tentu akan menjadi penghalang dan saingan belaka. Berbeda kalau wanita itu
ditugaskan mengawalnya, segala gerak‐geriknya dapat diawasi selain
tenaganya dapat dipergunakan untuk mengawalnya sehingga dia akan
merasa lebih aman dan terjamin keselamatannya. Demikianlah, Ouwyang Cin
PART 316
Cu lalu diutusnya mengunjungi Rawa Bangkai setelah lima orang utusan
pertama ke Rawa Bangkai yaitu Bi Swi Nio, Liem Toan Ki dan tiga orang
kakek lain berhasil dengan baik mengunjungi Rawa Bangkai. Sekali ini,
Ouwyang Cin Cu membawa surat pribadinya yang dengan ramah
mengundang kedua orang wanita itu untuk mengunjungi istananya untuk
mengadakan perundingan. Kedatangan Ouwyang Cin Cu menimbulkan
kegemparan, juga disambut dengan kagum oleh The Kwat Lin dan Kiam‐mo
Cai‐li. Ketika lima orang utusan yang terdahulu datang, Kiam‐mo Cai‐li telah
memberikan rahasia jalan menuju ke Rawa Bangkai tanpa menyeberangi
rawa, yaitu melalui jalan terowongan di bawah tanah, dari balik gunung yang
dijaga oleh orang‐orang kerdil yang juga sudah takluk dan menjadi kaki
tangannya. Maka kedatangan Ouwyang Cin Cu sekali ini tidaklah sukar, dan
Ouwyang Cin Cu dengan kepandaiannya yang tinggi dapat menyelinap
melalui terowongan dan menembus ke pulau di tengah rawa. Betapa
kagetnyasemua orang ketika melihat seorang kakek datang menunggangi
seekor harimau! The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li melompat ke depan, siap
untuk menghadapi lawan, akan tetapi Ouwyang Cin Cu yang masih duduk di
atas pungung harimau itu tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang
masih lengkap. "Apakah Jiwi yang bernama The‐lihiap dan Kiam‐mo Cai‐li
yang terkenal itu?" "Benar, siapakan Totiang?" tanya The Kwat Lin hati‐hati
karena sikap tosu ini menunjukan bahwa dia adalah seorang yang berilmu
tinggi. "Ha‐ha‐ha, benar‐benar tidak berlebihan yang pinto dengar. Kalian
selain gagah perkasa juga amat cantik. Pinto adalah Ouwyang Cin Cu, utusan
pribadi An‐goanswe dan inilah surat beliau untuk Jiwi!" Dia menggosok
kedua telapak tangannya dan tampaklah asap mengepul tinggi. Asap itu
membentuk bayangan seorang pelayan istana yang cantik, yang berjalan
terbongkok‐bongkok kepada kedua orang wanita itu dan menyerahkan
sebuah sampul surat! Tentu saja The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li bengong
terlongong menyaksikan permainan sulap yang hebat ini. The Kwat Lin
menerima surat itu sambil mengerahkan sinkangnya dan.....wushhhh, wanita
pelayan itu lenyap tanpa bekas! "Ha‐ha‐ha, The‐lihiap benar hebat!"
Ouwyang Cin Cu berseru dan dia meloncat turun dari atas punggung
harimau, lalu meniup ke arah harimau itu dan..... harimau itu tertiup dan
melayang tinggi lalu lenyap di angkasa! Tentu saja semua ini adalah hasil
sihir dari Ouwyang Cin Cu. Harimau dan pelayan wanita itu tentu saja tidak
ada sesungguhnya, yang ada hanyalah Ouwyang Cin Cu yang
mempergunakan kekuatan sihirnya mempengaruhi dua orang wanita itu
sehingga mereka melihat apa yang dikhayalkan oleh Ouwyang Cin Cu!
Padahal, yang menyerahkan surat adalah pendeta itu sendiri yang datang
dengan jalan kaki. Kiam‐mo Cai‐li tertawa. "Hi‐hik, kiranya utusan Angoanswe
adalah seorang tukang sulap!" Ouwyang Cin Cu memandang wanita
itu sambil tersenyum. Mereka saling pandang dan sudah ada kecocokan di
antara mereka. Kiam‐mo Cai‐li dapat melihat bahwa kakek itu, biarpun
usianya sudah enam puluh tahun, namun masih tampan gagah dan matanya
bersinar‐sinar penuh nafsu berahi! Sebaliknya Ouwyang Cin Cu juga dapat
PART 317
mengenal Kiam‐mo Cai‐li, seorang wanita yang biarpun usianya sudah
setengah abad lebih, namun memiliki nafsu yang besar dan awet muda
karena terlalu banyak mempermainkan dan menghisap hawa muda dari
banyak perjaka! Dia tersenyum makin lebar dan berkata, "Bukankah Cai‐li
suka akan ilmu sulap? Kita berdua suka bicara dan bersikap terang‐terangan,
tanapa menutupi badan sama sekali, bukan?" kalau bukan Kiam‐mo Cai‐li
yang terkena sihir itu, tentu dia akan menjerit saking kaget dan ngerinya.
Betapa tidak akan ngeri kalau tiba‐tiba dia melihat dia sendiri dan Ouwyang
Cin Cu tidak berpakaian sama sekali, telanjang bulat sama sekali di tengahtengah
orang banyak itu! Akan tetapi, ketika dia melirik dan melihat bahwa
The Kwat Lin dan yang lain‐lain tidak mengadakan berubahan apa‐apa,
tahulah dia bahwa yang melihat mereka telanjang bulat itu hanyalah mereka
berdua! Diapun tersenyum dan menjelajahi tubuh telanjang kakek itu dengan
pandang mata kagum, seperti yang dilakukan pula oleh Ouwyang Cin Cu
kepadanya. Pertapa ***** itu lalu diterima sebagai tamu terhormat, dijamu
oleh The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li. Seperti dapat diduga lebih dulu, di
antara Ouwyang Cin Cu dan Kiam‐mo Cai‐li segera terjadi hubungan gelap
yang amat mesra. The Kwat Lin tahu akan hal ini dan diam‐diam merasa geli,
akan tetapi karena dia pun tahu akan kesukaan Kiam‐mo Cai‐li yang sering
mengeram laki‐laki muda di dalam kamarnya, dia pura‐pura tidak tahu.
Persiapan lalu dibuat oleh kedua orang wanita itu untuk ikut Ouwyang Cin Cu
mengunjungi An Lu Shan. Akan tetapi sebelum mereka berangkat, terjadilah
peristiwa kedatangan Sin Liong dan Swat Hong yang dikabarkan oleh orangorang
kerdil kepada mereka. Ketika mendengar dengan jelas dan tahu bahwa
yang datang menyerbu adalah Kwa Sin Liong dan Han Swat Hong, muka The
Kwat Lin menjadi pucat sekali. Dia tahu bahwa biarpun dia jarang bertemu
tanding di daratan besar setelah dia lari dari Pulau Es, namun menghadapi
kedua orang muda itu dia tidak boleh main‐main, apalagi menghadapi Sin
Liong yang dia tahu memiliki ilmu kepandaian hebat sekali dapat dikatakan
mewarisi seluruh kepandaian bekas suaminya, Han Ti Ong! "Aihh...., mereka
datang.....??" tak terasa lagi keluar seruan dari mulutnya. Kiam‐mo Cai‐li dan
Ouwyang Cin Cu yang sedang duduk berhadapan di meja makan bersama The
Kwat Lin, memandang dengan kaget dan juga heran. Baru sekarang Cai‐li
menyaksikan sahabatnya itu kelihatan takut! "Siapakah mereka, Lin‐moi?"
Persahabatan antara The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li telah menjadi
sedemikian eratnya sehingga mereka saling menyebut moi‐moi dan cici.
"Mereka?" Kwat Lin menjawab dan mukanya masih pucat. "Mereka adalah
penghuni Pulau Es. Kwa Sin Liong adalah murid utama dari Han Ti Ong,
sedangkan Han Swat Hong adalah puterinya!" "Ahhh...." Kiam‐mo Cai‐li dapat
menduga bahwa tentu kedatangan mereka itu mempunyai niat yang tidak
baik. "Habis, apa yang harus kita lakukan?" "Kita harus siap menghadapi
mereka. Mereka lihai sekali, terutama Sin Liong! Atau jebakan agar mereka
terperosok. kalau sampai mereka berhasil menerobos ke sini, berbahaya
sekali!" kata Kwat Lin, masih tetap takut. "Wah, Ibu. Mengapa bingung?
Bukankah di sini terdapat Bibi Cai‐li, juga ada Ouwyang Totiang, dan Ibu
PART 318
sendiri di samping puluhan orang anak buah. Biarkan mereka datang dan kita
hancurkan mereka!" Tiba‐tiba Bu Ong berkata dengan gayanya yang jumawa.
Mendengar ini, Ouwyang Cin Cu tertawa dan mengelus kepala pemuda
tanggung itu. "Engkau hebat sekali, Han‐kongcu! masih kecil ini memiliki
keberanian yang luar biasa. Benar puteramu, The‐lihiap. Biarlah para orang
kerdil menjebak mereka, kalau jebakan itu tidak berhail, biarlah pinto yang
menghadapi mereka. Li‐hiap dan Cai‐li boleh siap‐siap saja menyambut
mereka sebagai tawanan atau sebagai mayat." Kiam‐mo Cai‐li segera
mengatur sendiri orang‐orang kerdil untuk memancing dan menjebak Sin
Liong dan Swat Hong, sedangkan Ouwyang Cin Cu mengintai dan
membayangi gerakan dua orang muda itu. The Kwat Lin juga sudah siap‐siap
kalau kedua orang pembantu itu gagal. Demikianlah, setelah Sin Liong
berhasil menyelamatkan Swat Hong dan sedang mengobatinya, muncul
Ouwyang Cin Cu mengagumi ketelanjangan punggung Swat Hong yang
berkulit putih mulus dan halus menggairahkan hatinya itu. Melihat betapa
dengan pengerahan sinkang pemuda itu berhasil mengusir hawa beracun, dia
menjadi kagum sekali kepada pemuda itu. Timbullah keinginan yang aneh
dalam batin kakek yang penuh kecabulan itu. Berahinya yang tadi bergolak
hanya dengan melihat punggung yang putih mulus dari Swat Hong itu kini
berubah. Dia dapat melihat bahwa pemuda dan pemudi di dalam guha itu
masih murni, maka timbullah keinginannya menyaksikan mereka itu
bermain cinta! Memang demikianlah, Kecabulan bukan hanya keinginan
untuk berjinah sendiri dengan orang yang menimbulkan berahinya,
melainkan juga dapat berbentuk keinginan untuk menyaksikan orang lain
bermain cinta. Hal ini juga timbul karena kekagumannya menyaksikan
pemuda itu sanggup mengusir hawa beracun dengan sinkang, tanda bahwa
pemuda itu merupakan lawan tangguh. Jika dia berhasil menggunakan sihir
dan guna‐guna untuk membuat pemuda itu "jatuh" tentu dalam keadaan
seperti yang dikehendakinya itu, akan mudah saja menawan dua orang muda
yang agaknya ditakuti oleh The Kwat Lin itu. Bagaikan bayangan ***** saja,
kakek itu menyelinap di balik batu dan tak lama kemudian tampak asap
mengepul dari tiga batang hio (dupa) yang menyebarkan bau harum,
sedangkan kakek itu sendiri sudah duduk bersila, kedua lengan diluruskan ke
depan, ke arah muda‐mudi itu dan sepasang matanya terbelalak memandang
seperti sepasang mata *****! Ilmu sihir yang dipergunakan oleh Ouwyang Cin
Cu adalah ilmu hitam yang dikuasainya dengan latihan‐latihan yang berat
dan mengerikan. Di dalam ilmu ini terkandung kekuasaan mujijat yang hanya
dikenal oleh mereka yang memuja ***** iblis dan segala roh jahat yang
mereka percaya ditambah dengan kekuatan dari tenaga sakti (sinkang) dan
latihan yang tekun, dicampur dengan bermacam mantra yoga. Untuk melatih
kekuatan matanya, bertahun‐tahun Ouwyang Cin Cu bertapa menghadapi
dupa membara sampai kekuatan pandang matanya dapat membuat api
membara di ujung dupa itu membesar atau mengecil, mengepulkan asap atau
tidak menurut kehendak pikiran yang disalurkan melalui pandangan
matanya yang tajam itu. Kini, dibantu dengan bau asap dupa yang harum dan
PART 319
aneh, dia mulai menjatuhkan sihirnya, matanya memandang dengan
pengaruh yang amat dahsyat, bibirnya berkemak‐kemik membaca mantra.
Mula‐mula Swat Hong yang terpengaruh hawa mujijat itu. Hal ini tidaklah
mengherankan karena tentu saja Sin Liong memiliki daya tahan yang jauh
lebih kuat dibandingkan dengan sumoinya, juga memang sebelumnya Swat
Hong sudah tersiksa oleh perasaannya sendiri, perasaan mesra yang aneh
yang sejak tadi menyelinap dan mengaduk hatinya ketika merasa betapa
telapak tangan suhengnya menyentuh punggungnya. Karena memang sudah
timbul perasaan wajar dari seorang gadis yang normal dan sehat, terdorong
oleh rasa cintanya kepada suhengnya itu, maka tidaklah mengherankan
ketika diserang oleh kekuatan sihir, Swat Hong mudah sekali terkena. Dia
mengeluh dan merintih lirih, tubuhnya gemetar semua, mukanya berubah
merah seperti dibakar, napasnya terengah‐engah, kedua tangannya
mengepal dan dia tidak peduli lagi bajunya yang tadi ditahan dengan tangan
di bagian depan daadnya, merosot dan terbuka. Setelah gelisah bergerak ke
kanan kiri, kemudian dia menoleh, memandang kepada suhengnya yang
masih duduk bersila dengan muka menunduk dan mata terpejam. "Iihhhh....
aahhh.... Suheng....!" Swat Hong mengeluh, lalu membalikan tubuhnya dan
serta merta merangkul leher Sin Liong sambil terengah‐engah seperti orang
hendak menangis. Sin Liong membuka matanya dan dapat dibayangkan
betapa kagetnya ketika dia melihat bahwa sumoinya dalam keadaan
setengah telanjang karena pakaian bagian atasnya terlepas setelah
merangkulnya. "Su....Sumoi!" Dia berseru dan barulah dia merasa betapa
kepalanya seketika menjadi pening, pandang matanya menjadi berkunang
dan hidungnya mencium bau yang harum dan aneh sekali. Baru sekarang
terasa olehnya betapa tubuh sumoinya mendekap ketat dan jari‐jari
tangannya merasakan kulit yang lunak halus dan hangat. Jantungnya
berdebar dan pada saat itu, dengan isak tertahan Swat Hong telah
memperketat pelukannya dan menciumnya. "Suheng....!" Bagaikan dalam
mimpi Sin Liong merasa seolah‐ olah dia terseret oleh harus yang amat
dahsyat, yang membuat bibirnya membalas ciuman itu, yang memaksa kedua
lengannya merangkul dan mendekap. Namun, seketika itu juga timbul hawa
panas dari pusat di pusarnya, hawa panas yang naik ke atas dan
membuyarkan semua hal yang membuat dia pening dan seperti mabok itu.
Memang pada dasarnya Sin Liong adalah seorang anak yang ajaib, yang sama
sekali tidak pernah dipermainkan oleh lamunan yang bukan‐bukan, yang
bersih sama sekali, kebersihan yang khas dan wajar, tidak dibuat‐buat dan
memang pada dasarnya dia memiliki kekuatan batin yang tidak lumrah
manusia biasa. Maka begitu dia terserang oleh sihir yang amat mujijat,
biarpun dia sendiri belum tahu bahwa ada orang jahil yang
mempermainkannya, namun secara otomatis kebersihan hatinya telah
meninggalkan hawa panas menolak kekuasaan asing yang kotor itu. Begitu
hawa panas naik dan membuyarkan pengaruh jahat, seperti baru terbuka
mata pemuda itu. Baru tampak olehnya kepulan asap yang harum, keadaan
Swat Hong yang tidak wajar. Seketika tahulah dia bahwa keadaan ini bukan
PART 320
sewajarnya dan pasti dibuat oleh seorang yang jahat. Begitu telinganya
menangkap suara gerakan dari kiri, dia cepat menengok dan tampaklah
olehnya seorang kakek tua yang duduk bersila dan meluruskan kedua
lengannya ke arah mereka, dan dari kedua lengan itu, juga dari kedua
matanya, menyambar tenaga mujijat ke arah mereka. Lengking yang panjang
dan nyaring dahsyat dan mengandung getaran tenaga sakti dari dalam
pusarnya, keluar dari mulut Sin Liong dan dia sudah meloncat berdiri.
Lengkingan yang dahsyat itu menyebar getaran yang sedemikian kuatnya
sehingga kekuatan sihir yang dipergunakan Ouwyang Cin Cu buyar sama
sekali, bahkan tubuh kekek itu tergetar. Swat Hong juga terbebas dari
cengkeraman sihir itu, dia menjadi pucat sekali, terbelalak, mengeluh
perlahan lalu terguling roboh, pingsan! Dapat dibayangkan betapa kaget rasa
hati Ouwyang Cin Cu ketika dia sedang menikmati hasil ilmu sihirnya,
melihat betapa muda‐mudi itu sudah mulai terpengaruh, tiba‐tiba pemuda
itu mengeluarkan suara melengking sedemikian dahsyatnya sehingga dia
merasa betapa jantungnya seperti akan copot! Melihat betapa pengaruh
sihirnya buyar, dia segera bangkit berdiri. "Manusia jahat, apa yang telah
kaulakukan?" Sin Liong menegur dan melompat ke depan kakek itu. Kakek
itu mengerahkan tenaga mujijatnya, disalurkan melalui tangan kanannya
yang dibuka jari‐jari tangannya dan diselojorkan ke arah muka Sin Liong,
memandang tajam sambil berkata, "Orang muda berlututlah kau di depan
Ouwyang Cin Cu....!" Akan tetapi, untuk kedua kalinya kakek itu mengalami
kekagetan. Biasanya, setiap orang lawan akan dapat dibikin tidak berdaya
dengan kekuatan sihirnya. Akan tetapi sekali ini pemuda itu hanya
memandang kepadanya dengan sinar mata jernih halus dan sama sekali tidak
berlutut seperti yang diperintahkannya dengan suara berwibawa itu. Dia
memperhebat pencurahan tenaga sihirnya, namun tetap saja pemuda itu
sama sekali tidak terpengaruh. Tentu saja Sin Liong dapat merasakan
serangan tenaga mujijat ini, dia merasa betapa ada hawa yang
menyerangnya, keluar dari lengan dan pandang mata kekak itu, yang
membuatnya tergetar dan seperti ada kekuatan mujijat memaksanya agar dia
menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu. Namun dia mengerti bahwa hal
itu tidak semestinya dan tidak sewajarnya, maka dia tidak mau mentaati
perintah itu melainkan memandang dengan sinar mata tajam penuh teguran
kepada kakek yang dianggapnya jahat itu. Melihat betapa kekuatan sihirnya
sekali ini tidak berhasil, Ouwyang Cin Cu menjadi penasaran sekali . Sihirnya
boleh gagal akan tetapi dia masih memiliki ilmu silat dan kekuatan yang
dahsyat. Dara itu cantik menarik. Usahanya menikmati tontonan yang tidak
senonoh gagal, maka sebaiknya pemuda ini dibunuh saja dan dara itu
ditawan! "Mampuslah kau...." Bentaknya penasaran dan kini dia tidak
menggunakan ilmu sihir lagi, melainkan meloncat dan menerkam seperti
seekor serigala kepada Sin Liong, tangan kirinya mencengkeram ke arah dahi
pemuda itu sedangkan sedangkan tangan kanannya dengan jari terbuka
membacok ke arah dada kiri lawan. "Plak! Desss...." Sin Liong menangkis
dengan kedua tangannya dan akibatnya tubuh kakek itu terdorong ke
PART 321
belakang sampai terhuyung‐huyung. Mata kakek itu terbelalak saking
kagetnya. Tak disangkanya bahwa pemuda yang sanggup membuyarkan ilmu
sihirnya ini juga berhasil menangkis serangan dan membuat tubuhnya
terhuyung dan hampir jatuh! Maklum bahwa dia berhadapan dengan sorang
pemuda yang luar biasa. Ouwyang Cin Cu meloncat, membalikan tubuhnya
dan lari! Teringat dia akan sikap takut yang tampak pada wajah bekas Ratu
Pulau Es ketika mendengar akan kedatangan pemuda dan pemudi ini dan
baru sekarang dia tahu mengapa bekas Ratu itu kelihatan takut‐takut.
Kiranya pemuda ini memang memiliki kesaktian yang amat hebat! Dia perlu
mencari bantuan, karena menghadapi seorang diri saja amat berbahaya. Sin
Liong yang ingin menangkap kakek itu dan mencari keterangan tentang The
Kwat Lin, segera mengejar sambil berseru, "Orang tua jahat, kau hendak lari
ke mana? Tunggu, kau harus menjawab beberapa pertanyaanku!" Mendengar
suara Sin Liong dekat sekali di belakangnya, Ouwyang Cin Cu mempercepat
larinya, akan tetapi dengan gerakan yang lebih cepat lagi Sin Liong terus
mengejarnya. Setelah keluar dari dalam jalan terowongan itu, di lapangan
terbuka yang agak jauh letaknya dari guha di mana Sin Liong meninggalkan
Swat Hong tadi, terpaksa Ouwyang Cin Cu tidak dapat melarikan diri lagi
karena Sin Liong telah menyusul dekat sekali di belakangnya. "Kakek jahat,
berhenti dulu!" Sin Liong membentak. "Haaaeeeeeeehhhh!!" Tiba‐tiba
Ouwyang Cin Cu membalikan tubuhnya dan begitu membalik, segulung sinar
biru menyambar ke arah pusar Sin Liong dan sinar putih menyambar ke
antara kedua matanya. Sinar biru itu adalah sebatang pedang tipis yang
biasanya dibelitkan di pinggang sebagai sabuk oleh kakek itu, sedangkan
sinar putih itu adalah jenggot panjangnya yang ternyata dapat dipergunakan
sebagai senjata yang sangat ampuh! "Hemmm....!!" Sin Liong yang sudah
menduga bahwa kakek yang jahat itu tentu tidak segan‐segan bermain
curang, sudah menjaga diri maka begitu melihat menyambarnya sinar biru
dan putih itu, cepat dia sudah mencelat ke atas. Demikian cepat gerakan
pemuda ini sehingga Ouwyang Cin Cu melongo, mengira bahwa pemuda itu
pandai menghilang! Akan tetapi gerakan angin menyambar di belakangnya
membuat dia membalik dan ternyata pemuda itu telah berada di
belakangnya dan tadi ketika mengelak pemuda itu telah mempergunakan
ginkang untuk meloncat melalui atas kepalanya. Akan tetapi gerakan pemuda
itu sedemikian cepatnya sehingga dia sendiri sampai hampir tidak
melihatnya, hanya melihat bayangan berkelebat dan pemuda itu lenyap.
Berdebar jantung kakek itu. Selama hidupnya belum pernah ia bertemu
dengan lawan seperti ini! "Hiaaaahhh!!" Dia mengusir rasa gentarnya dan
mulai mainkan pedangnya dengan gerakan yang amat cepat. Pedang itu
berubah menjadi gulungan sinar biru dan mengeluarkan suara bedesingdesing
nyaring sekali, dan serangan pedang ini masih dia selingi dengan
pukulan‐pukulan tangan kiri dengan telapak tangan terbuka, memukulkan
hawa sinkang yang amat kuat. Memang Ouwyang Cin Cu bukan orang
sembarangan. Pertapa Himalaya ini selain pandai sihir, juga memiliki ilmu
silat yang tinggi, tenaga sinkangnya amat kuat dan pedang yang
PART 322
dipergunakannya adalah sebatang pedang tipis dari baja biru yang amat
ampuh. Akan tetapi satu kali ini dia bertemu dengan batunya! Tubuh Sin
Liong berkelebatan dan ke mana pun pedang dan tangan kiri menyerang,
selalu hanya bertemu dengan angin belaka. Dua puluh jurus lebih kakek itu
menyerang bertubi‐tubi sampai napasnya terengah‐engah. Tiba‐tiba Sin
Liong berseru, "Lepas pedang!" "Plakk! Desss.....!!" "Aiiiihhhh....!!" Pedang itu
terlepas dari tangan Ouwyang Cin Cu dan jatuh ke atas tanah mengeluarkan
suara mendencing nyaring. Ternyata bahwa lengan kanan kakek tua itu kena
ditampar oleh jari tangan Sin Liong, mendatangkan rasa nyeri yang amat
hebat, bukan hanya nyeri, akan tetapi juga hawa dingin seolah‐olah
menggigit daging dan urat, membuat tangan kakek itu tidak kuat lagi
memegang pedang. Untung bagi Ouwyang Cin Cu, pada saat pedangnya
terlepas itu, muncul The Kwat Lin dan Kiammo Cai‐li! Bagaikan dua sosok
bayangan *****, dua orang wanita sakti ini sudah menerjang ke depan sambil
meloncat dan terdengar suara melengking tinggi dari mulut Kiam‐mo Cai‐li
ketika dia menyerang berbareng dengan The Kwat Lin yang juga menyerang
tanpa mengeluarkan suara. "Heeeeeeeeeiiiiiiiiitttttttttt!!! Wirwirrr......
singggg..... singggg!!" Pedang payung di tangan Kiam‐m‐ Cai‐li sudah
bergerak menyambar menyusul lengkingannya, juga dibarengi dengan
menyambarnya rambut panjangnya dan kuku tangan kirinya yang sekaligus
menerjang dengan serangan yang amat dahsyat! Namun Sin Liong lebih
memperhatikan sinar pedang merah yang menyambarnya tanpa suara itu
karena dia tahu bahwa pedang Ang‐bwe‐kiam di tangan The Kwat Lin yang
menyambar tanpa suara itu jauh lebih berbahaya dari pada semua serangan
Kiam‐mo Cai‐li yang banyak ribut itu. "Hemmmm...!" Sin Liong mendengus
dan kaki tangannya bergerak menangkis rambut dan kuku, tubuhnya
mencelat menghindari sinar merah pedang The Kwat Lin dan ujung kakinya
yang menendang pergelangan tangan Kiam‐mo Cai‐li berhasil menangkis
tusukan pedang payung. Pada saat itu, dari belakang, menyambar sinar biru
dari pedang Ouwyang Cin Cu yang ternyata telah menyambar pula
pedangnya yang tadi terlepas dan kini ikut mengeroyok. "Ahhh!" Sin Liong
berseru, membiarkan pedang lewat dekat sekali dengan lehernya karena dia
memang sengaja berlaku lambat dan begitu pedang lewat, jari tangannya
menyentil, kuku jari tangannya bertemu batang pedang biru itu. "Tringgggg....
Auuhhh....!" Untuk kedua kalinya, pedang biru itu terlepas dari pegangan
tangan Ouwyang Cin Cu dan kini melayang jauh dan lenyap kedalam semaksemak
! The Kwat Lin dan Kiam‐mo Cai‐li sudah menerjang lagi, akan tetapi
Sin Liong meloncat jauh ke belakang, lalu berkata kepada The Kwat Lin,
"Subo, tungu dulu!" Suaranya halus akan tetapi penuh wibawa sehingga
tanpa disadarinya sendiri, Kiam‐mo Cai‐li menghentikan gerakannya,
memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata penuh cahaya kagum.
Otomatis hatinya tergerak melihat pemuda yang luar biasa ini, pemuda yang
wajahnya mengeluarkan cahaya lembut, sedikit pun tidak membayangkan
kekerasan dan yang memiliki sepasang mata yang aneh dan indah.
"Hemmmm, bocah kurang ajar! Engkau masih ingat bahwa aku adalah
PART 323
Subomu (Ibu Gurumu)!" bentak The Kwat Lin dengan suaranya menyindir
untuk menutupi guncangan hatinya. "Subo adalah isteri Suhu, mana teecu
berani kurang ajar? Kedatangan teecu bersama Sumoi adalah untuk
memenuhi pesan Suhu." Kembali hati The Kwat Lin terguncang penuh rasa
takut dan ngeri, takut kalau‐kalau suaminya yang dia tahu amat sakti itu
muncul di situ. Akan tetapi mendengar bahwa Sin Liong datang memenuhi
pesan suaminya, hatinya lega karena hal itu berarti bahwa suaminya tidak
ikut datang! "Hemm, pesan apakah dari Suhumu?" Sin Liong yang memang
berawatak polos dan tidak suka menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya,
berkata lantang, "Subo, Suhu minta agar supaya semua pusaka Pulau Es yang
Subo bawa pergi, diserahkan kembali kepada teecu untuk teecu kembalikan
ke Pulau Es." Mendengar permintaan ini tanpa menjawab lagi The Kwat Lin
lalu menggerakan pedangnya dan mengirim serangan langsung yang amat
dahsyat. Gerakannya memang cekatan sekali dan pedangnya hanya tampak
sebagai sinar mereh yang meluncur seperti panah api menuju ke arah tubuh
Sin Liong. Pemuda ini kembali mencelat ke belakang berjungkir balik dan
berdiri dengan tenang. "Subo harap dengarkan permintaan teecu. Pusakapusaka
itu tidak boleh di bawa keluar dari Pulau Es. Teecu tidak suka
melawan Subo, akan tetapi kalau Subo tidak mengembalikan pusaka‐pusaka
itu, terpaksa teecu...." "Heiiiiihhh, mampuslah!" bentak The Kwat Lin dan
tubuhnya sudah melayang ke depan dengan cepat seperti seekor burung
garuda terbang menyambar, didahului oleh sinar mereh pedang Ang‐bwekiam
di tangannya. Terpaksa Sin Liong mengelak sambil membalas dengan
totokan tangan kirinya menuju ke pergelangan tangan yang memegang
pedang, namun bekas ibu gurunya itu dengan cepat telah menarik kembali
pedangnya dan melanjutkan serangannya secara bertubi‐tubi dengan jurusjurus
pilihan dari Ngoheng‐kiamsut yang dimainkan oleh The Kwat Lin ini
hebat bukan main karena diperkuat dengan latihan‐ latihannya di Pulau Es di
bawah bimbingan suaminya, Han Ti Ong yang sakti. Juga berkat latihan
sinkangnya di pulau dingin itu, tenaga yang menggerakkan pedang itu pun
amat luar biasa sehingga Angbwe‐ kiam menyambar‐nyambar dengan hawa
dingin yang menyusup tulang lawannya biarpun tubuh belum sampai
tercium pedang. Tubuh Sin Liong lenyap dan yang tampak hanya
bayangannya saja berkelebatan di antara dua sinar pedang itu yang
bergulung‐gulung mengurung dirinya. Pemuda itu terpaksa mengerahkan
seluruh keringanan tubuhnya untuk mengelak dan berloncatan ke sana‐sini,
kemudian mempercepat lagi gerakannya ketika Kiam‐mo Cai‐li sudah
menerjang juga dengan kemarahan meluap karena kejatuhannya tadi
dianggapnya amat memalukan. Tiga orang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi sekali, ketiganya memegang senjata‐senjata pusaka ampuh,
mengeroyok Sin Liong dengan mati‐matian! Bukan main hebatnya
pertandingan mati‐matian itu! Sekali ini, baru sekali inilah, Sin Liong benarbenar
diuji semua hasil jerih payahnya mempelajari ilmu silat tinggi di Pulau
Es. Diuji hasil warisan hampir seluruh ilmu kepandaian Raja Pulau Es Han Ti
Ong yang telah dikuasainya secara matang. Dengan tangan kosong saja dia
PART 324
menghadapi serbuan maut yang dilancarkan secara bertubi‐tubi oleh tiga
orang lawan yang sakti itu. Sebelumnya, dengan tingkat kepandaian Sin Ling
yang sudah luar biasa tingginya, sukar lagi diukur sampai di mana tingkatnya,
dengan mudah dia dapat mengikuti semua gerakan tiga orang lawannya dan
karena itu dia dapat menghindarkan diri dari semua serangan. Dengan
ilmunya mengenal semua dasar gerakan ilmu silat yang dipelajarinya dari
kitab kuno Inti Sari Gerakan Silat, sekali pandang saja dia dapat mengetahui
perkembangan gerakan lawan dan bahkan dengan mudah dapat menirunya.
Akan tetapi ada dua hal yang penting yang membuat dia repot juga
menghadapi pengeroyokan tiga orang lihai itu. Pertama, harus diakui bahwa
biarpun tingkat ilmu silatnya lebih tinggi dan dia memiliki dasar lebih kuat
dan lebih bersih sehingga sinkangnya kuat sekali, namun dia kalah matang
dalam latihan. Usianya masih terlalu muda dan dia belum mengalami banyak
pertandingan, apalagi melawan orang‐orang yang ahli, tidak seperti tiga
orang pengeroyoknya yang telah mempunyai pengalaman banyak sekali
dalam pertandingan silat. Kedua, dan ini merupakan kenyataan yang paling
hebat, adalah bahwa Sin Liong memiliki dasar watak yang halus budi dan
penuh belas kasihan. Wataknya ini membuat dia tidak tega menjatuhkan
pukulan maut, apalagi membunuh lawannya. Andaikata dia tidak memiliki
dasar watak seperti ini, dengan kepandaiannya yang hebat, tentu dia akan
mampu membunuh mereka seorang demi seorang. Tadi pun, kalau dia
menghendaki, tentu Kiam‐mo Cai‐li sudah dapat dia robohkan untuk
selamanya. Kini, menghadapi tiga orang lawan yang mengeroyoknya dan
yang berusaha sungguh‐sungguh untuk membunuhnya, Sin Liong menjadi
repot juga. Apalagi dia hanya mengelak, menangkis, dan kadangkadang
membalas serangan dengan gerakan yang diperlambat dan diperlunak
karena takut kalau‐kalau salah tangan membunuh orang. Dengan demikian,
dia lebih banyak diserang daripada balas menyerang. Seratus jurus telah
lewat dan pemuda yang luar biasa ini belum juga dapat dikalahkan oleh para
pengeroyoknya. Hal ini membuat mereka bertiga menjadi penasaran, marah
dan malu sekali. Biarpun di tempat itu tidak ada orang lain kecuali para anak
buah mereka yang kini mulai bermunculan dan mengurung tempat itu,
orang‐orang katai dan juga para anak buah Rawa Bangkai, namun tiga orang
itu tentu saja merasa malu bahwa mereka bertiga maju bersama dengan
senjata lengkap sampai seratus jurus tidak mampu membekuk atau
menewaskan seorang pemuda yang bertangan kosong! The Kwat Lin yang
selama ini merasa bahwa dia tidak menemukan tandingan, biarpun tahu
betapa lihainya murid bekas sumoinya ini, namun dia telah dibantu oleh dua
orang pandai dan belum juga dapat menang, maka dia merasa penasaran
sekali. Kiam‐mo Cai‐li yang selama ini terkenal sebagai datuk kaum sesat
yang lihai, selama hidupnya baru sekali ini dia mengeroyok seorang pemuda
dengan dua orang teman yang kepandaiannya lebih tinggi dari dia sendiri,
maka dia pun penasaran.Terutama sekali Ouwyang Cin Cu. Sebelum ini sukar
membayangkan bahwa dia, yang memiliki ilmu‐ilmu luar biasa, akan
mengeroyok seorang pemuda seperti itu. Hal ini benar‐benar menyakitkan
PART 325
hati dan menghancurkan kebanggaan hati mereka akan ilmu kepandaian
mereka masing‐masing yang sudah terkenal di dunia kang‐ouw. "Pemuda
s3tan, mampuslah!!" Ouwyang Cin Cu berteriak keras, pedang birunya untuk
ke sekian lainya menyambar ganas ke arah leher Sin Liong, sedangkan tangan
kirinya mencengkeram ke arah perut. Pada saat itu, Sin Liong baru saja
menyingkirkan pedang di tangan The Kwat Lin yang menyambar kakinya
dengan cara menendang pergelangan tangan bekas ibu gurunya itu sehingga
The Kwat Lin terpaksa menarik kembali pedangnya dan meloncat ke
samping. "Hiaaaaaattttt!!" Kiam‐mo Cai‐li yang sudah memuncak
kemarahannya itu pun membarengi serangan Ouwyang Cin Cu dari belakang,
kukunya mencengkeram ke arah punggung Sin Liong sedangkan pedang
payungnya berputar‐putar mengancam tengkuk. Dalam detik berbahaya itu
Sin Liong maklum akan datangnya ancaman maut dari depan dan belakang.
Tiba‐tiba dia berteriak, tubuhnya melesat ke atas dan tak dapat dicegah lagi,
pedang payung bertemu dengan pedang biru. "Cringgggggg.....!!" Pada saat
itulah Sin Liong yang mencelat ke atas itu bergerak cepat bukan main,
tubuhnya sudah berjungkir balik, menukik turun dan kedua tangannya
menyambar seperti sepasang garuda. "Plak! Plak!" Ouwyang Cin Cu dan
Kiam‐mo Cai‐li mengeluh. Kakek itu terhuyung dan memuntahkan darah
segar, sedangkan Kiam‐mo Cai‐li terguling‐guling, kemudian meloncat berdiri
dengan muka pucat. Baju di pundak ke dua orang sakti ini robek terkena
tamparan tangan Sin Liong! "Orang muda, lihat ini....!!" Tibatiba Ouwyang Cin
Cu berseru aneh sekali, pedang birunya diputar‐putar merupakan sinar biru
bergulunggulung di depannya. Sin Liong mengira bahwa kakek itu akan
menyerangnya atau akan menggunakan senjata rahasia, maka dia
memandang penuh perhatian. Terkejutlah dia ketika sekali memandang,
berarti sekali menuruti kata‐kata kakek itu, dia merasa betapa pandang
matanya sukar dialihkan lagi dari gulungan sianr biru itu! "Orang muda,
engkau telah lelah, mengasolah.... duduklah kau.....!" kembali suara kakek itu
mendengung dengan aneh dan mendatangkan pengaruh yang ajaib. Sin Liong
menggoyang‐goyang kepalanya, berusaha mengusir pengaruh yang
memaksanya untuk duduk itu. Seketika dia merasa tubuhnya lelah bukan
main. Dia maklum bahwa kakek itu kembali menggunakan ilmu hitamnya
dan kesadaran ini mendatangkan kekuatan kepada dirinya. Dia mengerahkan
sinkangnya untuk menolak pengaruh itu sehingga tubuhnya kadang‐kadang
diserang kelelahan, kemudian lenyap lagi, datang lagi seolah‐olah terjadi
"pertandingan" yang tidak tampak. Akan tetapi, karena terlalu mencurahkan
perhatiannya kepada kakek yang menyerangnya dengan sihir, dan
menggunakan sinkangnya untuk melawan pengaruh aneh itu, perhatian Sin
Liong terhadap dua orang lawan lainya menjadi berkurang banyak. Dua
orang wanita itu tentu saja tidak mau menyia‐nyiakan kesempatan baik ini.
Melihat betapa pemuda itu kelihatan bengong dan menghentikan
gerakannya, Kiam‐mo Cai‐li cepat menyerang, akan tetapi dia didahului oleh
The Kwat Lin yang sudah menusukkan Ang‐bwe‐kiam ke arah lambung Sin
Liong, disusul oleh tusukan pedang payung dan cengkeraman kuku tangan
PART 326
kiri Kiam‐mo Cai‐li, kemudian disusul oleh hantaman tangan kiri The Kwat
Lin yang mengandung imkang amat dahsyatnya. Ketika merasa adanya angin
yang menyambar‐nyambar menyerangnya, Sin Liong berusaha mengelak.
Dengan kedua tangannya yang melakukan gerakan membalik, dia dapat
memukul tangan Kiam‐mo Cai‐li dan The Kwat Lin yang memegang pedang
dan gerakannya ini hebat bukan main sehingga kedua wanita itu memekik
dan pedang mereka terlepas dari pegangan! Akan tetapi, kuku jari tangan
Kiam‐mo Cai‐li yang beracun itu berhasil mencengkeram pundak dekat
tengkuk Sin Liong dan pada saat yang hampir sama, tangan kiri The Kwat Lin
menghantam punggungnya dengan hebat. "Plakk! Dessss....!!" Tubuh Sin
Liong terguling, cengkeraman kuku tangan Kiam‐mo Cai‐li belum tentu akan
dapat merobohkan karena secara otomatis hawa sinkang di tubuhnya
melindungi tempat yang dicengkeram, akan tetapi hantaman tangan kiri The
Kwat Lin yang mengandung tenaga im‐kang yang dingin itu terlalu keras bagi
Sin Liong yang pada saat itu sedang mencurahkan tenaga melawan sihir
Ouwyang Cin Cu. Dia masih terlindung oleh sinkangnya yang otomatis
sehingga tidak mengalami luka dalam yang terlalu parah, akan tetapi
guncangan yang hebat akibat pukulan itu membuat dia pingsan! Melihat
pemuda yang membuatnya malu dan penasaran itu sudah roboh pingsan,
dengan gemasnya ouwyang Cin Cu meloncat dekat, mengangkat tangan
kirinya menghantam ke arah ubun‐ubun kepala Sin Liong untuk
membunuhnya. "Wuuuuuttt... plakk! Ehhhh? Kiam‐mo Cai‐li, mengapa kau
menangkis dan melindunginya?" Ouwyang Cin Cu membentak kaget dan
melotot memandang kepada kekasih barunya ini. Kiam‐mo Cai‐li tersenyum
penuh arti, matanya yang indah itu dengan lirikan yang memikat. "Sayang
sekali kalau dibunuh begitu saja!" katanya sambil mengusap dagu Sin Liong
yang masih pingsan. "Dia adalah sin‐tong, kalau aku bisa mendapatkan dia,
manfaatnya melebihi seratus orang jejaka lain...." "Huh, kau memang *****!"
Ouwyang Cin Cu mencela akan tetapi tidak berani turun tangan lagi. "Tidak,
dia harus dibunuh! kalau dibiarkan hidup berbahaya sekali, akan tetapi juga
jangan sampai ada bekasnya, jangan sampai ada yang tahu bahwa kita yang
membunuhnya. Kita lempar dia di sumur ular, juga gadis itu. Mereka berdua
harus mati, akan tetapi tidak boleh meninggalkan jejak!" "Ah, ya.... gadis
itu....!" Ouwyang Cin Cu yang teringat kepada gadis berpunggung putih mulus
itu segera berlari ke dalam guha terowongan untuk mencari Swat Hong.
Tentu saja dia tidak akan membunuh gadis itu begitu saja sebelum
melakukan kecabulan yang sama seperti yang berada di dalam benak Kiammo
Caili! Akan tetapi tak lama kemudia dia kembali dengan muka berubah.
"Dia.... dia tidak ada!" "Apa....?" The Kwat Lin berseru dengan muka pucat.
"Kalau begitu..... lekas kita lemparkan dia ini ke sumur ular kemudian cari
gadis itu sampai dapat....! The Kwat Lin sendiri menggotong tubuh Sin Liong
yang masih pingsan itu dan beramai mereka menuju ke sebuah sumur di
dalam guha terowongan. Sumur ini lebarnya hanya satu setengah meter,
dalamnya sukar diukur karena amat gelap dan dari atas orang dapat
menangkap suara mendesis‐desis karena sumur itu penuh dengan ular‐ular
PART 327
berbisa. Hawa yang memuakkan dapat tercium dari atas, bau yang harum
aneh bercampur amis. Tanpa ragu‐ragu lagi The Kwat Lin melemparkan
tubuh yang pingsan itu ke dalam sumur. Mereka semua menanti, ingin
mendengar keluhan atau rintihan atau pekik ketakutan dari pemuda yang
diberikan kepada ular‐ular berbisa itu. Namun tidak terdengar sesuatu dan
mereka menganggap bahwa tentu pemuda yang pingsan itu tidak sadar
kembali dan terus mati karena dikeroyok ular dalam keadaan pingsan.
"Cepat kerahkan orang untuk mencari gadis itu!" The Kwat Lin berkata, dan
sibuklah mereka semua mencari Swat Hong, namun sampai habis seluruh
lorong terowongan itu dijelajahi dan sampai jauh di luar, di sekitar Rawa
Bangkai, tetap saja tidak tampak bayangan gadis itu yang seolah‐olah lenyap
ditelan bumi! "Heran sekali, tadi ketika ditinggalkan pemuda itu, dia masih
pingsan!" kata Ouwyang Cin Cu ketika mereka bertiga kembali berkumpul di
dalam guha di depan sumur ular. "Kenapa kau pucat sekali? Gadis itu tidak
terlalu berbahaya kukira. Andaikata dia berhasil melarikan diri, biarkan dia
datang. Pemuda itu yang lebih hebat pun dapat kita basmi," kata Kiam‐mo
Cai‐li ketika melihat betapa The Kwat Lin nampak ketakutan dan mukanya
pucat. "Aihhh... kau tidak tahu....! Lenyapnya Swat Hong begitu aneh...., aku
takut kalau‐kalau...." "Mengapa? Apa yang perlu ditakuti?" Ouwyang Cin Cu
juga berkata. "Kalau ayahnya yang datang, kita celaka. Baru muridnya saja
sudah demikian sukar dilawan, apalagi Gurunya..." "Bekas suamimu?" Kiammo
Cai‐li bertanya. "Raja Pulau Es?" Ouwyang Cin Cu juga berkata sambil
menengok ke kanan kiri, karena gentar juga mendengar tentang guru
pemuda luar biasa tadi. "Kalau begiu, sebaiknya kita cepat mengunjungi utara
dan menghadap An ***‐goanswe," kata Kiam‐mo Cai‐li. "Benar, kalau terlalu
lama, tentu aku akan ditegur. Beliau telah menanti‐nanti!" kata pula Ouwyang
Cin Cu karena kini hatinya gentar sekali seperti halnya Kiam‐mo Cai‐li.
"Memang sebaiknyakita pergi hari ini juga. Akan tetapi hatiku belum puas
kalau belum yakin benar akan kematian Sin Liong. Pemuda itu terlalu
berbahaya dan lihai, siapa tahu dia masih belum mati di dalam sana."
"Aiihhhh, siapa dapat hidup di lempar ke dalam sumur yang penuh ular
berbisa itu?" Ouwyang Cin Cu berkata sambil bergidik karena dia merasa
ngeri juga memikirkan hal itu. Kiam‐mo Cai‐li tertawa. "Thelihiap, mengapa
khawatir? Aku sebagai pemilik tempat ini mengerti betul bahwa sumur itu
merupakan sumur maut. Entah sudah berapa banyak..... eh, orang‐orang yang
kulempar ke situ dan tidak pernah ada yang dapat hidup kembali. Sumur itu
dahulunya memang merupakan sarang ular‐ular berbisa, kemudian
kutambah lagi dengan ratusan ekor ular berbisa lain. Kurasa jangankan baru
pemuda itu, biar dewa sekalipun kalau terjatuh ke dalam sumur itu tentu
PART 328
mampus!" Dan memang apa yang diceritakan oleh wanita ini benar. Sudah
banyak pria yang dia lempar ke dalam sumur itu, yaitu para pria yang
diculiknya dan menjadi korban nafsu berahinya. Setelah dia merasa bosan,
para korban itu dilempar ke dalam sumur menjadi mangsa ular‐ular berbisa.
"Betapapun juga,aku masih belum yakin benar, Cai‐li." "Kalau begitu, kita
runtuhkan saja guha ini agar sumur tertutup dan tidak ada jalan keluar lagi
baginya andaikata dia benar masih hidup." Ouwyang Cin Cu memberikan
usulnya. "Memang baik sekali begitu," kata The Kwat Lin. Kiam‐mo Cai‐li
setuju dan mengerahkan semua anak buah Rawa Bangkai, juga orang‐orang
katai untuk meruntuhkan guha itu sehingga sumur ular itu tertutup oleh
batu‐batu besar dan tidak ada jalan keluar dari tempat yang terpendam batubatu
besar itu. Kemudian bergegas tiga orang ini mengajak anak buah
mereka meninggalkan Rawa Bangkai dan diam‐diam secara terpencar,
mereka melakukan perjalanan ke utara untuk membantu pergerakan
Jenderal An Lu Shan yang sudah mulai mempersiapkan kekuatannya untuk
menyerbu kota raja.
Ke manakah perginya Swat Hong? Apakah dia berhasil siuman dan sempat
melarikan diri? Tidak mungkin, Andaikata dia siuman dan melihat Sin Liong
dikeroyok, dia pasti akan membantu suhengnya itu, kalau perlu sampai mati
bersama. Bukan watak Swat Hong untuk melarikan diri, menyelamatkan
dirinya sendiri apalagi suhengnya terancam bahaya. Tidak, ketika
pertolongan tiba, dara ini masih dalam keadaan pingsan. Ketika Sin Liong lari
mengejar Ouwyang Cin Cu, muncullah seorang kakek tua renta yang
bercaping lebar, berdiri memandang Han Swat Hong samabil menggelenggelengkan
kepalanya. Kemudian dia menghampiri dara itu, membetulkan
bajunya yang lepas, lalu memanggul tubuh gadis yang pingsan itu keluar dari
dalam guha dengan gerakan yang cepat sekali. Setelah berada di dalam
sebuah hutan yang jauh di luar daerah Rawa Bangkai, kakek itu berhenti,
menurunkan Swat Hong dan mengurut tengkuk gadis itu beberapa kali, Swat
Hong membuka matanya dan melihat seorang kakek tua renta, akan tetapi
hampir dia jatuh lagi karena tubuhnya masih lemah. "Duduklah dulu, engkau
masih pening dan lemah." Suara ini sedemikan halusnya sehingga mengelus
hati Swat Hong yang menjadi tenang dan sabar kembli. Dia duduk,
memejamkan mata sebentar mengusir kepeningannya, lalu mengangkat
muka memandang kakek yang berdiri didepannya sambil tersenyum itu.
"Kau.... kau siapakah....?" "Anak baik, apakah benar namamu Han Swat Hong?"
Swat Hong terbelalak lalu mengangguk. "Apakah kau datang dari Pulau Es?"
Kembali Swat Hong terkejut dan terheran, akan tetapi untuk kedua kalinya
dia mengangguk. "Kau.... kau siapakah....?" "Hemmm.... kalau begitu Ibumu
adalah Liu Bwee dan ayahmu Han Ti Ong?" Swat Hong tak dapat menahan
keheranan hatinya. "Bagaimana engkau bisa tahu?" kakek itu tersenyum,
memperlihatkan mulut yang sudah tak bergigi lagi. "Mengapa tidak tahu
kalau Han Ti Ong itu adalah cucuku?" "Ouhhh...!" Swat Hong terbelalak
PART 329
sebentar, kemudian cepat menjatuhkan diri berlutut. Kiranya dia berhadapan
dengan Kong‐couwnya (kakek buyut) yang pernah dia dengar telah
meninggalkan Pulau Es sebagai seorang pertapa! Kini mengertilah dia bahwa
kakek buyutnya ini telah menolongnya. "ha‐ha‐ha, kebetulan saja aku
mendengar pemuda itu memanggil‐manggilmu sehingga aku tertarik akan
She Han yang diteriakkannya. Melihat engkau berada dalam bahaya, aku
segera membawamu keluar dari guha ke tempat ini." "Saya menghaturkan
terima kasih atas pertolongan Kong‐couw... akan tetapi, di mana Suheng?"
"Hemm, pemuda yang lihai itu, dia Suhengmu?" "Benar, Kong‐couw, dia
adalah murid Ayah." "Ahh, dia terlalu berbahaya keadaannya. Kau
beristirahatlah di sini, pulihkan tenagamu, aku akan kembali ke sana dan
melihat keadaannya." Swat Hong mengangguk dan kakek itu berkelebat pergi
dari situ. Swat Hong merasa kagum sekali. Kakek buyutnya itu sudah tua
sekali, tentu lebih dari seratus tahun usianya namun gerakannya masih
demikian ringan dan cepat. Hatinya merasa lega melihat kakeknya itu pergi
untuk menolong Sin Liong, maka dia lalu duduk bersila dan mengatur
pernapasannya untuk memulihkan tenaganya. Samar‐samar teringatlah dia
akan peristiwa di dalam guha dan mukanya terasa panas sekali. Teringatlah
dia betapa dia telah menjadi seperti gila di dalam guha itu, ketika suhengnya
mengobatinya dan mengusir hawa beracun dari tubuhnya. Kalau dia
membayangkan peristiwa itu..... betapa dia tanpa malu‐malu memeluk
suhengnya, menciumnya.... ah, dia bisa mati karena malu! Namun semua itu
hanya teringat seperti dalam mimpi saja, bayang‐bayang suram dan dia
sendiri masih tidak percaya apakah peristiwa itu benar‐benar terjadi,
ataukah hanya dalam mimpi belaka? Kalau sungguh terjadi betapa malunya!
Dan agaknya tidak mungkin dia berani melakukan hal itu, sungguhpun di
sudut hatinya memang terdapat suatu kerinduan yang hebat terhadap
suhengnya. Akan tetapi siapa tahu, di dalam guha yang aneh itu. Aihh, kalau
benar‐benar telah terjadi hal itu , betapa dia dapat bertemu muka dengan
suhengnya? Karena pikiran dan hatinya tak pernah berhenti bekerja dan
melamun, waktu berlalu dengan amat cepatnya sampai tidak terasa oleh
Swat Hong bahwa kakek buyutnya telah pergi setengah hari lamanya! Baru
dia sadar kembali dan teringat akan kakek ini setelah kakek itu datang
kembali ke situ tahu‐tahu sudah duduk di dekatnya, menghapus keringat dari
dahi yang berkeriput itu. "Aihh...!" Kakek itu menarik napas panjang sambil
memandang Swat Hong yang sudah membuka mata dan memandang kakek
itu dengan penuh pertanyaan. "Bagaimana, Kong‐couw? Mana Suheng?"
Kembali kakek iru menarik napas panjang dan menggeleng‐geleng
kepalanya. "Mereka sungguh jahat, Suhengmu biar lihai tidak dapat melawan
kelicikan dan kecurangan mereka. Suhengmu tertangkap dan.... terbunuh...."
Sepasang mata itu terbelalak, mukanya pucat sekali. "Terbunuh? Suheng....
terbunuh....?" "Ya, dilempar ke dalam sumur ular...." "Aahhhh....!" Swat Hong
menjadi lemas dan tentu akan roboh kalau tidak di sambar oleh kakek itu.
Dara itu pingsan dengan muka pucat sekali. Kakek itu merebahkannya dan
mengerutkan alisnya, merasa kasihan sekali karena dia dapat menyelami
Share This Thread