Page 26 of 28 FirstFirst ... 1622232425262728 LastLast
Results 376 to 390 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #376

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 375
    Sam, kakek yang menjadi murid kepala Tee‐tok itu yang menceritakan bahwa
    Tee‐tok bersama puterinya telah beberapa pekan pergi turun gunung dan
    bahwa selama itu tidak ada tamu, juga tidak ada Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki
    seperti yang ditanyakan oleh gadis itu. Swat Hong mengerutkan alisnya.
    Hatinya mulai bertanya‐tanya. Celaka, pikirnya, jangan‐jangan dia telah salah
    memilih orang untuk dipercaya menyelamatkan Pusaka Pulau Es! Janganjangan
    dua orang muda itu sengaja melarikan pusaka‐pusaka itu dan
    bersembunyi! Timbul kecurigaan yang diikuti kemarahan di hatinya, dan
    berbareng dengan perasaan ini timbul pula semangatnya yang tadinya amat
    menurun itu. Hidupnya masih perlu dan ada gunanya, setidaknya dia harus
    menyelamatkan pusaka‐pusaka itu agar tidak terjatuh ke tangan orang lain!
    Perasaan marah dan khawatir ini mendatangkan perasaan bahwa dia masih
    amat dibutuhkan untuk hidup terus. Sambil menahan kemarahannya, dia
    berkata kepada murid kepala Tee‐tok itu, "Andaikata ada datang Bu Swi Nio
    dan Liem Toan Ki, harap minta kepada mereka untuk menanti saya di sini.
    Dua bulan lagi saya akan kembali menemui mereka." Ang‐in Mo‐ko Thio Sam
    yang sudah mengetahui kelihaian dara yang pernah menggegerkan Awan
    Merah ini, mengangguk‐angguk. Kemudian Swat Hong meninggalkan Puncak
    Awan Merah untuk mengambil jalan kembali ke jurusan kota raja untuk
    mencari kalau‐kalau dua orang muda itu dapat berjumpa dengannya di jalan.
    Namun semua perjalanannya sia‐sia belaka. Dua bulan kemudian, kembali
    dia tiba di Puncak Awan Merah dan untuk kedua kalinya Ang‐in Mo‐ko (Iblis
    Tua Awan Merah) menyatakan penyesalannya bahwa dua orang muda yang
    dicari itu belum juga datang, bahkan gurunya juga belum pulang. "Saya malah
    merasa gelisah juga memikirkan Suhu." kata kakek itu. "Keadaan di manamana
    sedang ribut dengan perang, akan tetapi Suhu pergi begitu lamanya
    belum juga pulang." Swat Hong menahan kemarahannya. Tidak salah lagi,
    pikirnya. Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki tentu berlaku khianat, menginginkan
    pusaka‐pusaka itu untuk diri mereka sendiri. Aku harus mencari mereka dan
    selain merampas kembali pusaka, juga akan kuhajar mereka! Dia berpamit
    lalu pergi lagi, di sepanjang jalan dia memaki‐maki Bu Swi Nio yang
    dipercaya. "Dasar murid iblis betina itu," gerutunya. "Gurunya sudah mati,
    kini muridnya yang menyusahkan aku!" Mulailah Swat Hong mencari‐cari
    kedua orang itu tanpa hasil. sampai dua tahun dia berkelana mencari‐cari
    kedua orang muda itu namun anehnya, tidak ada seorang pun manusia yang
    tahu akan mereka. Akhirnya timbullah pikirannya bahwa sangat boleh jadi
    Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki yang tadinya adalah anak buah An Lu Shan yang
    kini membalik dan berkhianat itu takut kepada pembalasan pemerintah baru
    dan telah lari mengungsi ke barat, ke Secuan. Sangat boleh jadi! Pikiran ini
    membuat dia mengambil keputusan dan berangkatlah dia ke Secuan. Sambil
    mencari pusaka, dia pun ingin membantu Kaisar yang kabarnya sedang
    menyusun kekuatan untuk menyerang dan merebut kembali tahta kerajaan.
    Sebaliknya klau dia membantu, pikirnya. Selain untuk mengisi kekosongan
    hidupnya, juga sekalian untuk mencari Bu Swi Nio an Liem Toan Ki, juga
    untuk menghancurkan semua kaki tangan An Lu Shan termasuk Ouwyang Cin

  2. Hot Ad
  3. #377

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 376
    Cu, dan juga mengingat bahwa ayahnya adalah seorang keturunan pangeran
    atau raja muda, maka sebenarnya dia masih berdarah bangsawan dan masih
    ada hubungan darah dengan keluarga kaisar sehingga sepatutnyalah kalau
    dia membantu. Sementara itu, di ibu kota yang telah diduduki An Lu Shan, di
    dalam istana di mana An Lu Shan mengangkat diri sendiri menjadi raja,
    terjadilah hal‐hal yang hebat! An Lu Shan sendiri masih melanjutkan
    wataknya yang kasar dan mau menang sendiri. Satu di antara kesukaannya
    adalah wanita, maka begitu dia berhasil, tak pernah berhenti setiap malam
    dia berganti wanita mana saja yang dipilih dan ditunjuknya, tidak peduli
    wanita itu masih gadis atau isteri orang lain sekalipun! pada suatu malam,
    dalam keadaan mabok dan sedang gembiranya, An Lu Shan lupa diri dan
    dalam keadaan setengah sadar dia memasuki kamar mantu perempuannya
    yang sudah lama sekali dia rindukan secara diam‐diam. Kalau sadar dan tidak
    mabok, dia masih menahan hasrat hatinya. Akan tetapi malam itu, dalam
    keadaan mabok, dia tidak mempedulikan apa‐apa lagi dan memasuki kamar
    mantunya! Tidak ada seorang pun manusia di dalam istana yang berani
    melarang, dan pada saat itu, putera An Lu Shan sedang tidak berada di situ.
    Dengan penuh perasaan duka dan ketakutan, mantu yang muda dan cantik
    jelita itu tidak kuasa menolak atau memberontak, sambil menangis dia
    terpaksa membiarkan dirinya dipeluk dan diciumi mertua yang mabok itu.
    Dengan suara lirih dan membujuk dia masih berusaha mengingatkan An Lu
    Shan, namun seorang laki‐laki yang tidak hanya mabok arak, melainkan juga
    mabok cinta berahi, tidak mempedulikan apa pun. wanita hanya dapat
    merintih dan menangis, diseling suara ketawa gembira dari An Lu Shan.
    Ketika pintu kamar itu dengan paksa dibuka dari luar oleh pangeran, An Lu
    Shan telah tidur mendengkur kelelahan dengan muka merah karena banyak
    arak, sedangkan isteri pangeran itu menangis terisak‐isak, berlutut di atas
    lantai. Pangeran itu menjadi mata gelap, pedang dicabut dan sekali meloncat
    dia telah menikam dada ayahnya sendiri. "Crappp....!" "Auhhh.... haiii.... kau....
    kau.....?" An Lu Shan yang bertubuh kuat itu, biarpun pedang telah menembus
    dadanya, masih dapat meloncat dan memcengkeram ke arah puteranya. Akan
    tetapi pangeran yang sudah mata gelap itu mengelak, kakinya menendang
    sehingga An Lu Shan terdorong jatuh, membuat pedang itu masuk makin
    dalam. Dia berkelojotan dan tak bergerak lagi! "Tangkap pembunuh.....!!"
    teriakan ini keluar dari mulut Shi Su Beng yang bersama dengan Han Bu Ong
    sudah lari ke dalam kamar. Shi Su Beng menggerakan pedangnya dan
    terdengar teriakan mengerikan ketika pangeran itu roboh pula di dekat
    mayat ayahnya dalam keadaan tak bernyawa pula karena lehernya hampir
    putus terbabat pedang Pangeran Shi Su Beng! Gegerlah seluruh istana. rapat
    kilat diadakan dan Shi Su Beng yang dianggap membela Kaisar itu
    mempergunakan kesempatan ini untuk merampas kedudukan Kaisar! Dalam
    keadaan kacau balau itu, Shi Su Beng mengangkat diri sendiri sebagai raja
    dan Han Bu Ong menjadi raja muda pembantunya yang setia! Hanyalah
    mereka berdua saja yang tahu bahwa semua peristiwa itu memang
    digerakkan oleh mereka berdua! Shi Su Beng yang membangkitkan berahi An

  4. #378

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 377
    Lu Shan terhadap mantu perempuannya, bahkan di dalam mabok, Shi Su
    Beng yang membujuk supaya Kaisar baru itu memasuki kamar dengan
    mengatakan bahwa di dalam kamar itu dia telah menyediakan seorang
    wanita cantik mirip mantunya itu untuk An Lu Shan! Dan selagi An Lu Shan
    yang mabok itu menggagahi mantunya sendiri, diam‐diam Han Bu Ong
    menghubungi pangeran dan membisikan bahwa ada penjahat memasuki
    kamarnya. Maka terjadilah seperti apa yang telah direncanakan oleh mereka
    berdua, yaitu kematian An Lu Shan di tangan puteranya sendiri dan
    kemudian kematian pangeran di tangan Shi Su Beng. Terjadilah perubahan
    besar‐besaran di kota raja, pergantian kekuasaan dan kembali Han Bu Ong
    berhasil mengangkat dirinya sendiri seperti yang dicita‐citakan ibunya, yaitu
    menjadi seorng pangeran yang berkuasa, jauh lebih berkuasa dari pada di
    waktu ibunya masih hidup, yaitu menjadi tangan kanan penguasa baru yang
    menjadi sekutunya! Akan tetapi, jatuhnya An Lu Shan dan berpindahnya
    kekuasaan di tangan Shi Su Beng, masih saja belum meredakan keteganganketegangan
    di kota raja akibat perebutan kekuasaan. Seperti biasa penguasa
    baru mengangkat teman‐temannya sendiri menduduki jabatan tinggi,
    melakukan penggeseran‐penggeseran sehingga menimbulkan dendam dari
    kawan‐kawan yang berbalik menjadi lawan. Dalam keadaan seperti itu, kacau
    rencana perebutan kekuasaan, kalau perlu dengan cara halus maupun kasar,
    para pemberontak yang kini memegang tampuk kerajaan itu menjadi lalai.
    Mereka terlalu memandang rendah Kaisar yang telah melarikan diri ke
    Secuan, menganggap keluarga Kaisar lama itu sudah jatuh benar‐benar.
    Kesibukan untuk kepentingan ambisi pribadi membuat mereka lengah dan
    kurang memperhatikan pertahanan sehingga mereka tidak tahu betapa
    Kaisar dan keluarganya di Secuan telah membentuk kekuatan baru untuk
    melakukan pembalasan! Kaisar Tua Hian Tiong, yang hancur lahir batinya
    karena bukan hanya mahkota kerajaan dirampas oleh pemberontak An Lu
    Shan, akan tetapi terutama sekali karena selirnya tercinta, Yang Kui Hui,
    harus mati digantung oleh keputusannya sendiri, setibanya di Secuan,
    menjadi seorang kakek yang patah semangat dan selalu tenggelam dalam
    duka cita. Dalam keadaan mengungsi itu, di Secuan, keluarga kaisar dan para
    pengikutnya yang masih setia, menerima keputusan Kaisar Tua untuk
    mengangkat Kaisar baru, yaitu putera mahkota yang bergelar Su Tiong. Pada
    waktu itu sisa pasukan pemerintah yang telah kalah perang terhadap An Lu
    Shan, di bawah pimpinan Panglima Besar Kok Cu I, telah menyusul pula ke
    Secuan. Kaisar Su Tiong lalu menghimpun kekuatan dari rakyatnya di daerah
    Secuan, dan minta bantuan kepada negara‐negara tetangga yang bersahabat.
    Maka terkumpullah pasukan‐pasukan campuran yang terdiri dari bermacam
    suku, bahkan terdapat pula bangsa Turki, Tibet, dan kemudian sekali datang
    pula bala bantuan dari pasukan Arab yang dikirim sebagai tanda bersahabat
    oleh Kalipu. Pasukan‐pasukan itu disusun menjadi barisan besar dan diberi
    latihan‐latihan berat dalam persiapa kaisar Su Tiong untuk merampas
    kembali kerajaannya, Kok Cu I. Tidak ada hal penting terjadi selama
    perjalanan Swat Hong menuju ke Secuan. Gadis yang dahulu berwatak

  5. #379

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 378
    periang dan jenaka itu, yang wajahnya selalu berseri dan gembira, kini
    menjadi pendiam dan ada garis‐garis dan bayangan muram di wajahnya yang
    tetap cantik jelita walaupun tidak pernah bersolek. Perantauan selama dua
    tahun mencari‐cari pusakanya yang hilang tanpa hasil itu membuat dia
    merasa berduka dan juga penasaran sekali. Di dalam hatinya di berjanji
    bahwa dia takkan pernah berhenti mencari sebelum mendapatkan pusaka
    Pulau Es itu. Dalam perantauannya itu dia mendengar pula tentang kematian
    An Lu Shan dan puteranya. Ketika dia tiba di Secuan, pada waktu itu Kaisar
    yang baru, yaitu Kaisar Si Tiong, memang sedang menyusun tenaga di bawah
    pimpinan Panglima Besar Kok Cu I sendiri. panglima Kok ini menyebar para
    pembantunya, yaitu panglima‐panglima bawahan di seluruh daerah Secuan
    untuk menerima dan mendaftar para sukarelawan yang hendak masuk
    menjadi tentara. Seorang di antara bawahannya yang bertugas
    mengumpulkan bala bantuan bahkan menghubungi orang‐orang asing dari
    barat ini adalah Panglima Bouw Kiat. Panglima inilah yang telah berjasa
    menghubungi orang‐orang Arab sehingga akhirnya Kaliphu (yang kuasa di
    Arab) sendiri mengirim pasukan bala bantuan. Bouw Kiat berkedudukan di
    sebuah dusun daerah selatan dan di sini dia menyusun pasukannya sambil
    menjamu pasukan dari Arab yang sebagian kecil sebagai pasukan pelopor
    telah tiba di situ. panglimaKok Cu I yang cerdik memisah‐misahkan para
    pasukan asing yang membantunya agar menjauhkan terjadinya bentrokan.
    Pasukan bantuan dari Turki berada di utara, dari Tibet berada di selatan dan
    dari timur adalah pasukan yang terdiri dari bermacam‐macam suku bangsa.
    Pada suatu hari, Swat Hong tiba di daerah yang dikuasai oleh Panglima Bouw
    Kiat inilah. Dara ini merasa heran ketika melihat ada banyak tentara asing
    yang bertubuh jangkung, bersikap gagah dan berkulit coklat gelap, bermata
    tajam dan bercambang bauk berkeliaran di daerah itu. Di tengah jalan, dia
    melihat seorang laki‐laki asing yang tinggi besar dan gagah, memegang
    gandewa dan akan panah dikelilingi prajurit‐prajurit Han dan Arab sambil
    tertawa‐tawa. Laki‐laki berusia tiga puluh tahun lebih yang gagah itu berkata
    dalam bahasa Han yang kaku, "Lihat burung‐burung itu! Aku akan
    menurunkannya sekaligus tiga ekor. Yang mana kalian pilih?" Swat Hong
    tertarik , berhenti dan memandang ke atas. Diam‐diam dia terkejut dan
    menganggap orang itu sombong. Mana bisa menjatuhkan burung‐burung
    yang terbang begitu tinggi sekaligus tiga ekor kalau orang ini bukan seorang
    ahli panah yang sakti? "Tiga ekor dari depan!" terdengar teriakan. "Tidak,
    yang paling belakang adalah paling sukar!" kata orang lain. Perwira bangsa
    Arab itu tersenyum dan tampaklah giginya yang rata dan putih berkilauan,
    kumisnya bergerak‐gerak. "Biar kujatuhkan dua terdepan dan burung
    terakhir!" Kelompok burung yang terbang tinggi sudah tiba tepat di atas
    mereka. Perwira itu memasang tiga batang anak panah pada gendewanya,
    lalu menarik tali gendewa . Terdengar suara menjepret dan meluncurlah tiga
    batang anak panah seperti tiga sinar berkilauan ke atas. Dari bawah tidak
    kelihatan bagaimana burungburung itu terkena anak panah, namun jelas
    tampak betapa dua ekor burung terdepan dan seekor paling belakang tiba

  6. #380

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 379
    tiba runtuh ke bawah. Ketika tiga ekor burung itu jatuh ke tanah dan semua
    orang melihat bahwa dada burung itu tertusuk anak panah, mereka bersorak
    dan bertepuk tangan memuji. "Boleh juga dia," pikir Swat Hong sungguhpun
    dia maklum bahwa kepandaiannya memanah seperti itu hanyalah berguna
    untuk pertempuran jarak jauh dan sama sekali tidak ada artinya untuk
    pertandingan berdepan. Tentu kalah cepat oleh am‐gi (senjata rahasia)
    seperti jarum, paku, piauw dan lain‐lain. "Hai, Nona! Tepuk tangan untuk
    kelihaian Perwira Ahmed!" Tiba‐tiba ada seorang laki‐laki menegur Swat
    Hong. Laki‐laki ini adalah seorang perajurit Han dan sambil menyeringai dia
    bertepuk tangan dan mendesak Swat Hong untuk ikut bertepuk tangan. JILID
    23 Akan tetapi Swat Hong tidak mau melayaninya, membuang muka dan
    melanjutkan langkahnya. Akan tetapi laki‐laki itu melompat dan menghadang
    didepannya sambil bertolak pinggang. "Eitt..... nanti dulu! Berani kau
    menghina Perwira Ahmed? Dia bukan hanya lihai dan menembak tepat, juga
    banyak wanita tergila‐gila kepadanya! Dan kau berani memandang rendah?"
    Swat Hong memandang dengan mata melotot lalu mendengus, "Pergilah!"
    sambil melangkah terus. "Dan kau laki‐laki kurang ajar!" Swat Hong berkata
    dan sekali dia menggerakan lengannya yang terpegang, dia berbalik sudah
    memegang pergelangan tangan laki‐laki itu dan begitu dia membetot, lakilaki
    itu jatuh tersungkur mencium tanah! "Aihhh, berani kau memukulku?"
    Prajurit itu marah sekali dan cepat melompat dan menubruk. "Plakkk!
    Augghhh....!" Perajurit itu terlempar dan mengaduh‐aduh, mukanya
    membengkak. Melihat ini, lima orang perajurit kawan orang pertama itu
    menjadi marah dan menerjang maju. "Tangkap, dia tentu mata‐mata!" Swat
    Hong merasa muak sekali dan juga marah. Melihat lima orang itu menerjang
    dan hendak berlumba menangkap dan merangkulnya, kaki tangannya
    bergerak dan dalam segebrakan saja, lima orang itu pun roboh tersungkur
    dan tidak dapat berlagak lagi karena mengaduh‐aduh kesakitan. Tentu saja
    keadaan menjadi ribut dan banyak anak buah pasukan mengurung, akan
    tetapi tiba‐tiba perwira yang ahli menggunakan anak panah tadi meloncat
    maju dan menghadik. "Mundur semua!" Setelah orang‐orang mundur tidak
    melanjutkan gerakan mereka untuk mengeroyok, perwira itu membungkuk
    di depan Swat Hong sambil berkata, "Harap Nona maafkan. Sudah lazim
    bahwa anak buah pasukan selalu bersikap kasar. Nona tentu bukan orang
    sini, kalau boleh bertanya hendak ke manakah?" "Hemm, pikir Swat Hong.
    Pantas kalau banyak wanita tergila‐gila. Memang perwira yang bernama
    Ahmed ini gagah sekali, gagah dan tampan, amat keras daya tariknya
    terhadap wanita terutama sekali sepasang matanya yang tajam dengan bulu
    mata panjang lentik dan alis yang tebal itu. Juga dagunya berlekuk dan
    menambah kejantanannya. Selain tampan dan gagah, juga laki‐laki ini pandai
    bersikap manis terhadap wanita. "Sudahlah," kata Swat Hong. Aku pun tidak
    ingin mencari permusuhan, asal mereka jangan kurang ajar. Bahkan aku
    ingin menghadap Kaisar untuk membantu perjuangannya. Di manakah aku
    dapat menghadap Kaisar?" Mendengar ucapan gadis yang cantik jelita dan
    gagah itu, seketika lenyaplah kemarahan para prajurit. "Aih, kiranya seorang

  7. #381

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 380
    lihiap (pendekar wanita)!" "Tentu tokoh kang‐ouw kenamaan!" Perwira
    Ahmed menghentikan ribut‐ribut itu dan kembali dia tersenyum, manis dan
    menarik sekali. "Untuk membantu perjuangan, tidak perlu menghadap Sri
    Baginda, Nona. Tidak mudah menghadap Sri Baginda yang sedang sibuk.
    Kebetulan di sini juga merupakan markas dan dipimpin Bouw‐ciangkun.
    Banyak pula orang‐orang kang‐ouw yang telah diterima menjadi
    sukarelawan. Akan tetapi baru sekarang datang seorang sukarelawati seperti
    Nona. Ahh, terimalah hormat dan rasa kagumku, Nona. Engkau tentulah yang
    disebut pendekar wanita dari dunia kang‐ouw, bukan?" Swat Hong tidak
    peduli, yang penting adalah membantu perjuangan untuk membasmi An Lu
    Shan dan keturunan atau penggantinya. "Dapatkah aku bertemu dengan
    Bouw‐ciangkun?" "Tentu saja. Akan tetapi, perkenankanlah aku memuaskan
    keinginan hatiku yang sudah terpendam bertahun‐tahun untuk menyaksikan
    kelihaian seorang pendekar wanita dari timur, Nona." Perwira Ahmed
    memperlihatkan gendewanya. "Dapatkah Nona mainkan gendewa dan anak
    panah?" Swat Hong maklum bahwa dia hendak diuji, dan siapa tahu, mungkin
    perwira ini termasuk seorang di antara para pengujinya. "Senjata ini kurang
    praktis untuk pertandingan jarak dekat dan terang‐terangan." Perwira
    Ahmed mengerutkan alisnya, akan tetapi bibirnya tetap tersenyum manis.
    "Benarkah? Nona, dengan gendewa ini aku dapat merobohkan musuh dalam
    jarak seratus langkah, biarpun musuh itu menggunakan senjata apa pun
    untuk melindungi dirinya. Aku dapat melepaskan anak panah terus‐menerus
    dan bertubi‐tubi sampai puluhan batang!" "Hemm, mungkin berhasil
    merobohkan segala burung dan manusia yang bodoh saja." "Wah....!" Ahmed
    membelalakkan matanya. "Apakan di dunia ini ada orang yang sanggup
    menyelamatkan diri dalam jarak seratus langkah dari gendewaku?" "Boleh
    kaucoba. Aku bersedia." "Eiiiihhh, jangan, Nona! Aku akan menyesal selama
    hidupku kalau sampai melukaimu, apalagi membunuhmu!" "Tidak perlu
    khawatir, aku malah akan menghadapi hujan anak panahmu itu dengan
    tangan kosong!" "Mustahil!" Orang Han yang pertama kali dirobohkan Swat
    Hong, kini mendekat dan karena dia maklum akan kelihaian dara itu, kini dia
    hendak mencari muka dan berkata, "Saudara Ahmed, jangan memandang
    rendah seorang lihiap. Dia pasti akan sanggup memenuhi kata‐katanya." Atas
    dorongan dan desakan banyak orang, akhirnya Ahmed mau juga mencoba
    kepandaian wanita cantik jelita itu. Dengan tenang Swat Hong melangkah
    sambil menghitung sampai seratus, langkah pendek‐pendek saja, kemudian
    membalik dan menghadapi Ahmed dengan mata tak berkedip. "Wah, terlalu
    dekat....! Terlalu dekat sekali! langkahmu begitu pendek‐pendek, Nona. Ini
    hanyalah lima puluh langkah, tidak ada seratus!" Ahmed berteriak sambil
    melangkah mundur sampai lima puluh langkah. Diam‐diam Swat Hong
    memuji kejujuran dan niat baik di hati perwira asing itu. "Terserah
    kepadamu. Nah, aku sudah siap." katanya. Ahmed ragu‐ragu, mukanya agak
    pucat. "Tapi...... tapi, setidaknya kau harus membawa pedang untuk
    menangkis atau sebuah perisai." "Tidak perlu. Seranglah!" Didesak oleh
    orang banyak, dan memang di dalam hatinya dia juga merasa penasaran

  8. #382

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 381
    sekali, Ahmed lalu memasang lima batang anak panah di gendewanya, dan
    masih ada puluhan batang di tempat anak panah yang siap untuk disambar
    tangan kanan menyusul rombongan anak panah terdahulu. "Nona, siap dan
    hati‐hatilah!" teriaknya dan terdengar suara menjepret ketika tampak lima
    sinar berturutturut meluncur ke arah Swat Hong, diikuti oleh puluhan pasang
    mata yang tidak berkedip dan dengan hati penuh ketegangan. Swat Hong
    melihat betapa lima batang anak panah itu meluncur disekeliling tubuhnya.
    Tahulah dia bahwa orang itu memang amat hebat ilmu panahnya akan tetapi
    juga amat lembut hatinya terhadap wanita sehingga sengaja membuat anak
    panah rombongan pertama menyeleweng. Dia diam saja tidak bergerak
    membiarkan lima batang anak panah itu lewat, diikuti seruan menahan
    napas dari semua orang yang sudah merasa ngeri melihat nona itu sama
    sekali tidak mengelak! Ahmed membelalakkan matanya. hampir dia tidak
    percaya. Anak panahnya itu hanya sedikit saja selisihnya dari kulit tubuh
    wanita itu, namun wanita itu dengan tenang saja berdiri diam tidak bergerak!
    "Tidak perlu sungkan, bidik yang tepat!" Swat Hong berkata setelah dia
    merasa yakin bahwa luncuran anak panah itu dapat diikuti dengan pandang
    matanya sehingga mudah bagi dia untuk menjaga diri. Lima batang lagi anak
    panah sudah berada di gendewa Ahmed dengan cepat bukan main dan
    kembali terdengar suara menjepret ketika lima batang anak panah itu
    menyambar seperti kilat ke arah Swat Hong. Dara itu melihat betapa lima
    batang ini menyambar ke arah kakinya semua, maka dia mengerti bahwa
    Ahmed masih saja khawatir kalau‐kalau mencelakainya, maka dia meloncat
    dan sekaligus menendang ke bawah sehingga dia bukan hanya mengelak,
    bahkan berhasil menendang runtuh semua anak panah itu! Ahmed
    mengeluarkan seruan kagum dan kini dia pun tidak ragu‐ragu lagi akan
    kehebatan pendekar wanita itu. Anak panahnya meluncur bertubi‐tubi
    seperti hujan derasnya, susul menyusul ke arah tubuh Swat Hong dan dara
    ini pun memperlihatkan kepandaiannya. Sambil mengelak berloncatan ke
    sana‐sini, tangannya menyambar dan dua batang anak panah ditangkapnya
    dengan kedua tangannya, lalu dia menggunakan dua batang anak panah itu
    untuk menangkis semua anak panah yang datang menyambar, kemudian
    dengan cepat dan tak terduga‐duga dia menyambitkan sebatang anak panah
    yang meluncur cepat ke arah Ahmed. Auhhh....!" Ahmed berteriak kaget dan
    gendewanya terlepas dari tangan kirinya karena tangan kirinya itu kena
    sambar sebatang anak panah. Gendewanya terlepas akan tetapi tangan
    kirinya tidak terluka karena anak panah yang menyambar tangannya itu
    dilepas dengan cara dibalik sehingga bukan ujung yang runcing yang
    mengenai tangannya, melainkan ujung belakang yang bulu‐bulunya telah
    dibuang . Ahmed segera lari menghampiri Swat Hong, memandang penuh
    kagum, kemudian dia membungkuk sampai dalam sambil berkata, "Duhai.....,
    Nona adalah setangkai bunga di tengah padang pasir! Satu di antara puluhan
    ribu wanita belum tentu ada yang seperti Nona...... saya merasa kagum dan
    hormat sekali.......!" Wajah Swat Hong menjadi merah. Bukan main hebatnya
    pujian yang keluar dari mulut pria ini, pujian yang aneh dan istimewa. Akan

  9. #383

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 382
    tetapi sebelum dia menjawab terdengar kaki kuda berderap dan muncullah
    seorang panglima sebangsa Ahmed naik kuda. Usianya tentu sudah empat
    puluhan tahun, tinggi besar dan berwibawa, gagah dan juga tampan, akan
    tetapi begitu bertemu pandang, Swat Hong merasa tidak suka kepada
    panglima ini karena pandang mata itu seolah‐olah hendak menelanjangi dan
    sinar mata orang itu seperti dapat menembus pakaiannya! Ahmed cepat
    berdiri dengan tegak memberi hormat kepada atasannya. Panglima itu lalu
    bertanya kepada Ahmed dalam bahasa mereka sendiri yang tidak dimengerti
    oleh Swat Hong, dijawab pula oleh Ahmed. Panglima itu mengangguk‐angguk,
    bicara lagi lalu memutar kudanya pergi dari tempat itu setelah melempar
    kerling penuh gairah dan kagum ke arah Swat Hong. "Nona, Komandanku
    tadi bertanya tentang Nona dan menyuruh Nona langsung saja menghadap
    Bouw‐ciangkun untuk melapor. Tentu saja bantuan tenaga seorang yang
    berkepandaian tinggi seperti Nona amat dihargai dan dibutuhkan. Mari Nona,
    saya antar." "kau baik sekali, terima kasih," jawab Swat Hong yang merasa
    memperoleh seorang sahabat dalam diri perwira yang simpatik ini. "Nama
    saya Ahmed, Nona." Swat Hong tersenyum, mengerti bahwa itulah cara yang
    sopan dari sahabat barunya untuk menanyakan namanya. "Dan namaku Han
    Swat Hong." Mereka memasuki sebuah bangunan besar dan di ruangan
    dalam, Ahmed membawa Swat Hong ke dalam sebuah kamar di mana duduk
    seorang tua berpakaian panglima perang. Orang ini berusia lima puluh tahun
    lebih, mukanya bulat dan matanya sipit menjadi agak lebar ketika dia
    memandang Swat Hong yang datang bersama Ahmed. Setelah memberi
    hormat, Ahmed berkata "Nona Han Swat Hong ini ingin menjadi
    sukarelawati." "Hemm, aku sudah mendengar dari komandanmu. Kau boleh
    pergi meninggalkan Nona ini di sini," jawab Panglima Bouw dengan sikap
    angkuh. Menyaksikan sikapnya ini saja Swat Hong sudah merasa kurang
    senang. Ahmed memberi hormat, melirik kepada Swat Hong lalu melangkah
    keluar dengan tegap. Setelah derap kaki Ahmed tidak terdengar lagi, kamar
    itu menjadi sunyi sekali biarpun di situ, selain Bouwciangkun dan Swat Hong,
    masih terdapat empat orang pengawal yang berdiri di sudut kamar seperti
    arca. "Silahkan duduk, Nona." Suara Bouw‐ciangkun berubah, tidak singkat
    dan keras seperti tadi, melainkan lunak dan manis. Hal ini membuat Swat
    Hong makin tidak senang lagi, akan tetapi karena kedatangannya hendak
    membantu kerajaan melawan pemberontak, bukan hendak berhubungan
    dengan orang ini, dia tidak banyak cakap, lalu duduk. "Kami telah mendengar
    akan kelihaian Nona yang mendemonstrasikan kepandaian di luar tadi.
    Kebetulan sekali kedatangan Nona, karena Kaisar memang membutuhkan
    seorang pengawal wanita untuk menjaga keselamatan keluarga Kaisar. Oleh
    karena itu, harap Nona menanti di dalam pesanggrahan, kalau kesempatan
    sudah terbuka, kami akan mengantarkan Nona untuk menghadap Kaisar
    sendiri." Girang juga hati Swat Hong karena dia lebih senang untuk bekerja
    dekat dengan keluarga Kaisar daripada bekerja sama dengan para prajurit
    Kaisar itu. Pula, memang karena merasa bahwa ayahnya adalah masih
    sedarah dengan keluarga Kaisar maka dia berkeinginan membantu keluarga

  10. #384

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 383
    Kaisar, maka pekerjaan menjadi pengawal untuk melindungi keselamatan
    keluarga Kaisar amatlah cocok baginya. "Baik, saya akan menanti," jawabnya.
    Setelah mencatatkan nama Swat Hong, Bouw‐ciangkun sendiri lalu
    mengantarkan dara itu pergi ke pesanggrahan, yaitu sebuah bangunan yang
    terpencil, berada di pinggir gunung, bangunan yang bentuknya indah dan
    mungil. Ketika menuju ke bangunan ini, Swat Hong melihat beberapa orang
    penjaga yang jumlahnya hanya belasan orang akan tetapi senjata mereka
    aneh, yaitu sebatang pedang yang bengkak‐bengkok seperti ular dan
    memegang perisai yang bentuknya seperti batok kura‐kura. "Mereka ini
    adalah pasukan istimewa, pasukan pengawalku." kata Bouw‐ciangkun
    menjelaskan dengan nada suara bangga ketika Swat Hong memandang
    mereka itu yang berdiri tegak dan memberi hormat kepada Bouwciangkun
    dengan gagah. Setelah mereka memasuki pesanggrahan, Bouw‐ciangkun
    melanjutkan, "Mereka terdiri dari orang‐orang pilihan, bermacam suku
    bangsa di barat dan utara." Akan tetapi Swat Hong sudah tidak
    memperhatikan lagi cerita tentang pasukan pengawal tadi, karena dia sedang
    memperhatikan keadaan pesanggrahan yang cukup mewah itu. "Rumah ini
    kosong?" tanyanya. "Memang di kosongkan dan disediakan untuk tamu
    agung. Karena sekarang tidak ada tamu, maka Nona boleh beristirahat di sini
    barang sehari dua hari untuk menanti kesempatan Kaisar dapat menerima
    Nona menghadap. saya akan mengirim dua orang pelayan wanita untuk
    melayani segala keperluan Nona, dan sekarang juga saya akan berusaha
    melaporkan kedatangan Nona kepada kaisar." Swat Hong hanya memangguk
    dan pembesar itu pergi meninggalkannya.
    Ketika Swat Hong sedang memeriksa keadaan pesangrahan itu yang ternyata
    mewah dan lengkap dengan kamar tidur yang indah, masuklah dua orang
    pelayan wanita membawa perlengkapan dan bahan masakan. "Kami
    menerima perintah untuk melayani Nona di sini," kata mereka dan segera
    mereka sibuk di dapur. Swat Hong merasa tidak enak hatinya. Dia melamar
    untuk menjadi pejuang membantu Kaisar, akan tetapi dia diterima seperti
    seorang tamu agung, ditempatkan di rumah mungil dan dilayani dengan
    istimewa seperti dimanja! Apakah karena dia wanita? Ataukah karena dia
    memperlihatkan kepandaiannya tadi dan dipilih menjadi pengawal keluarga
    Kaisar? Dia ingin melihat‐lihat keadaan di luar. Akan tetapi baru saja dia
    meninggalkan pondok itu sejauh belasan langkah, tiba‐tiba muncullah tiga
    orang mengawal istimewa yang bersenjata pedang berbentuk ular dan
    perisai kura‐kura tadi. "Harap Nona jangan meninggalkan pondok . Kami
    diperintah untuk menjaga pesanggrahan dan kalau Nona memaksa pergi
    kami harus mengawal Nona." Swat Hong mengerutkan alisnya. Akan tetapi
    karena maksud itu baik, biarpun dianggapnya tidak ada gunanya, aneh dan
    menyebalkan, dia tidak menjawab melainkan kembali memasuki pondok,
    terus ke kamar dan merebahkan diri di atas pembaringan. Dia merasa seperti
    seorang asing di situ. Tiba‐tiba dia tersenyum teringat kepada Ahmed.

  11. #385

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 384
    Untung ada orang yang simpatik itu. Setidaknya, dia yakin bahwa dia
    mempunyai seorang sahabat yang boleh dipercaya. Akan tetapi baru saja dia
    beristirahat di atas tempat tidur yang lunak itu, terdengar suara hiruk pikuk
    di luar. Swat Hong yang memang selalu merasa tidak enak itu meloncat dan
    berlari ke luar. Kagetlah dia ketika melihat bahwa yang datang adalah Bouwciangkun
    dan Panglima Arab tinggi besar yang menjadi atasan Ahmed tadi,
    diiringkan oleh tujuh orang pelayan pria yang membawa baki tertutup.
    Begitu berhadapan, Bouw‐ciangkun menjura dengan hormat sambil berkata,
    "Kiong‐hi (selamat), Nona Han. Kami telah menghadap Kaisar dan karena
    Beliau masih sibuk, mulai besok lusa Nona boleh menghadap sendiri.
    Sementara itu, Beliau mengirim kami berdua untuk menemani Nona
    menerima hidangan yang dikirim dari dapur keluarga Kaisar!" Hati Swat
    Hong tidak senang dan curiga, akan tetapi karena nama Kaisar disebut‐sebut,
    dia tidak berani menolak. Dia tahu bahwa penolakan hadiah dari Kaisar
    dapat diartikan penghinaan dan pemberontakan! Banyak dia mengerti
    tentang peraturan kerajaan, karena selain dia sendiri adalah puteri raja di
    Pulau Es juga dia banyak membaca kitab‐kitab ayahnya tentang penghidupan
    keluarga Raja di daratan besar. Terpaksa dia membalas dengan menjura
    penuh hormat, kemudian bersama dua orang panglima itu dia memasuki
    pondok dan duduk menghadapi meja besar bersama mereka berdua. Setelah
    hidangan yang lengkap dan masih panas diatur di atas meja dan para pelayan
    mudur berdiri di sudut, dua orang pelayan wanita muncul melayani mereka
    makan minum. Bouw‐ciangkun memperkenalkan panglima itu sebagai
    panglima yang menjadi komandan dari pasukan Arab yang membantu. "kami
    mengandalkan bantuan sahabat‐sahabat dari barat ini untuk merampas
    kembali kota raja." antara lain Bouw‐ciangkun berkata, akan tetapi urusan itu
    hanya didengarkan sepintas lalu saja oleh Swat Hong yang menghendaki agar
    pertemuan ini cepat selesai. Dengan tangannya sendiri Bouw‐ciangkun lalu
    mengisi cawan‐cawan kosong di depan Swat Hong, Panglima Arab, dan dia
    sendiri, lalu mengangkat cawan arak sambil berkata, "mari kita mulai makan
    minum bersama dengan mengucapkan terima kasih kepada Sri Baginda
    dengan mengangkat cawan penghormatan untuk kejayaan Sri Baginda
    Kaisar!" Swat Hong mengangkat cawan dan minum bersama mereka,
    kemudian Bouw‐ciangkun mempersilahkan Swat Hong dan Panglima Arab
    itu untuk mulai makan. Sambil makan, Bouw‐ciangkun dengan gembira
    menceritakan keadaan mereka, kekuatan yang sedang mereka susun, juga
    menceritakan kekacauan di kota raja sebagai akibat perebutan kekuasaan di
    antara para peberontak sendiri. Betapa An Lu Shan dan puteranya tewas dan
    sekarang Shi Su Beng yang berkuasa juga menghadapi bersaingan dari bekas
    kawan‐kawannya sendiri. "Ha‐ha‐ha, seperti sekumpulan ******
    memperebutkan tulang!" Dia menutup ceritanya sambil tertawa‐tawa.
    Panglima Arab itu yang diperkenalkan tadi bernama Hussin bin Siddik,
    mengeluarkan sebuah guci yang bentuknya seperti tanduk kerbau, membuka
    tutupnya dan mencium bau harum yang aneh. Sambil tertawa dia
    mengacungkan guci tanduk kerbau itu sambil berkata, "Nona adalah seorang

  12. #386

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 385
    pendekar yang berilmu tinggi dan dipilih untuk menjadi pengawal Sri
    Baginda. karena itu sudah sepatutnya menerima penghormatan kami dengan
    anggur padang pasir ini! Marilah kita minum tiga cawan untuk pertama, demi
    keselamatan Sri Baginda sekeluarga!" Dia mengisi cawan arak di depan Swat
    Hong dengan minum dari guci tanduk kerbau itu, tidak banyak, hanya
    setengah cawan kurang. karena dia diajak minum demi keselamatan keluarga
    kaisar, tentu saja Swat Hong tidak menolak, apalagi karena dia melihar
    betapa Bouwciangkun dan Panglima Hussin sendiri juga minum.
    Diminumnya cawannya dan ternyata anggur itu enak dan tidak begitu keras,
    manis dan harum sungguhpun agak aneh harumnya. "Secawan lagi kita
    minum demi persahabatan kita!" Kembali Swat Hong minum dari cawan
    araknya yang sudah diisi lagi setengahnya. "Dan cawan terakhir kita minum
    untuk kemenangan perjuangan kita!" Sekali ini cawan itu dipenuhi dan
    karena anggur itu sama sekali tidak mendatangkan pengaruh apa‐apa, Swat
    Hong tidak khawatir dan minum anggur sampai habis. panglima Hussin dan
    Bouw‐ciangkun tertawa girang dan melanjutkan makan minum sepuaspuasnya.
    Setelah kenyang, kedua orang panglima itu berpamit dan sambil
    tertawa Bouw‐ciangkun berkata, "Harap Nona jangan pergi meninggalkan
    pesanggrahan ini karena siapa tahu tiba‐tiba saja Sri Baginda Kaisar telah
    siap menerima kunjungan Nona. hal itu bisa saja terjadi di siang hari atau di
    malam hari. Sebaiknya kalau Nona mengaso saja dalam pesanggrahan dan
    sewaktu‐waktu, kalau Sri Baginda menghendaki, aku sendiri atau Panglima
    Hussin yang akan datang menjemput Nona." Swat Hong mengangguk dan
    setelah dua orang panglima itu pergi dan meja dibersihkan lalu ditinggal
    pergi oleh para pelayan, dia lalu minta kepada wanita pelayan untuk
    menyediakan air. Setelah mandi dan tukar pakaian, Swat Hong kembali
    beristirahat di dalam kamar yang indah itu. Berada di dalam kamar ini
    teringatlah dia akan kamarnya sendiri di Pulau Es, kamar yang lebih indah
    dan lebih menyenangkan lagi. Dia menutup mulut dengan tangan dan
    menguap..... goyang‐goyang kepalanya. Mengapa dia begini mengantuk? Dia
    menguap lagi. Bukan main! Rasa kantuk sukar dipertahankannya lagi. Aneh
    sekali! Hari baru menjelang senja, belum malam. Pula habis makan dan
    mandi, mana bisa mengantuk? Kembali dia menguap dan Swat hong
    meloncat bangun, duduk sambil memegangi kedua pelipisnya. Ini tidak
    wajar, pikirnya! Rasa kantuk yang amat hebat dan terbayanglah wajah
    Panglima Hussin yang mengajaknya minum sampai tiga kali, kemudian
    terbayanglah dan terdengar lagi kata‐kata Bouw‐ciangkun yang menyatakan
    bahwa kalau Kaisar menghendaki, sewaktu‐waktu dia atau Panglima Hussin
    akan datang menjenguknya. Semua ini dilakukan sambil tertawa‐tawa dan
    seakan‐akan ada "main mata" di antara kedua orang panglima itu! "Celaka....!"
    dia mengeluh, ingin dia turun membasahi muka denan air, akan tetapi dia
    tidak kuat, baru saja dia turun, dia sudah terguling ke atas lantai karena
    kepalanya pening dan Swat Hong sudah tidur di atas lantai dengan pulasnya!
    Tak lama kemudian, setelah matahari mulai condong ke barat, sesosok
    bayangn seorang pemuda berkelebat dan mengintai pesangrahan itu dari

  13. #387

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 386
    balik batu‐batu gunung. pemuda ini tinggi besar, gagah dan tampan, dengan
    sebatang pedang di punggungnya, berpakaian sederhana dan matanya
    bersinar‐sinar penuh kemarahan. Pemuda ini adalah Kwee Lun! Bagaimana
    dia dapat datang di tempat jauh itu? Seperti telah dituturkan di bagian depan,
    dua tahun yang lalu pemuda ini berpisah dari Swat Hong dan langsung dia
    pulang ke Pulau Kura‐kura di Lam‐hai. Tepat seperti dugaannya semula,
    gurunya, Lam‐hai Seng‐jin, terheran‐heran dan kagum mendengar penuturan
    muridnya terutama pengalaman muridnya yang bertemu dan bersahabat
    dengan penghuni Pulau Es! Setelah muridnya selesai menceritakan semua
    pengalamannya, juga tentang kematian Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka
    yang dicintainya dengan suara berduka, kakek itu berkata, "Pengalamanmu
    sudah cukup, muridku. Sekarang biarlah aku memperdalam ilmumu dan
    menerima sisa‐sisa dari semua kepandaianku. Setelah itu, berangkatlah kau
    lagi ke daratan besar. Negara sedang kacau balau dilanda oleh para
    pemberontak. Tenagamu dibutuhkan. Kabarnya kaisar mengungsi ke Secuan,
    maka sebaiknya kalau kau kelak menyusul ke sana untuk membantu kaisar,
    jangan membiarkan dirimu terbujuk oleh kaum pemberontak." Demikianlah,
    Kwee Lun berlatih silat untuk yang terakhir dari gurunya, terutama sekali
    memperhebat ilmu pedang yang dimainkan bersama dengan kipas di tangan
    kirinya. Setahun kemudian berangkatlah dia meninggalkan Pulau Kura‐kura
    untuk kedua kalinya, mendarat di daratan besar dan langsung dia pergi ke
    barat, ke Secuan! Kebetulan sekali dia tiba pada hari itu juga, berbareng
    dengan datangnya Swat Hong! Hanya bedanya, kalau Swat Hong datang dari
    timur, adalah Kwee Lun datang dari selatan, akan tetapi mereka memasuki
    daerah yang sama yaitu yang dikuasai oleh Bouw‐ciangkun. Kwee Lun terus
    melaporkan diri dan langsung diterima sebagai sukarelawan. Dia tidak tahu
    bahwa pada siang hari itu juga Swat Hong datang dan bertemu dengan
    perwira Ahmed dari pasukan Arab yang diperbantukan. Tanpa disengaja,
    ketika Kwee Lun berjalan‐jalan dan bertemu dengan para perajurit Han,
    bertanya‐tanya tentang keadaan, dia mendengar kelakar seorang di antara
    para prajurit itu. "Wah, enak juga menjadi panglima tentara asing! Selain
    jaminannya lebih hebat, juga hiburannya lebih luar biasa lagi. Bayangkan
    saja, dara perkasa yang mengebohkan siang tadi, kabarnya akan diserahkan
    sebagai hadiah kepada Panglima Hussin!" "Ah, masa?" "Hem, jelita sekali dia!"
    "Dan masih perawan hijau lagi!" "Akan tetapi ilmu silatnya hebat! janganjangan
    panglima itu akan mampus olehnya!" "Mudah‐mudahan begitu!" "tapi
    panglima itu terkenal pandai, dan lihat saja Perwira Ahmed itu, dimana‐mana
    para wanita tergila‐gila kepadanya. Agaknya mereka memiliki jimat untuk
    menundukan hati wanita." Mendengar ini, Kwee Lun mengerutkan alisnya.
    Tak disangkanya, di tempat seperti ini dia mendengarkan peristiwa yang
    sepantasnya terjadi di dunia penjahat. Seorang dara dihadiahkan begitu saja!
    Mendengar bahwa dara itu lihai ilmu silatnya, dia tertarik. "Kalau wanita itu
    lihai, mana bisa dia dihadiahkan begitu saja?" dia ikut bicara sambil
    tersenyum. "Aha, kau tidak tahu, kawan. Banyak jalan yang dapat dilakukan
    oleh Bouw‐ciangkun. Dan kabarnya, tidak pernah ada wanita yang dapat

  14. #388

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 387
    melawan apabila dikehendaki oleh Panglima Hussin itu. Apalagi kalau Bouwciangkun
    sudah mengijinkannya, dan dalam hal ini, agaknya Bouw‐ciangkun
    selalu berusaha mengambil hati orang‐orang berkulit hitam itu!" Kwee Lun
    makin tak senang hatinya. Dia mendengarkan dengan teliti dan akhirnya
    memperoleh keterangan bahwa dara yang hendak dihadiahkan itu kabarnya
    telah dikurung di dalam pesanggerahan, yaitu rumah kecil terpencil yang
    oleh para perajurut diberi nama tempat penjagalan perawan! "Hem,
    semenjak kecil suhu menanamkan sifat pendekar, membela keadilan dan
    kebenaran kepadaku." Kwee Lun berpikir, "Biarpun sekarang aku menjadi
    seorang pejuang, tetap aku harus menentang kejahatan, dari siapapun juga
    datangnya! Dengan pikiran ini, Kwee Lun mulai melakukan penyelidikan dan
    pada sore hari itu dia sudah mendekati rumah pesanggerahan itu dan
    menyelinap untuk menyelidiki dari jarak dekat, kalau mungkin memasuki
    rumah itu dan menolong si gadis yang hendak dijadikan korban. Melihat
    betapa di empat penjuru terdapat empat orang penjaga yang selalu
    melakukan perondaan mengelilingi pesanggerahan itu, Kwee Lun
    bersembunyi dan mengintai. Penjaga‐penjaga yang memegang pedang ular
    dan perisai kura‐kura itu kelihatanya bukan penjaga‐penjaga sembarangan.
    Dia harus menanti sampai malam tiba, barulah ada harapan baginya untuk
    dapat memasuki pesanggrahan itu tanpa diketahui orang. Asal saja dia tdak
    terlambat, pikirnya. Akan tetapi, tiba‐tiba dia melihat seorang perwira Arab
    yang berkumis rapi datang menghampiri pesanggerahan itu. Empat orang
    penjaga menghadangnya, mereka bercakap‐cakap dan perwira itu dibiarkan
    oleh para penjaga memasuki pesanggrahan. Hemm, ini agaknya pembesar
    yang di "hadiahi" gadis itu, pikir Kwee Lun dengan marah sekali. Kalau dia
    harus menanti lebih lama lagi , mungkin dia akan terlambat. Kebetulan sekali
    terdapat seorang penjaga meronda di dekat tempat dia bersembunyi,
    "******* busuk!" Kwee Lun berseru marah dan dia meloncat dari tempat
    sembunyinya. Penjaga itu terkejut cepat menarik perisai kura‐kura di depan
    dadanya dan mengangkat pedangnya, siap untuk menyerang.
    "Haaaaiiiiittttt!!!" Tubuh Kwee Lun yang meloncat ke atas itu langsung
    menendang dengan tumit kaki kanan di depan. "Bresss....!!" Perisai kura‐kura
    itu ternyata kuat menahan tendangan Kwee Lun, akan tetapi pemegangnya
    terdorong dan terjengkang bergulingan. Mendengar suara berisik ini,
    berdatanganlah para penjaga lain dan dalam waktu sebentar saja Kwee Lun
    terpaksa harus mencabut pedang dan kipasnya, mengamuk dikepung oleh
    belasan orang penjaga yang bersenjata pedang ular dan perisai kukra‐kura
    itu. Sementara itu, perwira berkumis yang bukan lain adalah Perwira Ahmed
    tadi, setelah berhasil meyakinkan para penjaga bahwa dia datang untuk
    memeriksa apakah dara itu masih berada di pesanggrahan, terkejut
    mendengar ribut‐ribut dan ketika dia menengok, dia melihat seorang
    pemuda perkasa sedang dikepung para penjaga. Perwira yang cerdik ini
    menduga bahwa tentu pemuda itu datang untuk menolong Swat Hong, maka
    dia bergegas memasuki rumah itu. Dua orang pelayan wanita dibentaknya
    untuk minggir. "Aku harus menjaga dia, ada orang jahat datang! Didorongnya

  15. #389

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 388
    dau pintu kamar dan cepat ditutupnya dari dalam. Melihat Swat Hong rebah
    terlentang dan tidur pulas di atas lantai, Ahmed cepat berlutut dan
    mengeluarkan sebuah botol hijau dari sakunya. "Huh, benar jahat!
    Mengorbankan siapa saja tanpa pilih bulu!" gerutunya sambil membuka
    tutup botol hijau yang cepat dia tempelkan di depan hidung Swat Hong. Tak
    lama kemudian dara itu terbangun, mengeluh dan merintih, "Aduhh....pening
    kepalaku....." "Sttt..... Nona Swat Hong...... sadarlah...... aku datang
    menolongmu......" Ahmed mengguncang‐guncang dara itu. Swat Hong
    membuka matanya dan terkejut melihat Ahmed berlutut di dekatnya. "Lekas
    kaucium ini....." Ahmed kembali mendekatkan botol di depan hidung Swat
    Hong. Gadis itu memang sudah mempunyai kesan baik terhadap diri Ahmed,
    maka dia tidak membantah dan disedotnya botol itu. Tercium bau keras dan
    dia tersedak lalu berbangkis. Apa.... apa yang terjadi......?" Swat Hong
    bertanya, kepalanya masih agak pening. "Lekas kau telan ini...." Ahmed
    memberikan sebutir pil hitam. "Engkau telah terkena racun Hashish yang
    dicampurkan di dalam anggur. Ini obat penawarnya." Teringatlah Swat Hong
    dan tahulah dia mengapa dia tertidur di lantai. Tanpa bertanya lagi dia lalu
    menelan pel kecil itu dan benar saja, peningnya hilang dan pikirannya terang
    kembali. "Nona, aku mendengar bahwa siang tadi kau dijamu oleh mereka.
    Tahulah aku bahwa kau tentu diberi anggur bercampur hashish. Lekas kau
    keluar, di luar sedang terjadi pertempuran. Seorang pemuda agaknya datang
    hendak menolongmu, dia bersenjata pedang dan kipas...." "Kwee Lun.....!"
    Swat Hong berseru kaget, menyambar pedangnya di atas meja dan hendak
    lari keluar. "Nanti dulu, Nona." Swat Hong berhenti. "kau baik sekali, Saudara
    Ahmed. Aku berterima kasih kepadamu." "Bukan itu. kau....kau harus lukai
    aku dengan pedang itu. Kalau tidak, aku akan dihukum mati sebagai
    pengkhianat." Barulah sadar Swat Hong betapa perwira ini telah
    menolongnya dengan taruhan nyawa sendiri. "Kau adalah seorang yang amat
    baik, bagaimana mungkin aku tega untuk melukaimu? Kau sahabatku..... dan
    ternyata di segala bangasa, ada saja manusianya yang jahat dan baik, tidak
    ada bedanya dengan bangsa lain. Aku mengerti maksudmu, saudara Ahmed,
    nah, biar kurobohkan kau dengan totokan!" Swat Hong bergerak cepat sekali,
    dan tahu‐tahu dua jalan darah di tubuh Ahmed telah di totoknya dan perwira
    itu terguling roboh dan tak mampu bergerak karena kaki tangannya menjadi
    lumpuh, tubuhnya lemas tak mampu bergerak. Swat Hong cepat menyambar
    botol dan sisa obat penawar, memasukannya di dalam sakunya, kemudian
    dia menendang meja kursi sampai terpelanting ke kanan kiri sehingga
    menimbulkan kesan seolah‐olah di kamar itu telah terjadi pertempuran,
    mencabut pedang dari pinggang Ahmed dan melemparkan pedang di lantai,
    kemudian dia memegang tangan Ahmed dan berkata, suaranya terharu,
    "Selamat tinggal!" Saudara Ahmed. Sekali lagi terima kasih dan kita takkan
    bertemu kembali." Hanya dengan bibir dan pandang matanya saja Ahmed
    tersenyum penuh kagum, mulutnya hanya dapat berkata," Kau..... setangkai
    bunga di padang pasir........" Swat Hong melompat dan berlari ke luar. Dua
    orang pelayan wanita yang lari mendatangi dia tendang terguling dan

  16. #390

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 389
    menjerit‐jerit, kemudian dia terus lari ke luar. Heran juga ketika dia melihat
    bahwa dugaannya tadi benar ketika mendengar penuturan Ahmed tentang
    seorang pemuda bersenjata kipas dan pedang. Kwee Lun telah datang dan
    mengamuk di luar pesanggrahan! Gerakan pemuda itu hebat bukan main
    karena memang selama satu tahun dia berlatih dengan tekun. Akan tetapi
    ternyata para pengeroyoknya juga merupakan pasukan yang terlatih dan
    memiliki keistimewaan. Bukan hanya senjata mereka yang aneh, yaitu
    pedang ular dan perisai kura‐kura, akan tetapi juga mereka itu membentuk
    barisan yang kokoh kuat, saling membantu dan banyak menggunakan perisai
    untuk berlindung, kemudian pedang ular itu meluncur dari depan perisai,
    persis gerakan seekor kura‐kura menyerang dan menyembunyikan kepala di
    dalam batoknya. Menghadapi kepungan yang ketat ini, Kwee Lun merasa
    kewalahan juga. Akan tetapi dia mengamuk dengan penuh keberanian dan
    akhirnya dia dapat membobolkan kepungan dengan jalan berloncatan ke
    sana‐sini, kemudian mendadak dia meloncat melewati kepala pengepung
    yang berada di belakangnya dan begitu berada di luar kepungan dia berhasil
    merobohkan dua orang pengeroyok dengan pedang dan kipasnya. Empat
    belas orang sisa pasukan itu sudah mengepung lagi, akan tetapi mendadak
    terdengar lengking nyaring dan robohlah empat orang diserang oleh Swat
    Hong dari luar kepungan. "Nona Han....!" "Kwee‐toako, mari kita basmi
    mereka ini!" seru Swat Hong. Kwee Lun girang bukan main, tak pernah
    disangkanya bahwa dara yang hendak dijadikan korban itu adalah Han Swat
    Hong. Dia merasa kecelik juga, karena ternyata bahwa gadis yang akan
    ditolongnya itu berbalik malah menolongnya! "Kita lari saja, Nona. tidak
    perlu melawan tentara yang amat banyak!" "Tidak aku harus bunuh dulu si
    ******* she Bouw....!" Pada saat itu terdengar suara hiruk pikuk dan
    berbondong‐bondong datanglah pasukan besar dipimpin oleh Bouwciangkun
    sendiri! Melihat Bouw‐ciangkun, Swat Hong menjadi marah sekali.
    Dari mulutnya terdengar suara melengking nayring dan tubuhnya melesat
    seperti terbang cepatnya, pedangnya menyambar sebagai sinar kilat ke arah
    Bouw‐ciangkun. panglima ini terkejut, menggerakan pedang menangkis.
    Terdengar suara berdencing nyaring dan pedang di tangan panglima itu
    patah disusul robohnya tubuhnya yang berkelojotan karena ternyata
    lehernya hampir putus terbabat pedang di tangan Swat Hong! "Nona,
    jangan...." Kwee Lun lari mendekat dan mereka sudah dikepung oleh ratusan
    orang perajurit yang menjadi bengong menyaksikan kematian komandan
    mereka secara yang sama sekali tidak disangka‐sangka itu. Semua orang
    menduga bahwa tentu nona yang tadinya melamar sebagai sukarelawati dan
    pemuda yang menjadi sukarelawan ini tentulah mata‐mata dari pihak
    pemberontak! "Tangkap mata‐mata!" "Bunuh mereka!" "Tahan semua
    senjata....!!" Kwee Lun berteriak dan suaranya mengatasi semua keributan
    itu, semua orang menahan senjata dan memandang kepada pemuda itu
    dengan marah. Mau bicara apa lagi mata‐mata yang sudah membunuh
    komandan mereka ini? "Saudara‐saudara sekalian! Kami berdua bukan mata

Page 26 of 28 FirstFirst ... 1622232425262728 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •