Page 6 of 28 FirstFirst ... 234567891016 ... LastLast
Results 76 to 90 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #76

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 75
    pergi, bahkan dengan sikap tidak menghormat lagi kepada Raja yang pernah
    menjadi suami dan pujaan hatinya selama bertahun‐tahun itu. "Hmm,
    sesukamulah!' kata Han Ti Ong perlahan dan dengan wajah muram raja ini
    memasuki istana bersama permaisuri dan Pangeran Bu Ong. Sampai ruangan
    persidangan itu kosong dan mayat A Kiu dibawa pergi, Sin Liong masih
    duduk di situ. Di dalam hatinya, dia merasa menyesal melihat sikap Raja Han
    Ti Ong, gurunya yang di cintainya itu. Tahulah dia bahwa perubahan pada
    diri gurunya itu terutama sekali terjadi karena hadirnya The Kwat Lin yang
    kini telah menjadi permaisurinya. Diam‐diam dia merasa menyesal sekali.
    Bukankah dia sendiri yang dahulu minta kepada gurunya membawa
    pendekar wanita Bu‐tong‐pai itu ke Pulau Es? Kini, wanita itu menjadi selir
    gurunya, dan setelah The Kwat Lin menjadi permaisuri, kebahagiaan ibu
    Swat Hong menjadi musna! Bahkan kini berekor seperti ini, dengan larinya
    Swat Hong menggantikan ibunya ke Pulau Neraka sedang ibu dara itu sendiri
    pergi entah ke mana! Dialah, langsung atau tidak bertanggung jawab. Akan
    tetapi, tidak mungkin dia menegur gurunya, Juga permaisuri tidak dapat
    dipersalahkan. Betapapun juga, dia harus memperlihatkan tanggung
    jawabnya atas kerusakan hidup Swat Hong dan ibunya. Kalau dia
    mendiamkan saja, seolah‐olah dia ikut pula persekutuan untuk merusak
    hidup ibu dan anak itu. "Pulau Neraka kabarnya merupakan tempat
    berbahaya sekali. Aku harus menyusul Swat Hong dan melindunginya."
    Demikian dia mangambil keputusan dalam hatinya dan dia tidak lagi
    berpamit kepada gurunya karena maklum gurunya sedang berada dala
    kedukan dan kepusingan. Pula, Sin Liong sudah biasa meninggalkan pulau itu
    mencari tetumbuhan obat, maka kepergiannya dengan sebuah perahu
    menunggalkan Pulau Es tidak ada yang menaruh curiga. Dengan tenaganya
    yang amat kuat Sin Liong mendayung perahunya sehingga perahu meluncur
    amat cepatnya menuju ke Pulau Neraka. Dia sudah tahu dimana letaknya
    pulau itu, dari keterangan yang diperolehnya ketika dia bertanya‐tanya
    kepada para penghuni Pulau Es Bahkan diam‐diam pernah pula seorang diri
    mendayung perahu mendekati Pulau Neraka ini akan tetapi hanya melihat
    dari jauh dan dia merasa ngeri sekali. Pulau itu dari jauh tampak kehitaman
    seperti pulau yang pantas di huni oleh ***** dan iblis.Pantainya penuh
    dengan batu‐batu karang yang runcing dan tajam, amat berbahaya apalagi
    kalau ombak sedang besar. Sama sekali tidak tampak ada penghuninya
    sehingga ketika itu Sin Liong menduga‐duga bahwa orang‐orang buangan
    yang dibuang dari Pulau Es tentu telah tewas di jalan, tentu tewas di atas
    pulau itu. Maka dia menentang keras dalam hatinya kalau melihat di Pulau Es
    diadakan pengadilan dan diputusakan hukuman buang ke Pulau Neraka,
    karena baginya, dibuang ke Pulau Neraka sama dengan menghadapi
    kematian yang mengerikan, baik di dalam perjalanan menuju ke pulau itu
    atau setelah berasil mendarat. Dan kini Swat Hong telah pergi ke Pulau
    Neraka mewakili ibunya! Dia kagum dan khwatir. Kagum akan
    keberaniannya dan kebaktian sumoinya terhadap ibunya, akan tetapi
    khawatir sekali akan keselamatan sumoinya yang belum dewasa benar itu.

  2. Hot Ad
  3. #77

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 76
    Sumoinya baru berusia empat belas tahun! Biarpun dia tahu bahwa ilmu
    kepandaian sumoinya sudah hebat dan cukup untuk dipakai untuk menjaga
    diri, namaun betapapun juga sumoinya itu masih kanak‐kanak! Sin Liong
    sama sekali tidak ingat bahwa usianya sendiri hanya satu tahun lebih tua dari
    pada usia Swat Hong! Perjalanan dari Pulau Es ke Pulau Neraka melalui
    lautan yang penuh dengan gumpalan‐gumpalan es yang mengapung di
    permukaan laut, gumpalan es yang kadang‐kadang sebesar gunung dan
    celakalah kalau sampai perahu tertumpuk oleh gumpalan es menggunung itu
    yang kadang‐kadang bergerak, digerakkan oleh angin. Celaka pula kalau
    sampai terjepit di antara dua gumpalan es yang begitu saling menempel
    tentu akan melekat dan membuat perahu terjepit di tengah‐tengah. Akan
    tetapi, Sin Liong sudah banyak mendengar tentang ini maka dia tahu pula
    caranya menghindarkan perahunya dan tidak mendekat gumpalan‐gumpalan
    es yang berbahaya, melainkan mencari jalan di celahcelah yang agak lebar.
    Kemudian dia tiba di daerah lautan yang penuh dengan ikan hiu. Ratusan
    ikan hiu yang hanya tampak siripnya itu berenang di kanan kiri dan belakang
    perahunya. Betapapun juga tinggi ilmunya, ngeri juga hati Sin Liong karena
    dia tahu bahwa sekali perahunya terguling, kepandaianya tidak akan berguna
    banyak dalam melawan ratusan ikan buas itu di dalam air! Cepat ia
    mengeluarkan bungkusan yang sudah dibawanya sebagai bekal, membuka
    bungkusan dan menaburkan sedikit bubuk hitam di kanan kiri, depan
    belakang perahunya. Tak lama kemudian, ikan‐ikan hiu itu pergi berenang
    pergi dengan cepat seperti ketakutan setelah mencium bau bubukan hitam
    yang disebarkan oleh Sin Liong. Pemuda ini sudah mendengar akan bahaya
    ikan‐ikan buas, maka dia telah membawa bekal racun bubukan hitam yang
    sering kali dipergunakan oleh para penghuni Pulau Es untuk mengusir ikanikan
    buas di waktu mereka mencari ikan. Beberapa jam kemudian, kembali
    dia menghadapi ancaman ikan‐ikan kecil yang banyak sekali jumlahnya,
    mungkin laksaan. Ikan‐ikan besar ibu jari kaki, akan tetapi keganasannya
    melebihi ikan hiu. Ikan‐ikan ini bahkan berani menyerang orang di atas
    perahu dengan jalan meloncat dan menggigit. Sekali mulut yang penuh gigi
    runcing seperti gergaji itu mengenai tubuh, tentu sebagian daging dan kulit
    terobek dan terbawa moncongnya! Apalagi kalau sampai orang jatuh ke
    dalam air. Dalam waktu beberapa menit saja tentu sudah habis tinggal
    tulangnya dikeroyok laksaan ikan buas ini. Kembali Sin Liong dengan cepat
    menyebar obat bubuk hitam beracun itu dan ikan‐ikan kecil itupun lari cerai
    berai tidak berani lagi mendekati sampai perahu meluncur meninggalkan
    daerah berbahaya itu. Setelah melalui perjalanan yang amat sulit akhirnya
    menjelang senja, sampai juga perahu Sin Liong di pantai Pulau Neraka. Tetapi
    seperti dugaannya, pulau itu memang mengerikan sekali. Hutan yang
    terdapat di pulau itu amat besar dan liar, pohon‐pohon aneh dan menghitam
    warnanya memenuhi hutan yang kelihatannya sunyi dan mati. Namun,
    dibalik kesunyian itu Sin Liong merasakan seolah‐olah banyak mata
    mengamatinya dan maut tersembunyi disana‐sini, siap untuk mencengkram
    siapa pun yang berani mendarat! Melihat keadaan pulau ini makin berdebar

  4. #78

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 77
    hati Sin Liong, penuh kekhawatiran terhadap keselamatan Swat Hong.
    Apakah dara itu sudah berasil mendarat? Tentu Swat Hong dapat mencapai
    pulau ini, karena dara itupun tahu jalan ke situ, dan mengerti pula tempattempat
    berbahaya yang dilaluinya tadi sehingga seperti juga dia, tentu Swat
    Hong telah membawa bekal obat pengusir ikan‐ikan buas tadi dengan cukup.
    Akan tetapi dia tidak melihat sebuah pun perahu di pantai Pulau Neraka.
    Apakah ada penghuninya? Atau semua orang buangan telah mati terkena
    racun yang kabarnya memenuhi pulau ini? Karena khawatir kemalaman
    sebelum dapat menemukan Swat Hong, Sin Liong lalu meloncat ke darat dan
    menarik perahunya ke atas. Kemudian dia membalik dan memasuki hutan.
    Baru saja dia berjalan beberapa langkah, terdengar suara berdengungdengung
    dan entah dari mana datangnya, tampak ratusan ekor lebah
    berwarna putih menyambar‐nyambar dan mengeroyoknya! Dari bau yang
    tercium olehnya, tahulah Sin Liong bahwa lebah‐lebah itu mengandung racun
    yang amat jahat maka tentu saja dia terkejut sekali! Cepat dia lari dari tempat
    itu, namun lebah‐lebah itu mengejar terus, beterbangan sambil
    mengeluarkan suara berdengung‐dengung yang mengerikan. Sin Liong cepat
    menanggalkan jubah luarnya dan memutar jubah itu di sekeliling tubuhnya.
    Dari putaran jubah ini menyambar angin dahsyat dan lebah‐lebah itu
    terdorong jauh oleh hawa yang menyambar dari putaran jubah.Sin Liong
    tidak tega untuk membunuh lebah‐lebah itu maka dia hanya menggunakan
    hawa putaran jubahnya untuk mengusir. namun, binatang‐binatang kecil itu
    hanya tidak mampu mendekati dan menyerang tubuh Sin Liong, akan tetapi
    sama sekali tidak terusir, bahkan kini makin banyak dan terbang mengelilingi
    Sin Liong dari jarak jauh sehingga tidak terjangkau oleh hawa pukulan jubah.
    Melihat ini, Sin Liong kaget. betapapun kuatnya tidak mungkin baginya untuk
    berdiri di situ sambil memutar jubahnya semalam suntuk, bahkan selamanya
    sampai lebah‐lebah itu terbang pergi! Lalu teringatlah dia akan senjata yang
    paling ampuh. Api! Dengan tangan kiri terus memutar jubah melindungi
    tubuhnya, Sin Liong lalu mengumpulkan daun kering dan mencari batu yang
    keras. Dengan pengerahan tenaganya, dia menggosok dua batu itu sehingga
    timbul percikan bunga api yang membakar daun kering. Diambilnya sebatang
    ranting kering dan dibakarnya ranting ini. Benar saja. Dengan ranting yang
    ujungnya menyala ini dipegang tinggi di atas kepala, tidak ada lebah yang
    berani mendekatinya. Dia melanjutkan perjalanan, dan terus menerus
    menyalakan api diujung ranting yang dikumpulkan dan dibawanya. Dapat
    dibayangkan betapa ngeri hatinya ketika melihat banyak sekali binatang
    berbisa di sepanjang jalan. Ular‐ular kecil, kalajengking, lebah‐lebah dan
    sebangsanya merayap‐rayap lari ketika dia datang dengan obor di tangan.
    Untung dia membawa ranting bernyala. Semua binatang berbisa itu takut
    terhadap api. Andaikata dia tidak membawa api tentu dia telah dikeroyok
    oleh binatang‐binatang kecil yang semuanya berbisa itu, dari atas dan bawah!
    lebah‐lebah itu terus mengikutinya, akan tetapi dari jarak jauh, terbukti dari
    suara yang berdengung‐dengung itu masih terus berada di belakangnya.
    Tiba‐tiba terdengar suara bersuit panjang dan lebah‐lebah itu beterbangan

  5. #79

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 78
    makin dekat, kembali mengurungnya dan kelihatan seperti marah. Bahkan
    ada beberapa yang ekor yang meluncur dekat sekali, akan tetapi menjauh lagi
    ketika Sin Liong menggunakan api di ujung ranting untuk mengusirnya.
    Suitan terdengar berkali‐kali dan lebah‐lebah itu makin marah dan
    mengamuk, juga tampak oleh Sin Liong betapa binatang kecillainya yang
    banyak terdapat di hutan itu mulai mendekatinya, namun masih takut‐takut
    oleh api di ujung ranting. "Siuuuttt..." tiba‐tiba tampak benda hitam
    menyambar kearah ujung rantingnya. Maklumlah Sin Liong bawa sambitan
    yang amat kuat itu bermaksud memadamkan api di ujung ranting. Tentu saja
    dia tidak mau terjadi hal ini, maka cepat ia menari kebawah ranting terbakar
    itu dan menggunakan tangan kirinya menyambar benda yang dilontarkan.
    Kiranya segumpal tanah hitam! Mengertilah dia bahwa ada orang yang
    membokonginya dan orang itu agaknya yang besuit‐suit tadi. Suitan yang
    agaknya merupakan perintah kepada binatang‐binatang itu untuk
    mengeroyoknya! "Haiiii, Saudara penghuni Pulau Neraka! Harap jangan
    menyerang. Aku Kwa Sin Liong datang dengan maksud baik! Aku hanya mau
    mencaru Sumoiku di sini!" Hening sejenak. Suitan‐suitan tidak terdengar lagi
    dan lebah‐lebah itu kembali menjauh, demikian ular, kelabang dan lain
    binatang kecil. Terdengar bunyi tampak kaki menginjak daun‐daun kering
    dan tak lama kemudian muncullah belasan orang yang bertelanjang kaki,
    berpakaian tidak karuan, bermuka menyeramkan itu kotor tidak terawat,
    mata mereka merah dan bergerak liar seperti mata orang‐orang gila. Dengan
    gerakan perlahan, pandang mata penuh juriga, belasan orang itu
    menghampiri dan mengurung Sin Liong. Pemuda itu tersenyum ramah,
    bersikap tenang dan mengangkat ranting menyala tinggi‐tinggi untuk
    memperhatikan wajah mereka. "Harap Cuwi (Anda Sekalian) sudi
    memaafkan kedatanganku yang tiba‐tiba ini. Akan tetapi sungguhnya aku,
    Kwa Sin Liong, tidak berniat buruk terhadap Pulau Neraka apalagi terhadap
    penghuninya. Aku datang untuk mencari sumoiku yang bernama Han Swat
    Hong, yang mungkin sudah mendarat di pulau ini." Seorang di antara mereka,
    yang mukanya penuh brewok sehingga yang tampak hanya matanya dan
    sedikit hidungnya, melangkah maju dan menegur, suaranya parau dan kasar.
    "kau dari mana?" "Dari Pulau Es...." Belasan orang itu mendengus dan
    kelihatan marah sekali. Si Brewok mengangkat tinggi senjata golok besarnya
    dan membentak, "kalau begitu kau harus mampus!" "Nanti dulu, harap Cuwi
    bersabar." Sin Liong cepat berseru dan mengangkat tangan kirinya ke atas,
    "Aku bukan musuh dari Cuwi, sudah kukatakan bahwa aku datang bukan
    untuk bermusuh, mengapa Cuwi hendak membunuhku?" Pada saat itu,
    muncul pula lima orang, dan terdengar seruan heran dari seorang di antara
    mereka, yang bertubuh tinggi besar, "Ehh, bukankah ini Kwa‐kongcu dari
    Pulau Es?" Sin Liong memandang dan merasa girang sekali ketika mengenal
    orang itu yang bukan lain adalah Bouw Tang Kui, penghuni Pulau Es yang
    dihukum buang ke Pulau Neraka karena telah mencuri batu mustika hijau!
    "Bouw‐lopek!" serunya girang. "Aku datang untuk mencari Swat Hong yang
    juga sudah dibuang ke sini!" "Apa??" Bouw Tang Kui berteriak, lalu berkata

  6. #80

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 79
    kepada Si Brewok yang agaknya menjadi pemimpin rombongan itu. "Dia
    adalah seorang yang telah membelaku, membela Lu Kiat dan Sia Gin Hwa
    ketika dijatuhi hukuman buang. Dia seorang pemuda yang tak setuju dengan
    hukum di Pulau Es, biarpun dia adalah murid Raja Han Ti Ong sendiri."
    "Apa...??" Mereka kelihatan terkejut mendengar ini. "Muridnya...?" "Benar,"
    jawab Bouw Tang Kui. "Dan kita bukanlah lawanya." Si Brewok meragu.
    "Kalau begitu, kita bawa dia kepada To‐cu (Majikan Pulau)!" Bouw Tang Kui
    melangkah maju. "Harap Kongcu menurut saja kami hadapkan kepada To‐cu
    sehingga Kongcu dapat bicara sendiri dengannya." Sin Liong mengangguk.
    Memang menghadapi orang‐orang kasar ini akan berbahaya sekali karena
    mereka sukar diajak bicara. Kalau dia dapat bicara dengan Majikan Pulau
    yang tentu merupakan tokoh yang paling pandai, dia akan dapat minta
    keterangan apakah Swat Hong telah berada di pulau itu. Dia mengangguk dan
    beberapa orang penghuni Pulau Neraka lalu menyalakan obor. Sin Liong
    sendiri membuang rantingnya, mengenakan lagi jubahnya dan mengikuti
    rombongan belasan orang itu memasuki hutan. Di sepanjang jalan dia
    melihat tempat‐tempat berbahaya, lumpur‐lumpur yang tertutup rumput
    tinggi, pasir‐pasir berpusing yang dapat menyedot apa saja yang
    menginjaknya, pohonpohon yang aneh dengan buah‐buah yang kelihatan
    lezat namun dari baunya dia tahu bahwa buah itu mengandung racun jahat,
    dan lain‐lain. Benar‐benar pulau yang amat aneh dan berbahaya, fikirnya.
    Pantas kalau disebut Pualu Neraka, dan diam‐diam dia mencela kekejaman
    Kerajaan Pulau Es yang membuang orang‐orang bersalah ke tempat seperti
    ini. Dari keadaan orang‐orang yang menangkapnya ini, hanya Bouw Tang Kui
    seorang yang kelihatan masih normal. Hal ini mungkin karena raksaksa ini
    baru beberapa bulan saja dibuang ke sini, sedangkan yang lain‐lain, biarpun
    dapat mempertahankan hidupnya, namun telah berubah menjadi orangorang
    liar yang agaknya telah berubah pula watak dan ingatanya! Dan selain
    menjadi orang‐orang yang tidak normal agaknya mereka telah menguasai
    ilmu yang dahsyat dan mengerikan, yaitu ilmu menguasai binatang‐binatang
    berbisa di pulau itu. Buktinya, biarpun meraka berjalan di hutan penuh
    binatang berbisa itu tanpa sepatu tidak ada seekor pun yang berani
    menyerang mereka. Akhirnya dengan menggunakan ketajaman pandang
    mata dan penciuman hidungnya Sin Liong maklum bahwa orang‐orang ini
    telah menggunakan semacam obat yang agaknya digosok‐gosokan ke seluruh
    kaki mereka sehingga binatang itu menyingkir begitu mereka mendekat. Tak
    disangkanya sama sekali, ketika mereka tiba di tengah jalan, di situ terdapat
    tanah lapang yang luas dan tampak sebuah rumah besar, dikelilingi pondokpondok
    kayu sederhana. lampu‐lampu dinyalakan terang dan Sin Liong
    dibawa ke sebuah ruangan yang luas di mana telah menanti ketua pulau itu
    yang disebut To‐co (Majikan Pulau). Ruangan itu luasanya lebih dari sepuluh
    meter persegi, dikelilingi banyak orang yang memegang bermacam senjata
    dan yang sikapnya semua penuh curiga dan permusuhan, kecuali Bouw Tang
    Kui, Sia Gin Hwa, Lu Kiat dan belasan orang lagi yang belum lama dibuang
    kesitu sehingga mereka ini mengenal Sin Liong sebagai murid Han Ti Ong

  7. #81

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 80
    yang selalu baik kepada mereka, bahkan banyak di antara mereka yang
    pernah diobati oleh pemuda ini. "Hayo berlutut di depan tocu!" kata Si
    Brewok sambil mendorong Sin Liong ke depan. Akan tetapi Sin Liong dengan
    tenang berdiri di depan To‐cu itu dan memandang penuh perhatian. Orang
    ini sudah tua, sedikitnya tentu ada enam puluh tahun usianya. Kepalanya
    besar sekali, tubuhnya kurus kecil sehingga kelihatan lucu, seperti seekor
    singa jantan yang duduk di kursi! Sepasang matanya bersinar‐sinar,
    mulutnya menyeringai. Sebetulnya wajahnya tampan, akan tetapi karena
    sikapnya yang ganas itu membuat wajahnya kelihatan menyeramkan dan
    menakutkan. Pakaiannya tidak seperti pakaian sebagian besar penghuni
    Pulau Neraka yang butut, melainkan pakaian dari kain yang baru dan bersih.
    Kursinya terbuat dari tulang‐tulang berukir, dan di kedua lengan kursinya
    dihiasi dengan rangka ular dengan moncongnya ternganga lebar
    memperlihatkan gigi yang runcing melengkung. Di sebelah kana ketua Pulau
    Neraka ini duduk seorang anak perempuan yang tadinya hampir membuat
    Sin Liong salah kira. Anak itu usianya sebaya dengan Swat Hong, seorang
    anak perempuan yang cantik dan tersenyum‐senyum, sikapnya kelihatannya
    gembira dan mungkin karena sebaya maka kelihatanya mirip dengan Swat
    Hong. Hampir saja Sin Liong tadi memanggilnya ketika mula‐mula memasuki
    ruangan. Ketika melihat betapa pemuda tawanan itu memandangnnya penuh
    perhatian, anak perempuan itu tersenyum‐senyum. Melihat Sin Liong tidak
    mau berlutut di depannya, kakek itu memandang tajam, kemudia berkata
    berlahan, suaranya rendah, "Hemmm, kau tidak mau berlutut, ya? Hendak
    kulihat kalau kedua lututmu patah, kau berlutut atau tidak?" Berkata
    demikian, tiba‐tiba tangan kakek itu menyambar sebatang toya dari tangan
    seorang penjaga, menekuk toya itu sehingga patah tengahnya dan sekali dia
    menggerakan tangan, sepasang potong toya itu menyambar ke arah kedua
    kaki Sin Liong! Pemuda itu terkejut, akan tetapi bersikap tenang. Dia maklum
    bahwa ketua Pulau Neraka itu bermagsud menggunakan lemparan tongkat
    untuk membikin sambungan lututnya terlepas. Maka dia cepat menggerakan
    kedua kakinya, meloncat ke atas, kemudian setelah melihat kedua toya
    berkelebat ke bawah kaki dia menggunakan kedua kakinya menginjak.
    Sepasang tongkat pendek itu menancap di atas lantai dan pemuda itu berdiri
    di atas kedua ujung tongkat dengan tubuh tegak dan bersikap seolah‐olah tak
    pernah terjadi sesuatu! "Waduhhh, dia hebat sekali, kong‐kong (Kakek)!"
    anak perempuan yang tadi tersenyum‐senyum itu besorak penuh kagum,
    padahal anak buah Pulau Neraka memandang marah karena mengangap
    bahwa pemuda itu mengejek ketua mereka. "Hebat apa! Permainan kanakkanak
    seperti itu!" Kakek berkepala besar itu mendengus marah. "Kong‐kong
    juga bisa? Ajarkan aku kalau begitu!" anak prempuan itu berkata dengan
    sikap dan suara manja. "Hushh! Diamlah kau!" kakek itu membentak dan
    sejak tadi matanya tidak pernah berpindah dari Sin Liong. Dibentak seperti
    itu, anak perempuan itu cemberut dan mukanya merah, menahan tangis. Sin
    Liong merasa kasihan lalu meloncat turun dan berkata menghibur, "Adik
    yang manis, jangan berduka. Biarlah kalau ada kesempatan aku akan

  8. #82

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 81
    mengajarkannya kepadamu." Anak perempuan itu memandang Sin Liong
    dengan mata terbelalak, kemudian lenyaplah kemuraman wajahnya yang
    manja menjadi berseri‐seri kembali. "Orang muda yang bersikap dan
    bermulut lancang! Siapa engkau yang mengandalkan sedikit kepandaian
    untuk mengacau Pulau Neraka?" Kakek itu membentak, menahan
    kemarahannya karena dia merasa direndahkan sekali ketika serangan
    sepasang tongkatnya tadi gagal dan dihadapi oleh pemuda itu secara luar
    biasa. Sin Liong cepat memberi hormat dengan menjura dalam‐dalam,
    kemudian dia berkata dengan suara tenang, "Harap To‐cu suka memaafkan
    kedatanganku ke Pulau Neraka ini. Seperti telah kukatakan kepada semua
    penghuni Pulau Neraka kedatanganku sama sekali tidak mengandung niat
    buruk atau hendak bermusuhan. Aku bernama Kwa Sin Liong dan ...." "Dia
    murid Han Ti Ong!" tiba‐tiba Si Brewok berkata lantang. Ucapan ini disambut
    dengan suara berisik dari semua oang yang berada di situ karena mereka
    sudah menjadi marah sekali. Semua orang yuang berada disitu adalah orangorang
    buangan dari Pulau Es, semenjak raja pertama sehingga sudah tinggal
    disitu selama tiga keturunan, ada orang buangan baru dan ada pula yang
    merupakan turunan dari orang‐orang buangan lama, akan tetapi
    kesemuanuya mempunyai rasa benci dan dendam pada satu nama, yaitu
    Pulau Es! Maka begitu mendengar pemuda tampan dan tenang ini adalah
    murid Han Ti Ong, raja terakhir dari Pulau Es, dapat dibayangkan kemarahan
    hati mereka. Dengan pandang mata mereka yang liar mereka hendak
    mencabik‐cabik dan membunuh pemuda itu yang dianggapnya seorang
    musuh besar, dan andaikata mereka itu tidak takut kepada ketua mereka,
    tentu mereka telah menyerbu untuk melaksanakan niat yang terbayang
    dalam pandang mata mereka itu. "Akan tetapi dia selalu menentang Han Ti
    Ong, menentang pembuangan ke Pulau Neraka!" terdengar suara beberapa
    orang membela, yaitu suara Bouw Tang Kui, Lu Kiat, Sia Gin Hwa dan
    beberapa orang buangan baru yang lain. "Bunuh saja dia!" "Seret murid Han
    Ti Ong!" "Jadikan dia mangsa ular!" Kakek bekepala besar itu mengangkat
    kedua lengannya ke atas dan membentak, "Diam...!!" Sin Liong kembali
    terkejut. Ketika mengeluarkan suara bentakan tadi ketua Pulau Neraka
    agaknya telah mengerahkan khikangnya sehingga dia sendiri yang berdiri di
    depan kakek itu merasa betapa kedua kakinya tergetar! Mengertilah dia
    bahwa ketua Pulau Neraka ini benar‐benar memiliki ilmu kepandaian tinggi
    dan tahulah dia bahwa dia telah memasuki sarang naga dan berada dalam
    keadaan terancam. Namun Sin Liong tidak merasa takut sedikitpun juga
    karena dia merasa bahwa dia tidak melakukan suatu kesalahan terhadap
    mereka ini. Maka kembali dia menjura kepada ketua Pulau Neraka sambil
    berkata, "To‐cu, sekali lagi kujelaskan bahwa kedatanganku ini sama sekali
    tidak mengandung niat buruk dan kalau tidak ada perlu sekali pasti aku tidak
    akan berani menginjakan kaki ke pulau ini. Aku datang untuk mencari
    Sumoiku yang bernama Han Swat Hong puteri Suhu....." Sin Liong
    menghentikan kata‐katanya karena teringat bahwa dia telah kelepasan
    bicara, akan tetapi karena sudah terlanjur maka tak mungkin kata‐kata itu

  9. #83

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 82
    ditariknya kembali. "Putera Han Ti Ong...??" Ketua Pulau Neraka berseru
    keras sekalli sampai mengagetkan semua orang. "Kau mencari puteri Han Ti
    Ong di sini?" Sin Liong berkata, "Benar, To‐cu. Karena aku menduga bahwa
    dia berada di sini maka aku menyusul ke sini." "Tangkap puteri Han Ti Ong!"
    "Bunuh dia!" "Gantung puterinya!" Kini Sin Liong mengangkat kedua
    lengannya dan sambil menggerakan khikangnya dia beseru, "Harap Cuwi
    diam!" Dan diamlah semua orang. Di antara meraka yang memiliki
    kepandaian tinggi, termasuk ketua Pulau Neraka, kagum sekali karena orang
    muda yang belum dewasa benar ini ternyata memiliki kekuatan khikang yang
    amat hebat! "Harap Tocu tidak salah sangka. Puteri Han Ti Ong itu juga
    menjadi orang buangan." Ucapan Sin Liong ini tentu saja mengejutkan dan
    mengherankan hati semua orang sehingga mereka tidak dapat mengeluarkan
    kata‐kata melainkan hanya memandang kepada SinLiong dengan mata
    terbelalak. "Kau bohong!" Kakek berkepala besar itu menghardik. "Mana
    mungkin Han Ti Ong membuang puterinya sendiri ke Pulau Neraka?"
    "Agaknya Tocu telah mengerti akan kerasnya peraturan hukum di Pulau Es,
    dan sebetulnya yang dianggap melanggar hukum adalah istri suhu sendiri,
    istri tua, yang aku yakin hanyalah karena fitnah belaka. Suhu telah
    menjatuhkan hukuman kepada Subo, dan Sumoi lalu mewakili ibunya untuk
    membuang diri ke Pulau Neraka, maka aku menyusul ke sini untuk
    mengajaknya pulang ke Pulau Es." Tiba‐tiba ketua Pulau Neraka tertawa
    bergelak, tertawa penuh kegembiraan sampai kedua matanya mengeluarkan
    air mata! "Huah‐ha‐ha‐ha! Ha‐ha‐ha, betapa lucunya! Rasakan kau sekarang
    Han Ti Ong, Raja *******! Rasakan kau betapa perihnya orang tertimpa
    kesengsaraan karena keluarga berantakan. Haha‐ ha!" Semua orang yang
    melihat dan mendengar kata‐kata ketua Pulau Neraka ini, kontan tertawatawa
    semua, mentertawakan Raja Pulau Es! Biarpun mereka belum sempat
    membalas dendam kepada Raja Pulau Es, mendengar nasib buruk Raja itu
    sudah merupakan hiburan besar yang amat menyenangkan hati mereka.
    Hanya anak perempuan itu saja yang tidak ikut tertawa karena dia agaknya
    tidak mengerti apa‐apa, dan pada saat itu dia hanya saling pandang dengan
    Sin Liong yang juga terheran‐heran. "Hei, Kwat Sin Liong! Betapa baiknya
    ceritamu, akan tetapi aku masih belum percaya kalau tidak melihat sendiri
    peteri Han Ti Ong datang ke pulau ini. kita tunggu dan lihat saja. Setelah aku
    melihat puteri Han Ti Ong berada di pulau ini, barulah kita akan bicara lagi.
    Tangkap dia dan masukan dalam kamar tahanan sambil menanti munculnya
    puteri Han Ti Ong!" Si Brewok dan beberapa orang yang agaknya menjadi
    pembantu utama ketua Pulau Neraka sudah melangkah menghampiri Sin
    Liong dengan sikap mengancam. Pemuda ini maklum bahwa tidak ada jalan
    lain kecuali menyerah sambil menanti munculnya Sumoinya karena sebelum
    dia bertemu degnan Sumoinya, melawan hanya akan menimbulkan
    permusuhan yang tidak ada artinya saja. Maka dia mengangkat kedua
    tangannya dan berkata, "Aku tidak akan melawan, kecuali kalau kalian
    menggunakan kekerasan. Aku menyerah dan mau menanti di kamar tahanan
    sampai Sumoiku muncul." Melihat sikap tenang dan ucapan yang berwibawa

  10. #84

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 83
    ini, belasan orang yang mengurung Sin Liong dengan sikap mengancam tadi
    kelihatan ragu‐ragu. Akan tetapi Sin Long lalu melangkah ke depan dan
    berkata, "Marilah bawa aku ke kamar tahanan." "Jangan ganggu dia, biar dia
    mengaso di kamar tahanan dan layani baik‐baik sampai puteri Han Ti Ong
    mucul. kalau dia membohong, hemm, baru kita akan berpesta
    membunuhnya!" Ketua Pulau Neraka berkata sambil terkekeh‐kekeh karena
    hatinya senang sekali mendengar betapa Han Ti Ong sampai membuang
    istrinya sendiri ke Pulau Neraka, kemudian puterinya malah membuang diri
    ke Pulau Neraka. Biarpun dia belum percaya benar akan cerita ini sebelum
    dia menyaksikan buktinya, namun berita itu saja sudah mendatangkan rasa
    senang di dalam hatinya. Dengan sikap gagah dan tenang sekali Sin Liong
    digiring ke dalam kamar tahanan, diikuti oleh pandang mata penuh khawatir
    dari anak perempuan tadi. Setelah rombongan itu lenyap, anak perempuan
    itu mencela ketua Pulau Neraka, "Kong‐kong kenapa dia ditahan? Dia luar
    biasa, berani dan pandai sekali!" "Hushh! Dia orang Pulau Es, dia murid Han
    Ti Ong, karena itu dia adalah musuh kita. Mengerti?" Anak perempuan itu
    cemberut, lalu meninggalkan kakek itu sambil bersungut‐sungut sedangkan
    kakeknya tertawa bergelak dengan hati senang. Dia lalu memberi isyarat
    memanggil seorang kepercayaannya, lalu berbisik‐bisik sambil tersenyumsenyum.
    Pembantunya juga tertawa, mengangguk‐anguk lalu pergi. Kakek ini,
    ketua Pualu Neraka yang memiliki kepandaian tinggi, sama sekali tidak
    curiga kepada cucunya sendiri, tidak tahu bahwa cucunya itu tadi menyelinap
    dan mendengarkan perintah yang dia berikan kepada orang kepercayaannya.
    Sin Liong adalah seorang pemuda yang tidak pernah mempunyai prasangka
    buruk terhadap orang lain. Dia belum banyak mengenal kepalsuan watak
    manusia dan biarpun terhadap orang‐orang Pulau Neraka, dia tetap menaruh
    kepercayaan. Maka diapun percaya penuh akan kata‐kata ketua Pulau Neraka
    dan dengan suka rela dia menyerahkan diri, tidak melawan ketika digiring
    memasuku kamar tahanan! Setelah berada di dalam kamar di bawah tanah
    yang sempit itu, dengan jendela dan besi dari baja, dan ruji baja yang kuat
    memenuhi jendela sebagai jalan hawa, dia segera duduk besila. Dia tak
    menaruh khawatir akan keadaan dirinya, akan tetapi dia merasa gelisah
    mengapa sumoinya belum tiba di Pulau Neraka? Dia percaya bahwa ketua
    Pulau Neraka tidak membohonginya. Kalau benar bahwa Swat Hong telah
    berada di Pulau Neraka, tentu tidak seperti ini sikap mereka terhadap
    dirinya. Kalau begitu, jelas bahwa Sumoinya belum tiba di Pulau Neraka,
    padahal telah berangkat lebih dahulu. Ke manakah perginya sumoinya itu?
    Tengah malam telah lewat dan keadaan sunyi sekali dalam kamar tahanan
    itu. Tidak ada penjaga di luar pintu atau jendela, akan tetapi dia tahu bahwa
    di pintu masuk lorong tahanan itu terdapat beberapa orang penjaga yang
    selalu siap dengan senjata di tangan. Tiba‐tiba dia mendengar suara wanita
    yang marah‐marah di sebelah luar dan suara para penjaga ketakutan. "Kalian
    berani melarangku masuk?" terdengar suara wanita itu. "Nona, tahanan ini
    adalah orang penting! dan...." "Dan kauanggap aku bukan orang penting?
    Kaukira aku mau apa? Aku mau mengejeknya dan memakinya, dia adalah

  11. #85

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 84
    musuh besarku. Apakah kau berani melarangku? Coba kau melarang dan aku
    akan mengatakan kepada Kong‐kong bahwa kalian berani kurang ajar
    kepadaku hendak menggodaku, aku mau melihat apakah kepala kalian masih
    akan menempel di leher!" "Ah, tidak... bukan begitu...." "Maafkan, Nona...."
    "Silahkan masuk, silahkan;;;;" "Awas kalau ada yang mengikuti aku dan
    mengintai, berarti dia mau kurang ajar dan akan kuberitahukan kepada
    Kong‐komg!" Sin Liong sudah menduga siapa wanita yang bicara di luar dan
    ribut‐ribut dengan para penjaga itu, akantetapi begitu dara itu muncul di
    bawah sinar lampu di luar ruji jendelanya, hampir saja dia berteriak
    memanggil karena mengira bahwa Swat Hong yang muncul itu. Di bawah
    sinar lampu yang tidak begitu terang memang gadis cucu ketua Pualu Neraka
    ini hampir sama dengan Swat Hong. Setelah melihat jelas bahwa yang datang
    adalah cucu ketua Pulau Neraka dan mengingat akan kata‐kata gadis ini di
    luar tadi bahwa kedatangannya dengan niat mengejek dan memakinya, Sin
    Liong tetap duduk bersila dan bahkan memejamkan matanya, pura‐pura
    tidur. "Ssssttt..." Sin Liong tidak menjawab, bergerak sedikitpun tidak. Perlu
    apa melayani seorang bocah yang hanya datang hendak mengejek dan
    memakinya? Demikian pikirnya sungguhpun hatinya terasa tidak enak juga
    harus mendiamkan saja orang yang susah payah datang sampai ribut mulut
    dengan para penjaga. Tentu akan kecewa hatinya, pikir Sin Liong dan diamdiam
    dia mengintai dari balik bulu matanya yang direnggangkanya sedikit.
    "Pssstttt... kau tidak tidur, bulu matamu bergerak‐gerak, jangan kautipu
    aku...." anak perempuan itu berkata lagi dengan suara bisik‐bisik dan
    meruncingkan bibirnya di antara ruji‐ruji jendela. Sin Liong menarik napas
    panjang dan membuka matanya. "Hah, kau boleh mengejek dan memaki
    sesukamu, kemudian pergilah agar aku dapat mengaso benar‐benar,"
    katanya. "Hi‐hik!" Gadis itu menahan ketawanya, menutupi mulutnya yang
    kecil. "Kiranya engkau sama bodohnya dengan para penjaga itu, percaya saja
    apa yang kukatakan apa yang kukatakan di luar tadi!" Sin Liong bangkit
    berdiri dan menghampiri jendela kamar tahanan. Mereka saling berhadapan
    dan saling pandang melalui ruji‐ruji jendela. "Apa yang kaumaksudkan,
    Nona?" Mulut yang tersenyum itu kini cemberut dan terdengar suaranya
    manja, "Kau tadi menyebutkan Adik yang manis. Mengapa sekarang menjadi
    Nona? kau benar pandai mengecewakan hati orang!" Mau tidak mau Sin
    Liong tersenyum. Bocah ini manja dan lincah, mengingatkan dia kepada Han
    Swat Hong. Banyak persamaan antara kedua orang perempuan itu. "Baiklah,
    Adik yang manis. sebenarnya, mau apa kau datang ke sini kalau bukan untuk
    mengejek dan memaki aku yang dianggap musuh oleh kakekmu?" "Aku
    datang untuk bercakap‐cakap." "Hemm, waktu dan tempatnya tidak tepat
    untuk bercakap‐cakap. Aku adalah seorang tahanan dan engkau adalah cucu
    To‐cu di sini, tempat ini di kamar tahanan yang kotor dan sempit dan
    sekarang sudah lewat tengah malam. Harap engkau kembali ke kamarmu dan
    tidur yang nyenyak. jangan‐jangan kau akan dimarahi Kong‐kongmu." "Aku
    tidak takut! Aku sengaja datang ke sini untuk bercakap‐cakap denganmu.
    Siapa berani melarangku?" Sikapnya menjadi galak, matanya bersinar‐sinar

  12. #86

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 85
    dan Sin Liong menarik napas panjang. Sejak lama dia memperoleh kenyataan
    betapa ganjilnya watak wanita. Dia melihat watak‐watak yang aneh dan
    sukar dimengerti yang dilihatnya pada diri Sia Gin Hwa yang menyeleweng
    dari suaminya, berjinah dengan Lu Kiat, pada diri Liu Bwee ibu Swat Hong
    yang tadinya periang lalu berubah pemurung dan berhati begitu sabar dan
    mengalah terhadap suaminya yang menyakitkan hatinya, pada diri The Kwat
    Lin yang juga amat berubah setelah menjadi istri raja, pada diri Swat Hong
    yang telah nekad membuang diri ke Pualu Neraka, dan kini dia berhadapan
    dengan seorang gadis yang juga berwatak aneh sekali. "Baiklah, jangan
    marah karena tidak ada yang melarangmu di sini. Kalau kau ingin bercakapcakap,
    nah, bercakaplah dan aku akan mendengarkan." Gadis itu melongo.
    "Bercakap apa?" Diam‐diam Sin Liong merasa geli. Benar‐benar seorang
    gadis yang masih seperti kanak‐kanak dan mungkin semua sikapnya tadi,
    ketika bergembira dan ketika marah, tidaklah setulusnya hati maka demikian
    mudah berubah. "Bercakap apa saja sesukamu, misalnya siapa namamu,
    siapa pula nama Kong‐kongmu dan keadaan di pulau ini dan lain‐lain." Wajah
    itu berseri kembali, gembira setelah ingat bahwa sesungguhnya banyak
    sekali bahan untuk dibicarakan. "Namaku Soan Cu, Ouw Soan Cu...."
    "Namamu indah." Sin Liong memuji untuk menyenangkan hatinya. Dan
    memang hati Soan Cu senang sekali mendengar pujian ini. "Benarkah?
    Benarkah namaku indah?" Dengan penuh gairah dia lalu menceritakan
    riwayatnya secara singkat. Ketua atau Majikan Pulau Neraka itu bernama
    Ouw Kong Ek bukanlah seorang buangan dari Pulau Es, melainkan keturunan
    orang buangan yang semenjak ratusan tahu menjadi ketua di situ karena
    memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kakek dari Ouw Kong Ek, seorang buangan
    dari Pulau Es yang berilmu tinggi, adalah seorang pertama yang menjadi
    "Ketua" di Pulau Neraka, kemudian menurunkan kedudukan ini kepada
    anaknya sampai kepada Ouw Kong Ek. Ouw Kong Ek sendiri mengambil
    seorang buangan dari Pulau Es, seorang bekas pelayan permaisuri Raja Pulau
    Es yang dijatuhi hukuman buang karena fitnah dan sesungguhnya dia tidak
    mau melayani seorang pangeran yang tergila‐gila kepadanya, menjadi
    istrinya mempunyai seorang anak laki‐laki yang bernama Ouw Sian Kok.
    Akan tetapi istrinya meninggal dunia ketika Ouw Sian Kok menikah dengan
    seorang gadis Pulau Neraka dan Ketua Pulau Neraka ini tinggal menduda. Dia
    mencurahkan pengharapanya kepada putera tunggalnya yang mewarisi
    semua ilmunya dan yang diharapkan kelak akan menggantikan kedudukanya
    kalau dia sudah mengundurkan diri. Namun nasib buruk menimpa keluarga
    Ouw. Ketika istri Ouw Sian Kok melahirkan seorang anak, yaitu Soan Cu, ibu
    muda ini meninggal dunia. Ouw Sian Kok demikian berduka sehingga
    ingatannya terganggu, menjadi gila dan melarikan diri dari Pulau Neraka, tak
    seorangpun tahu kemana perginya orang gila itu. "Demikianlah riwayatku
    yang tidak mengembirakan," Soan Cu mengakhiri ceritanya. Sejak kecil aku
    tidak pernah melihat wajah ibu dan ayahku. Ayah sampai sekarang tidak
    pulang dan tidak ada yang tahu berada di mana. Aku dipelihara dan dididik
    oleh Kong‐kong yang mengharapkan kelak aku menggantikan kedudukan

  13. #87

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 86
    ketua di sini. Akan tetapi aku tidak sudi!" "Mengapa tidak suka, Soan Cu?"
    "Siapa sudi mengurusi orang‐orang gila itu! Mereka semua gila dan jahat,
    karena itu aku suka kepadamu Sin Liong. Engkau lain dari pada mereka,
    engkau berani dan baik. Maka aku datang untuk menolongmu. Ketahuilah,
    sebentar lagi, kalau kau dikira sudah tidur, engkau akan dibunuh!" Sin Liong
    terkejut akan tetapi tetap bersikap tenang. "Benarkah? Mengapa aku
    dibunuh? Bukankah Kongkongmu berjanji bahwa kita akan berjanji akan
    menunggu sampai Sumoiku tiba di Pulau Neraka?" "Uhh, kau percaya kepada
    Kong‐kong! Hmm, dia hanya membohong." "Ah, mengapa begitu? Sebagai
    seorang ketua tidak sepatutnya kalau dia menipu." "Membohong dan menipu
    merupakan pebuatan yang menguntungkan dan bahkan dianggap baik dan
    layak di sini! itu adalah tanda dari kecerdikan seseorang!" "Pantas kau tadi
    pun membohongi penjaga." Sin Liong mencela. "Memang, kalau tidak
    membohong, mana bisa masuk dengan mudah? Dan kau tentu akan celaka
    kalau akau tidak membohong." "Hmmm..., alasan dicari‐cari dan ngawur. Jadi
    mereka hendak membunuhku? Mudah saja, apa dikira aku begitu mudah
    dibunuh?" "Kau tidak tahu kecerdikan Kong‐kong, Sin Liong. Kalau digunakan
    kekeras, agaknya kau akan melawan dan sudah melihat kau tadi sudah lihai.
    Akan tetapi, mereka akan mengerahkan binatang‐binatang berbisa untuk
    mengeroyokmu dan membunuhmu di kamar sempit ini! Kalau segala macam
    ular, kalajengking, kelabang, lebah dan lain binatang berbisa itu datang
    memenuhi tempat ini dan mengeroyokmu, apa yang akan dapat kaulakukan
    untuk menyelamatkan diri?" "Hemm, aku akan berusaha membela diri, kalau
    aku gagal, aku akan mati dan habis perkara. tidak ada hal yang
    menggelisahkan hatiku." "Kau sombong! Kau tidak minta tolong kepadaku?"
    "Andaikata aku minta tolong juga, kalau kau tidak mau menolong, apa
    artinya? Tanpa kuminta sekalipun, kalau kau mau menolong, bagaimana
    caranya? Sudahlah, kau hanya akan menyusahkan dirimu sendiri saja, Soan
    Cu. Betapapun juga terima kasih atas kedatanganmu dan kebaikan hatimu.
    Kau seorang dara yang cantik dan baik budi, sayang kau berada diantara
    orang‐orang liar itu. Pergilah, jangan sampai kakekmu melihat engkau berada
    disini." Soan Cu mengeluarkan sebuah bungkusan. "Inilah yang akan
    menyelamatkanmu. Kaupergunakan obat bubuk ini untuk menggosok semua
    kulit tubuhmu yang tampak, dan sebarkan sebagian di sekelilingmu. Tidak
    akan ada seekor pun binatang berbisa yang berani datang mendekat, apalagi
    menggigitmu. Nah, sebetulnya kedatanganku hanya untuk menyerahkan ini,
    akan tetapi kita terlanjur ngobrol panjang lebar. Selamat tinggal, Sin Liong."
    Sin Liong menerima bungkusan itu, mengulurkan tangan dari antara ruji
    jendela dan memegang lengan dara itu. "Nanti dulu, Soan Cu." Ada apa lagi?"
    Gadis itu membalikan tubuh dan mereka saling berpegangan tangan. Hal ini
    dilakukan oleh Sin Liong karena dia merasa terharu juga oleh pertolongan
    yang sama sekali tidak disangka‐sangka itu. "Soan Cu, tahukah engkau apa
    yang akan terjadi padamu kalau sampai Kong‐kongmu mengetahui akan
    perbuatanmu ini?" "Menolong engkau? Ah, paling‐paling dia akan
    membunuhku!" "Hemm, begitu ringan kau memandang akibat itu? Soan Cu,

  14. #88

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 87
    mengapa kau melakukan ini untukku? Mengapa kau menolongku dengan
    mempertaruhkan nyawa?" "Sudah kukatakan tadi. Kau lain dari pada semua
    orang yang kulihat di pulau ini. Aku suka padamu dan aku tidak ingin
    mendengar apalagi melihat engkau mati. Sudahlah, hati‐hati menjaga dirimu,
    Sin Liong!" Gadis itu meloncat dan berlari keluar. Sin Liong berdiri temenung
    sejenak, kemudian kembali ke tengah kamar tahanan dan duduk bersila
    menenangkan hatinya. Andaikata tidak ada Soan Cu yang datang
    memberikan obat penawar dan pengusir binatang berbisa, dia pun tidak kan
    gentar dan belum tentu dia akan celaka oleh binatang‐binatang itu,
    sungguhpun dia sendiri belum mau membayangkan apa yang akan
    dilakukanya kalau serangan itu tiba. Apalagi sekarang ada obat bubuk itu. Dia
    teringat betapa penghuni Pulau Neraka dapat menjelajahi hutan yang penuh
    binatang berbisa dengan enaknya karena tubuh mereka sudah memakai obat
    penawar. Agaknya inilah obat penawar itu. Dia membuka bungkusan dan
    melihat obat bubuk berwarna kuning muda yang tidak akan kentara kalau
    dioleskan di kulit tubuhnya. Sin Liong bersila dan mengatur pernapasan,
    melakukan siulian (samadhi) lagi. Pendengarannya menjadi amat terang dan
    tajam sehingga dia dapat menangkap suara mendesis dan suara yang
    dikenalnya sebagai suara lebah yang datang dari jauh, makin lama makin
    mendekat itu. Tahulah dia bahwa apa yang diceritakan oleh Soan Cu memang
    tidak bohong. Sekali ini agaknya anak itu tidak membohong! Maka dia lalu
    membuka bungkusan, menggosok kulit tubuhnya yang tidak tertutup pakaian
    dengan obat itu. Mukanya sampai ke leher, tangan dan kakinya, digosoknya
    sampai rata. Kemudian sambil membawa bungkusan yang terisi sisa obat itu,
    dia menanti. Tak lama kemudian, suara itu menjadi makin dekat dan tiba‐tiba
    saja munculah mereka! Diam‐diam Sin Liong bergidik juga. Tentu dia akan
    melompat kalau saja dia tidak mempunyai obat penolak itu. Dari bawah
    pintu, puluhan ekor ular kecil dan kelabang besar, kalajengking yang
    besarnya sebesar ibu jari, merayap dengan cepat memasuki kamar, berlomba
    dengan lebah‐lebah putih yang beterbangan masuk melalui jendela. Sin Liong
    cepat menyebarkan bubuk obat ke sekeliling di atas lantai, dan menaburkan
    sebagian ke atas, ke arah lebah‐lebah yang berterbangan. Dia tersenyum
    kagum melihat akibatnya. Semua binatang berbisa itu, dari yang paling kecil
    sampai yang paling besar, tiba‐tiba serentak membalik saling terjang dan
    saling timpa, lari cerai berai meninggalkan kamar. Lebah‐lebah putih juga
    terbang dengan kacau, menabarak dinding dan banyak yang jatuh mati, yang
    sempat terbang keluar jendela saling tabrak seperti mabok, dan sebentar saja
    suara binatang‐binatang itu sudah menjauh. Akan tetapi mendadak Sin Liong
    meloncat berdiri ketika medengar suara lain yang membuat jantungnya
    berdebar,. Suara seorang wanita memaki‐maki, "Iblis kalian semua! Manusiamanusia
    gila! Kalau tidak dapat membasmi kalian, jangan sebut aku Han Swat
    Hong!" Sin Liong meloncat ke arah jendela, kedua tangannya bergerak dan
    terdengar suara keras ketika ruji‐ruji jedela jebol semua. Dia meloncat dan
    keluar dari kamarnya, terus berlari keluar melalui lorong. Setibanya di luar,
    tampaklah olehnya Swat Hong berdiri tegak dengan kedua tangan bertolak

  15. #89

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 88
    pinggang, dua orang anggota Pulau Neraka roboh dan mengaduh‐aduh di
    bawah sedangkan belasan orang lain mengurung gadis itu. Sin Liong
    menggeleng‐geleng kepala. Sumoinya memang galak dan pemberani. Bukan
    main gagahnya. Dikurung oleh orang‐orang Pulau Neraka itu masih enakenak
    saja, bahkan tidak mencabut pedang, padahal semua yang
    mengurungnya memegang senjata. JILID 6 Heiii! Mundur kalian, jangan
    ganggu dia!!" Sin Liong sudah meloncat ke depan. "Kau yang mundur!
    Mengapa ikut‐ikut keluar?" Swat Hong membentak dan memandang Sin
    Liong dengan mata mendelik. "Ehh? Sumoi...? Aku hanya ingin menolongmu."
    "Siapa membutuhkan pertolonganmu? kembalilah ke kamar tahananmu itu
    dengan ... dengan..." Akan tetapi Swat Hong tak dapat melanjutkan katakatanya
    karena kini orang‐orang Pulau Neraka telah mengeroyoknya.
    "Wuuuttt... siuuuuttt!" Tubuh Swat Hong sudah menyambar ke sana‐sini,
    selain mengelak dari serbuan banyak senjata itu, juga untuk mengirim
    serangan serangan balasan dengan tangan dan kakinya yang bergerak cepat
    sekali. Bukan main hebatnya Swat Hong yang bergerak cepat dan yang
    didorong oleh perasaan marah itu. Dia memang marah, bukan marah kepada
    orang‐orang Pulau Neraka, melainkan marah kepada... Sin Liong! Kiranya
    tanpa diketahui oleh Sin Liong sendiri, sudah sejak tadi Swat Hong tiba di
    tempat itu, menggunakan kepandaiannya menyelundup sehingga tidak
    diketahui para penjaga dan dia telah dapat mendengarkan percakapan antara
    suhengnya dan Soan Cu. Hatinya menjadi panas! Dia sendiri tidak tahu akan
    hal ini, tidak sadar mengapa dia menjadi tidak senang mendengar betapa
    suhengnya bercakap‐cakap dengan ramah bersama seorang gadis! karena itu,
    niatnya untuk menolong suhengnya menjadi buyar dan dia hanya menonton
    saja ketika suhengnya diserbu binatang berbisa dan dapat menolong diri
    dengan obat penolak yang diberikan oleh Soan Cu. Ketika Swat Hong yang
    marah menyaksikan ibunya dijatuhi hukuman buang melarikan diri dari
    Pulau Es, dara ini segera berlayar menggunakan sebuah perahu Pulau Es.
    Tujuannya memang hendak membuang diri ke Pulau Neraka menggantikan
    ibunya, dan terutama hal ini dilakukannya sebagai protes kepada ayahnya.
    Akan tetapi karena dia belum pernah pergi ke pulau tempat buangan itu, dan
    pula karena sudah jauh meninggalkan Pulau Es dia mulai merasa gelisah dan
    ngeri memikirkan keadaan Pulau Neraka yang kabarnya amat berbahaya itu,
    maka dia tersesat jalan, mendarat di pulau‐pulau kosong sekitar Pulau
    Neraka. Akhirnya dia melihat dari jauh perahu Sin Liong meluncur di antara
    gumpalan‐gumpalan es yang menggunung. Dia merasa heran sekali melihat
    suhengnya dan merasa khawatir kalau‐kalau suhengnya itu mengejarnya
    atas suruhan raja untuk memaksanya kembali ke Pulau Es. Maka diam‐diam
    ia lalu mengikuti dari jauh sampai akhirnya dia melihat suhengnya mendarat
    di Pulau Neraka. Dengan menggunakan kepandaianya. Swat Hong berhasil
    pula mendarat di Pulau Neraka. Dia tidak khawatir akan serangan binatangbinatang
    berbisa, karena sebelum berangkat Swat Hong membawa batu
    mustika hijau yang dia dapat dahulu dari ayahnya. Di bagian tertentu di dasar
    laut dekat Pulau Es terdapat batu mustika hijau ini yang amat sukar didapat

  16. #90

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 89
    dan hanya beberapa orang penghuni Pulau Es saja yang berhasil
    mendapatkannya. Batu mustika hijau ini mengandung khasiat yang mujijat
    terhadap ular berbisa dan semua binatang berbisa, selalu ditakuti binatangbinatang
    itu, juga dapat dipergunakan untuk mengobati luka terkena gigitan
    binatang berbisa. Maka, dengan batu mustika ditangannya, dengan mudah
    Swat Hong dapat memasuki Pulau Neraka tanpa mendapat gangguan sedikit
    pun dari binatang berbisa yang hidup di pulau itu. Ketika Swat Hong tiba di
    tengah pulau, dia sempat melihat sinar, maka dia menanti sampai larut
    malam dan menyelundup ke dalam tempat tahanan, dengan maksud
    menolong suhengnya, akan tetapi tanpa disengaja dia dapat mendengarkan
    percakapan antara suhengnya dengan Soan Cu. Inilah yang membuat hatinya
    menjadi panas sehingga ketika dia ketahuan para penjaga dan dikroyok, dia
    menolak keras bantuan Sin Liong! Tentu saja Sin Liong menjadi terheranheran
    melihat sikap sumoinya dan memandang dengan alis berkerut dan hati
    khawatir. Sudah ada enam orang pengeroyok terguling roboh oleh gerakan
    kaki tangan Swat Hong yang marah itu, padahal dara itu belum mencabut
    pedangnya. Dapat dibayangkan betapa akan hebatnya kalau dara itu sudah
    menggunakan senjata! "Sumoi, tahan...!" Dia meloncat maju. "Singgg...!
    Mundur kau!" Sin Liong terkejut melihat sumoinya mencabut pedang! Dan
    pada saat itu, terdengar bentakan keras, "Siapakah gadis cilik itu berani
    mengacau disini? Ahhh, Kwa Sin Liong, engkau berani lolos dari tempat
    tahanan?" Yang datang adalah Ouw Kong Ek, ketua Pulau Neraka! Tentu saja
    ketua ini tidak mengenal Swat Hong, sebaliknya, dara itupun tidak mengenal
    kakek berkepala besar ini, maka dia memandang rendah dan membentak,
    "Siapa kau? Kalau sudah bosan hidup, majulah!" Dara itu dengan gerakan
    gagah melintangkan pedangnya di depan dada. Sin Liong cepat melangkah
    maju. Dia tahu betapa lihainya kakek ini, maka untuk mencegah
    pertempuran, dia cepat berkata, "Tocu, jangan salah sangka.Dia adalah
    sumoiku, dia adalah puteri Suhu, Raja dari Pulau Es!" Semua orang terkejut
    mendengar ini dan para pengurung melangkah mundur dengan mata
    terbelalak. Betapapun juga, nama Raja Pulau Es masih merupakan nama
    ampuh dan selain dibenci, juga amat ditakuti oleh mereka. Tentu saja sebagai
    puteri Raja Pulau Es, dara itu merupakan musuh yang dibenci dan juga
    ditakuti. Pantas saja dara itu demikian lihai, pikir mereka. Hati mereka
    gentar. Tidak demikian dengan Ouw Kong Ek. Dia memandang Swat Hong
    dan tertawa bergelak. "Ha‐ha‐ha, jadi dia inikah puteri Raja Pulau Es? Puteri
    Han Ti Ong? Bagus, hayo tangkap dia hidup‐hidup!" perintahnya kepada para
    pembantunya yang segera melompat ke depan. "Tahan dulu!" Sin Liong
    sudah mengangkat tangan kanannya ke atas. Semua orang, termasuk Ouw
    Kong Ek sendiri, memandang pemuda ini. Betapapun juga mereka maklum
    bahwa pemuda ini lihai sekali, buktinya penyerbuan binatang‐binatang
    berbisa untuk membunuhnya di dalam kamar tahanan telah gagal, bahkan
    binatang‐binatang itu lari cerai berai dan kini pemuda itu sudah lolos dari
    dalam penjara. "Ouw‐tocu, seperti sudah kuceritakan kepadamu, biarpun
    sumoi adalah puteri Raja Han Ti Ong, akan tetapi ia menentang Ayahnya dan

Page 6 of 28 FirstFirst ... 234567891016 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •