Page 7 of 28 FirstFirst ... 3456789101117 ... LastLast
Results 91 to 105 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #91

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 90
    mewakili Ibunya dihukum ke Pulau Neraka. Dia tidak memusuhi Pulau
    Neraka...." "Ha‐ha‐ha, apa pun yang kaukatakan, dia tetap adalah puteri Han
    Ti Ong, musuh besar kami. Mana kami dapat percaya kepada kalian, puteri
    dan murid Han Ti Ong? Tangkap mereka!" "Nanti dulu, Tocu! Mengapa
    engkau melanggar janji? Aku sudah mengatakan bahwa kedatanganku ke
    pulau ini hanya untuk mencari Sumoi dan ternyata sekarang Sumoi telah tiba
    di sini, maka harap Tocu bersikap bijaksana dan membiarkan kami pergi dari
    tempat ini." "Hai, Kakek berkepala besar yang *****! Kau mudah saja
    dibohongi Suheng! Kami memang datang untuk membasmi iblis‐iblis di Pulau
    Neraka. Nah, kau mau apa?" "Sumoi!" Sin Liong membentak kaget dan cepat
    berkata kepada ketua Pulau Neraka, "Tocu, jangan dengarkan dia. Agaknya
    dia telah mengalami tekanan batin yang hebat sehingga mengeluarkan katakata
    kacau balau tidak karuan." Swat Hong mengangkat dada, menegakan
    kepalanya dan menghadapi Sin Liong dengan mata mendelik dan berkata
    lantang, "Apa? Kau mau bilang bahwa aku telah menjadi gila?" "Sumoi, kalau
    kau bicara seperti tadi, membohong tidak karuan, memang agaknya kau telah
    gila?" "Kau yang gila! Kau yang tidak waras dan berotak miring! Kalau aku
    membohongi iblis‐iblis ini, apa hubungannya dengan kau?" Sin Liong benarbenar
    menjadi bingung. Biasanya Swat Hong bersikap manis kepadanya dan
    biarpun dia tahu bahwa dara ini berhati keras, akan tetapi belum pernah
    bersikap sekeras itu kepadanya. Tiba‐tiba muncul Soan Cu yang berkata
    kepada kakeknya, suaranya nyaring sehingga terdengar oleh semua orang.
    "Kong‐kong, apa yang dikatakan Sin Liong memang benar! Dia beriktikad
    baik terhadap kita, Kong‐kong. Malam tadi aku datang kepadanya untuk
    mengejeknya, akan tetapi dia sebaliknya malah menunjukkan bahaya maut
    yang mengancam diriku." Kakek itu terkejut. "Bahaya maut? Apa
    maksudmu?" "Sin Liong ternyata memiliki ilmu pengobatan yang lihai sekali.
    begitu melihat aku, dia mengatakan bahwa aku terserang hawa beracun dari
    sebelah dalam dan jika tidak diobati dengan tepat, dalam waktu kurang dari
    setahun aku tentu akan mati." "Hahh...??" Kakek itu dan semua pembantunya
    terbelalak kaget memandang dara itu yang bersikap sungguh‐sungguh. "Dan
    dia memang benar. Dia mengantakan bahwa setiap tengah malam aku tentu
    merasa pening dan dibagian punggung seperti ditusuk‐tusuk jarum, kalau
    pagi kedua kaki pegal‐pegal dan sehabis makan tentu merasa mual hendak
    muntah. Semua yang dikatakanya itu ternyata tepat sekali, Kong‐kong."
    Berubah wajah kakek itu. Soan Cu adalah seorang yang amat disayangnya,
    bahkan disayang oleh pembantunya karena dara inilah yang akan mewarisi
    seluruh ilmu kepandaiannya dan yang akan menggantikannya menjadi Ketua
    Pulau Neraka. Tentu saja mendengar bahwa usia Soan Cu hanya tinggal
    setahun, dia terkejut bukan main dan cepat memandang kepada Sin Liong.
    Sin Liong sendiri bengong dan terheran‐heran. Akan tetapi ketika dia
    memandang Soan Cu ketika kakek itu membalik dan menghadapinya, dia
    melihat dara itu secara lucu telah mengejapkan mata kirinya, maka
    mengertilah dia bahwa dara itu kembali membohong! Membohong dengan
    cerdik bukan main dalam usahanya untuk menolongnya! "Kwa Sin Liong,

  2. Hot Ad
  3. #92

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 91
    benarkah cucuku diancam hawa beracun? Benarkah??" Melihat sikap Sin
    Liong meragu, agaknya sukar bagi pemuda itu untuk membohong maka Soan
    Cu cepat berkata lagi, "Kong‐kong, dia mengatakan bahwa dia dapat
    memberikan obatnya, akan tetapi dia hanya mau memberi obat kalau dia dan
    sumoinya dibebaskan dari sini. Terserah kepada Kong‐kong berat aku atau
    berat mereka itu." Swat Hong sudah hampir membuka mulutnya memaki
    dara itu yang dia tahu telah membohong. Dia sendiri mendengar percakapan
    mereka dan dara itu sama sekali tidak sakit, bahkan telah memberi obat
    penolak binatang beracun kepada Sin Liong, dan menyatakan betapa dara tak
    tahu malu itu amat suka dan kagum kepada Sin Liong, maka datang
    menolongnya. Sekarang dara itu mengatakan hal yang bukan‐bukan! Akan
    tetapi, ketika mendengar ucapan terakhir dari Soan Cu, tahulah dia bahwa
    dara itu kini membohong untuk menolong Sin Liong dan dia terbebas dari
    Pulau Neraka! Kenyataan ini membuat dia bungkam kembali. Betapa baiknya
    dara itu dan betapa akan buruknya dia kalau dia membongkar rahasia gadis
    itu. Tentu Sin Liong akan makin kagum kepada Soan Cu dan makin benci
    kepadanya. Pikiran inilah yang membuat dia membungkam dan tidak
    melanjutkan niatnya untuk membantah Soan Cu. Hati kakek itu makin
    bingung. Lenyaplah semua nafsunya untuk menawan Sin Liong dan Swat
    Hong. Dia memandang Sin Liong dan bertanya, "Orang muda, benarkah
    engkau dapat menyelamatkan cucuku?" Kini Sin Liong yang menjadi bingung.
    Pemuda ini sama sekali tidak pernah membohong dan hatinya tidak akan
    dapat membohong, namun dia tahu bahwa kalau dia menyangkal kata‐kata
    Soan Cu, sama saja mencelakakan gadis yang berniat baik kepadanya itu.
    Maka dia lalu menjawab dengan suara ragu‐ragu dan perlahan, "Aku dapat
    memberi obat pembersih darah dan penguat tulang kepadanya, Tocu." "Dan
    kau menjamin bahwa cucuku tentu akan sembuh dan terhindar dari ancaman
    maut hawa beracun di tubuhnya itu?" Kakek itu mendesak. "Kong‐kong
    mengapa tidak percaya kepadanya? lekas minta obatnya dan engkau yang
    harus menjamin bahwa dia dan sumoinya tidak akan diganggu," kata Soan
    Cu. Kakek berkepala besar itu meraba‐raba jenggotnya. "Hemmm,harus ada
    buktinya dulu. Kwat Sin Liong, mulai saat ini engkau dan Sumoimu puteri
    Han Ti Ong harus tinggal di pulau ini sebagai tamu sambil menanti hasil
    pengobatanmu kepada cucuku. Kalau kau gagal mengobatinya, hemmm, aku
    tidak akan mengampuni kalian berdua. Kalau cucuku sembuh, barulah kita
    bicara lagi." Sin Liong mengerutkan alisnya hendak membantah peraturan
    yang berat sebelah ini, akan tetapi dia melihat Soan Cu mengedipkan mata
    kirinya maka dia menarik napas panjang dan mengangguk lalu berkata,
    "Harap sediakan alat tulis, biar kulukiskan bentuk daun yang harus dicari."
    Sin Liong lalu melukiskan beberapa macam daun yang mudah dicari dan yang
    mempunyai khasiat biasa saja, yaitu sekedar penambah kekuatan tubuh. Ouw
    Kong Ek lalu menyuruh seorang pembantunya untuk mencari daun‐daun
    yang dilukis itu di pulau sebelah Pulau Neraka di mana terdapat banyak
    tetumbuhan. Adapun Sin Liong dan Swat Hong lalu diperlakukan sebagai
    tamu terhormat, bahkan disediakan dua kamar yang bersih untuk mereka,

  4. #93

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 92
    dilayani baik‐baik dan tentu saja di samping pelayanan ini, para pelayan yang
    terdiri dari pembantu‐pembantu ketua, bertugas pula sebagai penjaga!
    "Kuperingatkan kepada kalian agar menanti sampai cucuku sembuh. Lari pun
    tidak akan ada gunanya bagi kalian karena perahu‐perahu kalian telah kami
    simpan dan di sekeliling Pulau Neraka tidak akan ada perahu sebuah pun.
    Tanpa perahu, bagaimana kalian akan dapat meninggalkan pulau ini?"
    Demikinan pesan Ouw Kong Ek sebelum dia meninggalkan dua orang itu
    sehingga Swat Hong menjadi mendongkol sekali dan hampir saja dia
    memaki‐maki ketua itu kalau tidak ditahan oleh Sin Liong yang memegang
    lengannya. Setelah ketua itu meninggalkan mereka berdua di dalam pondok
    di mana mereka untuk sementara tinggal, Sin Liong menegur sumoinya ,
    "Sumoi, mengapa kau bersikap seperti itu?" "Suheng, aku tidak nyangka sama
    sekali akan menyaksikan engkau yang terkenal alim kini bermain gila dengan
    gadis puteri ketua Pulau Neraka. Huhh!" Sin Liong mengerutkan alisnya dan
    memandang tajam kepada sumoinya,hatinya bertanya mengapa sumoinya
    memperhatikan soal begitu, padahal sama sekali tidak ada sangkut paut
    dengan sumoinya. "Sumoi, engkau tahu betul bahwa Nona Ouw Soan Cu
    melakukan hal itu demi menolong kita. Siapakah yang main‐main dengan
    dia?" "Hemm, apa kaukira aku tidak tahu betapa dia suka kepadamu dan
    sengaja mendatangi kamar tahananmu untuk merayumu?" "Sumoi! jadi
    sudah selama ini kau berada di sini? Dan aku diam saja? Sumoi, mengapa kau
    menyangka yang bukan‐bukan? Kalau kau sudah tahu akan kunjungannya
    itu, tentu kau tahu juga bahwa dia datang untuk memberi obat penolak
    binatang‐binatang berbisa. Sumoi, kita semestinya berterima kasih
    kepadanya, dia bermagsud baik bahkan tidak segan‐segan membohong
    kepada Kong‐kongnya demi keselamatan kita." "Ya, ya, memang dia baik
    sekali dan cantik sekali. Siapa yang tidak tahu?" "Sumoi..., harap jangan
    marah. Dia adalah seorang gadis yang bernasib buruk sekali, ibunya
    meninggal ketika melahirkan dia, ayahnya pergi entah kemana dan sampai
    kini belum kembali..." "Memang, dia seorang gadis bernasib buruk yang patut
    dikasihani, tidak seperti aku..." dan Swat Hong lalu menelungkupkan muka di
    atas meja dan menangis! Sin Liong terkejut, beberapa kali hendak memegang
    lengan sumoinya akan tetapi ditahannya tangannya. "Aihh... Sumoi, engkau
    pun bernasib buruk, dan aku merasa kasihan sekali kepadamu. Karena aku
    merasa kasihan aku menyusulmu. Sumoi, diamlah jangan menangis. Apakah
    Sumoi telah bertemu dengan Ibumu?" Swat Hong seketika berhenti
    menangis, mengangkat mukanya yang basah air mata dan memandang
    kepada Sin Liong. Pemuda itu merasa kasihan sekali, lalu mengeluarkan
    saputangannya dan mengapus air mata yang membasahi muka gadis itu.
    "Suheng...apa maksudmu? Apa yang terjadi dengan dia? Bukankah ibu berada
    di Pulau Es dan aku sudah mewakilinya?"Mendengar tentang ibunya,
    seketika lupalah Swat Hong akan kemarahan dan kedukaan hatinya sendiri.
    "Ibumu juga telah pergi meninggalkan Pulau Es..." dengan singkat Sin Liong
    lalu menceritakan apa yang terjadi setelah gadis itu lari pergi dari Pulau Es,
    betapa ibunya juga pergi, tidak mau disuruh tinggal di Pulau Es setelah

  5. #94

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 93
    puterinya membuang diri ke Pulau Neraka. "Aku tadinya mengharapkan
    engkau dapat bertemu dengan ibu maka aku tidak melihatmu di sini,Sumoi.
    Jadi engkau belum bertemu dengan ibumu?" Gadis itu mengerutkan alisnya
    dan menggeleng kepala, kelihatan muram wajahnya mendengar akan
    kepergian ibunya. "Ah, kalau begitu ke manakah perginya ibumu?" Sin Liong
    termenung dan diam‐diam dia pun merasa prihatin sekali akan nasib wanita
    itu. Tiba‐tiba Swat Hong berdiri dan mengepal tinju, mukanya agak pucat
    ketika dia berkata, "Aku mau pergi dari sini sekarang juga! Aku harus
    mencari ibu sampai ketemu, dan aku tidak akan kembali ke Pulau Es! Aku
    tidak akan sudi menggantikan ibu di Pulau Neraka ini pula. Bukankah ibu
    sudah meninggalkan Pulau Es sehingga percuma saja aku mewakilinya?"
    "Nanti dulu, Sumoi, kau tidak bisa pergi begitu saja. Tentu mereka akan
    menghalangimu!" "Aku tidak takut! Yang menghalangi aku akan kubunuh!"
    "Sabarlah, Sumoi. Perlu apa kita mencari permusuhan dengan mereka yang
    berjumlah banyak? Bukan soal takut atau tidak takut, akan tetapi mereka
    adalah manusia‐manusia yang bernasib buruk sekali, dipaksa tinggal di
    tempat seperti neraka ini. Bahkan mereka boleh dibilang senasib dengan
    ibumu dan denganmu sendiri. Selain itu ke manakah kita harus mencari
    ibumu? Kalau kita berbaik dengan mereka, bukankah kemudian mereka
    dapat membantu kita mencari? Dengan tenaga banyak orang kukira akan
    lebih mudah mencari Ibumu yang tidak jelas ke mana perginya itu." Swat
    Hong dapat dibujuk dan akhirnya dia duduk di atas bangku sambil
    mengerutkan alisnya dengan wajah muram. Betapapun juga, setelah dia
    sadar bahwa cemburunya terhadap suhengnya dan Soan Cu tidak berdasar,
    kini terasalah olehnya betapa hatinya sesungguhnya merasa lega dan senang
    karena dapat bertemu dan berkumpul dengan suhengnya, apalagi di tempat
    yang berbahaya ini. Beberapa hari telah lewat dan Soan Cu setiap hari minum
    "Obat" yang terbuat dair daun‐daun seperti yang dilukiskan oleh Sin Liong.
    Setiap hari kakenya bertanya dan dia menjawab bahwa penyakitnya yang
    dideritanya, rasa nyeri seperti yang dinyatakan Sin Liong itu berangsurangsur
    sembuh! Girang bukan main hati kakek itu, akan tetapi hati Swat
    Hong yang mendongkol melihat betapa Soan Cu seolah‐olah mengulur waktu
    "penyembuhannya"! Pada hari ke tujuh, Ouw Kong Ek dan Soan Cu
    mendatangi pondok tempat tinggal Sin Liong dan Swat Hong. Dua orang
    muda dari Pulau Es ini memang sudah menunggu di depan pondok dengan
    hati tidak sabar, menanti berita kesembuhan total Soan Cu. Maka mereka
    menyambut ketua Pulau Neraka dan cucunya itu dengan penuh harapan itu,
    melihat betapa wajah kedua orang pendatang itu berseri. Setelah tiba di
    depan mereka, Soan Cu segera berkata, "Sin Liong, Kakek merasa berterima
    kasih sekali kepadamu dan menyetujui kau melanjutkan pengobatan dengan
    menggunakan sinkang!" "Apa...?" Akan tetapi kata‐kata Sin Liong yang
    bingung dan tidak mengerti itu segera diputus oleh Soan Cu, "Bukankah dulu
    kaukatakan setelah beberapa hari minum obat penawar racun, kau akan
    melenyapkan sama sekali hawa beracun itu dengan menggunakan sinkang
    menyedot keluar hawa itu dari punggungku?" Ouw Kong Ek tertawa. "Orang

  6. #95

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 94
    muda she Kwa. Kalau bukan engkau yang sudah kupercaya penuh, tentu aku
    tidak mengijinkan pengobatan ini. Akan tetapi aku sudah percaya kepadamu,
    maka silahkan. Mudahmudahan saja dalam waktu singkat cucuku akan
    sembuh sama sekali." Setelah berkata demikian, kakek itu membungkuk ke
    arah Sin liong dan Swat Hong, lalu meninggalkan cucunya. "Soan Cu, apa
    maksudmu?" Sin Liong segera berbisik menegur. "Huh, tentu ingin berduaan
    denganmu di dalam kamar, apa lagi?" Swat Hong mengejek. "Husshhh, harap
    kalian jangan ribut‐ribut, "bisik Soan Cu. "Mari kita masuk ke kamar dan
    bicara. "Dia menggandeng tangan Sin Liong dan diajaknya masuk. Melihat
    Swat Hong cemberut, Sin Liong berkata, "Sumoi, marilah." "Aku tidak sudi
    menggangu kalian!" "Aih Enci Hong, mengapa begitu? Yang hendak
    kubicarakan adalah kepentingan kalian berdua. Marilah." Soan Cu berkata
    dan agaknya memang dara Pulau Neraka ini tidak pernah mengerti apa yang
    diejekan oleh Swat Hong. Agaknya cara hidup di Pulau Neraka membuat dia
    kurang mengerti akan tata susila sehingga tak pernah merasa melanggar
    sesuatu biarpun dia memasuki kamar berdua dengan seorang pemuda.
    Sambil bersungut‐sunggut menyembunyikan rasa malunya bahwa dia telah
    menduga yang bukan‐bukan, Swat Hong ikut masuk. "Aku memang berpurapura,
    mengulur panjang waktu penyembuhan. Semua ini karena aku
    mendengar bahwa Kong‐kong dan para pembantunya tidak membebaskan
    kalian setelah aku sembuh." "*******! Kong‐kongmu memang bukan
    manusia baik‐baik! pantas menjadi ketua di Pulau Neraka! Aku akan
    menemuinya!" "Hushhh, Sumoi, Bersabarlah, dan mari kita dengar kata‐kata
    Soan Cu." Dengan muka muram Swat Hong duduk lagi dan memandang
    wajah Soan Cu. Wajah yang manis sekali, pikirnya, manis dan polos.
    Pantaslah kalau andaikata Sin Liong jatuh cinta kepada gadis ini, pikirnya lagi
    dan hatinya merasa berdebar penuh khawatir. "Kong‐kong telah berjaga‐jaga
    dan mempersiapkan anak buahnya, menjaga kalau‐kalau kalian melarikan
    diri. Berbahaya sekali." "Habis bagaimana baiknya,Soan Cu?" "Ada jalan," kata
    dara yang lincah dan cerdik itu. "Menurut pendengaranku ketika Kong‐kong
    merundingkan di kamar rahasia bersama para pembantunya yang paling
    dipercaya, Kong‐kong tidak berniat buruk kepada kalian. Setelah kau dapat
    menyembuhkan aku, maka Kong‐kong membutuhkan engkau sebagai ahli
    pengobatan di pulau ini. Dia hendak menahanmu agar kau dapat mengobati
    setiap penghuni yang terserang penyakit. Adapun Enci Hong ditahan di sini
    sebagai sandera, untuk menahan kekuasaan Pulau Es." "*******....!" "Jangan
    marah, Enci Hong. kurasa kita harus menghadapi Kong‐kong yang berwatak
    kasar dengan sikap dan akal halus. Kalau aku sudah sembuh, yaitu kalau
    kunyatakan bahwa aku sudah sembuh sama sekali, sedikit banyak Kong‐kong
    tentu akan berterima kasih. Kemudian Liong‐ko...heh, Sin Liong mengajarkan
    Kong‐kong mengenal daun obat‐obatan dengan janji akan membebaskan
    kalian. Kurasa Kong‐kong akan mau menerimanya karena sebenarnya yang
    dibutuhkan adalah pengetahuan tentang ilmu pengobatan itu. Dengan
    demikian, kalau kalian meninggalkan pulau ini, kalian akan dianggap sebagai
    sahabat dan penolong. Bagaimana?" "Kurasa baik juga akal ini," kata Sin

  7. #96

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 95
    Liong. "Hemm, terserahlah,. Akan tetapi jangan ada akal bulus di balik semua
    ini!" Swat Hong mengancam. Soan Cu menarik napas panjang. "Enci Hong,
    harap jangan mencurigai aku. Aku sudah menyesal sekali menjadi seorang
    yang terlahir di tempat ini, dan aku ingin melanjutkan cita‐cita Ayah bundaku
    yang kabarnya dahulu juga selalu berusaha agar penghuni Pulau Neraka
    tidak menjadi orang liar yang tidak mengenal prikemanusiaan." Setelah
    berkata demikian, Soan Cu pergi meninggalkan pondok itu dengan muka
    tunduk. "Seorang anak yang baik...." Sin Liong memuji sambil memandang
    tubuh dara itu yang melangkah pergi meninggalkan pondok. "Maksudmu,
    seorang dara yang cantik dan berbudi!" Tanpa menoleh Sin Liong
    mengangguk. "Memang, dia cantik dan berbudi." Huh! Sudah kusangka
    demikian!" Sin Liong menoleh kaget dan memandang wajah sumoinya,
    "Sumoi, apa maksudmu?" Swat Hong membuang muka. "Hemm, tidak apa‐ap.
    "Begitulah!" lalu dia lari memasuki kamarnya, membanting daun pintu keraskeras.
    Sin Liong menggeleng kepalanya, makin tidak mengerti dia akan sikap
    wanita pada umumnya dan saat itu, sikap Swat Hong khususnya, juga sikap
    Soan Cu yang amat aneh kalau diingat bahwa dia adalah cucu ketua Pulau
    Neraka yang berwatak aneh dan kejam. Semua terjadi seperti direncanakan
    oleh Soan Cu. Setelah dara itu mengaku sembuh sama sekali dan Sin Liong
    bersama Swat Hong menghadap ketua untuk minta pembebasan, Ouw Kong
    Ek menggeleng kepalanya dan berkata, "Kwa Sin Liong, kami berterima kasih
    sekali atas penyembuhan penyakit cucuku, dan untuk jasamu itu, kami tidak
    akan menggangu kalian, bahkan menganggap kalian sebagai orang‐orang
    berjasa. Akan tetapi, terpaksa kami tidak dapat membebaskan kalian karena
    kami amat membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di pulau ini. Maka,
    harap kalian suka mengerti akan kebutuhan kami ini. Tinggallah di sini dan
    menjadi orang‐orang terhormat menjadi pembantuku yang paling baik."
    "Tocu, aku mengerti akan kebutuhan Tocu dan para penghuni Pulau Neraka.
    Akan tetapi sungguh tidak adil kalau menyuruh kami tinggal di sini
    selamanya, apa lagi amat tidak adil bagi Sumoi. Betapapun juga, karena aku
    mengerti akan kebutuhan kalian semua, biarlah sekarang diatur begini saja.
    Aku akan sementara waktu tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan
    kepada Tocu, akan tetapi kuminta agar Sumoi sekarang juga dibebaskan,
    diberi sebuah perahu agar sumoi dapat pergi lebih dahulu meninggalkan
    Pulau Neraka. Adapun aku sendiri, kalau Tocu sudah mengenal semua daun
    dan bahan pengobatan, baru aku akan pergi dari sini. Bagaimana?" Ketua
    Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu melirik kearah cucunya yang
    duduk di sebelahnya dan menundukan kepala saja. "Hemmm, boleh juga
    sumoimu pergi. Biarpun dia puteri Han Ti Ong, akan tetapi mengingat akan
    jasamu, biarlah dia kami bebaskan. Akan tetapi kau....ah, aku sangat
    mengharapkan agar engkau menjadi.... keluarga kami, orang muda." Kembali
    dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin menundukan mukanya
    yang menjadi merah sekali. "Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh
    Nona Ouw!" beberapa orang membantu berkata sambil tertawa‐tawa, sikap
    mereka bebas terbuka. "Aku tidak mau pergi!" tiba‐tiba Swat Hong berkata

  8. #97

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 96
    lantang. "Kalau Suheng tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan, aku
    akan tinggal di sini juga sampai pelajaran itu selesai. Dan kalau....kalau ada
    pengantian di sini, kalau suheng diambil mantu, aku pun harus menjadi
    saksinya!" Ucapan itu sebetulnya dikeluarkan dengan gejolak kemarahan dan
    kepanasan hatinya, akan tetapi para pembantu Ouw Kong Ek menyambutnya
    dengan suara ketawa. Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar ucapan
    Sumoinya itu. Ada kesempatan yang amat baik terbuka bagi Swat Hong untuk
    membebaskan diri dari pulau berbahaya itu, dan kesempatan itu dibuang
    begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat Hong. Sekali
    bilang tidak mau, dipaksa pun sampai mati tidak akan mau tunduk! Maka dia
    menjadi bingung sekali. "Tocu, karena Sumoi tidak mau pergi sendiri lebih
    dulu, maka biarlah perjanjian kita diubah. Akan memberi pelajaran ilmu
    pengebatan kepada Tocu, setelah Tocu mengenal bahan obat untuk
    melindungi penghuni pulau ini, aku dan Sumoi boleh pergi dengan bebas."
    Ketua Pulau Neraka itu mengelus‐elus dagunya dan alisnya berkerut, berkalikali
    dia melirik ke arah cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua, biarpun
    tidak pernah terjun ke dunia ramai, namun dia tahu bahwa cucunya jatuh
    hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat seorang pemuda
    lain di Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami cucunya! Tentu saja
    hatinya tidak rela kalau pemuda itu pergi meninggalkan pulau karena dia
    tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya. Maka dia hanya
    menggeleng‐geleng kepala, tanpa dapat menjawab. Melihat keraguan
    ketuanya, seorang kakek berusia lima puluh tahun lebih melaju maju. Orang
    ini kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok, tubuhnya
    kurus kecil dan di lehernya ada seekor ular merah melingkar. Dia adalah
    pembantu utam dari Ouw Kong Ek, seorang yang lihai ilmu kepandaiannya
    dan bernama Lo Thong. Berbeda dengan Majikan Pulau Neraka itu yang
    merupakan keturunan orang buangan, maka Lo Thong sendiri adalah
    seorang buangan dari Pulau Es, tiga puluh tahun yang lalu dia dibuang
    dariPulau Es karena sebagai seorang pemuda dia banyak melakukan
    kejahatan. Setelah berada di Pulau Neraka dia memperdalam ilmi‐ilmunya
    dan menjadi orang ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah
    putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila
    dan meninggalkan pulau. Maka dia diangkat sebagai pembantu utama oleh
    Ouw Kong Ek. "Twako(Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain
    penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau),
    dia menyebutnya kakak, "mengapa Twako bingung menghadapi urusan dua
    orang anak‐anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan
    seharusnya mereka tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi
    hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan sendiri, boleh
    saja akan tetapi mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!" Ouw Kong
    Ek memandang pembantunya dengan muka berseri, seolah‐olah dia terlepas
    dari keadaan yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana baiknya, Lo‐tee?"
    "Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang pemuda She
    Kwa ini dan Twako. Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia dan

  9. #98

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 97
    Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi penghuni pulau ini
    seperti kita semua." "He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku
    kalah oleh ketua kalian? Habis, kalau kemudian ketua kalian yang kalah,
    bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring. "Twako kalah? Ha‐ha, mana
    mungkin?" Lo Thong menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah
    pemuda She Kwa ini mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai,
    baru kalian berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan bebas." "Usul
    yang bagus sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku
    mendengar bahwa di dunia ramai, di daratan sana, orang‐orang gagah
    menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang ruwet.
    Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita
    membereskan urusan ini dengan mengukur kepandaian masing‐masing
    seperti yang diusulkan oleh pembantuku Lo Thong." Sin Liong menggeleng
    kepalanya. "Tocu, aku tidak suka menggunakan ilmu yang kupelajari untuk
    kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara kekerasan untuk
    menahan kami berdua selamanya di pulau ini? Aku sudah besedia
    mengajarkan ilmu pengobatan, maka sudah sepatutnya kalau Tocu
    membalasnya dengan membebaskan kami. "Tidak kita harus saling
    mengukur kepandaian dulu!" ketua itu berkeras. Tiba‐tiba Swat Hong
    melompat ketengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan
    kepalanya. "Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu!
    Siapa sih takut kepada orang Pulau Neraka? Aku yang memasuki
    pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka
    kalain!" "Sumoi...!!" Sin Liong menegur. "Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong
    membantah. Ouw Kong Ek mengerutkan alisnya. "Soan Cu, kau layani bocah
    liar yang sombong ini!" katanya. "Baik Kong‐kong." Soan Cu bangkit berdiri
    dan melangkah maju, akan tetapi segera berhenti ketika mendengar suara
    Sin Liong, "Soan Cu harap jangan bertanding. Di antara kita tidak ada
    permusuhan, bukan?" Soan Cu meragu, memandang kepada Kong‐kongnya,
    kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya
    yang tadi. "Soan Cu...." Kakeknya menegur. "Kong‐kong, aku tidak mau
    bertanding. Mereka bukan musuhku." Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi
    dia tidak marah bahkan lalu tertawa bergelak. "Kau...kau lebih taat
    kepadanya? Ha‐ha‐ha‐ha!" Dia tertawa karena sikap cucunya itu jelas
    membuktikan betapa cucunya benarbenar telah jatuh cinta kepada Sin Liong!
    Sampai‐sampai berani membangkang terhadap perintahnya hanya karena
    Sin Liong menghendaki demikian. Makin panaslah hati Swat Hong. Tadinya
    dia sudah siap‐siap untuk menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain
    agar menang pertandingan juga hendak memperlihatkan kepada Suhengnya
    bahwa dia lebih pandai dari pada Soan Cu. Akan tetapi, ternyata Suhengnya
    melarang Soan Cu dan dan putri Pulau Neraka itu begitu taat! "Ouw Kong Ek,
    kalau cucumu tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo
    tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!" Dia menantang‐nantang dengan suara
    penuh kemarahan. Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung
    sekali bagaimana harus mencegah sumoinya. Kembali kakek itu menjadi

  10. #99

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 98
    marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong membuat mukanya
    merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus
    menandingi seorang bocah perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya
    sendiri! "Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah bermulut lancang
    ini" Lo Thong berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih
    ingat dan memesan. "Akan tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia
    terbunuh." "Baik saya mengerti, Twako." Lo Thong menjawab lalu sekali
    kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat ke depan Swat Hong.
    Menyaksikan ginkang yang hebat ini diam‐diam Sin Liong khawatir sekali,
    akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum kalau dia
    melarang, Sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia hanya
    bangkit berdiri dan memandang dengan jantung berdebar tegang. Swat Hong
    memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya
    mengejek. "Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian tadi,
    bahwa kalau aku menang kami berdua boleh pergi dari sini?" "Tidak", jawab
    Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau menang kau
    boleh pergi, kalau kau kalah, kau harus tinggal di sini selamanya dan menjadi
    muridku." "***** alas! Siapa takut padamu?" Swat Hong yang sudah kena
    dibakar hantinya itu membentak. "Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh
    pergi sekarang juga!" Sin Liong berteriak. "Tidak, Suheng. Aku merasa kurang
    terhormat kalau pergi begitu saja. Aku tidak sudi menerima kebaikan orangorang
    Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan
    kepandaian aku sendiri, bukan karena kebaikan hati mereka. Hayo, kakek
    botak, boleh kaukeluarkan segala ilmumu!" "Bocah sombong, sambutlah ini!"
    Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang
    memandang redah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara
    ini tentu memiliki kepandaian tinggi sebagai puteri Raja Pulau Es, maka
    sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan
    jurus yang ampuh dan mengerahkan tenaga sinkangnya. "Wuuuuuttt...
    sirrr...desss!" Mula‐mula Lo Thong menggerakan tubuhnya rendah kebawah,
    seolah‐olah lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat
    Hong, akan tetapi tiba‐tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya
    meluncur dan mencengkram ke arah pinggang dara itu. Namun Swat Hong
    yang usianya masih muda sekali itu belum lima belas tahun, telah mewarisi
    inti kepandaian dari ilmu‐ilmu kesaktian Pulau Es. Dengan tenang dia
    melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan tangan
    kanannya, maka dia cepat menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan
    tangan miring dari samping yang mengenai lengan lawan. LoThong mencelat
    ke belakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya bukanlah langkah
    kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana‐sini
    dengan amat cepatnya dan sama sekali tidak terduga‐duga lawan. "Sumoi
    awasilah gerakannya. Ginkangnya lihai!" Sin Liong berseru dan diam‐diam Lo
    Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan
    saja sudah mengenal dimana letak keampuhannya. Maka dia lalu menggereng
    dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi‐tubi.

  11. #100

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 99
    Swat Hong diam‐diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari
    ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main. Setiap gerakan tangannya
    mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia
    pening karena harus menggerakan kekuatan matanya untuk mengikuti terus
    gerakan lawan. namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar. Sejak kecil dara
    remaja ini tidak pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan
    kepandaiannya untuk membalas dengan serangan yang tidak kalah
    dahsyatnya. Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh
    perhatian. Diam‐diam Soan Cu merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan
    dia harus mengaku dalam hatinya bahwa andaikata tadi dia yang maju, dia
    akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin
    bersyukur kepada Sin Liong yang tadi mencegahnya maju melawan Swat
    Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia akan kalah kalau melawan
    Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah
    pemuda yang tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali
    menyaksikan pertandingan yang hebat itu. Tubuh mereka berdua yang
    bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan jelas, yang tampak hanya dua
    bayangan berkelebatan ke kanan kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang
    dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia
    berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun masih
    kalah sedikit namun Swat Hong dapat mengimbangi kecepatan lawan,
    bahkan dapat mendesak dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga
    sinkangnya yang berdasarkan hawa murni dari im‐kang yang dingin. Ilmu
    silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah ilmu silat tangan kosong Jit‐capjiseng
    (Jutuh Puluh Dua Bintang ) yang mempunyai tuluh puluh dua jurusjurus
    ampuh. Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum Swat Hong terlahir,
    tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu silatnya sediri pun
    bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun
    lebih berada di Pulau Neraka dan mempelajari ilmu‐ilmu dari Pulau Neraka,
    maka ilmu silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja kalah murni oleh
    ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong.Pula, Lo Thong dahulu belum
    mempelajari Jit‐cap‐ji‐seng sampai habis, hal yang jarang dilakukan penghuni
    Pulau Es kecuali keluarga raja. Mulailah Lo Thong terdesak oleh serangan
    bertubi‐tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong
    menggunakan senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di lehernya,
    namun dia takut akan pesan ketuanya tadi. Kalau dia menggunakan senjata
    itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat marah besar.
    Maka dia lalu berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya
    meringankan tubuh. "Aihhh...!" Swat Hong terkejut ketika melihat betapa
    tubuh lawan dapat bergerak lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan
    yang tak terduga saking cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram.
    Dia berseru sambil meloncat keatas, tinggi sekali kemudian bagaikan seekor
    burung walet, tubuhnya sudah membalik di udara, menukik kebawah dan dia
    sudah melancarkan serangan dengan jurus Kak‐seng‐jip‐hai (Bintang
    Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang paling ampuh dan yang dulu

  12. #101

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 100
    dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir sekali mainkan jurus
    ini. Hebat bukan main daya serang jurus ini karena selagi tubuh meluncur
    turun dengan menukik kebawah, kedua tangannya sudah bergerak
    mencengkram kearah ubun‐ubun kepala lawan yang botak itu! "Hayaaa...!"
    kini Lo Thong yang kaget ketika merasa ada hawa dingin menyentuh ubunubun
    kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman
    maut bagi dirinya, dia tidak berani lengah, cepat membuang diri kebelakang
    sehingga dia terjengkang, kemudian menggunakan ginkangnya untuk
    berguling di atas lantai. Dengan gerakan ini, biarpun pakainnya kotor terkena
    debu, namun dia selamat dan dapat menghindarkan diri dari serangan jurus
    Kak‐seng‐jip‐hai tadi. Akan tetapi, betapa terkejutnya melihat dara itu sudah
    meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah
    menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan. "Haiiiiiiittt!!"
    Swat Hong berseru nyaring dan mengerahkan tenaga sinkangnya. "Sumoi,
    jangan....!" Sin Hong berteriak, kaget ketika melihat betapa sumoinya itu
    menggunakan tenaga Swat‐im‐sin‐ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang
    merupakan sinkang paling ampuh dari Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa
    menguasai tenaga im‐kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di
    atas salju, tanpa pakaian, dan melewati malam‐malam yang dinginya
    menyusup tulang! Dan sebagai puteri Raja Han Ti Ong, tentu saja Swat Hong
    telah menguasai sinkang itu yang kini dipergunakan untuk menyerang selagi
    lawan terdesak. "Ciaaaattt...!!" Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia
    menolak hawa serangan itu dengan dorongan kedua tangannya. Dua tenaga
    sinkang bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan itu bersentuhan dan
    akibatnya, Lo Thong terhuyung kebelakang dan dari ujung bibirnya
    mengucur darah! Sambil menggereng keras, Lo Thong yang merasa
    penasaran itu melompat ke depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang
    sudah siap menyambutnya dengan sebuah tendangan dari samping yang
    tepat mengenai pantat Lo Thong dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke
    arah tempat duduk Ouw Kong Ek! Ketua Pulau Neraka ini marah sekali,
    tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan tahu‐tahu tubuh Lo Thong
    sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika
    menyambut tadi, Ouw Kong Ek yang lihai telah menotok dua jalan darah di
    pungung pembantunya yang seketika merasa dadanya lega kembali, begitu
    dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang
    dengan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan hendak mencengkram
    tubuh gadis itu. Swat Hong terkejut sekali, tidak nyangka bahwa tubuh lawan
    akan secepat itu melayang kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan
    maklum akan bahaya yang mengancam karena dia tidak sempat mengelak
    lagi! Akan tetapi tiba‐tiba ada bayangan berkelebat dan tahu‐tahu Sin Liong
    telah berada di dekat sumoinya. dengan tangan kiri dia menarik tubuh
    sumoinya dan dengan tangan kanan dia menyapok ke atas dan kedua tangan
    Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan
    cepat dia meloncat ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum
    akan kehebatan tenaga pemuda itu. Maklum bahwa dia tak mampu menang,

  13. #102

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 101
    dia lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
    "Bagus! Puteri Han Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh coba‐coba
    dengan aku sendiri!" Ouw Kong Ek turun dari kursinya dan melangkah ke
    tengah lapangan. "Baik, majulah! Aku tidak takut menghadapimu!" Swat
    Hong menantang. "Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu." Sin
    Liong mencegah sumoinya. "Tidak, aku akan menghadapi sendiri!" Sin Liong
    melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata, "Ouw‐tocu, benarkah
    Tocu menantang sumoiku ini? Harap Tocu suka melihat baik‐baik. Sumoiku
    adalah seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan cucumu,
    sehingga kalau Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang
    seorang cucu! Kalau Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak
    perempuan yang sepatutnya menjadi cucumu, silahkan. Kalau Tocu, cukup
    gagah biarlah aku menerima tantanganmu tadi. mari kita bertanding
    mengukur kepandaian. Kalau aku kalah, terserah kepada Tocu. kalau aku
    menang, setelah aku mengajarkan ilmu pengobatan, Tocu akan membiarkan
    kami berdua pergi dari pulau ini dengan aman. Bagaimana?" "Aku tidak
    takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku tidak takut!" Swat Hong berteriakteriak.
    Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah
    merah. Memang tidak keliru omongan Sin Liong tadi. Bocah itu masih amat
    muda, masih kanak‐kanak sebaya Soan Cu. Seorang anak‐anak dan
    perempuan lagi! Tentu saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai
    dia menantang seorang anak perempuan kecil! "Baiklah, mari kita mengadu
    kepandaian Kwa Sin Liong," katanya. Sin Liong menoleh kepada sumoinya.
    "Nah, kau dengar. Yang ditantang adalah aku, buka kau, Sumoi. Mundurlah."
    Swat Hong membanting‐banting kaki, terpaksa dia mundur akan tetapi lebih
    dulu dia berkata kepada Ouw Kong Ek, "Aku selalu masih siap untuk
    melayani jago Pulau Neraka yang manapun juga." Ouw Kong Ek dan Sin Liong
    sidah saling berhadapan dan keduanya saling pandang tanpa bergerak,
    seolaholah hendak mengukur dan menilai keadaan lawan dengan pandangan
    matanya. Melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, juga pancaran sinar
    matanya lembut dan bebas dari rasa takut maupun kebencian dan
    kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda ini,
    sukar untuk dipercaya bahwa pemuda ini adalah murid Han Ti Ong, Raja
    Pulau Es yang sakti. Kelihatannya hanya seperti seorang pemuda yang lemah,
    pantasnya seorang sastrawan yang biasanya hanya membaca sajak dan
    menulis huruf indah atau meniup suling. "Orang muda, mulailah!" Ouw Kong
    Ek berkata ragu‐ragu untuk menggunakan kepandaiannya menyerang orang
    yang kelihatannya lemah ini. "Ouw‐tocu, bukan aku yang menghendaki adu
    kepandaian ini, maka biarlah aku hanya menjaga diri saja." Jawaban yang
    keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu setidaknya memanaskan hati
    Ouw Kong Ek karena kedengarannya seolah‐olah pemuda itu memandang
    rendah kepadanya. Pemuda ini sama sekali tidak gentar menghadapinya, hal
    itu sama saja memandang rendah! "Kwa Sin Liong, sambutlah seranganku!"
    bentaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, gerakannya perlahan
    saja namun didahului sambaran angin pukulan dari kedua telapak tangannya.

  14. #103

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 102
    "Wuuuuuttt... wuuuuttt!!" hawa pukulan yang dahsyat dua kali menyambar
    ke arah leher dan pusar Sin Liong ketika kakek itu menggerakan kedua
    tangannya memukul. Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki
    dan berhasil mengelah sampai berturut‐turut enam kali karena ternyata
    bahwa pukulan kakek itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan
    serangan berikutnya tanpa berhenti sedikit pun, sehingga enam kali
    berturut‐turut kedua tangannya menyambar dahsyat dari segala jurusan!
    barulah Sin Liong dapat membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu
    ketika dia meloncat jauh ke belakang, dan siap lagi menghadapi serangan
    berikutnya. "Bagus!" Ouw Kong Ek berseru kagum melihat betapa pemuda itu
    dengan enak saja sudah berasil menghindarkan diri dari serangan pukulan
    yang dinamakan Jurus Pukulan Badai Mengamuk. Kemudian dia menerjang
    lagi, kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki
    tangannya bergerak dengan cepatnya, gerakan yang aneh namun setiap
    gerakan mengandung daya serang yang amat berbahaya. Kembali Sin Liong
    menyambut serangan‐serangannya itu dengan tenang dan hati‐hati,
    mengelak ke sanansini dan hanya kalau terpaksa dia menggunakan kedua
    tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan saja pemuda itu
    menangkis, namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Imkang
    itu berhasil menghalau tangan lawan! Sampai tiga puluh jurus lebih Sin
    Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu kalipun membalas serangan
    lawan! Tentu saja hal ini membuat Ouw Kong Ek kagum sekali. Pemuda ini
    sudah diserangnya dengan hebat, didesaknya sampai keadaannya berbahaya,
    namun tetap tidak mau membalas. "Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau
    merasa phai‐seng‐gi (sungkan) kepada orang yang hendak memunggut
    mantu kepadamu?" Swat Hong berteriak‐teriak penuh penasaran ketika
    melihat suhengnya bertempur seperti orang mengalah saja. Merah muka Sin
    Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia selamanya belum pernah
    memukul orang! Dia memang mempelajari silat yang tinggi sekali
    tingkatannya, bahkan dari kitab‐kitab lama yang rahasia dan tak pernah
    dibaca orang di dalam perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu‐ilmu
    mujijat, di antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua ilmu silat. Akan
    tetapi dia merasa sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi
    kepada kakek yang sama sekali tidak ada permusuhan apaapa dengannya itu.
    Kini mendengar ejekan Swar Hong, dia merasa tidak enak dan hatinya
    terguncang. Guncangan ini memperlambat gerakan tangannya, maka ketika
    dia menangkis sebuah pukulan, tangkisannya meleset dan pukulan tangan
    kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat dan
    dia terhuyung ke belakang. Ouw Kong Ek yang merasa penasaran sekali kini
    maklum bahwa kalau pemuda itu membalas serangannya, mungkin dia akan
    kalah! maka melihat hasil pukulannya yang membuat Sin Liong terhuyung
    dia cepat mendesak maju. Dia harus mengalahkan pemuda ini karena dia
    ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau Neraka, dan kalau mungkin
    menjadi suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu merobohkannya.
    Maka dia cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke belakang itu.

  15. #104

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 103
    "Wuuut‐plak‐plak! Wuuu‐plak‐plak!!" Pukulan‐pukulan tangan Ouw Kong Ek
    hebat sekali dan setiap kali Sin Liong yang masih terhuyung itu mengelak,
    pukulan itu berubah menjadi cengkraman yang amat lihai namun selalu
    tangan Sin Liong masih dapat menyapoknya! Bahkan pemuda itu berseru
    keras, tubuhnya melayang keatas, berjungkir balik dua kali dan sudah turun
    lagi ke atas lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi! Ouw Kong Ek
    makin penasaran. Cepat dia menerjang maju, kedua kakinya bergerak cepat
    dengan tendangan berantai yang cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti
    kitiran saja sehingga kelihatannya kakek ini berkaki lebih dari dua yang
    bergerak susul menyusul melakukan tendangan ke arah bagian‐bagian
    berbahaya dari tubuh Sin Liong. "Siuut‐siutt...dess!!" Setelah berhasil
    mengelak ke kanan kiri, Sin Liong terdesak ke sudut dan terpaksa dia
    menggunakan kedua lengannya menangkis sambil mengerahkan tenaga inti
    salju. Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa
    dingin yang menjalar melalui kaki yang tertangkis. Dia menggoyang
    tubuhnya beberapa kali dan ras dingin sudah terusir. Dia memandang
    lawannya dengan mata terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan
    suara melengking nyaring dan tubuhnya sudah melayang ke atas kemudian
    menukik kearah Sin Liong. Sin Liong terkejut sekali, dia maklum bahwa
    serangan terakhir ini bukan main hebatnya, maka dia pun lalu berteriak
    keras dan tubuhnya juga mencelat ke atas menyambut tubuh lawannya,
    kedua lengannya digerakkan di depan tubuhnya. "Plak‐plak... bruukkk!!"
    tubuh Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai, dan hanya setelah dia
    bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun dengan agak pening. Bukan
    main, pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang
    akan sukar disambut oleh lawan yang sakti, akan tetapi pemuda itu
    menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan sehingga kedua
    telapak tangan mereka bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang
    terbanting keras! "Belum cukupkah, Tocu?" Sin Liong bertanya dengan suara
    penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur , hal yang sama sekali
    tidak disukainya. "Hmm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini
    kakek itu menyerang lagi dengan ilmu silat yang gerakannya cepat sekali,
    akan tetapi juga aneh. Swat Hong yang menonton di pinggir, memandang
    penuh perhatian dengan alis berkerut. Dia merasa heran sekali. Ilmu silat
    yang dimainkan oleh kakek itu seperti pernah dilihatnya, seperti bukan
    gerakan asing, namun mengapa begitu aneh dan sama sekali tidak
    dikenalnya? Memang tidak mengherankan hal ini terjadi pada Swat Hong
    karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu memang bersumber pada ilmu
    silat Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali menjadi ilmu silat ciptaan
    nenek moyang Pulau Neraka! Bahkan kini dari kedua telapak tangan kakek
    itu mengepul uap hitam, dari mulutnya juga menyembur uap hitam yang
    kadang‐kadang menyambar ke arah muka Sin Liong. Sebagai seorang hali
    pengobatan Sin Liong segera mengenal hawa beracun keluar dari uap hitam
    itu, maka dia bersikap hati‐hati, setiap kali ada uap hitam menyambar.
    Sementara itu, sambil mengelak dan menangkis dia mencurahkan seluruh

  16. #105

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 104
    perhatiannya dan dengan ilmu mujijat yang didapatnya dari kitab, yaitu
    mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat mencatat dan hafal
    akan jurus‐jurus yang dimainkan oleh lawannya. "Suheng, balaslah lawanmu!
    Apa kau takut?" Swat Hong berteriak lagi. Ouw Kong Ek yang sudah merah
    mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang rendah dan
    dipermainkan, membentak, "Orang muda, berani engkau memandang rendah
    kepadaku sehingga tidak mau balas menyerang?" Sin Liong terkejut bukan
    main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang mengalah dan tidak
    mau balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah oleh kakek itu
    dan dianggap takut oleh Swat Hon! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek
    itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala dan
    tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti
    itu, tidak ada pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan
    hati karena menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan
    hatinya, lalu kaki tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruanseruan
    kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus
    kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan
    menangis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya terguling. "Heiiii... dari mana
    engkau mendapatkan ilmuku ini ?" Kakek yang sudah terguling karena kedua
    lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil
    bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus
    tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada
    jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya
    tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda itu menghendaki,
    ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan serangan maut
    yang dapat menewaskannya! Sin Liong menjura dan melangkah mundur.
    "Aku hanya meniru‐niru dari Tocu sendiri...." Ouw Kong Ek makin terheran
    dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang
    kedua tangan pemuda itu. "Kwa Sin Liong ...engkau hebat sekali! Aku
    mengaku kalah terhadap Kwa‐taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah
    dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus‐jurus ilmu silatku sendiri!
    Dia ini adalah seorang pendekar besar yang memiliki kesaktian seperti
    dewa!" Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat
    kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan
    mereka dengan memutar‐mutar tubuhnya sambil berkata tersipu‐sipu,
    "Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan..." "Kwa‐taihiap, aku
    Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu
    pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak
    terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilahkan Taihiap
    dan Han‐lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan
    aman." "Baik, Ouw‐tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racunracun
    di pulau ini dan berusaha mencarikan obat penawanya." Soan Cu
    berlari menghampiri Sin Liong dan berkata, "Sin Liong, kau hebat sekali! Aku
    sungguh kagum kepadamu ." Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang
    kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong

Page 7 of 28 FirstFirst ... 3456789101117 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •