Page 23 of 28 FirstFirst ... 13192021222324252627 ... LastLast
Results 331 to 345 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #331

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 330
    perasaan gadis ini, cucu buyutnya yang agaknya mencinta Suhengnya.
    Setelah siuman dari pingsannya, Swat Hong menangis dengan sedihnya.
    kakek itu membiarkan dia menangis beberapa lamanya, kemudian berkata
    dengan suara halus dan penuh pengertian, "Han Swat Hong, aku tidak
    menyalahkan engkau berduka dan menangis, karena kematian Suhengmu itu
    amat menyedihkan. Akan tetapi, kita harus berani membuka mata melihat
    dan menghadapi kenyataan seperti apa adanya. Suhengmu tewas, hal ini
    adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diubah oleh siapa dan oleh apapun
    juga. Sudah demikianlah jadinya, tidak akan berobah biarpun kita akan
    berduka sampai menangis air mata darah sekalipun. karena itu lihatlah
    kenyataan ini dan bersikaplah tenang dan tabah." Swat Hong menyusut
    matanya. "Dia.... dia adalah satu‐satunya orang.... setelah aku kehilangan Ibu
    dan Ayah...." Sukar membendung membanjirnya air mata akan tetapi
    perlahan‐lahan, mendengarkan nasihat kakek buyutnya, dapat juga Swat
    Hong menekan kedukannya dan menghentikan tangisnya. "Kong‐couw,
    apakah yang terjadi dengan Suheng? Harap ceritakan dengan sejelasnya."
    Kakek itu menarik napas panjang. "Aku terlambat. Ketika tiba di sana, tempat
    itu sudah kosong. The Kwat Lin dan teman‐temannya sudah melarikan diri
    dari Rawa Bangkai. Aku menangkap seorang katai yang masih tinggal di sana
    dan dari orang inilah aku mendengar betapa Suhengmu dikeroyok dan
    akhirnya dapat ditangkap dan dilempar ke dalam sumur ular." "Ketika dia
    dilempar belum mati, apakah dia tidak dapat ditolong?" Swat Hong bertanya
    penuh harapan. Kakek itu, yang selama dalam perantauannya setelah
    meninggalkan Pulau Es, menyebut diri sendiri Han Lojin (Kakek Han),
    menggeleng kepala. "Guha terowongan itu diruntuhkan oleh Kwat Lin, sumur
    ular telah tertutup batu‐batu besar. Suhengmu tidak mungkin dapat ditolong
    lagi karena sumur itu penuh ular berbisa dan Suhengmu pingsan ketika
    dilempar ke situ." Sepasang mata yang merah karena tangis itu
    mengeluarkan sinar berapi dan kedua tangan itu dikepal, "Aku harus bunuh
    mereka! Aku harus balaskan kematian Suheng! kalau tidak, hidupku tidak
    ada artinya lagi. Kong‐couw, sekarang juga aku akan cari mereka!" Dia sudah
    bangkit berdiri dan hendak pergi dari situ. Akan tetapi kakek itu memegang
    lengannya dan berkata dengan suara penuh wibawa, "Tahan dulu!" Swat
    Hong memandang kakek itu dengan alis berkerut. "Mengapa engkau
    menghalangi niatku membalas dendam?" "Melakukan sesuatu dengan
    tergesa‐gesa tanpa pertimbangan lebih dulu adalah perbuatan bodoh dan
    sikap yang ceroboh. Karena tidak mengukur kekuatan sendiri, Suhengmu
    telah membeli dengan nyawanya. Apakah perbuatan bodoh seperti itu
    hendak kau contoh pula? Aku mendengar keterangan dari si katai itu bahwa
    mereka itu bersama anak buahnya pergi ke utara, ke Telaga Utara untuk
    menggabungkan diri dengan pemberontak An Lu Shan. kalau engkau
    menyusul ke utara, mana mungkin engkau seorang diri akan menghadapi
    mereka yang mempunyai pasukan ratusan ribu orang? Apakah kau hanya
    akan mengantar nyawa dengan sia‐sia belaka di sana?" "Aku tidak takut,
    Kong‐couw!" Kakek itu tersenyum. "Tentu saja tidak takut, akan tetapi bodoh

  2. Hot Ad
  3. #332

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 331
    kalau sampai begitu. Kau ini akan membalaskan kematian Suhengmu ataukah
    akan membunuh diri?" Swat Hong sadar dan terkejut juga karena baru
    sekarang terbuka matanya bahwa dia hanya menuruti hati duka dan sakit.
    Dia menunduk dan berkata dengan lirih, "Aku harus membalaskan kematian
    Suheng, dan juga aku harus merampas kembali semua pusaka Pulau Es yang
    dilarikan The Kwat Lin untuk memenuhi pesan terakhir Ayahku." "Baiklah,
    akan tetapi engkau tidak mungkin bisa melaksanakan tugas berat itu seorang
    diri saja. Marilah pergi bersamaku, aku sudah hafal akan keadaan di Telaga
    Utara dan biarlah aku yang akan menyelidiki di sana nanti." Swat hong tentu
    merasa girang sekali memperoleh bantuan kakeknya yang berilmu tinggi dan
    dia tidak membantah. Maka berangkatlah ke dua orang ini ke utara. Setelah
    tiba di dekat Telaga Utara, Han Lojin mulai menyelidiki sebagai sebagai
    seorang tukang pancing yang bercaping lebar. Swat Hong dia suruh menanti
    di dalam kuil tua di sebelah hutan. Seperti telah diceritakan di bagian depan,
    Han Lojin kemudian bertemu dengan cucu mantunya, Liu Bwee, dan Ouw
    Sian Kok yang dikeoyok oleh orang‐orangnya An Lu Shan dan
    menyelamatkan kedua orang itu. Dia tidak berhasil bertemu dengan The
    Kwat Lin karena wanita ini, bersama dengan Kiam‐mo Cai‐li dan juga
    Ouwyang Cin Cu, telah memperoleh tugas lebih dulu dari An Lu Shan dan
    telah berangkat ke kota raja untuk menyelundup dan membantu gerakan
    dari dalam secara rahasia. Oleh karena inilah , maka ketika menyelidiki ke
    Telaga Utara, Han Lojin tidak pernah mellihat The Kwat Lin dan akhirnya dia
    malah bertemu dan menyelamatkan cucu mantunya. Demikianlah, Liu Bwee
    dan Ouw Sian Kok ikut bersama kakek sakti itu memasuki hutan.Ketika tiba
    di kuil, kakek itu berkata kepada Liu Bwee, "Engkau akan bertemu dengan
    seseorang yang tidak kausangkasangka, maka bersiaplah engkau
    menghadapi peristiwa ini." Tentu saja Liu Bwee menjadi terheran‐heran dan
    tidak mengerti. Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara orang , "Kongcouw,
    aku sudah pulang?" dan munculah Swat Hong! Tiba‐tiba Swat Hong
    yang berlari ke luar itu berhenti dan seperti telah berubah menjadi patung.
    Ibu dan anak itu saling berpandangan, keduanya tidak bergerak seperti
    terkena pesona. "Ibuuuuu.....!!" "Swat Hong..... Hong‐ji, anakku....!" Keduanya
    berlari ke depan, kedua lengan terbuka, air mata bercucuran di wajah yang
    berseri penuh kebahagiaan, keduanya bertemu, saling rangkul dan saling
    dekap sambil menangis! Pertemuan yang sama sekali tidak pernah mereka
    sangka‐sangka, pertemuan yang mengundang keharuan hati mendatangkan
    segala bayangan duka yang dipendam di lubuk hati. Ouw Sian Kok terbatukbatuk
    menahan haru. Teringat dia akan puterinya sendiri, namun diam‐diam
    dia merasa girang bahwa Liu Bwee dapat berjumpa dengan anaknya. Dia
    saling pandang dengan Han Lojin dan tersenyum sambil menganggukangguk,
    dan pergi menjauh untuk memberi kesempatan kepada ibu dan anak
    itu saling bertemu dan bicara. "Ibu...., Ayah.... Pulau Es....." Liu Bwee
    mengangguk dan menghusap rambut puterinya. "Aku sudah tahu....." ".......dan
    Suheng......" Liu Bwee memandang puterinya dan mengangkat dagu Swat
    Hong. "Apa maksudmu? Suhengmu kenapa?" Melihat ibunya belum tahu,

  4. #333

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 332
    Swat Hong terisak lagi menangis. "Hong‐ji, tenanglah. Mari kita bicara yang
    baik. Mengapa Suhengmu? Apa saja yang telah terjadi sejak kita berpisah?"
    "Suheng.... Suheng telah tewas, Ibu...." Liu Bwee terkejut bukan main,
    terbelalak dan memandang pucat kepada putrinya akan tetapi melihat
    puterinya menangis penuh duka, dia mendekapnya dan menghibur, "mati
    hidup bukanlah urusan kita, Hong‐ji. tenanglah dan ceritakan semua
    pengalamanmu kepada Ibumu." Swat Hong lalu menceritakan semua
    pengalamannya semenjak ibunya meninggalkan Pulau Es, menceritakan
    dengan lengkap namun singkat dan didengarkan oleh ibunya penuh
    perhatian. Ketika puterinya itu bercerita tentang Soan Cu, Liu Bwee
    menengok dan menggapai ke arah Ouw Sian Kok sambil berseru, "Ouwtwako,
    ke sinilah. Anakku telah bertemu dengan puterimu, Ouw Soan Cu!"
    Mendengar seruan ini, Ouw Sian Kok melompat bangun dan lari
    menghampiri, berkata kepada Swat Hong, "Aihhh, Han‐siocia (Nona Han),
    benarkah kau telah bertemu dengan anakku?" Suaranya agak gemetar karena
    keharuan hatinya mendengar tentang puterinya. Swat Hong memandang
    laki‐laki setengah tua yang gagah itu, lalu mngangguk. Kiranya ibunya telah
    bertemu dan bersahabat dengan ayah Soan Cu, pikirnya! Dia telah
    mendengar akan ayah Soan Cu yang lari meninggalkan Pulau Neraka
    semenjak isterinya meninggal dunia. jadi inikah orangnya? Dia lalu
    melanjutkan penuturannya yang amat menarik hati itu sampai pada
    peristiwa penyerbuannya bersama suhengnya ke Rawa Bangkai sehingga
    suhengnya tewas dan dia tertolong oleh kakek buyutnya. Hening sekali
    setelah Swat Hong mengakhiri ceritera, hanya isak tertahan gadis itu masih
    terdengar. "Hemm, sungguh jahat sekali The Kwat Lin itu!" tiba‐tiba Ouw
    Sian Kok berkata sambil mengepal tinjunya. "Han‐siocian, aku Ouw Sian Kok
    bersumpah untuk membantumu menghadapi iblis betina itu!" Swat Hong
    mengangkat mukanya memandang. "Terima kasih, Paman Ouw....." "Akan
    tetapi, aku harus menemui anakku lebih dulu. Di manakah engkau bertemu
    dengan dia untuk terakhir kalinya?" "Dia kami tinggalkan di Puncak Awan
    Merah di Pegunungan ***‐hang‐san, di tempat tingal Tee‐tok Siangkoan
    Houw." "Kalau begitu,biar aku menyusul ke sana!" kata Ouw Sian Kok dengan
    gembira. "Setelah aku bertemu dengan dia, barulah kita beramai mencari
    iblis betina itu untuk sama‐sama menghadapinya dan menghancurkannya!
    Bagaimana pendapat Locianpwe?" Dia berpaling kepada kakek Han yang
    sejak tadi hanya mendengarkan saja. Juga Swat Hong dan Liu Bwee menoleh
    dan memandang kakek itu karena betapapun juga, mereka mengharapkan
    bantuan kakek ini, juga keputusannya. Sampai lama Han Lojin diam saja,
    merenung dan memandang jauh, kemudian menghela napas panjang. "Aihh,
    tak kusangka akan begini jadinya....! Tadinya, ingin sekali aku melihat kalian
    berdua melupakan semua hal yang telah lalu, mulai hidup baru dengan aman
    dan tenteram, menjauhi urusan kekerasan dunia yang hanya mendatangkan
    dendam dan bunuh‐bunuhan antara sesama manusia, sambil mendidik Swat
    Hong pula. Akan tetapi melihat gejalanya..... mengingat pula hancurnya Pulau
    Es ..... dan memang sudah seharusnya kalau pusaka‐pusaka itu dikembalikan

  5. #334

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 333
    ke tempat asalnya...... ahhhh, aku Si Tua Bangka yang sudah lama mencuci
    tangan dari urusan duniawi, sekarang terseret pula! Betapa menyedihkan!"
    "Locianpwe, kalau kita masih hidup di dunia ramai, betapa mungkin kita
    menghindarkan diri untuk mencampuri urusan dunia ramai? Yang penting
    kita selalu berada di pihak yang benar." Ouw Sian Kok membantah. Kakek itu
    menggeleng‐geleng kepala. "Engkau belum mengerti, apa sih artinya pihak
    yang benar? Apa sih artinya kebenaran? Kebenaran yang dapat disebut
    dengan mulut, bukankah kebenaran adanya! Ahhh, sudahlah, tanpa adanya
    kesadaran, mana mungkin dapat mengerti? Engkau hendak mencari
    puterimu, memang sudah sepatutnya dan semestinya sejak dahulu
    kaulakukan hal itu. Sekarang aku akan menyertai Liu Bwee dan puterinya ini
    ke kota raja......" "Ke kota raja?" Ouw Sian Kok berseru heran. "Ya, karena The
    Kwat Lin telah menerima tugas dari An Lu Shan untuk menyusun kekuatan di
    sana menanti saat pemberontakan tiba. Dan kita tidak perlu terseret oleh
    pemberontakan, melainkan hanya hendak mencari The Kwat Lin dan minta
    kembali pusaka‐pusaka Pulau Es." "Dan membunuh mereka untuk
    membalaskan kematian suheng!" Swat Hong berseru penuh semangat. Han
    Lojin tidak menjawab seruan Swat Hong itu, melainkan menoleh kepada Ouw
    Sian Kok, sambil berkata, "Ouw Sian Kok, kalau kau hendak mencari
    puterimu, pergilah dan kelak kau boleh menyusul kami di kota raja....."
    "Tidak, Locianpwe. Setelah saya mendengar bahwa iblis betina itu berada di
    kota raja, saya juga harus ikut ke kota raja untuk menghadapinya!" Liu Bwee
    memandang kepada tokoh Pulau Neraka ini dan kebetulan sekali Ouw Sian
    Kok juga memandangnya, maka pertemuan dua pasang sinar mata itu sudah
    cukup bagi mereka untuk mengetahui isi hati masing‐masing. liu Bwee
    maklum bahwa pria yang gagah itu ingin membantunya karena
    mengkhawatirkan dirinya, sebaliknya Ouw Sian Kok juga maklum bahwa
    bekas ratu Pulau Es itu girang sekali mendengar bahwa dia akan membantu.
    Maka tanpa banyak cakap lagi berangkatlah empat orang ini menuju ke kota
    raja. Pada waktu itu, suasana di seluruh negeri telah menjadi panas.
    Kekacauan terjadi dimana‐mana ketika tersiar berita bahwa pemberontakan
    An Lu Shan mulai bergerak dari utara. Tersiar berita bahwa di tapal batas
    utara telah di mulai perang saudara antara pasukan pemberontak dan
    pasukan pmerintah yang tidak kuat membendung datangnya pasukan
    pemberontak yang seperti air bah membanjir ke selatan. Berita ini sudah
    cukup untuk membangkitkan semangat golongan sesat untuk bangkit dan
    mempergunakan kesempatan selagi keadaan negara kacau, rakyat bingung
    dan pasukan‐pasukan ditarik untuk diperbantukan menghadapi
    pemberontak sehingga keamanan tidak terjamin lagi. Memang perang telah
    dimulai. An Lu Shan telah membuka kedoknya dan dengan terang‐terangan
    mulai menggerakan pasukannya. Pada waktu itu, pasukan pemerintah yang
    terkuat adalah pasukan penjaga tapal batas utara yang dianggap merupakan
    bagian atau daerah yang paling penting untuk dijaga dengan kuat, maka
    otomatis pasukan yang terkuat berada di bawah pimpinan Jenderal ini. Pada
    jaman itu, kerajaan Tang dipimpin oleh kaisar Beng Ong yang usianya sudah

  6. #335

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 334
    enam puluh tahun lebih, seorang kaisar yang sayangnya memiliki kelemahan,
    yaitu menjadi hamba dari nafsu berahi sehingga dia seperti boneka lilin di
    dalam tangan halus selir Yang Kui Hui. Pada waktu itu, Kerajaan Tang
    mempunyai dua buah kota raja atau ibu kota. Yang pertama, di mana Kaisar
    Beng Ong duduk bertahta dan menjadi pusat pemerintahannya, adalah ibu
    kota Tian‐an. Adapun ibu kota yang ke dua adalah Lok‐yang. An Lu Shan yang
    selain mempunyai bala tentara yang besar jumlahnya dan pasukan‐pasukan
    pilihan, juga dibantu oleh banyak orang‐orang kang‐ouw yang berilmu tinggi.
    Hal ini adalah karena banyak orang‐orang kang‐ouw merasa tidak suka
    kepada Kaisar tua yang berada di bawah telapak kaki selir cantik itu, juga
    banyak pembesar yang diam‐diam merasa dendam kepada Yang Kui Hui
    karena selir ini dengan mudah begitu saja mempengaruhi Kaisar untuk
    memecat pembesar‐pembesar tinggi dan menggantikan kedudukan mereka
    dengan kedudukan lebih rendah, semua ini untuk menarik keluargakeluarganya
    agar dapat menduduki tempat‐tempat penting! Gerakan
    pemberontakan An Lu Shan dimulai dari utara di dekat Peking, terus
    membanjir ke selatan. Dengan mudahnya dia melumpuhkan semua
    perlawanan yang dilakukan oleh pasukan‐pasukan yang masih setia kepada
    Kaisar, bahkan pasukan yang takluk segera menyerah dan menjadi pasukan
    pembantunya. Dengan mudah saja pasukan‐pasukan pemberontak
    menyeberangi Sungai Kuning dan menyerbu Lok‐yang, ibu kota ke dua dari
    kerajaan Tang.
    Komandan pasukan yang mempertahankan Lok‐yang, ibu kota ke dua dari
    Kerajaan Tang ini adalah seorang panglima yang setia dan dengan gigih dia
    memimpin pasukannya mempertahankan Lok‐yang mati‐matian. Akan tetapi,
    yang amat melemahkan pertahanan itu adalah gangguan‐gangguan dari
    dalam kota itu sendiri yang dilakukan oleh kaki tangan An Lu Shan. Pada saat
    Lok‐yang diserbu inilah rombongan Han Lojin berada di Lok‐yang ketika
    mereka berusaha mencari The Kwat Lin yang dikabarkan membantu An Lu
    Shan dengan mempersiapkan diri di ibu kota itu. Han Lojin, Ouw Sian Kok,
    Liu Bwee dan Swat Hong terkurung di dalam kota Lok‐yang ketika ibu kota
    ke dua ini di serbu pemberontak. Mereka menyaksikan sendiri betapa
    Panglima Coa Cun dengan gagah berani mempertahankan ibu kota ke dua itu
    dengan pasukannya sehingga tidaklah mudah bagi pasukan pemberontak
    untuk menguasai kota raja ini. Han Lojin dan rombongan yang memang
    bermaksud untuk mencari The Kwat Lin, ikut hilir mudik bersama parang
    penghuni yang ketakutan, memasang mata dan ketika terjadi pembakaran di
    pusat pasar dan serangan‐serangan gelap yang ditujukan kepada komandankomandan
    pasukan oleh serombongan orang yang gerakannya amat lihai,
    Han Lojin dan rombongannya cepat mendatangi tempat kekacauan ini.
    Akhirnya setelah lari ke sana‐sini setiap mendengar ada kekacauan yang
    dilakukan oleh segerombolan mata‐mata musuh, di taman belakang istana
    pangeran muda yang berkuasa di Lok‐yang, mereka melihat gerombolan
    pengacau itu dan serta merta Han‐Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee Dan Swat
    Hong menyerbu dan mencari The Kwat Lin. Akan tetapi, mereka berhadapan

  7. #336

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 335
    dengan belasan orang pengacau yang dipimpin oleh Kiam‐mo Cai‐li!
    Gerombolan itu sedang berusaha untuk membakar istana pangeran dengan
    panah‐panah api dan para pengawal istana itu sudah malang melintang
    tewas oleh mereka. "Dialah Kiam‐mo Cai‐li, pemiliki istana Rawa Bangkai,"
    kata Han Lojin sambil menuding ke arah seorang wanita cantik yang
    pakainnya mewah dan sedang memimpin belasan orang pembantunya itu
    untuk menghujankan anak panah ke arah istana. Sebagian dari istana itu
    mulai terbakar. Mendengar bahwa wanita itu adalah seorang di antara
    pembunuh‐pembunuh suhengnya, Swat Hong sudah tidak dapat menahan
    kesabaran hatinya lagi. Dia meloncat keluar dari tempat sembunyinya
    dengan pedang di tangan, serta merta menyerang sambil membentak, "Iblis
    betina Kiam‐mo‐cai‐li, bersiaplah engkau menebus nyawa Suheng Kwa Sin
    Liong!!" "Singggggg... syuuuuuutttt..... aiihhhh.....!" Kiam‐mo Cai‐li cepat
    mengelak dengan meloncat ke belakang dan rambutnya yang panjang seperti
    hidup saja bergerak menyambar ke arah pergelangan tangan Swat Hong.
    Namun dara ini cukup cekatan. Melihat sinar hitam menyambar, dia sudah
    membalikkan pedangnya membacok sehingga putuslah segumpal rambut,
    membuat Kiam‐mo Cai‐li berteriak kaget dan marah. Ketika dia memandang
    dan melihat bahwa yang muncul ini adalah gadis teman Sin Liong, gadis dari
    Pulau Es seperti yang di ceritakan oleh The Kwat Lin, dia terkejut bukan
    main. Apalagi melihat han Lojin, Ouw Sian Kok, dan Liu Bwee yang jelas
    membayangkan kelihaian. "Panah roboh mereka!" Tiba‐tiba dia berteriak
    sambil melompat jauh ke belakang untuk memberi kesempatan kepada dua
    belas orang pembantunya menyerang empat orang ini. Dua belas orang itu
    adalah anak buah Kiam‐Mo Cai‐li dari Rawa Bangkai yang telah dididik
    khusus menggunakan anak panah berapi. Ketika mereka mendengar aba‐aba
    ini dan mengenal wajah Swat Hong sebagai gadis yang pernah menyerbu
    Rawa Bangkai, cepat mereka membidikan anak panah mereka, dan
    tampaklah sinar‐sinar berapi menyambar ke pada empat orang itu. "Wir‐wirwir....!!"
    Mengerikan sekali datangnya anak‐anak panah yang ujungnya
    bernyala itu, dapat dibayangkan betapa mengerikan kalau anak panah yang
    bernyala itu mengenai tubuh! Namun, empat orang itu bukanlah orang‐orang
    sembarangan. Dengan amat mudahnya Han Lojin dan Ouw Sian Kok
    mengebutkan ujung baju meruntuhkan semua anak panah yang menyambar
    ke arah mereka, sedangkan Liu Bwee dan Swat Hong juga sudah
    meruntuhkan semua anak panah yang menyambar ke arah mereka dengan
    pedang sehingga anak‐anak panah itu patah‐patah. "Iblis betina !" Swat Hong
    meloncat maju, pedangnya diputar cepat dan dia sudah menerjang Kiam‐mo
    Cai‐li dengan dahsyat. "Trangggg! Trik‐trikkkk!" Pedang payung di tangan
    Kiam‐mo Cai‐li sudah menangkis dan kuku‐kuku jarinya yang panjang
    mengeluarkan suara berjentrik ketika dia mencengkeram ke arah Swat Hong
    yang dapat dielakan oleh dara ini. "Kalian hadapi mereka. wanita itu lihai dan
    berbahaya, aku harus menjaga Swat Hong," kata han Lojin kepada Ouw Sian
    Kok dan Liu Bwee. Liu Bwee mengangguk dan hatinya lega karena dengan
    bantuan kakek suaminya itu, dia tidak mengkhawatirkan keselamatan

  8. #337

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 336
    puterinya. Maka bersama Ouw Sian Kok dia lalu mengamuk dan celakalah
    dua belas orang anak buah Rawa Bangkai itu karena mana mungkin mereka
    dapat melawan dua orang lihai dari Pulau Es dan Pulau Neraka ini? Biarpun
    mereka semua telah menggunakan pedang dan golok menyerang dan
    mengeroyok, namun seorang demi seorang roboh dan tidak dapat bangkit
    kembali. Adapun pertandingan antara Swat Hong melawan Kiam‐mo Cai‐li
    amat seru dan menegangkan. Biarpun pada dasarnya Swat Hong memiliki
    ilmu silat tinggi yang lebih murni dan kuat, namun menghadapi seorang
    datuk kaum sesat seperti Kiam‐mo Cai‐li yang amat cerdik dan banyak
    pengalaman, beberapa kali hampir saja dia terkena cakaran kuku panjang
    beracun itu. Tiga macam senjata Kiam‐mo Cai‐li amat membingungkan Swat
    Hong. Dengan gerakan pedang yang cepat, Swat Hong dapat membendung
    pedang payung dan kuku‐kuku jari tangan kiri iblis betina itu, bahkan dia
    mulai mendesak dengan permainan pedangnya yang cepat dan mengandung
    tenaga dingin itu. "Mampuslah!" Swat Hong membentak dan pedangnya
    menusuk. "Tranggg...! Brettt...!!" Pedangnya bertemu dengan pedang payung
    dan berhasil menembus dan merobek kain payung, akan tetapi pedangnya itu
    tercepit di antara batang‐batang payung sehingga kedua pedang bertemu dan
    saling melekat. "Hi‐hi‐hik, kalulah yang mampus!" Kiam‐mo Cai‐li berseru,
    tangan kirinya bergerak mencengkeram ke arah dada Swat Hong. Kalau
    sampai kena dicengkeram kuku‐kuku beracun itu, dada Swat Hong tentu
    akan berbahaya sekali. "Plak!" Swat Hong sudah siap dan tangan kirinya
    menangkap pergelangan tangan lawan dari bawah. Kini terjadilah adu tenaga
    karena kedua tangan mereka sudah tidak bebas lagi. Pada saat itu, rambut
    panjang Kiam‐mo Cai‐li bergerak menyambar ketika dia menggerakan
    kepalanya sambil tertawa. Bagaikan ular hidup saja, gumpalan rambut itu
    menyambar dengan totokan maut! Swat Hong terkejut bukan main, namun
    hatinya menjadi lega kembali melihat berkelebatnya bayangan kakek
    buyutnya. "plakkkk!!!" Rambut itu disambar oleh tangan Han Lojin. "Aihhh....
    lepaskan....!" Kiammo Cai‐li menjerit karena betapapun dia berusaha menarik
    rambutnya, tetap saja tidak dapat terlepas bahkan semakin erat. "Swat Hong,
    lepaskan dia, mundurlah!" Han Lojin berseru. Swat Hong tidak berani
    membantah, lalu melepaskan pegangan tangannya dan menarik pedangnya
    melompat mundur. "Kiam‐mo Cai‐li, aku hanya ingin bertanya kepadamu!"
    Han Lojin berkata, suaranya halus. Melihat kakek ini yang dia tahu amat lihai,
    Kiam‐mo Cai‐li yang cerdik lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu,
    menunduk dan berkata, "Locianpwe, maafkan saya, saya tidak berani
    melawan Locianpwe yang sakti. Pertanyaan apakah yang hendak Locianpwe
    (Kakek Gagah Perkasa) ajukan kepada saya?" Melihat sikap Kiam‐mo Cai‐li
    yang begitu ketakutan, Swat Hong mengerutkan alisnya, akan tetapi Han
    Lojin mengelus jenggotnya. "Hemmm, semua orang pernah melakukan
    penyelewengan dalam hidupnya. Penyesalan yang disertai kesadaran tinggi
    mendatangkan pengertian sehingga si penyeleweng akan merasa jijik untuk
    melanjukan penyelewengannya. Kiam‐mo Cai‐li, sayang kalau kepandaian
    seperti yang kaumiliki itu dipergunakan untuk kejahatan. Aku hendak

  9. #338

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 337
    bertanya, di mana adanya The Kwat Lin?" "The Kwat Lin? Ohh, dia berada
    di...... neraka bersamamu!" Tiba‐tiba wanita itu dari bawah menyerang
    dengan payung dan kuku beracunnya. "Cepppp.... bresss....!" "*******....."
    Swat Hong menjerit dan pedangnya bergerak secepat kilat sebelum Kiam‐mo
    Cai‐li sempat mencabut kembali pedangnya dari dada kakek itu. "Prepppp....!
    Aihhhh....!!" Darah muncrat‐muncrat dari lambung Kiam‐mo Cai‐li dan dada
    han Lojin. Kakek itu masih berdiri tegak sambil tersenyum ketika pedang
    dicabut keluar dadanya. Kiam‐mo Cai‐li mengeluarkan teriakan seperti
    binatang buas ketika dia menubruk Swat Hong dan menyerangnya. namun
    Swat Hong sudah mengelak dan dari samping kembali pedangnya
    menyambar. "Crokkkkk!!" Tubuh Kiam‐mo Cai‐li yang sudah terhuyung itu
    tidak dapat mengelak lagi, lehernya tertusuk pedang dan dia roboh terguling,
    berkelojotan dengan mata mendelik memandang ke arah Swat Hong.
    "Locianpwe....!" Ouw Sian Kok yang sudah berhasil bersama Liu Bwee
    merobohkan dua belas orang itu, meloncat dan merangkul kakek itu karena
    kekek yang masih berdiri tegak itu mendekap dadanya yang bercucuran
    darah. Kakek itu menggelengkan kepala, memandang kepada Swat Hong.
    "Aihhh, kau ganas sekali, Swat Hong....!" "Kong‐couw.... dia jahat.... patut di
    bunuh!" Swat Hong berkata, memandang mayat Kiam‐mo Cai‐li yang kini
    sudah tidak bergerak lagi itu. "Hayaaaa.... selamanya belum pernah
    dirobohkan orang, sekali ini terperdaya kelicikan seorang wanita.... memang
    sudah semestinya begini...... kalian..... kurangilah atau lenyapkan sama
    sekali.... keganasan..... kekerasan, bunuh membunuh ini.... karena siapa
    menggunakan kekerasan akan menjadi korban kekerasan pula.... nah, selamat
    berpisah anak‐anak....." Tubuh yang bediri tegak itu masih berdiri akan tetapi
    kalau tidak dirangkul tentu akan roboh karena pada saat itu juga Han Lojin
    telah mengembuskan napas terakhir. Memang luar biasa sekali kakek ini.
    pedang payung yang ditusukan secara curang oleh Kiam‐mo Cai‐li menembus
    dada dan menembus pula jantungnya, namun dia masih mampu berdiri tegak
    dan berkata‐kata! Liu Bwee dan Swat Hong berlutut sambil menangis. Akan
    tetapi Ouw Sian Kok berkata, "Harap kalian bangkit berdiri dan mari kita
    lekas membawa pergi jenazah Locianpwe ini keluar kota." Liu Bwee
    menyusut air matanyadan menggandeng tangan Swat Hong, menarik gadis
    itu bangkit berdiri. "Ouw‐twako benar, Hong‐ji. Kita tidak mempunyai urusan
    apa‐apa lagi di sini, keadaan makin kacau. Tugas kita berada di ibu kota
    pertama, Tiang‐an." Diingatkan akan ini, bahwa The Kwat Lin berada di
    Tiang‐an, Swat Hong memandang ibunya."Kami tadi telah memaksa seorang
    di antara mereka itu mengaku di mana adanya The Kwat Lin. Dia berada di
    Tiangan, tugasnya sama dengan Kiam‐mo Cai‐li yaitu mengacau kota raja di
    waktu pemberontak menyerbu ke sana." Swat Hong mengangguk, sekali lagi
    melirik ke arah mayat Kiam‐mo Cai‐li, rasa lega dan puas menyelinap di
    hatinya mengingat akan kematian suhengnya yang betapapun juga kini sudah
    agak terbalas dengan matinya wanita ini, kemudian dia mengikuti ibunya
    pergi dari tempat itu. Perang, perang, perang! Selama dunia berkembang,
    agaknya tiada pernah hentinya terjadi perang di antara manusia. Selama

  10. #339

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 338
    sejarah berkembang, terbukti bahwa di setiap jaman manusia melakukan
    perang, baik dari jaman batu sampai jaman modern! Agaknya betapapun
    majunya manusia dari segi lahiriah, sebaliknya dalam segi batiniah manusia
    bahkan makin mundur! Betapa tidak? Di jaman dahulu, yang dikatakan
    perang adalah mereka yang langsung menceburkan diri dalam perang
    campuh, dan mereka ini pula yang menjadi korban, yang membunuh atau
    dibunuh. Makin lama, perkembangan perang menjadi makin ganas dan makin
    kejam, makin tidak adil dan makin menjauhi apa yang kita sebut
    prikemanusiaan. Sekarang, di jaman modern, yang langsung memegang
    senjata banyak selamat karena dia menguasai teknik perang, pandai menjaga
    diri, pandai bersembunyi. Sebaliknya, rakyat yang tidak tahu apa‐apa mati
    konyol! Perang, di sudut mana pun terjadinya di dunia ini, dengan kata apa
    pun diselimutinya, dengan kata‐kata indah macam perjuangan, perang suci,
    perang membela negara, membela agama, membela kehormatan dan lainlain,
    tetap saja perang yang berarti bunuh‐bunuhan di antara manusia,
    membunuh hanya untuk melampiaskan dendam dan kembencian sehingga
    amatlah buasnya, jauh melampaui kebuasan binatang apapun juga yang
    hidup di dunia ini. Kita semua bertanggung jawab untuk ini! Perang yang
    terjadi antara bangsa, antara golongan, antara kelompok, meletus karena
    kita! Perang antara bangsa atau negara hanya menjadi akibat dari
    kepentingan Si Aku, bangsaku, agamaku, kebenaranku, kehormatanku,
    kemerdekaanku dan sebagainya yang bersumber kepada aku. Perang antara
    bangsa hanya bentuk besar dari perang antara tetangga dan perang antara
    tetangga adalah bentuk besar dari perang antara keluarga atau perorangan
    dan semua ini bersumber kepada perang di dalam batin kita sendiri. Batin
    kita setiap hari penuh dengan nafsu keinginan, iri hati, dendam, benci dan
    semua bentuk kekerasan dan kekejaman, kalau semua itu menguasai batin
    kita semua, menguasai dunia, herankah kita kalau selalu terdapat
    permusuhan dan perang di dunia ini? Semenjak sejarah tercatat, setiap pihak
    yang melakukan perang tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang buruk.
    Sebaliknya malah, bermacam dalih diajukan menjadi semacam kedok di
    depan wajah perang yang dilakukannya, kedok berupa untuk membela diri,
    perang untuk keadilan, dan perang untuk perdamaian! Betapa menggelikan.
    Perang untuk keadilan! Perang untuk perdamaian! Dengan cara membunuhbunuhi
    sesama manusia. Kita selalu terjebak ke dalam perangkap penuh tipu
    muslihat ini yang berupa kata‐kata indah. Pendapat bahwa tujuan
    menghalalkan cara merupakan penipuan diri sendiri dan berlawanan dengan
    kenyataan. Mungkinkah untuk mencapai tujuan baik menggunakan cara yang
    jahat? yang penting adalah caranya, bukan tujuannya. Tujuan adalah masa
    depan yang belum ada, hanya merupakan akibat, sebaliknya cara adalah
    masa kini, saat ini, nyata! Dengan dalih "menumbangkan kekuasaan lalim"
    itulah An Lu Shan memimpin ratusan ribu bala tentaranya menyerbu ke
    selatan. Pada saat seperti itu, An Lu Shan dan semua pengikutnya
    menganggap bahwa mereka itu "berjuang" dan mereka sama sekali tidak
    mau melihat bahwa kelak andai kata mereka berhasil dan memegang

  11. #340

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 339
    kekuasaan, ada pula pihak‐pihak yang akan mengecapnya "kekuasaan lalim"
    yang lain dan yang baru pula! Di lain pihak Kaisar Han Ti Tiong atau Beng
    Ong yang sudah tua itu bersama para punggawanya yang setia tentu saja
    melakukan perlawanan yang gigih dengan dalih "menghancurkan dan
    membasmi pemberontak". Mereka ini lupa bahwa peristiwa pemberontakan
    itu sesungguhnya timbul karena ulah mereka sendiri. Kekuatan bala tentara
    yang dipimpin An Lu Shan memang hebat. Dalam beberapa bulan saja, sekali
    menyerbu, dia telah menguasai seluruh daerah di sebelah utara Sungai
    Huangho. Pasukanpasukannya akhirnya berhasil merobohkan pertahanan
    Lok‐yang yang memduduki ibu kota ke dua itu. Kemudian An Lu Shan
    kembali mengumpulkan kekuatan pasukannya dan melanjutkan
    penyerbuannya menuju ke kota raja Tiang‐an! Kematian Kiam‐mo Cai‐li
    membuat Jenderal ini menyesal, tentu saja penyesalan ini didasari bahwa dia
    kehilangan seorang pembantu yang boleh diandalkan! Ketika Kaisar yang
    sudah tua itu mendengar betapa Lok‐yang dalam beberapa hari saja terjatuh
    ke dalam tangan pemberontak An Lu Shan, mulailah terbuka matanya betapa
    selama ini tidak terlalu mengacuhkan urusan pertahanan dan sebagian besar
    waktunya hanya dihabiskannya di dalam kamar tidur dan di atas ranjang
    yang lunak hangat dan harum dari selirnya tercinta, Yang Kui Hui. Bangkitlah
    semangatnya, semangat mudanya yang kini terlalu lama terpendam itu dan
    dia berhasil mengobarkan semangat para pasukannya yang dikumpulkannya
    di Ling Pao di mana kaisar membentuk benteng pertahanan yang cukup kuat.
    Bahkan sekali ini dia memimpin sendiri untuk berperang menghadapi An Lu
    Shan dengan hati penuh kemarahan. Hati siapa tidak akan sakit kalau
    mengingat betapa dia telah memberi anugerah besar kepada An Lu Shan,
    bahkan selirnya yang tercinta telah menganggap An Lu Shan sebagai putera
    angkat. Dan kini jenderal itu memberontak! Perbuatan apa pun yang
    dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, tidak lah benar jika di
    belakangnya bersembunyi pamrih apa pun. Sesuatu perbuatan boleh jadi
    oleh umum dianggap sebagai perbuatan baik, namun apabila perbuatan itu
    menyembunyikan pamrih, baik yang disadari maupun tidak, maka perbuatan
    itu tidak benar. Perbuatan menolong orang lain oleh umum dianggap baik,
    namun jika hal itu dilakukan dengan pamrih apa pun, itu bukanlah menolong
    namanya, melainkan hanya memberi pinjam untuk kelak ditagih kembali
    dalam bentuk pembalasan budi! Selama yang berbuat itu merasa bahwa dia
    berbuat baik, merasa bahwa dia menolong, di dalam perasaan ini sudah
    terkandung pamerih! Jelas tidak benar! Dan selama ada pamrih di balik
    setiap perbuatan, pasti akan mendatangkan penyesalan, kebanggaan,
    kekecewaan, dendam, penjilat, penindasan dan lain‐lain. Setiap berbuatan
    barulah benar jika didorong atau didasari oleh CINTA KASIH! Demikian pula
    dengan Kaisar. Karena dia merasa bahwa dia telah menolong An Lu Shan,
    merasa telah berbuat baik kepada jenderal itu maka timbullah penyesalan,
    kemarahan dan kebencian karena yang pernah ditolongnya itu tidak dengan
    kebaikan. Pamrih yang tersembunyi di balik pertolongannya dahulu itu
    adalah menghendaki pembalasan berupa kesetiaan, penghormatan, atau

  12. #341

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 340
    setidaknya menghendaki agar jangan jenderal itu berani melawannya!
    Contoh ini tanpa kita sadari terjadi di dalam penghidupan kita sehari‐hari.
    Kita miskin akan cinta kasih sehingga setiap perbuatan kita dicengkeram
    pamrih. Kalau cinta kasih memenuhi hati kita, maka segala pamrih akan
    lenyap tanpa bekas dan setiap perbuatan kita adalah wajar dan tentu saja
    benar karena dasarnya cinta kasih yang melekat pada bibir setiap orang,
    yang menjadi hampa karena disebut‐sebut dan disanjung‐sanjung, diberi
    pengertian lain, dan dipecah‐pecah! Di mana terdapat cemburu, benci,
    sengsara, marah, dan lain‐lain, cinta kasih tidak akan ada. Di mana terdapat si
    "aku" yang selalu mengejar keuntungan dan kesenangan lahir batin, cinta
    kasih tidak akan pernah ada. karena bagi Si Aku, cinta kasih berarti
    kesenangan untuk "aku" lahir batin yang berupa ketenteraman, jaminan,
    kepuasan, dan kenikmatan. Maka, sekali satu di antara yang dikejar itu luput,
    berakhirlah cinta kasihnya dan berubah menjadi cemburu, kemarahan dan
    kebencian! Dengan penuh kemarahan Kaisar memimpin barisan‐barisan
    yang dapat dikumpulkannya, didampingi oleh seorang jenderal yang setia
    kepadanya, seorang jenderal yang ahli dalam perang bernama Kok Cu It yang
    menjadi komandan barisan itu. Barisan ini lalu bergerak dari Ling Pao.
    Bertemulah dua barisan yang bermusuhan itu di pegunungan dan terjadilah
    perang yang amat dahsyat di sela Gunung Tung Kuan. Perang yang amat
    mengerikan dan mati‐matian, di mana mayat manusia bertumpuk‐tumpuk
    dan berserakan, darah manusia membanjiri padang rumput. Namun
    akhirnya, betapapun gigih Panglima Kok Cu It melakukan perlawanan setelah
    dia menyuruh pasukan pengawal mengiringkan Kaisar lebih dulu
    menyelamatkan diri ke kota raja, karena kalah banyak jumlah pasukannya,
    Tung Kuan jatuh ketangan pihak An Lu Shan. Pasukan‐pasukan yang masih
    dapat bertahan segera ditarik mundur ke Ling Pao dan membuat pertahanan
    di tempat ini. kaisar telah melanjutkan perjalanan kembali ke Tiang‐an di
    mana dia berkemas‐kemas dengan hati penuh kekhawatiran. Tak lama
    kemudian, Ling pao juga jatuh dan Panglima Kok Cu It terpaksa membawa
    sisa pasukannya kembali ke kota raja. Melihat betapa gerakan An Lu Shan
    amat kuat dan tidak dapat dibendung, panglima ini menganjurkan kepada
    Kaisar untuk pergi mengungsi ke Secuan. Kaisar mengumpulkan semua
    pembantunya yang setia dan akhirnya, atas desakan mereka pula, kaisar
    menerima usul itu. Berangkatlah rombongan Kaisar ke barat. Yang berada di
    dalam rombongan itu, selain Kaisar sekeluarga tentu saja termasuk selir Yang
    Kui Hui, juga perdana Menteri Yang Kok Tiong kakak dari selir cantik itu
    berserta semua keluarganya, para Thaikam (Orang Kebiri) yang setia kepada
    Kaisar, dan beberapa orang ponggawa tinggi yang menjadi kaki tangan
    mereka. Rombongan besar ini dikawal oleh pasukan pengawal istimewa dan
    berangkatlah rombongan Kaisar pergi mengungsi di lakukan di waktu malam
    agar jangan ada rakyat mengetahuinya. Pelarian yang dilakukan tergesa‐gesa
    ini pun mencerminkan watak orang‐orang bangsawan ini. Selain keluarga
    mereka, juga mereka membawa harta benda mereka sebanyak mungkin!
    Tidak ada lagi yang dipikirkan kecuali membawa keluarga dan harta

  13. #342

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 341
    bendanya sehingga mereka lupa bahwa bukan harta benda yang penting
    untuk dibawa sebagai bekal, melainkan ransum! Mereka melupakan ini dan
    sibuk membawa harta benda yang mungkin dapat terbawa. Telah menjadi
    kelemahan kita manusia dalam penghidupan kita ini bahwa kita selalu
    melekat kepada benda‐benda duniawi. Kita lupa bahwa benda‐benda itu
    yang memang merupakan perlengkapan hidup dan kita butuhkan, hanyalah
    menjadi hamba kita, menjadi kebutuhan kita selagi hidup. Akan tetapi kita
    silau oleh benda‐benda mati itu, kita mengejarnya dan mengumpulkannya,
    bukan lagi karena kebutuhan, melainkan karena ketamakan, karena rakus
    sehingga kita mengumpulkan sebanyak mungkin. Setelah itu, kita menjadi
    hamba duniawi, kita melekatkan diri dan kita telah merobah batin kita
    menjadi benda‐benda itu! Maka kita selalu mempertahankan duniawi secara
    mati‐matian, kita tidak bisa lagi hidup tanpa dia, lahir maupun batin.
    Kehilangan harta benda menjadi hal yang amat hebat dan penuh derita.
    Mencari dan mengumpulkan harta benda menjadi hal yang paling penting di
    dalam hidup kita sehingga kalau perlu dalam mengejar duniawi berupa harta
    benda, kedudukan, kemuliaan dan lain‐lain, kita tidak segan‐segan untuk
    sikut‐menyikut jegal‐menjegal, bunuh‐membunuh antara manusia! Maka
    akan BAHAGIALAH DIA YANG MEMPUNYAI NAMUN TIDAK MEMILIKI, dalam
    arti kata, mempunyai apa saja di dunia ini karena ada hubungannya, karena
    ada kebutuhannya, hanya mempunyai lahiriah saja, namun batin sama sekali
    tidak memiliki, sama sekali tidak terikat atau melekat sehingga punya atau
    tidak punya bukanlah merupakan soal penting lagi! Karena ketamakan itulah
    maka rombongan Kaisar segera mengalami akibatnya setelah rombongan
    besar itu melarikan diri sampai di pos penjagaan Ma Wei, yang terletak di
    Propinsi Shen‐si sebelah barat, rombongan ini kehabisan ransum yang tidak
    berapa banyak itu. pasukan pengawal yang menderita kelelahan dan
    kelaparan, karena sisa ransum yang sedikit diperuntukan Kaisar dan
    keluarganya serta para bangsawan, menjadi gelisah dan tampaklah wajahwajah
    yang membayangkan penasaran dan kemarahan, mulai terdengarlah
    suara‐suara tidak puas di antara para anggauta pasukan. Perhentian di Ma
    Wei ini dipergunakan oleh Yang Kok Tiong untuk mengadakan pertemuan
    dengan orangorang Tibet. Yang Kok Tiong berusaha untuk mengadakan
    kontak dengan Pemerintah Tibet untuk membantu Kaisar dalam menghadapi
    pemberontakan dan membujuk seorang pendeta Lama yang berada di antara
    orang‐orang Tebet itu untuk menyampaikan permintaan bantuannya.
    Hatinya juga gelisah ketika melihat betapa anak buah pasukan pengawal
    mulai tidak puas. Akan tetapi Kaisar yang sudah merasa lelah dan berduka,
    tidak tahu akan semua itu dan dia menenggelamkan dirinya yang dirundung
    kedukaan itu dalam pelukan selirnya yang menghiburnya. Tidak seorang pun
    di antara para bangsawan itu tahu betapa di luar terjadi hal yang luar biasa.
    Seorang laki‐laki muda dan seorang gadis cantik menyelinap di antara
    penduduk setempat, mendekati tempat mengaso para pasukan pengawal dan
    dua orang muda ini berbisikbisik dengan para pasukan. Mereka ini bukan
    lain adalah Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki! Seperti telah kita ketahui, Liem

  14. #343

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 342
    Toan Ki, jago muda dari Hoa‐san‐pai itu adalah mata‐mata An Lu Shan dan Bu
    Swi Nio, murid The Kwat Lin, akhirnya juga menjadi pembantu An Lu Shan
    karena terbawa oleh Liem Toan Ki yang menjadi tunangannya itu. Kini, selagi
    memata‐matai keadaan Kaisar yang melarikan diri, Bu Swi Nio teringat akan
    kematian kakaknya, maka diambilnya keputusan untuk membalas dendam
    kepada Yang Kui Hui yang menyebabkan kematian kakaknya, Bu Swi Liang.
    Setelah berunding dengan kekasihnya, mereka berdua lalu menyelinap di
    antara penduduk, mengadakan kontak dengan para komandan pasukan
    pengawal, mulai menghasut mereka itu. "Lihat, kita bersusah payah, setengah
    mati kelelahan dan kelaparan menjaga keselamatan Kaisar, beliau sendiri
    bahkan bersenang‐senang dan tidak memperdulikan kita, mabok dalam
    rayuan Ynag Kui Hui ***** kuntilanak itu!" Bu Swi Nio antara lain menghasut.
    "Lihat kakaknya yang menjadi perdana menteri itu. Diam‐diam mengadakan
    perundingan dengan orang‐orang Tibet. Dialah bersama adiknya ular cantik
    itu yang menjadi pengkhianat dan menjual negara. Coba ingat, bukankah An
    Lu Shan diambil anak oleh Yang Kui Hui? Padahal diam‐diam menjadi
    kekasihnya? Negara telah dijual oleh Yang Kui Hui, diberikan kepada
    kekasihnya, An Lu Shan. Dan sekarang agaknya Yang Kok Tiong hendak
    menjual keselamatan Kaisar kepada orang‐orang Tibet! Aduhhh, sungguh
    membuat orang hampir mati penasaran. kaisar dipermainkan seperti itu,
    namun tinggal diam karena mabok oleh kecantikan Yang Kui Hui iblis betina
    yang keji itu!" demikian Liem Toan Ki menambah minyak dalam api yang
    mulai dikobarkan oleh Swi Nio. Memang para anggauta pasukan sudah
    gelisah dan kehilangan ketenangan. Mereka merasa sengsara dan nasib
    mereka masih belum dapat ditentukan bagaimana. Mungkin saja mereka
    semua akan mati konyol jika sampai dapat disusul oleh pasukan‐pasukan
    pemberontak. Mendengar hasutan‐hasutan itu, mereka menjadi makin
    gelisah dan akhirnya terdengarlah teriakan‐teriakan yang diam‐diam
    didahului oleh Swi Nio dan Toan Ki. "Gantung pengkhianat!" "Bunuh penjual
    negara!" "Seret Yang Kok Tiong!" "Yang Kok Tiong pengkhianat, harus
    dihukum mati!" "Sebelum menjual negara itu mampus, kami tidak mau
    pergi!" Teriakan‐teriakan ini makin hebat dan kini seluruh pasukan sudah
    bangkit, mengacung‐acungkan kepalan dan senjata ke arah bangunanbangunan
    di mana rombongan bangsawan itu berada. Dapat dibayangkan
    betapa kagetnya hati Kaisar ketika mendengar teriakan‐teriakan itu. Juga
    yang lain‐lain menjadi kaget setengah mati, terutama Yang Kok Tiong sendiri.
    Dia sedang berunding dengan orang‐orang Tibet, ketika tiba‐tiba Kaisar
    bersama pengawal‐pengawal pribadi memasuki tempat itu. Kaisar kelihatan
    marah. "Siapa mereka ini??" bentaknya sambil menuding ke arah tujuh orang
    Tibet yang berada di situ. "Hamba....hamba sedang berunding.... minta
    pertolongan Pemerintah Tibet," jawab Yang Kok Tiong. "Tangkap orangorang
    Tibet itu! Siapa tahu mereka adalah mata‐mata perampok!" Perintah
    Kaisar ini diturut oleh para pengawal dan ditangkaplah tujuh orang Tibet itu
    yang tidak berani melakukan perlawanan. Sementara itu, teriakan‐teriakan di
    luar menuntut kematian Yang Kok Tiong makin menghebat. Berbondong

  15. #344

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 343
    bondong datanglah para pembantu Kaisar, berkumpul di tempat Yang Kok
    Tiong yang duduk dengan muka pucat mendengar tuntutan para pasukan di
    luar. Di depan mata semua orang, tanpa malu‐malu Yang Kui Hui menubruk
    dan merangkul leher Kaisar sambil menangis. "Sudilah Paduka menolong
    kakakku.... harap Paduka menyelamatkan kakakku..." Selir itu menangis.
    Didekap dan ditangisi selirnya yang tercinta, kaisar yang tua itu segera
    menghardik kepada kepala pengawal pribadinya, "tangkap si pembuat ribut
    itu!" Komandan pengawal itu berdiri tegak dan menjawab, "Ampun, Sri
    Baginda. Akan tetapi yang ribut adalah seluruh pasukan pengawal!"
    "Junjungan hamba ...... tolonglah kakakku..... selamatkan dia ......!" Yang Kui Hui
    menangis. Yang Kok Tiong juga menjatuhkan diri berlutut di depan kaki
    Kaisar. "Hamba hanya dapat mengharapkan kebijaksanan Paduka dan
    menaruh nyawa hamba di dalam telapak tangan Paduka ....!" "Seret Yang Kok
    Tiong si pengkhianat keluar!" terdengar teriakan dari luar. "Keluarkan
    jahanam itu, kalau tidak kami menyerbu ke dalam!" Suara ini diikuti suara
    pintu digedor‐gedor dari luar. "Tangkap dia...!!" Kaisar memerintah dan
    menudingkan telunjuknya kluar. Komandan pengawal hendak membuka dau
    pintu, akan tetapi tiba‐tiba dari luar meloncat masuk pengawal yang menjaga
    di luar, mukanya pucat dan tubuhnya menggigil lalu dia menjatuhkan diri di
    atas lantai menghadap Kaisar sambil berkata, "Mereka .... mereka .....akan
    menyerbu.....!" Oleh kepala pengawal, Kaisar dan rombongannya dikawal naik
    ke loteng. Kemudian Kaisar keluar dan memandang kepada pasukannya yang
    memberontak di luar itu. Begitu melihat munculnya Kaisar, para anak buah
    pasukan berteriak kacau balau, menuntut agar Yang Kok Tiong diberikan
    kepada mereka. Kepala pengawal yang melihat gelagat buruk, diam‐diam lalu
    menotok perdana menteri itu dan membawanya turun lagi di luar tahunya
    Kaisar, kemudian dia membuka pintu dan mendorong perdana menteri itu ke
    luar. Banyak tangan yang penuh dendam kebencian menyambut, tubuh Yang
    Kok Tiong di seret‐seret, hujan pukulan dan makian, penghinaan dan ludah
    ditujukan kepadanya. Ketika Yng Kui Hui yang mendengar teriakan‐teriakan
    kakaknya itu keluar mendekati Kaisar dan menjenguk ke bawah, dia menjerit
    dan merangkul Kaisar, menangis. Kaisar sendiri terbelalak memandang
    betapa perdana menterinya itu, kakak dari selirnya, disiksa oleh pasukan,
    dipukuli dan dimaki‐maki. "Tolonglah kakakku..... tolonglah dia...." Yang Kui
    Hui merintih dan menangis. Kaisar lalu berseru ke bawah dengan suara
    lantang, "Haiii! Semua anggauta pasukanku....! Tahan.....! Jangan lanjutkan
    perbuatan gila itu!" "Berhenti....! Kalaian iblis‐iblis jahat.......! Uh‐huuuuhhhhuuuu....!!"
    Yang Kui Hui juga menjerit‐jerit dan akhirnya menutupi mukanya,
    demikian pula Kaisar ketika melihat betapa Yang Kok Tiong sudah rebah dan
    tidak berkutik lagi, dengan tubuh hancur dan penuh darah. Tiba‐tiba dari
    dalam rombongan pasukan dan orang‐orang dusun yang banyak berkumpul
    di tempat itu terdengar suara nyaring seorang laki‐laki, "Seret iblis betina
    Yang Kui Hui....! Dialah biang keladinya! Dialah yang menjatuhkan kerajaan
    dengan menggoda Sri Baginda! Semenjak ada dia, kerajaan menjadi lemah
    dan dikuasai oleh pengkhianat‐pengkhianat!" Disusul suara wanita, "Bunuh

  16. #345

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 344
    kuntilanak itu! Dia siluman betina! Dia Tiat Ki ke dua ....! Dia berjinah dengan
    An Lu Shan, dia mengumpulkan keluarganya untuk menguasai kerajaan! Dia
    harus dihukum gantung.....! Suara ini adalah suara Bu Swi Nio yang ingin
    membalas kematian kakaknya. Dia menyebutnyebut nama tokoh wanita Tiat
    Ki, yang dalam dongeng sejarah adalah seekor siluman rase yang menjelma
    wanita menjadi selir Kaisar dan menyeret kerajaan ke dalam kehancuran
    pula. Mendengar teriakan‐teriakan menghasut dari Liem Toan Ki dan Bu Swi
    Nio ini, pasukan yang haus darah dan yang ridak puas itu lalu berteriakteriak,
    menuding‐nuding kepada Yang Kui Hui sambil menuntut agar wanita
    cantik itu digantung! "Tidak....!! Kalian gila semua! Tidaaaakkk....!!" Kaisar
    memeluk tubuh selirnya yang pucat dan hampir pingsan itu, lalu menariknya
    masuk, diikuti teriakan‐teriakan para anak buah pasukan dan rakyat
    setempat. Kaisar dengan muka mereh karena marahnya merangkul Yang Kui
    Hui yang menangis terisak‐isak itu, diikuti oleh rombongan. Semua anggauta
    rombongan memandang dengan muka pucat, apalagi mereka mendengar
    suara ribut‐ribut di luar rumah dan kini pintu digedor‐gedor lagi. "Gantung
    Yang Kui Hui.....!" "Bunuh siluman itu.....!" "Kalau tidak, rumah ini kami
    bakar!!" Tentu saja Kaisar dan yang lain menjadi makin panik. Kaisar
    menjatuhkan diri di atas kursi, mukanya pucat dan keringatnya bercucuran
    membasahinya, sementara itu Yang Kui Hui berlutut di dekat kursi Kaisar,
    memeluk kaki Kaisar dan memperlihatkan sikap yang memelas
    (menimbulkan iba) sekali, tubuhnya gemetar karena suara‐suara dari luar
    yang terdengar, suara menuntuk kematiannya itu seperti ujung pedangpedang
    yang ditusuk‐tusukan ke ulu hatinya.
    Gedoran pintu makin keras, teriakan‐teriakan makin hebat sementara Kaisar
    menanti hasil para komandan pasukan pengawal yang tadi keluar untuk
    menyabarkan anak buahnya. Penantian yang mencekam dan menegangkan
    urat syaraf. Tiba‐tiba, ketik para komandan pasukan keluar dan bicara,
    suarasuara teriakan dan gedoran pintu terhenti. Hati Kaisar lega, dia
    menunduk dan saling pandang dengan kekasihnya. Sepasang mata yang
    indah itu yang tak pernah kehilangan daya pengaruh yang membuat Kaisar
    terpesona, kini berlinang air mata. Akan tetapi hanya sejenak saja hati
    mereka terhibur dan harapan mereka timbul, karena tiba‐tiba terdengar
    teriakan‐teriakan lebih keras lagi disusul gedoran pada pintu dan dinding
    dan tak lama kemudian, kepala pengawal dan para pembantunya masuk
    dengan muka pucat, serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.
    "Hamba siap menerima hukuman karena hamba sekalian tidak berhasil
    menundukan kemarahan mereka," kata komandan pengawal sambil
    menunduk. Kaisar bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara, "Bunuh

Page 23 of 28 FirstFirst ... 13192021222324252627 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •