PART 330
perasaan gadis ini, cucu buyutnya yang agaknya mencinta Suhengnya.
Setelah siuman dari pingsannya, Swat Hong menangis dengan sedihnya.
kakek itu membiarkan dia menangis beberapa lamanya, kemudian berkata
dengan suara halus dan penuh pengertian, "Han Swat Hong, aku tidak
menyalahkan engkau berduka dan menangis, karena kematian Suhengmu itu
amat menyedihkan. Akan tetapi, kita harus berani membuka mata melihat
dan menghadapi kenyataan seperti apa adanya. Suhengmu tewas, hal ini
adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diubah oleh siapa dan oleh apapun
juga. Sudah demikianlah jadinya, tidak akan berobah biarpun kita akan
berduka sampai menangis air mata darah sekalipun. karena itu lihatlah
kenyataan ini dan bersikaplah tenang dan tabah." Swat Hong menyusut
matanya. "Dia.... dia adalah satu‐satunya orang.... setelah aku kehilangan Ibu
dan Ayah...." Sukar membendung membanjirnya air mata akan tetapi
perlahan‐lahan, mendengarkan nasihat kakek buyutnya, dapat juga Swat
Hong menekan kedukannya dan menghentikan tangisnya. "Kong‐couw,
apakah yang terjadi dengan Suheng? Harap ceritakan dengan sejelasnya."
Kakek itu menarik napas panjang. "Aku terlambat. Ketika tiba di sana, tempat
itu sudah kosong. The Kwat Lin dan teman‐temannya sudah melarikan diri
dari Rawa Bangkai. Aku menangkap seorang katai yang masih tinggal di sana
dan dari orang inilah aku mendengar betapa Suhengmu dikeroyok dan
akhirnya dapat ditangkap dan dilempar ke dalam sumur ular." "Ketika dia
dilempar belum mati, apakah dia tidak dapat ditolong?" Swat Hong bertanya
penuh harapan. Kakek itu, yang selama dalam perantauannya setelah
meninggalkan Pulau Es, menyebut diri sendiri Han Lojin (Kakek Han),
menggeleng kepala. "Guha terowongan itu diruntuhkan oleh Kwat Lin, sumur
ular telah tertutup batu‐batu besar. Suhengmu tidak mungkin dapat ditolong
lagi karena sumur itu penuh ular berbisa dan Suhengmu pingsan ketika
dilempar ke situ." Sepasang mata yang merah karena tangis itu
mengeluarkan sinar berapi dan kedua tangan itu dikepal, "Aku harus bunuh
mereka! Aku harus balaskan kematian Suheng! kalau tidak, hidupku tidak
ada artinya lagi. Kong‐couw, sekarang juga aku akan cari mereka!" Dia sudah
bangkit berdiri dan hendak pergi dari situ. Akan tetapi kakek itu memegang
lengannya dan berkata dengan suara penuh wibawa, "Tahan dulu!" Swat
Hong memandang kakek itu dengan alis berkerut. "Mengapa engkau
menghalangi niatku membalas dendam?" "Melakukan sesuatu dengan
tergesa‐gesa tanpa pertimbangan lebih dulu adalah perbuatan bodoh dan
sikap yang ceroboh. Karena tidak mengukur kekuatan sendiri, Suhengmu
telah membeli dengan nyawanya. Apakah perbuatan bodoh seperti itu
hendak kau contoh pula? Aku mendengar keterangan dari si katai itu bahwa
mereka itu bersama anak buahnya pergi ke utara, ke Telaga Utara untuk
menggabungkan diri dengan pemberontak An Lu Shan. kalau engkau
menyusul ke utara, mana mungkin engkau seorang diri akan menghadapi
mereka yang mempunyai pasukan ratusan ribu orang? Apakah kau hanya
akan mengantar nyawa dengan sia‐sia belaka di sana?" "Aku tidak takut,
Kong‐couw!" Kakek itu tersenyum. "Tentu saja tidak takut, akan tetapi bodoh
PART 331
kalau sampai begitu. Kau ini akan membalaskan kematian Suhengmu ataukah
akan membunuh diri?" Swat Hong sadar dan terkejut juga karena baru
sekarang terbuka matanya bahwa dia hanya menuruti hati duka dan sakit.
Dia menunduk dan berkata dengan lirih, "Aku harus membalaskan kematian
Suheng, dan juga aku harus merampas kembali semua pusaka Pulau Es yang
dilarikan The Kwat Lin untuk memenuhi pesan terakhir Ayahku." "Baiklah,
akan tetapi engkau tidak mungkin bisa melaksanakan tugas berat itu seorang
diri saja. Marilah pergi bersamaku, aku sudah hafal akan keadaan di Telaga
Utara dan biarlah aku yang akan menyelidiki di sana nanti." Swat hong tentu
merasa girang sekali memperoleh bantuan kakeknya yang berilmu tinggi dan
dia tidak membantah. Maka berangkatlah ke dua orang ini ke utara. Setelah
tiba di dekat Telaga Utara, Han Lojin mulai menyelidiki sebagai sebagai
seorang tukang pancing yang bercaping lebar. Swat Hong dia suruh menanti
di dalam kuil tua di sebelah hutan. Seperti telah diceritakan di bagian depan,
Han Lojin kemudian bertemu dengan cucu mantunya, Liu Bwee, dan Ouw
Sian Kok yang dikeoyok oleh orang‐orangnya An Lu Shan dan
menyelamatkan kedua orang itu. Dia tidak berhasil bertemu dengan The
Kwat Lin karena wanita ini, bersama dengan Kiam‐mo Cai‐li dan juga
Ouwyang Cin Cu, telah memperoleh tugas lebih dulu dari An Lu Shan dan
telah berangkat ke kota raja untuk menyelundup dan membantu gerakan
dari dalam secara rahasia. Oleh karena inilah , maka ketika menyelidiki ke
Telaga Utara, Han Lojin tidak pernah mellihat The Kwat Lin dan akhirnya dia
malah bertemu dan menyelamatkan cucu mantunya. Demikianlah, Liu Bwee
dan Ouw Sian Kok ikut bersama kakek sakti itu memasuki hutan.Ketika tiba
di kuil, kakek itu berkata kepada Liu Bwee, "Engkau akan bertemu dengan
seseorang yang tidak kausangkasangka, maka bersiaplah engkau
menghadapi peristiwa ini." Tentu saja Liu Bwee menjadi terheran‐heran dan
tidak mengerti. Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara orang , "Kongcouw,
aku sudah pulang?" dan munculah Swat Hong! Tiba‐tiba Swat Hong
yang berlari ke luar itu berhenti dan seperti telah berubah menjadi patung.
Ibu dan anak itu saling berpandangan, keduanya tidak bergerak seperti
terkena pesona. "Ibuuuuu.....!!" "Swat Hong..... Hong‐ji, anakku....!" Keduanya
berlari ke depan, kedua lengan terbuka, air mata bercucuran di wajah yang
berseri penuh kebahagiaan, keduanya bertemu, saling rangkul dan saling
dekap sambil menangis! Pertemuan yang sama sekali tidak pernah mereka
sangka‐sangka, pertemuan yang mengundang keharuan hati mendatangkan
segala bayangan duka yang dipendam di lubuk hati. Ouw Sian Kok terbatukbatuk
menahan haru. Teringat dia akan puterinya sendiri, namun diam‐diam
dia merasa girang bahwa Liu Bwee dapat berjumpa dengan anaknya. Dia
saling pandang dengan Han Lojin dan tersenyum sambil menganggukangguk,
dan pergi menjauh untuk memberi kesempatan kepada ibu dan anak
itu saling bertemu dan bicara. "Ibu...., Ayah.... Pulau Es....." Liu Bwee
mengangguk dan menghusap rambut puterinya. "Aku sudah tahu....." ".......dan
Suheng......" Liu Bwee memandang puterinya dan mengangkat dagu Swat
Hong. "Apa maksudmu? Suhengmu kenapa?" Melihat ibunya belum tahu,
PART 332
Swat Hong terisak lagi menangis. "Hong‐ji, tenanglah. Mari kita bicara yang
baik. Mengapa Suhengmu? Apa saja yang telah terjadi sejak kita berpisah?"
"Suheng.... Suheng telah tewas, Ibu...." Liu Bwee terkejut bukan main,
terbelalak dan memandang pucat kepada putrinya akan tetapi melihat
puterinya menangis penuh duka, dia mendekapnya dan menghibur, "mati
hidup bukanlah urusan kita, Hong‐ji. tenanglah dan ceritakan semua
pengalamanmu kepada Ibumu." Swat Hong lalu menceritakan semua
pengalamannya semenjak ibunya meninggalkan Pulau Es, menceritakan
dengan lengkap namun singkat dan didengarkan oleh ibunya penuh
perhatian. Ketika puterinya itu bercerita tentang Soan Cu, Liu Bwee
menengok dan menggapai ke arah Ouw Sian Kok sambil berseru, "Ouwtwako,
ke sinilah. Anakku telah bertemu dengan puterimu, Ouw Soan Cu!"
Mendengar seruan ini, Ouw Sian Kok melompat bangun dan lari
menghampiri, berkata kepada Swat Hong, "Aihhh, Han‐siocia (Nona Han),
benarkah kau telah bertemu dengan anakku?" Suaranya agak gemetar karena
keharuan hatinya mendengar tentang puterinya. Swat Hong memandang
laki‐laki setengah tua yang gagah itu, lalu mngangguk. Kiranya ibunya telah
bertemu dan bersahabat dengan ayah Soan Cu, pikirnya! Dia telah
mendengar akan ayah Soan Cu yang lari meninggalkan Pulau Neraka
semenjak isterinya meninggal dunia. jadi inikah orangnya? Dia lalu
melanjutkan penuturannya yang amat menarik hati itu sampai pada
peristiwa penyerbuannya bersama suhengnya ke Rawa Bangkai sehingga
suhengnya tewas dan dia tertolong oleh kakek buyutnya. Hening sekali
setelah Swat Hong mengakhiri ceritera, hanya isak tertahan gadis itu masih
terdengar. "Hemm, sungguh jahat sekali The Kwat Lin itu!" tiba‐tiba Ouw
Sian Kok berkata sambil mengepal tinjunya. "Han‐siocian, aku Ouw Sian Kok
bersumpah untuk membantumu menghadapi iblis betina itu!" Swat Hong
mengangkat mukanya memandang. "Terima kasih, Paman Ouw....." "Akan
tetapi, aku harus menemui anakku lebih dulu. Di manakah engkau bertemu
dengan dia untuk terakhir kalinya?" "Dia kami tinggalkan di Puncak Awan
Merah di Pegunungan ***‐hang‐san, di tempat tingal Tee‐tok Siangkoan
Houw." "Kalau begitu,biar aku menyusul ke sana!" kata Ouw Sian Kok dengan
gembira. "Setelah aku bertemu dengan dia, barulah kita beramai mencari
iblis betina itu untuk sama‐sama menghadapinya dan menghancurkannya!
Bagaimana pendapat Locianpwe?" Dia berpaling kepada kakek Han yang
sejak tadi hanya mendengarkan saja. Juga Swat Hong dan Liu Bwee menoleh
dan memandang kakek itu karena betapapun juga, mereka mengharapkan
bantuan kakek ini, juga keputusannya. Sampai lama Han Lojin diam saja,
merenung dan memandang jauh, kemudian menghela napas panjang. "Aihh,
tak kusangka akan begini jadinya....! Tadinya, ingin sekali aku melihat kalian
berdua melupakan semua hal yang telah lalu, mulai hidup baru dengan aman
dan tenteram, menjauhi urusan kekerasan dunia yang hanya mendatangkan
dendam dan bunuh‐bunuhan antara sesama manusia, sambil mendidik Swat
Hong pula. Akan tetapi melihat gejalanya..... mengingat pula hancurnya Pulau
Es ..... dan memang sudah seharusnya kalau pusaka‐pusaka itu dikembalikan
PART 333
ke tempat asalnya...... ahhhh, aku Si Tua Bangka yang sudah lama mencuci
tangan dari urusan duniawi, sekarang terseret pula! Betapa menyedihkan!"
"Locianpwe, kalau kita masih hidup di dunia ramai, betapa mungkin kita
menghindarkan diri untuk mencampuri urusan dunia ramai? Yang penting
kita selalu berada di pihak yang benar." Ouw Sian Kok membantah. Kakek itu
menggeleng‐geleng kepala. "Engkau belum mengerti, apa sih artinya pihak
yang benar? Apa sih artinya kebenaran? Kebenaran yang dapat disebut
dengan mulut, bukankah kebenaran adanya! Ahhh, sudahlah, tanpa adanya
kesadaran, mana mungkin dapat mengerti? Engkau hendak mencari
puterimu, memang sudah sepatutnya dan semestinya sejak dahulu
kaulakukan hal itu. Sekarang aku akan menyertai Liu Bwee dan puterinya ini
ke kota raja......" "Ke kota raja?" Ouw Sian Kok berseru heran. "Ya, karena The
Kwat Lin telah menerima tugas dari An Lu Shan untuk menyusun kekuatan di
sana menanti saat pemberontakan tiba. Dan kita tidak perlu terseret oleh
pemberontakan, melainkan hanya hendak mencari The Kwat Lin dan minta
kembali pusaka‐pusaka Pulau Es." "Dan membunuh mereka untuk
membalaskan kematian suheng!" Swat Hong berseru penuh semangat. Han
Lojin tidak menjawab seruan Swat Hong itu, melainkan menoleh kepada Ouw
Sian Kok, sambil berkata, "Ouw Sian Kok, kalau kau hendak mencari
puterimu, pergilah dan kelak kau boleh menyusul kami di kota raja....."
"Tidak, Locianpwe. Setelah saya mendengar bahwa iblis betina itu berada di
kota raja, saya juga harus ikut ke kota raja untuk menghadapinya!" Liu Bwee
memandang kepada tokoh Pulau Neraka ini dan kebetulan sekali Ouw Sian
Kok juga memandangnya, maka pertemuan dua pasang sinar mata itu sudah
cukup bagi mereka untuk mengetahui isi hati masing‐masing. liu Bwee
maklum bahwa pria yang gagah itu ingin membantunya karena
mengkhawatirkan dirinya, sebaliknya Ouw Sian Kok juga maklum bahwa
bekas ratu Pulau Es itu girang sekali mendengar bahwa dia akan membantu.
Maka tanpa banyak cakap lagi berangkatlah empat orang ini menuju ke kota
raja. Pada waktu itu, suasana di seluruh negeri telah menjadi panas.
Kekacauan terjadi dimana‐mana ketika tersiar berita bahwa pemberontakan
An Lu Shan mulai bergerak dari utara. Tersiar berita bahwa di tapal batas
utara telah di mulai perang saudara antara pasukan pemberontak dan
pasukan pmerintah yang tidak kuat membendung datangnya pasukan
pemberontak yang seperti air bah membanjir ke selatan. Berita ini sudah
cukup untuk membangkitkan semangat golongan sesat untuk bangkit dan
mempergunakan kesempatan selagi keadaan negara kacau, rakyat bingung
dan pasukan‐pasukan ditarik untuk diperbantukan menghadapi
pemberontak sehingga keamanan tidak terjamin lagi. Memang perang telah
dimulai. An Lu Shan telah membuka kedoknya dan dengan terang‐terangan
mulai menggerakan pasukannya. Pada waktu itu, pasukan pemerintah yang
terkuat adalah pasukan penjaga tapal batas utara yang dianggap merupakan
bagian atau daerah yang paling penting untuk dijaga dengan kuat, maka
otomatis pasukan yang terkuat berada di bawah pimpinan Jenderal ini. Pada
jaman itu, kerajaan Tang dipimpin oleh kaisar Beng Ong yang usianya sudah
PART 334
enam puluh tahun lebih, seorang kaisar yang sayangnya memiliki kelemahan,
yaitu menjadi hamba dari nafsu berahi sehingga dia seperti boneka lilin di
dalam tangan halus selir Yang Kui Hui. Pada waktu itu, Kerajaan Tang
mempunyai dua buah kota raja atau ibu kota. Yang pertama, di mana Kaisar
Beng Ong duduk bertahta dan menjadi pusat pemerintahannya, adalah ibu
kota Tian‐an. Adapun ibu kota yang ke dua adalah Lok‐yang. An Lu Shan yang
selain mempunyai bala tentara yang besar jumlahnya dan pasukan‐pasukan
pilihan, juga dibantu oleh banyak orang‐orang kang‐ouw yang berilmu tinggi.
Hal ini adalah karena banyak orang‐orang kang‐ouw merasa tidak suka
kepada Kaisar tua yang berada di bawah telapak kaki selir cantik itu, juga
banyak pembesar yang diam‐diam merasa dendam kepada Yang Kui Hui
karena selir ini dengan mudah begitu saja mempengaruhi Kaisar untuk
memecat pembesar‐pembesar tinggi dan menggantikan kedudukan mereka
dengan kedudukan lebih rendah, semua ini untuk menarik keluargakeluarganya
agar dapat menduduki tempat‐tempat penting! Gerakan
pemberontakan An Lu Shan dimulai dari utara di dekat Peking, terus
membanjir ke selatan. Dengan mudahnya dia melumpuhkan semua
perlawanan yang dilakukan oleh pasukan‐pasukan yang masih setia kepada
Kaisar, bahkan pasukan yang takluk segera menyerah dan menjadi pasukan
pembantunya. Dengan mudah saja pasukan‐pasukan pemberontak
menyeberangi Sungai Kuning dan menyerbu Lok‐yang, ibu kota ke dua dari
kerajaan Tang.
Komandan pasukan yang mempertahankan Lok‐yang, ibu kota ke dua dari
Kerajaan Tang ini adalah seorang panglima yang setia dan dengan gigih dia
memimpin pasukannya mempertahankan Lok‐yang mati‐matian. Akan tetapi,
yang amat melemahkan pertahanan itu adalah gangguan‐gangguan dari
dalam kota itu sendiri yang dilakukan oleh kaki tangan An Lu Shan. Pada saat
Lok‐yang diserbu inilah rombongan Han Lojin berada di Lok‐yang ketika
mereka berusaha mencari The Kwat Lin yang dikabarkan membantu An Lu
Shan dengan mempersiapkan diri di ibu kota itu. Han Lojin, Ouw Sian Kok,
Liu Bwee dan Swat Hong terkurung di dalam kota Lok‐yang ketika ibu kota
ke dua ini di serbu pemberontak. Mereka menyaksikan sendiri betapa
Panglima Coa Cun dengan gagah berani mempertahankan ibu kota ke dua itu
dengan pasukannya sehingga tidaklah mudah bagi pasukan pemberontak
untuk menguasai kota raja ini. Han Lojin dan rombongan yang memang
bermaksud untuk mencari The Kwat Lin, ikut hilir mudik bersama parang
penghuni yang ketakutan, memasang mata dan ketika terjadi pembakaran di
pusat pasar dan serangan‐serangan gelap yang ditujukan kepada komandankomandan
pasukan oleh serombongan orang yang gerakannya amat lihai,
Han Lojin dan rombongannya cepat mendatangi tempat kekacauan ini.
Akhirnya setelah lari ke sana‐sini setiap mendengar ada kekacauan yang
dilakukan oleh segerombolan mata‐mata musuh, di taman belakang istana
pangeran muda yang berkuasa di Lok‐yang, mereka melihat gerombolan
pengacau itu dan serta merta Han‐Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee Dan Swat
Hong menyerbu dan mencari The Kwat Lin. Akan tetapi, mereka berhadapan
PART 335
dengan belasan orang pengacau yang dipimpin oleh Kiam‐mo Cai‐li!
Gerombolan itu sedang berusaha untuk membakar istana pangeran dengan
panah‐panah api dan para pengawal istana itu sudah malang melintang
tewas oleh mereka. "Dialah Kiam‐mo Cai‐li, pemiliki istana Rawa Bangkai,"
kata Han Lojin sambil menuding ke arah seorang wanita cantik yang
pakainnya mewah dan sedang memimpin belasan orang pembantunya itu
untuk menghujankan anak panah ke arah istana. Sebagian dari istana itu
mulai terbakar. Mendengar bahwa wanita itu adalah seorang di antara
pembunuh‐pembunuh suhengnya, Swat Hong sudah tidak dapat menahan
kesabaran hatinya lagi. Dia meloncat keluar dari tempat sembunyinya
dengan pedang di tangan, serta merta menyerang sambil membentak, "Iblis
betina Kiam‐mo‐cai‐li, bersiaplah engkau menebus nyawa Suheng Kwa Sin
Liong!!" "Singggggg... syuuuuuutttt..... aiihhhh.....!" Kiam‐mo Cai‐li cepat
mengelak dengan meloncat ke belakang dan rambutnya yang panjang seperti
hidup saja bergerak menyambar ke arah pergelangan tangan Swat Hong.
Namun dara ini cukup cekatan. Melihat sinar hitam menyambar, dia sudah
membalikkan pedangnya membacok sehingga putuslah segumpal rambut,
membuat Kiam‐mo Cai‐li berteriak kaget dan marah. Ketika dia memandang
dan melihat bahwa yang muncul ini adalah gadis teman Sin Liong, gadis dari
Pulau Es seperti yang di ceritakan oleh The Kwat Lin, dia terkejut bukan
main. Apalagi melihat han Lojin, Ouw Sian Kok, dan Liu Bwee yang jelas
membayangkan kelihaian. "Panah roboh mereka!" Tiba‐tiba dia berteriak
sambil melompat jauh ke belakang untuk memberi kesempatan kepada dua
belas orang pembantunya menyerang empat orang ini. Dua belas orang itu
adalah anak buah Kiam‐Mo Cai‐li dari Rawa Bangkai yang telah dididik
khusus menggunakan anak panah berapi. Ketika mereka mendengar aba‐aba
ini dan mengenal wajah Swat Hong sebagai gadis yang pernah menyerbu
Rawa Bangkai, cepat mereka membidikan anak panah mereka, dan
tampaklah sinar‐sinar berapi menyambar ke pada empat orang itu. "Wir‐wirwir....!!"
Mengerikan sekali datangnya anak‐anak panah yang ujungnya
bernyala itu, dapat dibayangkan betapa mengerikan kalau anak panah yang
bernyala itu mengenai tubuh! Namun, empat orang itu bukanlah orang‐orang
sembarangan. Dengan amat mudahnya Han Lojin dan Ouw Sian Kok
mengebutkan ujung baju meruntuhkan semua anak panah yang menyambar
ke arah mereka, sedangkan Liu Bwee dan Swat Hong juga sudah
meruntuhkan semua anak panah yang menyambar ke arah mereka dengan
pedang sehingga anak‐anak panah itu patah‐patah. "Iblis betina !" Swat Hong
meloncat maju, pedangnya diputar cepat dan dia sudah menerjang Kiam‐mo
Cai‐li dengan dahsyat. "Trangggg! Trik‐trikkkk!" Pedang payung di tangan
Kiam‐mo Cai‐li sudah menangkis dan kuku‐kuku jarinya yang panjang
mengeluarkan suara berjentrik ketika dia mencengkeram ke arah Swat Hong
yang dapat dielakan oleh dara ini. "Kalian hadapi mereka. wanita itu lihai dan
berbahaya, aku harus menjaga Swat Hong," kata han Lojin kepada Ouw Sian
Kok dan Liu Bwee. Liu Bwee mengangguk dan hatinya lega karena dengan
bantuan kakek suaminya itu, dia tidak mengkhawatirkan keselamatan
PART 336
puterinya. Maka bersama Ouw Sian Kok dia lalu mengamuk dan celakalah
dua belas orang anak buah Rawa Bangkai itu karena mana mungkin mereka
dapat melawan dua orang lihai dari Pulau Es dan Pulau Neraka ini? Biarpun
mereka semua telah menggunakan pedang dan golok menyerang dan
mengeroyok, namun seorang demi seorang roboh dan tidak dapat bangkit
kembali. Adapun pertandingan antara Swat Hong melawan Kiam‐mo Cai‐li
amat seru dan menegangkan. Biarpun pada dasarnya Swat Hong memiliki
ilmu silat tinggi yang lebih murni dan kuat, namun menghadapi seorang
datuk kaum sesat seperti Kiam‐mo Cai‐li yang amat cerdik dan banyak
pengalaman, beberapa kali hampir saja dia terkena cakaran kuku panjang
beracun itu. Tiga macam senjata Kiam‐mo Cai‐li amat membingungkan Swat
Hong. Dengan gerakan pedang yang cepat, Swat Hong dapat membendung
pedang payung dan kuku‐kuku jari tangan kiri iblis betina itu, bahkan dia
mulai mendesak dengan permainan pedangnya yang cepat dan mengandung
tenaga dingin itu. "Mampuslah!" Swat Hong membentak dan pedangnya
menusuk. "Tranggg...! Brettt...!!" Pedangnya bertemu dengan pedang payung
dan berhasil menembus dan merobek kain payung, akan tetapi pedangnya itu
tercepit di antara batang‐batang payung sehingga kedua pedang bertemu dan
saling melekat. "Hi‐hi‐hik, kalulah yang mampus!" Kiam‐mo Cai‐li berseru,
tangan kirinya bergerak mencengkeram ke arah dada Swat Hong. Kalau
sampai kena dicengkeram kuku‐kuku beracun itu, dada Swat Hong tentu
akan berbahaya sekali. "Plak!" Swat Hong sudah siap dan tangan kirinya
menangkap pergelangan tangan lawan dari bawah. Kini terjadilah adu tenaga
karena kedua tangan mereka sudah tidak bebas lagi. Pada saat itu, rambut
panjang Kiam‐mo Cai‐li bergerak menyambar ketika dia menggerakan
kepalanya sambil tertawa. Bagaikan ular hidup saja, gumpalan rambut itu
menyambar dengan totokan maut! Swat Hong terkejut bukan main, namun
hatinya menjadi lega kembali melihat berkelebatnya bayangan kakek
buyutnya. "plakkkk!!!" Rambut itu disambar oleh tangan Han Lojin. "Aihhh....
lepaskan....!" Kiammo Cai‐li menjerit karena betapapun dia berusaha menarik
rambutnya, tetap saja tidak dapat terlepas bahkan semakin erat. "Swat Hong,
lepaskan dia, mundurlah!" Han Lojin berseru. Swat Hong tidak berani
membantah, lalu melepaskan pegangan tangannya dan menarik pedangnya
melompat mundur. "Kiam‐mo Cai‐li, aku hanya ingin bertanya kepadamu!"
Han Lojin berkata, suaranya halus. Melihat kakek ini yang dia tahu amat lihai,
Kiam‐mo Cai‐li yang cerdik lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu,
menunduk dan berkata, "Locianpwe, maafkan saya, saya tidak berani
melawan Locianpwe yang sakti. Pertanyaan apakah yang hendak Locianpwe
(Kakek Gagah Perkasa) ajukan kepada saya?" Melihat sikap Kiam‐mo Cai‐li
yang begitu ketakutan, Swat Hong mengerutkan alisnya, akan tetapi Han
Lojin mengelus jenggotnya. "Hemmm, semua orang pernah melakukan
penyelewengan dalam hidupnya. Penyesalan yang disertai kesadaran tinggi
mendatangkan pengertian sehingga si penyeleweng akan merasa jijik untuk
melanjukan penyelewengannya. Kiam‐mo Cai‐li, sayang kalau kepandaian
seperti yang kaumiliki itu dipergunakan untuk kejahatan. Aku hendak
PART 337
bertanya, di mana adanya The Kwat Lin?" "The Kwat Lin? Ohh, dia berada
di...... neraka bersamamu!" Tiba‐tiba wanita itu dari bawah menyerang
dengan payung dan kuku beracunnya. "Cepppp.... bresss....!" "*******....."
Swat Hong menjerit dan pedangnya bergerak secepat kilat sebelum Kiam‐mo
Cai‐li sempat mencabut kembali pedangnya dari dada kakek itu. "Prepppp....!
Aihhhh....!!" Darah muncrat‐muncrat dari lambung Kiam‐mo Cai‐li dan dada
han Lojin. Kakek itu masih berdiri tegak sambil tersenyum ketika pedang
dicabut keluar dadanya. Kiam‐mo Cai‐li mengeluarkan teriakan seperti
binatang buas ketika dia menubruk Swat Hong dan menyerangnya. namun
Swat Hong sudah mengelak dan dari samping kembali pedangnya
menyambar. "Crokkkkk!!" Tubuh Kiam‐mo Cai‐li yang sudah terhuyung itu
tidak dapat mengelak lagi, lehernya tertusuk pedang dan dia roboh terguling,
berkelojotan dengan mata mendelik memandang ke arah Swat Hong.
"Locianpwe....!" Ouw Sian Kok yang sudah berhasil bersama Liu Bwee
merobohkan dua belas orang itu, meloncat dan merangkul kakek itu karena
kekek yang masih berdiri tegak itu mendekap dadanya yang bercucuran
darah. Kakek itu menggelengkan kepala, memandang kepada Swat Hong.
"Aihhh, kau ganas sekali, Swat Hong....!" "Kong‐couw.... dia jahat.... patut di
bunuh!" Swat Hong berkata, memandang mayat Kiam‐mo Cai‐li yang kini
sudah tidak bergerak lagi itu. "Hayaaaa.... selamanya belum pernah
dirobohkan orang, sekali ini terperdaya kelicikan seorang wanita.... memang
sudah semestinya begini...... kalian..... kurangilah atau lenyapkan sama
sekali.... keganasan..... kekerasan, bunuh membunuh ini.... karena siapa
menggunakan kekerasan akan menjadi korban kekerasan pula.... nah, selamat
berpisah anak‐anak....." Tubuh yang bediri tegak itu masih berdiri akan tetapi
kalau tidak dirangkul tentu akan roboh karena pada saat itu juga Han Lojin
telah mengembuskan napas terakhir. Memang luar biasa sekali kakek ini.
pedang payung yang ditusukan secara curang oleh Kiam‐mo Cai‐li menembus
dada dan menembus pula jantungnya, namun dia masih mampu berdiri tegak
dan berkata‐kata! Liu Bwee dan Swat Hong berlutut sambil menangis. Akan
tetapi Ouw Sian Kok berkata, "Harap kalian bangkit berdiri dan mari kita
lekas membawa pergi jenazah Locianpwe ini keluar kota." Liu Bwee
menyusut air matanyadan menggandeng tangan Swat Hong, menarik gadis
itu bangkit berdiri. "Ouw‐twako benar, Hong‐ji. Kita tidak mempunyai urusan
apa‐apa lagi di sini, keadaan makin kacau. Tugas kita berada di ibu kota
pertama, Tiang‐an." Diingatkan akan ini, bahwa The Kwat Lin berada di
Tiang‐an, Swat Hong memandang ibunya."Kami tadi telah memaksa seorang
di antara mereka itu mengaku di mana adanya The Kwat Lin. Dia berada di
Tiangan, tugasnya sama dengan Kiam‐mo Cai‐li yaitu mengacau kota raja di
waktu pemberontak menyerbu ke sana." Swat Hong mengangguk, sekali lagi
melirik ke arah mayat Kiam‐mo Cai‐li, rasa lega dan puas menyelinap di
hatinya mengingat akan kematian suhengnya yang betapapun juga kini sudah
agak terbalas dengan matinya wanita ini, kemudian dia mengikuti ibunya
pergi dari tempat itu. Perang, perang, perang! Selama dunia berkembang,
agaknya tiada pernah hentinya terjadi perang di antara manusia. Selama
PART 338
sejarah berkembang, terbukti bahwa di setiap jaman manusia melakukan
perang, baik dari jaman batu sampai jaman modern! Agaknya betapapun
majunya manusia dari segi lahiriah, sebaliknya dalam segi batiniah manusia
bahkan makin mundur! Betapa tidak? Di jaman dahulu, yang dikatakan
perang adalah mereka yang langsung menceburkan diri dalam perang
campuh, dan mereka ini pula yang menjadi korban, yang membunuh atau
dibunuh. Makin lama, perkembangan perang menjadi makin ganas dan makin
kejam, makin tidak adil dan makin menjauhi apa yang kita sebut
prikemanusiaan. Sekarang, di jaman modern, yang langsung memegang
senjata banyak selamat karena dia menguasai teknik perang, pandai menjaga
diri, pandai bersembunyi. Sebaliknya, rakyat yang tidak tahu apa‐apa mati
konyol! Perang, di sudut mana pun terjadinya di dunia ini, dengan kata apa
pun diselimutinya, dengan kata‐kata indah macam perjuangan, perang suci,
perang membela negara, membela agama, membela kehormatan dan lainlain,
tetap saja perang yang berarti bunuh‐bunuhan di antara manusia,
membunuh hanya untuk melampiaskan dendam dan kembencian sehingga
amatlah buasnya, jauh melampaui kebuasan binatang apapun juga yang
hidup di dunia ini. Kita semua bertanggung jawab untuk ini! Perang yang
terjadi antara bangsa, antara golongan, antara kelompok, meletus karena
kita! Perang antara bangsa atau negara hanya menjadi akibat dari
kepentingan Si Aku, bangsaku, agamaku, kebenaranku, kehormatanku,
kemerdekaanku dan sebagainya yang bersumber kepada aku. Perang antara
bangsa hanya bentuk besar dari perang antara tetangga dan perang antara
tetangga adalah bentuk besar dari perang antara keluarga atau perorangan
dan semua ini bersumber kepada perang di dalam batin kita sendiri. Batin
kita setiap hari penuh dengan nafsu keinginan, iri hati, dendam, benci dan
semua bentuk kekerasan dan kekejaman, kalau semua itu menguasai batin
kita semua, menguasai dunia, herankah kita kalau selalu terdapat
permusuhan dan perang di dunia ini? Semenjak sejarah tercatat, setiap pihak
yang melakukan perang tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang buruk.
Sebaliknya malah, bermacam dalih diajukan menjadi semacam kedok di
depan wajah perang yang dilakukannya, kedok berupa untuk membela diri,
perang untuk keadilan, dan perang untuk perdamaian! Betapa menggelikan.
Perang untuk keadilan! Perang untuk perdamaian! Dengan cara membunuhbunuhi
sesama manusia. Kita selalu terjebak ke dalam perangkap penuh tipu
muslihat ini yang berupa kata‐kata indah. Pendapat bahwa tujuan
menghalalkan cara merupakan penipuan diri sendiri dan berlawanan dengan
kenyataan. Mungkinkah untuk mencapai tujuan baik menggunakan cara yang
jahat? yang penting adalah caranya, bukan tujuannya. Tujuan adalah masa
depan yang belum ada, hanya merupakan akibat, sebaliknya cara adalah
masa kini, saat ini, nyata! Dengan dalih "menumbangkan kekuasaan lalim"
itulah An Lu Shan memimpin ratusan ribu bala tentaranya menyerbu ke
selatan. Pada saat seperti itu, An Lu Shan dan semua pengikutnya
menganggap bahwa mereka itu "berjuang" dan mereka sama sekali tidak
mau melihat bahwa kelak andai kata mereka berhasil dan memegang
PART 339
kekuasaan, ada pula pihak‐pihak yang akan mengecapnya "kekuasaan lalim"
yang lain dan yang baru pula! Di lain pihak Kaisar Han Ti Tiong atau Beng
Ong yang sudah tua itu bersama para punggawanya yang setia tentu saja
melakukan perlawanan yang gigih dengan dalih "menghancurkan dan
membasmi pemberontak". Mereka ini lupa bahwa peristiwa pemberontakan
itu sesungguhnya timbul karena ulah mereka sendiri. Kekuatan bala tentara
yang dipimpin An Lu Shan memang hebat. Dalam beberapa bulan saja, sekali
menyerbu, dia telah menguasai seluruh daerah di sebelah utara Sungai
Huangho. Pasukanpasukannya akhirnya berhasil merobohkan pertahanan
Lok‐yang yang memduduki ibu kota ke dua itu. Kemudian An Lu Shan
kembali mengumpulkan kekuatan pasukannya dan melanjutkan
penyerbuannya menuju ke kota raja Tiang‐an! Kematian Kiam‐mo Cai‐li
membuat Jenderal ini menyesal, tentu saja penyesalan ini didasari bahwa dia
kehilangan seorang pembantu yang boleh diandalkan! Ketika Kaisar yang
sudah tua itu mendengar betapa Lok‐yang dalam beberapa hari saja terjatuh
ke dalam tangan pemberontak An Lu Shan, mulailah terbuka matanya betapa
selama ini tidak terlalu mengacuhkan urusan pertahanan dan sebagian besar
waktunya hanya dihabiskannya di dalam kamar tidur dan di atas ranjang
yang lunak hangat dan harum dari selirnya tercinta, Yang Kui Hui. Bangkitlah
semangatnya, semangat mudanya yang kini terlalu lama terpendam itu dan
dia berhasil mengobarkan semangat para pasukannya yang dikumpulkannya
di Ling Pao di mana kaisar membentuk benteng pertahanan yang cukup kuat.
Bahkan sekali ini dia memimpin sendiri untuk berperang menghadapi An Lu
Shan dengan hati penuh kemarahan. Hati siapa tidak akan sakit kalau
mengingat betapa dia telah memberi anugerah besar kepada An Lu Shan,
bahkan selirnya yang tercinta telah menganggap An Lu Shan sebagai putera
angkat. Dan kini jenderal itu memberontak! Perbuatan apa pun yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, tidak lah benar jika di
belakangnya bersembunyi pamrih apa pun. Sesuatu perbuatan boleh jadi
oleh umum dianggap sebagai perbuatan baik, namun apabila perbuatan itu
menyembunyikan pamrih, baik yang disadari maupun tidak, maka perbuatan
itu tidak benar. Perbuatan menolong orang lain oleh umum dianggap baik,
namun jika hal itu dilakukan dengan pamrih apa pun, itu bukanlah menolong
namanya, melainkan hanya memberi pinjam untuk kelak ditagih kembali
dalam bentuk pembalasan budi! Selama yang berbuat itu merasa bahwa dia
berbuat baik, merasa bahwa dia menolong, di dalam perasaan ini sudah
terkandung pamerih! Jelas tidak benar! Dan selama ada pamrih di balik
setiap perbuatan, pasti akan mendatangkan penyesalan, kebanggaan,
kekecewaan, dendam, penjilat, penindasan dan lain‐lain. Setiap berbuatan
barulah benar jika didorong atau didasari oleh CINTA KASIH! Demikian pula
dengan Kaisar. Karena dia merasa bahwa dia telah menolong An Lu Shan,
merasa telah berbuat baik kepada jenderal itu maka timbullah penyesalan,
kemarahan dan kebencian karena yang pernah ditolongnya itu tidak dengan
kebaikan. Pamrih yang tersembunyi di balik pertolongannya dahulu itu
adalah menghendaki pembalasan berupa kesetiaan, penghormatan, atau
PART 340
setidaknya menghendaki agar jangan jenderal itu berani melawannya!
Contoh ini tanpa kita sadari terjadi di dalam penghidupan kita sehari‐hari.
Kita miskin akan cinta kasih sehingga setiap perbuatan kita dicengkeram
pamrih. Kalau cinta kasih memenuhi hati kita, maka segala pamrih akan
lenyap tanpa bekas dan setiap perbuatan kita adalah wajar dan tentu saja
benar karena dasarnya cinta kasih yang melekat pada bibir setiap orang,
yang menjadi hampa karena disebut‐sebut dan disanjung‐sanjung, diberi
pengertian lain, dan dipecah‐pecah! Di mana terdapat cemburu, benci,
sengsara, marah, dan lain‐lain, cinta kasih tidak akan ada. Di mana terdapat si
"aku" yang selalu mengejar keuntungan dan kesenangan lahir batin, cinta
kasih tidak akan pernah ada. karena bagi Si Aku, cinta kasih berarti
kesenangan untuk "aku" lahir batin yang berupa ketenteraman, jaminan,
kepuasan, dan kenikmatan. Maka, sekali satu di antara yang dikejar itu luput,
berakhirlah cinta kasihnya dan berubah menjadi cemburu, kemarahan dan
kebencian! Dengan penuh kemarahan Kaisar memimpin barisan‐barisan
yang dapat dikumpulkannya, didampingi oleh seorang jenderal yang setia
kepadanya, seorang jenderal yang ahli dalam perang bernama Kok Cu It yang
menjadi komandan barisan itu. Barisan ini lalu bergerak dari Ling Pao.
Bertemulah dua barisan yang bermusuhan itu di pegunungan dan terjadilah
perang yang amat dahsyat di sela Gunung Tung Kuan. Perang yang amat
mengerikan dan mati‐matian, di mana mayat manusia bertumpuk‐tumpuk
dan berserakan, darah manusia membanjiri padang rumput. Namun
akhirnya, betapapun gigih Panglima Kok Cu It melakukan perlawanan setelah
dia menyuruh pasukan pengawal mengiringkan Kaisar lebih dulu
menyelamatkan diri ke kota raja, karena kalah banyak jumlah pasukannya,
Tung Kuan jatuh ketangan pihak An Lu Shan. Pasukan‐pasukan yang masih
dapat bertahan segera ditarik mundur ke Ling Pao dan membuat pertahanan
di tempat ini. kaisar telah melanjutkan perjalanan kembali ke Tiang‐an di
mana dia berkemas‐kemas dengan hati penuh kekhawatiran. Tak lama
kemudian, Ling pao juga jatuh dan Panglima Kok Cu It terpaksa membawa
sisa pasukannya kembali ke kota raja. Melihat betapa gerakan An Lu Shan
amat kuat dan tidak dapat dibendung, panglima ini menganjurkan kepada
Kaisar untuk pergi mengungsi ke Secuan. Kaisar mengumpulkan semua
pembantunya yang setia dan akhirnya, atas desakan mereka pula, kaisar
menerima usul itu. Berangkatlah rombongan Kaisar ke barat. Yang berada di
dalam rombongan itu, selain Kaisar sekeluarga tentu saja termasuk selir Yang
Kui Hui, juga perdana Menteri Yang Kok Tiong kakak dari selir cantik itu
berserta semua keluarganya, para Thaikam (Orang Kebiri) yang setia kepada
Kaisar, dan beberapa orang ponggawa tinggi yang menjadi kaki tangan
mereka. Rombongan besar ini dikawal oleh pasukan pengawal istimewa dan
berangkatlah rombongan Kaisar pergi mengungsi di lakukan di waktu malam
agar jangan ada rakyat mengetahuinya. Pelarian yang dilakukan tergesa‐gesa
ini pun mencerminkan watak orang‐orang bangsawan ini. Selain keluarga
mereka, juga mereka membawa harta benda mereka sebanyak mungkin!
Tidak ada lagi yang dipikirkan kecuali membawa keluarga dan harta
PART 341
bendanya sehingga mereka lupa bahwa bukan harta benda yang penting
untuk dibawa sebagai bekal, melainkan ransum! Mereka melupakan ini dan
sibuk membawa harta benda yang mungkin dapat terbawa. Telah menjadi
kelemahan kita manusia dalam penghidupan kita ini bahwa kita selalu
melekat kepada benda‐benda duniawi. Kita lupa bahwa benda‐benda itu
yang memang merupakan perlengkapan hidup dan kita butuhkan, hanyalah
menjadi hamba kita, menjadi kebutuhan kita selagi hidup. Akan tetapi kita
silau oleh benda‐benda mati itu, kita mengejarnya dan mengumpulkannya,
bukan lagi karena kebutuhan, melainkan karena ketamakan, karena rakus
sehingga kita mengumpulkan sebanyak mungkin. Setelah itu, kita menjadi
hamba duniawi, kita melekatkan diri dan kita telah merobah batin kita
menjadi benda‐benda itu! Maka kita selalu mempertahankan duniawi secara
mati‐matian, kita tidak bisa lagi hidup tanpa dia, lahir maupun batin.
Kehilangan harta benda menjadi hal yang amat hebat dan penuh derita.
Mencari dan mengumpulkan harta benda menjadi hal yang paling penting di
dalam hidup kita sehingga kalau perlu dalam mengejar duniawi berupa harta
benda, kedudukan, kemuliaan dan lain‐lain, kita tidak segan‐segan untuk
sikut‐menyikut jegal‐menjegal, bunuh‐membunuh antara manusia! Maka
akan BAHAGIALAH DIA YANG MEMPUNYAI NAMUN TIDAK MEMILIKI, dalam
arti kata, mempunyai apa saja di dunia ini karena ada hubungannya, karena
ada kebutuhannya, hanya mempunyai lahiriah saja, namun batin sama sekali
tidak memiliki, sama sekali tidak terikat atau melekat sehingga punya atau
tidak punya bukanlah merupakan soal penting lagi! Karena ketamakan itulah
maka rombongan Kaisar segera mengalami akibatnya setelah rombongan
besar itu melarikan diri sampai di pos penjagaan Ma Wei, yang terletak di
Propinsi Shen‐si sebelah barat, rombongan ini kehabisan ransum yang tidak
berapa banyak itu. pasukan pengawal yang menderita kelelahan dan
kelaparan, karena sisa ransum yang sedikit diperuntukan Kaisar dan
keluarganya serta para bangsawan, menjadi gelisah dan tampaklah wajahwajah
yang membayangkan penasaran dan kemarahan, mulai terdengarlah
suara‐suara tidak puas di antara para anggauta pasukan. Perhentian di Ma
Wei ini dipergunakan oleh Yang Kok Tiong untuk mengadakan pertemuan
dengan orangorang Tibet. Yang Kok Tiong berusaha untuk mengadakan
kontak dengan Pemerintah Tibet untuk membantu Kaisar dalam menghadapi
pemberontakan dan membujuk seorang pendeta Lama yang berada di antara
orang‐orang Tebet itu untuk menyampaikan permintaan bantuannya.
Hatinya juga gelisah ketika melihat betapa anak buah pasukan pengawal
mulai tidak puas. Akan tetapi Kaisar yang sudah merasa lelah dan berduka,
tidak tahu akan semua itu dan dia menenggelamkan dirinya yang dirundung
kedukaan itu dalam pelukan selirnya yang menghiburnya. Tidak seorang pun
di antara para bangsawan itu tahu betapa di luar terjadi hal yang luar biasa.
Seorang laki‐laki muda dan seorang gadis cantik menyelinap di antara
penduduk setempat, mendekati tempat mengaso para pasukan pengawal dan
dua orang muda ini berbisikbisik dengan para pasukan. Mereka ini bukan
lain adalah Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki! Seperti telah kita ketahui, Liem
PART 342
Toan Ki, jago muda dari Hoa‐san‐pai itu adalah mata‐mata An Lu Shan dan Bu
Swi Nio, murid The Kwat Lin, akhirnya juga menjadi pembantu An Lu Shan
karena terbawa oleh Liem Toan Ki yang menjadi tunangannya itu. Kini, selagi
memata‐matai keadaan Kaisar yang melarikan diri, Bu Swi Nio teringat akan
kematian kakaknya, maka diambilnya keputusan untuk membalas dendam
kepada Yang Kui Hui yang menyebabkan kematian kakaknya, Bu Swi Liang.
Setelah berunding dengan kekasihnya, mereka berdua lalu menyelinap di
antara penduduk, mengadakan kontak dengan para komandan pasukan
pengawal, mulai menghasut mereka itu. "Lihat, kita bersusah payah, setengah
mati kelelahan dan kelaparan menjaga keselamatan Kaisar, beliau sendiri
bahkan bersenang‐senang dan tidak memperdulikan kita, mabok dalam
rayuan Ynag Kui Hui ***** kuntilanak itu!" Bu Swi Nio antara lain menghasut.
"Lihat kakaknya yang menjadi perdana menteri itu. Diam‐diam mengadakan
perundingan dengan orang‐orang Tibet. Dialah bersama adiknya ular cantik
itu yang menjadi pengkhianat dan menjual negara. Coba ingat, bukankah An
Lu Shan diambil anak oleh Yang Kui Hui? Padahal diam‐diam menjadi
kekasihnya? Negara telah dijual oleh Yang Kui Hui, diberikan kepada
kekasihnya, An Lu Shan. Dan sekarang agaknya Yang Kok Tiong hendak
menjual keselamatan Kaisar kepada orang‐orang Tibet! Aduhhh, sungguh
membuat orang hampir mati penasaran. kaisar dipermainkan seperti itu,
namun tinggal diam karena mabok oleh kecantikan Yang Kui Hui iblis betina
yang keji itu!" demikian Liem Toan Ki menambah minyak dalam api yang
mulai dikobarkan oleh Swi Nio. Memang para anggauta pasukan sudah
gelisah dan kehilangan ketenangan. Mereka merasa sengsara dan nasib
mereka masih belum dapat ditentukan bagaimana. Mungkin saja mereka
semua akan mati konyol jika sampai dapat disusul oleh pasukan‐pasukan
pemberontak. Mendengar hasutan‐hasutan itu, mereka menjadi makin
gelisah dan akhirnya terdengarlah teriakan‐teriakan yang diam‐diam
didahului oleh Swi Nio dan Toan Ki. "Gantung pengkhianat!" "Bunuh penjual
negara!" "Seret Yang Kok Tiong!" "Yang Kok Tiong pengkhianat, harus
dihukum mati!" "Sebelum menjual negara itu mampus, kami tidak mau
pergi!" Teriakan‐teriakan ini makin hebat dan kini seluruh pasukan sudah
bangkit, mengacung‐acungkan kepalan dan senjata ke arah bangunanbangunan
di mana rombongan bangsawan itu berada. Dapat dibayangkan
betapa kagetnya hati Kaisar ketika mendengar teriakan‐teriakan itu. Juga
yang lain‐lain menjadi kaget setengah mati, terutama Yang Kok Tiong sendiri.
Dia sedang berunding dengan orang‐orang Tibet, ketika tiba‐tiba Kaisar
bersama pengawal‐pengawal pribadi memasuki tempat itu. Kaisar kelihatan
marah. "Siapa mereka ini??" bentaknya sambil menuding ke arah tujuh orang
Tibet yang berada di situ. "Hamba....hamba sedang berunding.... minta
pertolongan Pemerintah Tibet," jawab Yang Kok Tiong. "Tangkap orangorang
Tibet itu! Siapa tahu mereka adalah mata‐mata perampok!" Perintah
Kaisar ini diturut oleh para pengawal dan ditangkaplah tujuh orang Tibet itu
yang tidak berani melakukan perlawanan. Sementara itu, teriakan‐teriakan di
luar menuntut kematian Yang Kok Tiong makin menghebat. Berbondong
PART 343
bondong datanglah para pembantu Kaisar, berkumpul di tempat Yang Kok
Tiong yang duduk dengan muka pucat mendengar tuntutan para pasukan di
luar. Di depan mata semua orang, tanpa malu‐malu Yang Kui Hui menubruk
dan merangkul leher Kaisar sambil menangis. "Sudilah Paduka menolong
kakakku.... harap Paduka menyelamatkan kakakku..." Selir itu menangis.
Didekap dan ditangisi selirnya yang tercinta, kaisar yang tua itu segera
menghardik kepada kepala pengawal pribadinya, "tangkap si pembuat ribut
itu!" Komandan pengawal itu berdiri tegak dan menjawab, "Ampun, Sri
Baginda. Akan tetapi yang ribut adalah seluruh pasukan pengawal!"
"Junjungan hamba ...... tolonglah kakakku..... selamatkan dia ......!" Yang Kui Hui
menangis. Yang Kok Tiong juga menjatuhkan diri berlutut di depan kaki
Kaisar. "Hamba hanya dapat mengharapkan kebijaksanan Paduka dan
menaruh nyawa hamba di dalam telapak tangan Paduka ....!" "Seret Yang Kok
Tiong si pengkhianat keluar!" terdengar teriakan dari luar. "Keluarkan
jahanam itu, kalau tidak kami menyerbu ke dalam!" Suara ini diikuti suara
pintu digedor‐gedor dari luar. "Tangkap dia...!!" Kaisar memerintah dan
menudingkan telunjuknya kluar. Komandan pengawal hendak membuka dau
pintu, akan tetapi tiba‐tiba dari luar meloncat masuk pengawal yang menjaga
di luar, mukanya pucat dan tubuhnya menggigil lalu dia menjatuhkan diri di
atas lantai menghadap Kaisar sambil berkata, "Mereka .... mereka .....akan
menyerbu.....!" Oleh kepala pengawal, Kaisar dan rombongannya dikawal naik
ke loteng. Kemudian Kaisar keluar dan memandang kepada pasukannya yang
memberontak di luar itu. Begitu melihat munculnya Kaisar, para anak buah
pasukan berteriak kacau balau, menuntut agar Yang Kok Tiong diberikan
kepada mereka. Kepala pengawal yang melihat gelagat buruk, diam‐diam lalu
menotok perdana menteri itu dan membawanya turun lagi di luar tahunya
Kaisar, kemudian dia membuka pintu dan mendorong perdana menteri itu ke
luar. Banyak tangan yang penuh dendam kebencian menyambut, tubuh Yang
Kok Tiong di seret‐seret, hujan pukulan dan makian, penghinaan dan ludah
ditujukan kepadanya. Ketika Yng Kui Hui yang mendengar teriakan‐teriakan
kakaknya itu keluar mendekati Kaisar dan menjenguk ke bawah, dia menjerit
dan merangkul Kaisar, menangis. Kaisar sendiri terbelalak memandang
betapa perdana menterinya itu, kakak dari selirnya, disiksa oleh pasukan,
dipukuli dan dimaki‐maki. "Tolonglah kakakku..... tolonglah dia...." Yang Kui
Hui merintih dan menangis. Kaisar lalu berseru ke bawah dengan suara
lantang, "Haiii! Semua anggauta pasukanku....! Tahan.....! Jangan lanjutkan
perbuatan gila itu!" "Berhenti....! Kalaian iblis‐iblis jahat.......! Uh‐huuuuhhhhuuuu....!!"
Yang Kui Hui juga menjerit‐jerit dan akhirnya menutupi mukanya,
demikian pula Kaisar ketika melihat betapa Yang Kok Tiong sudah rebah dan
tidak berkutik lagi, dengan tubuh hancur dan penuh darah. Tiba‐tiba dari
dalam rombongan pasukan dan orang‐orang dusun yang banyak berkumpul
di tempat itu terdengar suara nyaring seorang laki‐laki, "Seret iblis betina
Yang Kui Hui....! Dialah biang keladinya! Dialah yang menjatuhkan kerajaan
dengan menggoda Sri Baginda! Semenjak ada dia, kerajaan menjadi lemah
dan dikuasai oleh pengkhianat‐pengkhianat!" Disusul suara wanita, "Bunuh
PART 344
kuntilanak itu! Dia siluman betina! Dia Tiat Ki ke dua ....! Dia berjinah dengan
An Lu Shan, dia mengumpulkan keluarganya untuk menguasai kerajaan! Dia
harus dihukum gantung.....! Suara ini adalah suara Bu Swi Nio yang ingin
membalas kematian kakaknya. Dia menyebutnyebut nama tokoh wanita Tiat
Ki, yang dalam dongeng sejarah adalah seekor siluman rase yang menjelma
wanita menjadi selir Kaisar dan menyeret kerajaan ke dalam kehancuran
pula. Mendengar teriakan‐teriakan menghasut dari Liem Toan Ki dan Bu Swi
Nio ini, pasukan yang haus darah dan yang ridak puas itu lalu berteriakteriak,
menuding‐nuding kepada Yang Kui Hui sambil menuntut agar wanita
cantik itu digantung! "Tidak....!! Kalian gila semua! Tidaaaakkk....!!" Kaisar
memeluk tubuh selirnya yang pucat dan hampir pingsan itu, lalu menariknya
masuk, diikuti teriakan‐teriakan para anak buah pasukan dan rakyat
setempat. Kaisar dengan muka mereh karena marahnya merangkul Yang Kui
Hui yang menangis terisak‐isak itu, diikuti oleh rombongan. Semua anggauta
rombongan memandang dengan muka pucat, apalagi mereka mendengar
suara ribut‐ribut di luar rumah dan kini pintu digedor‐gedor lagi. "Gantung
Yang Kui Hui.....!" "Bunuh siluman itu.....!" "Kalau tidak, rumah ini kami
bakar!!" Tentu saja Kaisar dan yang lain menjadi makin panik. Kaisar
menjatuhkan diri di atas kursi, mukanya pucat dan keringatnya bercucuran
membasahinya, sementara itu Yang Kui Hui berlutut di dekat kursi Kaisar,
memeluk kaki Kaisar dan memperlihatkan sikap yang memelas
(menimbulkan iba) sekali, tubuhnya gemetar karena suara‐suara dari luar
yang terdengar, suara menuntuk kematiannya itu seperti ujung pedangpedang
yang ditusuk‐tusukan ke ulu hatinya.
Gedoran pintu makin keras, teriakan‐teriakan makin hebat sementara Kaisar
menanti hasil para komandan pasukan pengawal yang tadi keluar untuk
menyabarkan anak buahnya. Penantian yang mencekam dan menegangkan
urat syaraf. Tiba‐tiba, ketik para komandan pasukan keluar dan bicara,
suarasuara teriakan dan gedoran pintu terhenti. Hati Kaisar lega, dia
menunduk dan saling pandang dengan kekasihnya. Sepasang mata yang
indah itu yang tak pernah kehilangan daya pengaruh yang membuat Kaisar
terpesona, kini berlinang air mata. Akan tetapi hanya sejenak saja hati
mereka terhibur dan harapan mereka timbul, karena tiba‐tiba terdengar
teriakan‐teriakan lebih keras lagi disusul gedoran pada pintu dan dinding
dan tak lama kemudian, kepala pengawal dan para pembantunya masuk
dengan muka pucat, serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.
"Hamba siap menerima hukuman karena hamba sekalian tidak berhasil
menundukan kemarahan mereka," kata komandan pengawal sambil
menunduk. Kaisar bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara, "Bunuh
Share This Thread