PART 405
oleh suara berisik lagi di antara para tamu, bahkan banyak kepala
dianggukan tanda setuju dan di sana sini terdengar teriakan, "Suruh mereka
keluar!" Pek Sim Tojin mengerutkan alisnya dan mengelus jenggotnya yang
putih. "Pinto tidak menyangkal bahwa di antara anak murid Hoa‐san‐pai
terdapat dua orang yang bernama Liem Toan Ki dan isterinya bernama Bu
Swi Nio. Akan tetapi, selama ini mereka adalah murid‐murid Hoa‐san‐pai
yang tekun dan baik, bahkan tidak pernah turun dari Hoa‐san, tidak pernah
melakukan keonaran di luar, apalagi membuat permusuhan dengan golongan
manapun. Kini Cu‐wi sekalian berbondong datang, agaknya bersatu tujuan
untuk menemui mereka! Pinto sebagai ketua Hoa‐san‐pai yang bertanggung
jawab atas semua sepak terjang murid‐murid Hoa‐san‐pai, berhak
mengetahui apa yang terjadi antara Cu‐wi dengan mereka!" hening sejenak
dan agaknya semua tamu kembali merasa sungkan dan ragu‐ragu untuk
menjawab. Sementara itu, hati Swat Hong terasa tegang begitu mendengar
nama Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio disebut‐sebut. Dia menunjukan pandang
matanya ke atas ruangan depan, namun di antara para anggauta Hoa‐san‐pai,
dia tidak meliahat adanya kedua orang itu. "Suheng...., agaknya mereka benar
berada di sini seperti yang Suheng duga...." bisik Swat Hong dengan hati
tegang, akan tetapi suhengnya memberi isyarat agar dia tenang saja. "Sumoi,
aku berpesan, kalau nanti terjadi apa‐apa, kau serahkan saja kepadaku dan
jangan kau ikut turun tangan, ya!" Dengan penuh kepercayaan akan
kemampuan suhengnya, Swat Hong mengangguk akan tetapi hatinya
berdebar penuh ketegangan. Tidak salah lagi, pikirnya yang menduga‐duga,
tentu orang‐orang kang‐ouw ini mencari Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio
berhubung dengan Pusaka‐pusaka Pulau Es itu! Kalau tidak demikian
apalagi? Melihat bahwa tidak ada orang yang menjawab pertanyaan Ketua
Hoa‐san‐pai itu, Thian‐he Tee‐it Ciang Ham yang datang bersama lima orang
muridnya, mengacungkan tombak di tangan kanannya, ke atas dan berteriak.
"Totiang, sebagai Ketua Hoa‐san‐pai tentu saja kau berhak mengetahui sepak
terjang muridmu, akan tetapi kalau urusan ini tidak menyangkut Hoa‐sanpai,
bagaiman kami dapat bicara denganmu? Ini adalah urusan pribadi,
urusan Liem Toan Ki sendiri, maka suruh dia keluar agar kami dapat bicara
dengan dia! Kalau Totiang bersikeras, berarti Hoa‐san‐pai akan mencampuri
urusan pribadi!" Berkerut alis Ketua Hoa‐san‐pai itu. Ucapan tadi, biarpun
tidak secara langsung, sudah merupakan tantangan dan hanya terserah
kepada Hoa‐san‐pai untuk melayani tantangan itu ataukah tidak. Maka dia
tidak mau bertindak sembrono dan ingin melihat dulu bagaimana duduk
perkaranya. Ketua Hoa‐san‐pai ini memang belum sempat diberi tahu oleh
Liem Toan Ki dan isterinya tentang pusaka Pulau Es itu. "Supek, biarlah teecu
berdua yang menghadapi mereka!" Tiba‐tiba terdengar suara orang dan
muncullah Liem Toan Ki dan isterinya dari dalam, mereka sudah kelihatan
mempersiapkan diri dengan senjata pedang di pinggang dan pakaian ringkas.
Wajah mereka agak pucat, namun sikap mereka gagah dan tidak jerih. Liem
Toan Ki meloncat ke depan, Di atas ruangan depan itu berdampingan dengan
istrinya, menghadapi orang‐orang kang‐ouw itu sambil berkata, "Sayalah
PART 406
Liem Toan Ki dan isteri saya Bu Swi Nio. Tidak tahu urusan apakah yang
membawa Cu‐wi sekalian datang mencari kami di Hoa‐san?" Hiruk pikuklah
para tamu itu setelah mereka melihat sepasang suami isteri muda muncul
dari dalam. Pertama‐tama yang berteriak adalah Thian‐tok Bhong Sek Bin,
"Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio, kalian telah berani melukai muridku! Aku
baru bisa mengampuni kalian kalau kalian menyerahkan pusaka‐pusaka yang
kaubawa itu!" Liem Toan Ki tersenyum. "hemm, kami terpaksa melukai
muridmu karena dia menyerang kami, Locianpwe. Pusaka apa yang
Locianpwe maksudkan?" "Pura‐pura lagi, *******! Pusaka Pulau Es!" teriak
Thian‐tok marah. "Serahkan Pusaka Pulau Es kepada kami!" "Kepada kami!"
"Bagi‐bagi rata!" "Dijadikan sayembara!" Macam‐macam teriakan para tokoh
kang‐ouw dan Liem Toan Ki mengangkat kedua lengannya ke atas. "Cu‐wi
sekalian, apa buktinya bahwa kami berdua menyimpan Pusaka Pulau Es?"
"Orang she Liem, kau masih berpura‐pura lagi bertanya? Aku dan banyak
orang melihat betapa gadis Pulau Es itu menyerahkan pusaka itu kepadamu!"
Tiba‐tiba terdengar suara orang yang bukan lain adalah Thio Sek Bi, murid
Thiantok yang pernah berusaha merampok pusaka itu. Mendengar ucapan ini
dan melihat munculnya murid Thian‐tok dan beberapa orang bekas
pengawal yang dulu ikut bertempur di istana The Kwat Lin, tahulah Toan Ki
dan Swi Nio bahwa menyangkal tidak akan ada gunanya lagi. "Kita harus
mempertahankan mati‐matian," bisik Swi Nio kepada suaminya yang
mengangguk dan berkata dengan suara lantang, "Cu‐wi sekalian! Kami
berdua tidak menyangkal lagi bahwa memang kami telah dititipi pusaka oleh
Nona Han Swat Hong, dua tahun yang lalu. Akan tetapi, kami tidak akan
menyerahkan pusaka itu kepada siapapun juga kecuali kepada yang berhak,
yaitu Nona Han Swat Hong!" Teriakan‐teriakan hiruk pikuk menyambut
ucapan lantang ini. "Kalau begitu, kalian akan menjadi tawananku!" Thiantok
membentak marah sambil melangkah ke depan, akan tetapi gerakannya
ini segera diikuti oleh banyak orang dan jelas bahwa mereka hendak
memperebutkan Liem Toan Ki dan istrinya agar menjadi orang tawanan
mereka, tentu untuk dipaksa menyerahkan pusaka! "Siancai..... harap Cu‐wi
bersabar dulu.....!" Tiba‐tiba dengan suara yang halus namun berpengaruh,
Ketua Hoa‐san‐pai berkata sambil mengangkat kedua tangan ke atas,
"Biarkan pinto bicara dulu!" "Totiang, kau hendak bicara apa lagi?" Thian‐tok
membentak marah, alisnya berdiri dan matanya melotot. "Pinto mengaku
bahwa urusan pusaka Pulau Es itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya
dengan Hoa‐sanpai dan Hoa‐san‐pai pun tidak mengetahuinya. Maka sebagai
Ketua Hoa‐san‐pai, pinto hendak bertanya dulu kepada murid Liem Toan Ki.
Ini adalah urusan dalam dari Hoa‐san‐pai, kiranya Cu‐wi tidak akan
mencampurinya!" Terdengar teriakan‐teriakan, "Silahkan! Silahkan, tapi
cepat dan serahkan mereka kepada kami!" Pek Sim Tojin lalu menghadapi
Liem Toan Ki dan bertanya, "Toan Ki, apa artinya ini semua? Benarkah kalian
menyembunyikan Pusaka Pulau Es di Hoa‐san‐pai?" Liem Toan Ki dan Bu Swi
Nio segera menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Ketua Hoa‐san‐pai itu.
Liem Toan Ki segera berkata, "Harap Supek mengampunkan teecu berdua.
PART 407
Adalah mendiang Twa‐supek yang mengijinkan teecu berdua dan Beliau yang
melarang teecu berdua menceritakan kepada siapapun juga, bahkan Beliau
yang membantu teecu berdua dalam hal ini. Karena sekarang mereka telah
mengetahuinya dan hendak menggunakan paksaan, biarlah teecu berdua
menghadapinya sendiri tanpa membawa‐bawa Hoa‐san‐pai." Setelah berkata
demikian, Toan Ki dan Bu Swi Nio meloncat bangun, mencabut pedang dan
berkatalah Toan Ki dengan suara lantang, "Haiiii, kaum kang‐ouw dengarlah!
Urusan ini adalah urusan kami berdua suami isteri, bukan sebagai murid
Hoa‐san‐pai, maka kalau kalian begitu tidak tahu malu hendak merampas
Pusaka Pulau Es, biar kami menghadapi kalian sampai titik darah
penghabisan!" "*******, aku tidak membiarkan kau mapus sebelum kalian
menyerahkan pusaka itu." Thian‐tok membentak. "Tahan!" Tiba‐tiba Pek Sim
Tojin membentak dan sikapnya angker sekalil. "Cu‐wi sekalian sungguh
terlalu, memperebutkan pusaka milik orang lain dan sama sekali tidak
memandang mata kepada Hoa‐sanpai, hendak membikin ribut di sini. Siapa
saja tidak akan pinto ijinkan untuk menggunakan kekerasan di Hoa‐san‐pai!"
"Tepat sekali! Aku Tee‐tok Siangkoan Houw pun bukan seorang yang tak
tahu malu! Aku tidak akan membolehkan siapa pun menjamah Pusaka Pulau
Es yang menjadi milik Nona Han Swat Hong!" Tiba‐tiba tokoh ***‐han‐san
yang tinggi besar itu sudah melompat ke atas ruangan luar dan mendampingi
Toan Ki dan Swi Nio dengan sikap gagah! "ha‐ha‐ha, itu baru namanya lakilaki
sejati! Tee‐tok, kau membikin aku merasa malu saja! Aku pun tua bangka
yang tidak berguna mana ingin memperebutkan pusaka orang lain? Aku pun
tidak membiarkan siapa pun memperebutkan pusaka itu!" Lam‐hai Seng‐jin,
guru Kwee Lun, tosu yang bersikap halus dengan tangan kiri memegang
kipas dan tangan kanan memegang hudtim (kebutan pertapa), telah
melangkah ke ruangan depan mendampingi Tee‐tok. "Masih ada aku yang
menentang orang‐orang kang‐ouw tak tahu malu hendak merampas pusaka
lain orang!" Tampak bayangan berkelebat disertai suara halus melengking
dan diruang depan itu nampak Ginsiauw Siucai Si Sastrawan yang bersenjata
suling perak dan mauwpit! Melihat ini Thian‐tok tertawa bergelak dengan
hati penuh kemarahan, apalagi melihat bekas sutenya, Tee Tok, memelopori
lebih dulu membela Hoa‐san‐pai dan murid Hoa‐san‐pai yang membawa
Pusaka Pulau Es yang amat dikehendakinya. "Ha‐ha‐ha! Kalian pura‐pura
menjadi pendekar budiman? Hendak kulihat sampai di mana kepandaian
kalian!" Thian‐tok sudah lari ke depan, diikuti oleh banyak tokoh kang‐ouw
lagi dan dapat dibayangkan betapa tentu sebentar akan terjadi perang kecil
yang amat hebat antara para anggauta Hoa‐san‐pai dibantu oleh tiga tokoh
kang‐ouw itu melawan para orang kang‐ouw yang memperebutkan pusaka.
"Tahan....!" Seruan ini halus dan ramah, tidak mengandung kekerasan sesuatu
pun, akan tetapi anehnya, semua orang merasa ada getaran yang membuat
mereka menghentikan gerakan mereka mencabut senjata dan kini semua
mata memandang ke arah ruangan depan itu karena tadi ada berkelebat dua
sosok bayangan orang ke arah situ. Ternyata Sin Liong dan Swat Hong telah
berdiri di ruangan depan markas Hoa‐san‐pai. Dengan sikap tenang sekali Sin
PART 408
Liong menghadapi semua orang, terutama sekali memandang tokoh‐tokoh
besar dunia persilatan yang hadir, dan yang semua memandang kepadanya
dengan mata terbelalak, kemudian terdengar pemuda ini berkata, "Cu‐wi
Locian‐pwe mengapa sejak dahulu sampai sekarang gemar sekali
memperebutkan sesuatu?" Thiantok Bhong Sek Bin yang berwatak kasar
memandang dengan terbelalak, demikian pula Thian‐he Tee‐it Ciang Ham,
Lam‐hai Seng‐jin, Gin‐siauw Siucai dan para tokoh lain yang belasan tahun
lalu pernah hendak memperebutkan bocah ajaib, Sin‐tong yang bukan lain
adalah Sin Liong sendiri. Mereka merasa kenal dengan pemuda ini, akan
tetapi lupa lagi. "Ka...... kau siapakah.....?" akhirnya Thian‐tok bertanya. "Haha‐
ha, kalian lupa lagi siapa dia ini?" Tiba‐tiba Tee Tok Siangkoan Houw
berseru keras, hatinya girang dan lega bukan main bahwa dia tadi tidak raguragu
melindungi Pusaka Pulau Es. Melihat munculnya pemuda yang dia tahu
memiliki kelihaian yang luar biasa itu, dia girang sekali. "Coba lihat dengan
baik‐baik, belasan tahun yang lalu di lereng Pegunungan jeng‐hoa‐san kalian
juga memperebutkan sesuatu. Siapa dia?" "Sin‐tong....!" "Bocah ajaib......!!"
Teringatlah mereka semua dan kini memandang Sin Liong dengan mata
terbelalak. "Mau apa kau datang ke sini?" thian‐tok bertanya dengan suara
agak berkurang galaknya. Sin Liong sudah menjura kepada Ketua Hoa‐sanpai,
kepada Tee tok dan lain tokoh yang tadi membela Hoa‐san‐pai, diikuti
oleh Swat Hong kemudian Swat Hong berkata kepada Toan Ki dan Swi Nio,
"Terima kasih kami haturkan kepada Ji‐wi (Kalian Berdua) yang ternyata
adalah orang‐orang gagah yang pantas dipuji dan dikagumi kesetiaan dan
kegagahannya. Sekarang saya harap Ji‐wi suka mengembalikan pusakapusaka
itu kepadaku." Toan Ki dan Swi Nio menjura dan Toan Ki menjawab,
"Harap Lihiap suka menanti sebentar." kemudian pergilah dia bersama Swi
Nio ke sebelah dalam, diikuti pandang mata Ketua Hoa‐sanpai yang menjadi
terheran‐heran. "Mau apa kalian dua orang muda datang ke sini?" kembali
Thian‐tok bertanya. "Harap Locianpwe ketahui bahwa kami berdua adalah
penghuni Pulau Es yang datang untuk mengambil kembali Pusaka Pulau Es.
Pusaka itu adalah milik Pulau Es dan harus dikembalikan ke sana." "Penghuni
Pulau Es....??" Suara ini bukan hanya keluar dari mulut para tamu, tetapi juga
dari pihak Hoasan‐ pai dan mereka yang membelanya, kecuali Tee Tok
Siangkoan Houw yang sudah tahu akan keadaan pemuda dan pemudi itu. Tak
lama kemudian muncullah Toan Ki dan Swi Nio. Toan Ki membawa
bungkusan yang dulu dia terima dari Swat Hong, lalu menyerahkan
bungkusan itu kepada Swat Hong sambil menjura dan berkata, "Dengan ini
kami mengembalikan pusaka yang Lihiap titipkan kepada kami dengan hati
lega!" Memang hatinya lega dan girang sekali dapat terlepas dari tanggung
jawab yang amat berat itu. Swat Hong membuka dan meneliti pusaka‐pusaka
itu. Melihat bahwa pusaka itu masih lengkap, dia makin kagum. "Suheng
tidak pantas kalau kita tidak membalas budi mereka ini." Sin Liong
tersenyum, mengangguk, kemudian dia berkata kepada Thian‐tok dan lain
tamu yang masih memandang dengan bengong dan kini dari mata mereka itu
terpancar ketegangan dan keinginan besar. Setelah Pusaka Pulau Es yang
PART 409
terkenal itu tampak di depan mata, mana mungkin mereka mundur begitu
saja tanpa usaha untuk mendapatkannya? "Cu‐wi Locianpwe jauh‐jauh
datang ke sini, harap suka memaklumi bahwa pusaka‐pusaka ini telah
kembali ke pemiliknya dan akan dikembalikan ke Pulau Es. Maka kami
berdua mengharap sudilah Su‐wi tidak mengganggu lagi Hoa‐san‐pai dan
suka meninggalkan tempat ini." "Kami harus mendapatkan pusaka itu!"
"Kami juga!" "Kami minta bagian!" Teriakan‐teriakan itu terdengar riuh
rendah dan Sin Liong lalu berkata lagi dengan halus, "Kami berdua akan
berada di sini selama tiga hari, kemudia kami akan meninggalkan Hoa‐sanpai.
Kalau kita tidak berada di sini, masih belum terlambat bagi kita untuk
bicara lagi tentang pusaka. Amatlah tidak baik bagi nama Cu‐wi Locianpwe
kalau mengganggu Hoa‐san‐pai yang sama sekali tidak tahu‐menahu tentang
hal ini. Nanti kalau kami sudah meninggalkan Hoa‐san‐pai, boleh kita bicara
lagi." Melihat sikap orang‐orang Hoa‐san‐pai, dan sekarang sudah jelas
bahwa pusaka itu berada di tangan Sintong dan dara muda itu, Thian‐tok lalu
mendengus dan berkata, "Baik, kami menanti di bawah bukit. Kalian berdua
tidak akan dapat terbang lalu." Pergilah mereka itu meninggalkan Hoa‐sanpai,
akan tetapi semua orang tahu belaka bahwa mereka tentu akan
mengurung tempat itu dan tidak akan membiarkan Sin Liong dan Swat Hong
lolos dari situ membawa pergi pusaka‐pusaka Pulau Es yang amat mereka
inginkan itu. Sin Liong lalu menjura kepada Ketua Hoasan‐ pai, para tokoh
Hoa‐san‐pai, Toan Ki dan Swi Nio, juga kepada Tee Tok dan mereka yang tadi
membela Hoa‐san‐pai, kemudian berkata, "Terutama kepada Saudara Liem
Toan Ki dan Nyonya, sudah sepantasnya kalau kami meninggalkan sedikit
ilmu untuk Jiwi pelajari. Dan kepada para Locianpwe, kiranya akan ada
manfaatnya kalau saya melayani para Locianpwe main‐main sedikit untuk
memperluas pengetahuan ilmu silat." Semua orang menjadi ragu‐ragu karena
tidak tahu akan maksud hati pemuda yang aneh itu, akan tetapi Tee‐tok
Siangkoan Houw sudah tertawa bergelak lalu meloncat ke halaman depan.
"Marilah, ingin aku tua bangka ini memperdalam sedikit kepandaianku!" Sin
Liong tersenyum lalu melangkah perlahan ke pekarangan. "Silahkan
Siangkoan Locianpwe menggunakan Pek‐liu‐kun (Ilmu Silat Tangan
Geledek)!" katanya tenang. "Harap Locianpwe jangan sungkan dan
keluarkanlah jurus‐jurus simpanan dari Pek‐liu‐kun!" Tee Tok sudah maklum
akan kehebatan pemuda ini, dan setelah dua tahun tidak jumpa, kini sikap
pemuda ini luar biasa sekali, bahkan dengan kata‐kata biasa saja pemuda itu
sudah mengundurkan semua orang yang tadi sudah bersitegang hendak
menggunakan kekerasan. Dia dapat menduga bahwa bukanlah percuma
pemuda ini mengajak dia berlatih silat, tentu ada niat‐niat tertentu. Karena
dia merasa bahwa dia tidak mempunyai maksud jahat dan tadi membela
Pusaka Pulau Es dengan sungguh hati, dia kini pun tanpa raguragu lagi lalu
mengeluarkan gerengan keras dan tubuhnya berkelebat ke depan. Dengan
sepenuh tenaga dan perhatiannya, dia menyerang pemuda itu dengan jurusjurus
simpanan dari Ilmu Silat Pek‐lui‐kun yang dahsyat. "Haiiittt.....
eihhh.....?" Bukan main heran dan kagetnya ketika melihat pemuda itu
PART 410
menghadapi dengan gerakan‐gerakan yang sama! Tiap jurus yang
dimainkannya, dihadapi oleh Sin Liong dengan jurus yang sama pula dan
dipakai sebagai serangan balasan namun dengan cara yang sedemikian
hebatnya sehingga jurus yang dimainkannya itu tidak ada artinya lagi! Jurus
yang dimainkan oleh pemuda itu untuk menghadapinya jauh lebih ampuh,
dan sekaligus menutup semua kelemahan yang ada, menambah daya serang
yang amat hebat sehingga dalam jurus pertama saja, kalau pemuda itu
menghendaki, tentu dia sudah dirobohkan sungguhpun dia sudah hafal benar
akan jurusnya sendiri itu! Bukan main girang hati kakek itu. Dia terus
menyerang lagi dengan jurus lain, dan sama sekali dia menggunakan delapan
belas jurus terampuh dari Pek‐lui‐kun dan yang kesemuanya selain dapat
dihindarkan dengan baik oleh Sin Liong, juga telah dengan sekaligus
"diperbaiki" dengan sempurna. Semua gerakan ini dicatat oleh Tee Tok dan
setelah dia selesai mainkan delapan belas jurus pilihan itu, dia melangkah
mundur dan menjura sangat dalam ke arah Sin Liong. "Astaga.... kepandaian
Taihiap seperti dewa saja......., saya...... saya menghaturkan banyak terima
kasih atas petunjuk Taihiap....." katanya agak tergagap. "Ah, Locianpwe
terlalu merendah," jawab Sin Liong. Tee Tok lalu menjura ke arah Ketua Hoasan‐
pai dan yang lain‐lain, seketika pamit dan pergi dengan langkah lebar
dan wajah termenung karena dia masih terpesona dan mengingat‐ingat
gerakan‐gerakan baru yang menyempurnakan delapan belas jurus pilihannya
tadi! Lam Hai Seng‐jin bukan seorang bodoh. Dia adalah seorang tokoh
kawakan yang berilmu tinggi. Melihat peristiwa tadi, tahulah dia bahwa
pemuda ini memang bukan orang sembarangan dan agaknya telah mewarisi
ilmu mujijat yang kabarnya dimiliki oleh penghuni Pulau Es. Maka dia tidak
mau menyianyiakan kesempatan itu dan dai sudah meloncat maju dengan
senjata hudtim dan kipasnya. "Orang muda yang hebat, kauberilah petunjuk
kepadaku!" "Totiang, muridmu Kwee Lun Toako adalah sahabat baik kami,
harap Totiang sudi mengajarnya baik‐baik," jawab Sin Liong dan dia pun
segera menghadapi serangan kipas dan hudtim dengan kedua tangannya.
Biarpun dia tidak menggunakan kedua senjata itu, namun kedua tangannya
digerakan seperti kedua senjata itu, dan dia pun mainkan jurus‐jurus yang
sama, namun gerakannya jauh lebih hebat, bahkan sempurna. Seperti juga
tadi, kakek ini memperhatikan dan dia telah menghafal dua puluh jurus
campuran ilmu hudtim dan kipas. "Terima kasih, terima kasih..... Siancai,
pengalaman ini takkan kulupakan selamanya." Dia menjura kepada yang lain
lalu berlari pergi. "Totiang, sampaikan salamku kepada Kwee‐toako!" seru
Swat Hong, akan tetapi kakek itu hanya mengangguk tanpa menoleh karena
dia pun sedang mengingat‐ingat semua jurus tadi agar tidak sampai lupa.
Berturut‐turut Gin‐siauw Siucai juga menerima petunjuk ilmu silat suling
perak dan mauwpitnya, kemudian Ketua Hoa‐san‐pai juga menerima
petunjuk ilmu pedang Hoasan‐kiamsut. Para tokoh kang‐ouw yang
mengurung tempat itu di lereng puncak, terheran‐heran melihat tiga orang
tokoh itu meninggalkan puncak seperti orang yang termenung. Akan tetapi
diam‐diam mereka menjadi girang karena tiga orang lihai itu tidak
PART 411
membantu atau mengawal muda‐mudi Pulau Es yang mereka hadang. Tiga
hari lamanya Sin Liong dan Swat Hong tinggal di Hoa‐san, setiap hari
menurunkan ilmu‐ilmu tingi kepada Toan Ki dan Swi Nio sehingga kedua
orang suami isteri ini kelak akan menjadi tokoh‐tokoh kenamaan dan
mengangkat nama Hoa‐san‐pai sebagai partai persilatan yang besar dan lihai.
Pada hari ke empatnya, pagi‐pagi mereka meninggalkan markas Hoa‐san‐pai,
diantar sampai ke pintu gerbang oleh Ketua Hoa‐san‐pai, Toan Ki, Swi Nio
dan para pimpinan Hoa‐san‐pai. "Taihiap, Lihiap, pinto khawatir Jiwi akan
mengalami gangguan di jalan. Menurut laporan para anak murid pinto,
orang‐orang kang‐ouw itu masih menanti di lereng gunung." Pek Sim Tojin
berkata dengan alis berkerut. "Bagaimana kalau kami mengantar Ji‐wi
sampai melewati mereka dengan selamat?" Sin Liong tersenyum. "Terima
kasih, Locianpwe. Akan tetapi, menghindari mereka berarti membuat mereka
terus merasa penasaran. Sebaliknya malah kalau kami berdua menemui
mereka dan membereskan persoalan seketika juga." Toan Ki dan Swi Nio
yang selama tiga hari menerima petunjuk dari Sin Liong, telah menaruh
kepercayaan penuh akan kesaktian pemuda Pulau Es ini, maka mereka tidak
merasa khawatir. Mereka maklum bahwa pemuda dan gadis dari Pulau Es itu
bukanlah manusia sembarangan, apalagi pemuda itu memiliki wibawa yang
tidak lumrah manusia, gerak‐geriknya demikian penuh kelembutan, penuh
belas kasih sehingga tidaklah mungkin dapat terjadi sesuatu yang buruk
menimpa seorang manusia seperti ini! Memang benar seperti yang
dilaporkan oleh anak buah Hoa‐san‐pai bahwa para tokoh kang‐ouw itu,
dipelopori oleh Thian‐tok, masih menghadang di lereng puncak. Thian‐tok
yang tadinya mengandalkan kepandaiannya sendiri, setelah menyaksikan
betapa pemuda dan dara Pulau Es itu telah mendapatkan kembali pusakapusakanya,
diam‐diam telah mengajak semua tokoh lain bersekutu dengan
janji bahwa kalau pusaka dapat dirampas, dia akan memberi bagian kepada
mereka semua. Terutama yang menjadi pembantunya sebagai orang ke dua
adalah Thian‐he Tee‐it Ciang Ham yang tingkat kepandaiannya hanya
berselisih atau kalah sedikit saja dibandingkan dengan kepandaian Racun
Langit itu. Maka ketika Sin Liong yang membawa pusaka di punggungnya
bersama Swat Hong berjalan berlahan dan tenang melalui tempat itu, segera
para tokoh kang‐ouw itu muncul dan telah mengurung dua orang muda itu
dengan ketat, mempersiapkan senjata masing‐masing dengan sikap
mengancam. Sin Liong menggelenggelengkan kepala. "Hal itu tidak bisa
dilakukan, Cu‐wi Locianpwe. Pusaka‐pusaka ini adalah milik Pulau Es turuntemurun,
mana mungkin sekarang diserahkan kepada orang lain? Setelah
kami berdua berhasil menemukannya kembali, kami harus
mengembalikannya kepada Pulau Es, tempatnya semula. Maka harap Cu‐wi
suka memaklumi hal ini dan tidak memaksa kepada kami." "Orang muda
yang keras kepala! Kalau kami memaksa, bagaimana?" "Terserah kepada Cuwi
sekalian. Sumoi, harap Sumoi suka pergi dulu ke pinggir, jangan
menghalangi para Locianpwe ini." Swat Hong mengangguk dan tersenyum,
kemudian tubuhnya berkelebat dan terkejutlah semua orang kang‐ouw itu
PART 412
ketika melihat gadis itu meloncat seperti terbang saja, melayang melalui
kepala mereka dan kini telah berdiri di luar kepungan! Sungguh merupakan
bukti kepandaian ginkang (Ilmu meringankan tubuh) yang amat hebat! Sin
Liong sengaja menyuruh sumoinya pergi keluar dari kepungan karena tidak
menghendaki sumoinya itu naik darah dan turun tangan menggunakan
kekerasan terhadap orang‐orang kang‐ouw ini. Setelah kini melihat
sumoinya keluar dari kepungan, dia lalu menyilangkan kedua lengannya di
depan dada, berkata, "Silahkan kepada Cu‐wi apa yang hendak Cu‐wi lakukan
setelah jelas kukatakan bahwa Pusaka Pulau Es tidak akan kuberikan kepada
Cu‐wi." Melihat sikap tenang dan penuh tantangan ini, para tokoh kang‐ouw
menjadi marah juga. Pemuda itu tidak memegang senjata, berdiri dalam
kepungan dan pusaka itu berada di dalam buntalan yang berada di
punggungnya. Maka serentak orang‐orang kang‐ouw yang sudah mengilar
dan ingin sekali merampas pusaka itu menerjang maju dan berebut hendak
menyerang Sin Liong dan mengulur tangan hendak merampas buntalan.
Pemuda itu hanya berdiri tersenyum, berdiri tegak dan menyilangkan kedua
lengannya sambil memandang tanpa berkedip mata. "Ahhh....!" "Hayaaa.....!"
"Aihhhh.....!" Semua orang terhuyung‐huyung mundur karena belum juga
tangan mereka menyentuh pemuda itu, hati mereka sudah lemas dan luluh
menghadapi wajah yang tersenyum itu, tangan mereka seperti lumpuh dan
tenaga mereka seperti lenyap seketika membuat mereka terhuyung dan
hampir jatuh saling timpa! Thian‐tok dan Thian‐he Tee‐it menjadi kaget dan
marah sekali melihat keadaan teman‐teman mereka itu. Kedua orang itu
berilmu tinggi ini memang membiarkan teman‐teman mereka turun tangan
lebih dulu untuk menguji kepandaian pemuda yang keadaannya amat
mencurigakan karena terlampau tenang itu. Kini melihat betapa temantemannya
mundur tanpa pemuda itu menggerakan sebuah jari tangan pun,
kedua orang itu terkejut marah dan penasaran. Thian‐tok menerjang ke
depan dengan senjata Kim‐kauw‐pang di tangannya, sedangkan Ciang Ham
juga sudah meloncat dekat dengan senjata tombak di tangan. "Orang muda,
serahkan pusaka itu!" Thian‐tok membentak. "Sin‐tong, jangan sampai
terpaksa aku menggunakan tombak pusakaku!" Ciang ham juga menghardik.
Akan tetapi Sin Liong tetap tidak bergerak hanya berkata, "Terserah kepada
Ji‐wi Locianpwe, Ji‐wi yang melakukan dan Ji‐wi pula yang menanggung
akibatnya." "Keras kepala!" Thian‐tok membentak dan tongkatnya yang
panjang sudah menyambar ke arah kepala pemuda itu. Sin Liong sama sekali
tidak mengelak, bahkan berkedip pun tidak ketika melihat tongkat itu
menyambar ke arah kepalanya, disusul tombak di tangan Thian‐he Tee‐it
Ciang Ham yang menusuk ke arah lambungnya. "Desss! Takkkk!!"
"Aihhh.......!" "Heiiii....." Thian‐tok Bhong Sek Bin dan Thian‐he Tee‐it Ciang
ham berteriak kaget dan meloncat ke belakang.Tongkat itu tepat mengenai
kepala dan tombak itu pun tepat menusuk lambung, namun kedua senjata itu
terpental kembali seperti mengenai benda yang amat kuat, bahkan telapak
tangan mereka terasa panas! Tentu saja mereka merasa penasaran, biarpun
ada rasa ngeri di dalam hati mereka. Pada saat itu, orang‐orang kang‐ouw
PART 413
lainnya yang melihat betapa dua orang lihai itu sudah menyerang dengan
senjata, juga menyerbu ke depan. Sin Liong tetap diam saja ketika belasan
batang senjata yang bermacam‐macam itu datang bagaikan hujan menimpa
tubuhnya. Semua senjata tepat mengenai sasaran, akan tetapi tidak ada
sedikit kulit tubuh pemuda itu yang lecet, kecuali pakaiannya yang robekrobek
dan orang‐orang itu terpelanting ke sana‐sini, bahkan ada yang
terpukul oleh senjata mereka sendiri yang membalik. Makin keras orang
menyerang, makin keras pula senjata mereka membalik. Bahkan Thian‐tok
sudah mengelus kepalanya yang benjol terkena kemplangan tongkatnya
sendiri, sedangkan paha Ciang ham berdarah karena tombaknya pun
membalik tanpa dapat ditahannya lagi ketika mengenai tubuh Sin Liong
untuk yang kedua kalinya. Ketika mereka memandang dengan mata
terbelalak kepada Sin Liong, mereka melihat pemuda itu masih tersenyumsenyum,
masih berdiri tegak dengan kedua lengan bersilang di depan dada,
hanya bedanya, kini pakaiannya robek‐robek dan penuh lobang. Thian‐tok
dan Thian‐he Tee‐it adalah orang‐orang yang terkenal di dunia persilatan
sebagai tokoh‐tokoh besar yang sudah banyak mengalami pertempuran.
Mereka tahu pula bahwa orang yang memiliki sinkang amat kuat dapat
menjadi kebal, akan tetapi selama hidup mereka belum pernah menyaksikan
kekebalan seperti yang dihadapi mereka sekarang ini. Kekebalan yang
agaknya tanpa disertai pengerahan tenaga. Apalagi melihat cahaya aneh
seperti melindungi tubuh pemuda itu, mereka maklum bahwa pemuda ini
bukan orang sembarangan. Tanpa melawan saja pemuda ini telah membuat
mereka tidak berdaya, betapa hebatnya kalau pemuda ini mengangkat tangan
membalas! "Maafkan kami......!" Thian‐tok berseru lalu melompat dan berlari
pergi. "Sin‐tong, maafkan......!" Ciang Ham juga berkata lalu menyeret
tombaknya, terpincang‐pincang pergi dari situ. Tentu saja para tokoh lain
yang memang sudah merasa ngeri dan jerih, melihat kedua orang yang
diandalkan itu lari, cepat membalikkan tubuh dan berserabutan lari dari situ
meninggalkan Sin Liong yang masih berdiri tegak di tempat itu. Swat Hong
lari menghampiri suhengnya, lalu memeluk suhengnya itu. "Suheng......., kau
tidak apa‐apa......?" tanyanya. Sin Liong menggeleng kepala dan tersenyum.
"Pakaianmu hancur......" "Pakaian rusak mudah diganti, akhlak yang rusak
lebih menyedihkan lagi karena mendatangkan malapetaka." "Suheng, kau......"
"Ada apakah, Sumoi......?" Swat Hong menggelengkan kepala dan dia
melepaskan rangkulannya, melangkah mundur dua tindak dan memandang
suhengnya dengan pandang mata penuh takjub dan juga jerih. "Suheng,
kau...... kau berbeda dari dulu......." "Aih, Sumoi, aku tetap Sin Liong suhengmu
yang dahulu." "Tidak, tidak.....! kau berbeda sekali. Ilmu apakah yang kau
pergunakan tadi? Mendiang Ayahku sekalipun tidak pernah memperlihatkan
ilmu mujijat seperti itu........" "Apakah keanehannya, Sumoi? Ilmu yang
berdasarkan kekerasan tentu hanya mengakibatkan pertentangan dan
kerusakan belaka, dan setiap bentuk kekerasan hanya akan mecelakakan diri
sendiri." "Suheng, ajarilah aku ilmu tadi....." "Tidak ada yang bisa mengajar,
kelak kau akan mengerti sendiri, Sumoi. marilah kita lanjutkan perjalanan
PART 414
kita." Setelah berkata demikian, Sin Liong memegang tangan sumoinya dan
terdengar jerit tertahan dara itu ketika dia merasa bahwa dia dibawa lari
oleh suhengnya dengan kecepatan seperti terbang saja! Dia sendiri adalah
seorang ahli ginkang yang memiliki ilmu berlari cepat cukup luar biasa, akan
tetapi apa yang dialaminya sekarang ini benar‐benar seperti terbang, atau
seperti terbawa oleh angin saja! Makin yakinlah hatinya bahwa suhengnya
telah menjadi seorang yang amat luar biasa kesaktiannya, menjadi seorang
manusia dewa!
Gerakan pembalasan yang dilakukan oleh Kaisar Kerajaan Tang yang baru,
yaitu kaisar Su Tiong, yang dilakukan dari Secuan, amat hebat. Gerakan
pembalasan untuk merampas kembali ibu kota Tiang‐an dari tangan
pemberontak ini dibantu oleh pasukan yang dapat dikumpulkan di Tiongkok
bagian barat, dibantu pula oleh pasukan Turki, bahkan pasukan Arab. Dengan
bala tentara yang besar dan kuat, Kaisar Su Tiong melakukan serangan
balasan terhadap pemerintah pemberontak yang tidak lagi dipimpin oleh An
Lu Shan karena jenderal pemberontak itu telah tewas. Perang hebat terjadi
selama sepuluh tahun, dan di dalam perang ini, para pemberontak dapat
dihancurkan dan kota demi kota dapat dirampas kembali sampai akhirnya
ibu kota dapat direbut kembali oleh Kaisar Su Tiong. Di dalam perang ini, Han
Bu Ong putera The Kwat Lin yang bersama orang‐orang kerdil membantu
pemerintah pemberontak, tewas pula dalam pertempuran hebat sampai
tidak ada orang pun orang kerdil tinggal hidup.
Dalam tahun 766 berakhirlah perang yang mengorbankan banyak harta dan
nyawa itu, namun kerajaan Tang telah menderita hebat sekali akibat perang
yang mula‐mula ditimbulkan oleh pemberontak An Lu Shan itu. Kematian
yang diderita rakyat, pembunuhan‐pembunuhan biadab yang terjadi di
dalam perang selama pemberontakan ini adalah yang terbesar menurut
catatan sejarah. Menurut catatan kuno, tidak kurang dari tiga puluh lima juta
manusia tewas selama perang yang biadab itu! Bukan hanya kerugian harta
dan nyawa saja, akan tetapi juga setelah perang berakhir, Kerajaan Tang
kehilangan banyak kekuasaan atau kedaulatannya! Bantuan‐bantuan yang
diterima oleh Kaisar di waktu merebut kembali kerajaan, membuat Kaisar
terpaksa membagi‐bagi daerah kepada para pembantu yang diangkat
menjadi gubernur‐gubernur yang lambat laun makin besar kekuasaannya
dan seolah‐olah menjadi raja‐raja kecil yang berdaulat sediri. Di samping itu,
pemberontak An Lu Shan membentuk pasukan‐pasukan yang ketika
pemberontak dihancurkan, melarikan diri ke perbatasan dan menjadi
pasukan‐pasukan liar yang selalu merupakan gangguan terhadap kekuasaan
pemerintah. Demikianlah, dengan dalih apapun juga, pemberontakan lahiriah
hanya mendatangkan kerusakan dan malapetaka, karena tidaklah mungkin
PART 415
perdamaian diciptakan oleh perang! Menurut sejarah di seluruh dunia, tidak
pernah ada revolusi jasmani mendatangkan perdamaian dan kesejahteraan.
Kiranya hanyalah revolusi batin, revolusi yang terjadi di dalam diri setiap
orang manusia, yang akan dapat mengubah keadaan yang menyedihkan dari
kehidupan manusia di seluruh dunia ini. Dengan tewasnya Han Bu Hong di
dalam perang itu, maka habislah semua tokoh yang keluar dari Pulau Es dan
Pulau Neraka. Yang tinggal hanyalah Sin Liong dan Swat Hong berdua saja,
akan tetapi kedua orang ini pun sudah kembali ke Pulau Es dan semenjak
peristiwa di Hoa‐san‐pai itu, tidak ada lagi yang tahu bagaimana keadaan
kedua orang itu dan, di mana adanya mereka! Yang jelas, Pulau Es masih ada
dan kedua orang suheng dan sumoi yang saling mencinta itu pun masih
hidup. Buktinya, beberapa tahun kemudian kadang‐kadang mereka itu
muncul sebagai manusia‐manusia sakti menyelamatkan belasan orang
nelayan yang perahunya diserang badai. Di dalam kegelapan selagi badai
mengamuk dahsyat itu, ketika perahu‐perahu mereka dipermainkan badai
dan nyaris terguling, tiba‐tiba muncul sebuah perahu kecil yang didayung
oleh seorang pria berpakaian putih dan seorang wanita cantik, dan kedua
orang ini dengan kesaktian luar biasa menggunakan tali untuk menjerat
perahu‐perahu itu kemudian menariknya keluar dari daerah yang diamuk
badai! Apakah mereka itu Sin Liong dan Swat Hong, tidak ada orang yang
mengetahuinya karena setiap kali muncul menolong para nelayan dan para
penghuni pulau‐pulau yang berada di utara, kedua orang itu tidak pernah
memperkenalkan nama mereka. Kalau benar mereka itu adalah Sin Liong dan
Swat Hong, bagaimanakah jadinya dengan mereka? Apakah suheng dan
sumoi yang saling mencinta dan yang telah kembali ke Pulau Es itu langsung
menjadi suami isteri? Hal ini pun tidak ada yang tahu, karena agaknya bagi
mereka berdua, menjadi suami isteri atau bukan adalah hal yang tidak
penting lagi. Diri mereka telah dipenuhi oleh cinta kasih, bukan cinta kasih
yang biasa melekat di bibir manusia pada umumnya, karena cinta kasih
seperti itu telah diselewengkan artinya, cinta kasih kita manusia hanya akan
mendatangkan kesenagan dan kesusahan belaka dan justeru karena cinta
kasih kita itu mendatangkan kesenangan maka dia mendatangkan pula
kesusahan karena kesenangan dan kesusahan adalah saudara kembar yang
tak mungkin dapat dipisah. Menerima yang satu harus menerima pula yang
ke dua, yang mau menikmati kesenangan harus pula mau menderita
kesusahan. Tidak, cinta kasih mereka bukan seperti cinta kasih palsu yang
kita punyai! Pernah ada seorang anak nelayan yang diwaktu malam hari,
ketika perahunya diayun‐ayun gelombang kecil dan dia sedang
menggantikan ayahnya yang tertidur untuk menjaga kail, mendengar
nyanyian halus yang dinyanyikan oleh seorang wanita cantik di atas perahu
dan yang kelihatan remang‐remang di bawah sinar bulan purnama di malam
itu. Anak yang cerdas ini masih teringat akan bunyi nyanyian itu seperti
berikut: "Langit, Bulan dan Lautan kalian mempunyai Cinta kasih namun tak
pernah bicara tentang Cinta kasih! Kasihanilah manusia yang miskin dan
haus akan Cinta Kasih, bertanya‐tanya apakah Cinta Kasih itu? Bilamana
PART 416
tidak ada ikatan tidak ada pamerih dan rasa takut tidak memiliki atau
dimiliki tidak menuntut dan tidak merasa memberi. Tidak menguasai atau
dikuasai tidak ada cemburu, iri hati tidak ada dendam dan amarah tidak ada
benci dan ambisi. Bilamana tidak ada iba diri tidak mementingkan diri
pribadi, bilamana tidak ada "Aku" barulah ada Cinta Kasih........" Puluhan
tahun, bahkan seratus tahun kemudian di dunia kang‐ouw timbul semacam
cerita setengah dongeng tentang seorang manusia dewa yang mereka sebut
Bu Kek Siansu, seorang laki‐laki tua yang sederhana namun yang pribadinya
penuh cinta kasih, cinta kasih terhadap siapa pun dan apa pun. Bu Kek Siansu
yang dikenal sebagai tokoh Pulau Es dan menurut cerita tradisi dari
keturunan tokoh‐tokoh seperti Tee Tok Siangkoan Houw, Lam Hai Sengjin
dan muridnya, Kwee Lun, Gin‐siauw Siucai, tokoh‐tokoh Hoa‐san‐pai,
katanya bahwa Bu Kek Siansu itu adalah anak yang dahulu disebut Sin‐tong
(Anak Ajaib), yaitu pemuda Kwa Sin Liong yang menghilang bersama
sumoinya, Han Swat Hong, dan yang kabarnya menetap di Pulau Es, tidak
pernah lagi terjun ke dunia ramai. Dan memang seorang manusia seperti Bu
Kek Siansu tidak pernah mau menonjolkan diri, selalu bergerak tanpa
pamrih, hanya digerakan oleh cinta kasih. Maka kita pun tidak mungkin
dapat mengikuti seorang manusia seperti Bu Kek Siansu, dan hanya kadangkadang
saja dapat melihat muncul di antara orang banyak, dan di dalam
dunia persilatan, Bu Kek Siansu akan muncul di dalam ceritera "Suling Emas".
Demikinlah, terpaksa pengarang menutup cerita "Bu Kek Siansu" ini yang
hanya dapat menceritakan pengalaman pemuda Kwa Sin Liong sewaktu dia
belum menjadi seorang Bu Kek Siansu, sewaktu dia belum memiliki cinta
kasih sehingga masih diombang‐ambingkan oleh suka dan duka dalam
kehidupannya. Dengan mengenangkan isi nyanyian yang dinyanyikan oleh
anak nelayan itu, penulis mengajak para Pembaca Budiman untuk sama‐sama
mempelajari dan mudah‐mudahan kita pun akan memiliki Cinta Kasih
melalui pengenalan diri pribadi. Teriring salam bahagia dari pengarang dan
sampai jumpa kembali di lain cerita..
Share This Thread