Ini cerita seorang ekspat yang bertahun silam pergi ke Papua New Guinea
untuk urusan bisnis. Ia ditemani oleh dua orang temannya dan tinggal di
sebuah rumah di pedalaman. Rumah ini dirawat oleh seorang bujang penduduk setempat, yang tugasnya hanya dua: merawat rumah dan memasak. Sang bujang ternyata orang yang rajin dan masih lugu, sehingga dipercaya oleh ketiga ekspat tersebut.
Semuanya berjalan baik-baik saja, kecuali satu hal: mereka mempunyai satu botol anggur yang disimpan di ruang makan. Setiap hari sepertinya anggur dalam botol terus berkurang, padahal mereka tidak pernah meminumnya. Anggur ini mahal dan mereka ingin menyimpannya untuk acara spesial.
Mereka pun memutuskan untuk memastikan apa memang anggurnya berkurang. Mereka mengukur kekurangannya dengan membuat garis kecil pada botol, sehingga apabila memang berkurang, mereka dapat mengetahuinya.
Setelah membuat garis tersebut, mereka menemukan memang jumlah anggur dalam botol tersebut berkurang terus setiap hari, walau sedikit demi sedikit.
Mereka tidak punya tertuduh lain lagi selain sang bujang penunggu rumah tersebut, sebab ketiganya memang jarang di rumah.
Suatu kali ketiganya pulang ke rumah dan mereka merencanakan memberi
pelajaran si penunggu rumah. Mereka mengambil botol anggur dan mengganti
isinya dengan air seni mereka. Setelah itu mereka letakkan kembali seperti
biasa. Dan yang mereka temukan, setiap hari jumlah air seni ini pun
berkurang seperti halnya anggur.
Suatu hari mereka tidak tega lagi membayangkan bahwa si bujang penunggu rumah yang baik hati ini sampai meneguk air seni mereka. Mereka memutuskan untuk memanggil si bujang dan menanyakan perihal anggur. Dan dengan gaya
yang tidak menuduh langsung, mereka mengatakan bahwa mereka perhatikan
persediaan anggur mereka di satu-satunya botol di rumah itu selalu menipis,
dan pasti ada seorang di rumah ini yang meminumnya!
Serta merta si penunggu rumah polos ini menyahut "Not me, Boss! Selama ini
saya hanya selalu pakai untuk keperluan memasak untuk para Boss!"
Share This Thread