KOMPAS.com — Desakan agar Adobe "memensiunkan" teknologi Flash-nya kembali muncul belakangan ini. Adalah Facebook dan Mozilla yang mulai memboikot teknologi Flash dari layanannya.

Namun, jauh sebelum desakan ini muncul kembali, mendiang Steve Jobs saat menjabat sebagai CEO Apple pada 2010 lalu sebenarnya sudah menulis surat protes agar Adobe mulai mengembangkan teknologi selain Flash.

Visi Jobs saat itu jelas, teknologi Flash diciptakan untuk era PC dan mouse, sementara tren teknologi saat itu diramalkan oleh Jobs menuju ke arah mobile.

"Pada era mobile, semuanya adalah tentang perangkat berdaya rendah, antarmuka sentuh, dan standar web terbuka, area di mana Flash tertinggal," demikian tulis Jobs yang hingga kini juga bisa dibaca di situs web Apple.

Standar terbuka baru yang diciptakan pada era mobile, seperti HTML5, diprediksi Jobs akan lebih unggul pada era mobile.

"Adobe harus mulai fokus membuat tools HTML5 yang bagus pada masa depan, bukan malah mengkritik Apple karena meninggalkan Flash," kata Jobs.

Jobs memiliki alasan tersendiri mengapa Apple memilih untuk tidak menggunakan teknologi buatan Adobe itu ke dalam perangkat dan layanannya.

Menurut Jobs, Flash memiliki andil dalam memengaruhi performa, umur baterai, dan masalah keamanan dalam perangkat-perangkat Apple. Hal ini sempat menimbulkan ketegangan antara Apple dan Adobe pada 2010 lalu.

Jobs tidak mau perangkat-perangkat iPhone, iPod, dan iPad-nya mudah bermasalah dan rentan keamanannya karena mendukung Flash. Sebab, menurut Symantec, saat itu Flash memiliki salah satu rekor keamanan terburuk sepanjang tahun 2009.

Walau sudah berkali-kali ditemukan lubang keamanan dan berkali-kali pula Adobe merilis update untuk Flash, hal itu tak bisa mencegah perusahaan-perusahan besar untuk mulai meninggalkan Flash.

Adobe bisa saja beranggapan bahwa browser-browser saat ini tidak bisa lepas dari Flash sebab Adobe mengklaim 75 persen video di situs web itu menggunakan Flash.

Namun, yang tidak diungkap oleh Adobe adalah hampir semua video tersebut tersedia dalam format H.264 yang lebih modern sehingga tetap saja bisa diputar di browser-browser atau perangkat yang tidak mendukung Flash, seperti smartphone Android atau iPhone.

Selain itu, walau Adobe telah mendukung codec H.264, video di situs web yang menggunakan Flash itu masih membutuhkan decoder generasi lama sehingga proses decoding harus dilakukan di software yang memakan banyak daya baterai, alih-alih di hardware (chip).

Karena itulah, YouTube pada Januari lalu mengucapkan selamat tinggal kepada Flash dan beralih ke teknologi yang lebih modern, HTML5.

Di sisi teknologi browser, Apple telah mengembangkan teknologi terbuka yang diberi nama WebKit, mesin render open-source berbasis HTML5 yang lebih komplet dibanding Flash, yang dipakai di browser Safari dan juga diadopsi oleh browser Android dan BlackBerry. Bahkan, hampir semua browser yang ada saat ini, selain buatan Microsoft, menggunakan WebKit.

Kini, "bola panas" berada di Adobe. Setelah perusahaan-perusahaan besar seperti Apple, Facebook, YouTube, dan belakangan Firefox yang memblokir plug-in Flash di browser-nya, mungkinkah Adobe mulai berubah pikiran?

Atau butuh gelombang penolakan yang lebih besar lagi sehingga Adobe mau mengembangkan tools baru berbasis HTML5?

Sumber




Flash is dead, people. Now is the era of Responsive Web Design