UNICEF: Anak-anak Muslim Rohingya Terjebak dalam Kondisi Mengerikan
Lebih dari 60 ribu anak-anak Muslim Rohingya hampir terlupakan, terjebak di kamp-kamp yang mengerikan di pusat Rakhine, dimana tempat penampungan terletak di panggung di atas sampah dan kotoran, seperti yang dilaporkan oleh Dana Anak-anak PBB (UNICEF). “Hal pertama yang anda sadari saat mencapai kamp tersebut adalah bau busuk yang membuat mual. Beberapa bagian dari kamp-kamp itu benar-benar menjijikkan.”
Oleh: UN News Centre
Sementara mata dunia tertuju pada Rakhine di Myanmar dan Cox’s Bazaar di Bangladesh, lebih dari 60 ribu anak-anak Rohingya hampir terlupakan, terjebak di kamp-kamp yang mengerikan di pusat Rakhine, dimana tempat penampungan terletak di panggung di atas sampah dan kotoran, seperti yang dilaporkan oleh Dana Anak-anak PBB (UNICEF) pada Selasa (9/1).
“Para rekan telah mengidentifikasi sekitar 20 anak yang terpisah dari keluarga mereka selama kekerasan tersebut, namun memperkirakan jumlah total setidaknya 100 anak—yang sebagian besar berada di negara bagian Rakhine utara yang masih belum dapat mereka akses,” Marixie Mercado, juru bicara UNICEF mengatakan kepada para wartawan di Jenewa dalam sebuah konferensi pers mengenai kunjungannya ke Myanmar dari tanggal 6 Desember 2017 hingga tanggal 3 Januari.
Dia menceritakan gambaran mengerikan tentang situasi di Rakhine, dan mencatat bahwa sebelum tanggal 25 Agustus—ketika wabah kekerasan terakhir terjadi—UNICEF telah merawat 4.800 anak-anak yang menderita gizi buruk akut; Anak-anak itu tidak lagi menerima perawatan ini.
“Seluruh 12 pusat pengobatan rawat jalan yang dikelola oleh rekan kami ditutup karena mereka dijarah, dihancurkan, atau para staf tidak dapat mengaksesnya,” ia menekankan.
Mercado menyebut ketidakmampuan badan-badan PBB untuk mengakses anak-anak Rohingya yang rentan yang tinggal di Myanmar utara “sangat menyulitkan,” dan mengatakan bahwa sementara “mata dunia” berfokus pada 655 ribu pengungsi yang telah melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh, 60 ribu anak-anak Rohingya “hampir terlupakan,” terjebak di kamp-kamp kumuh di pusat Rakhine.
“Anak-anak Rohingya yang tinggal di daerah pedesaan hampir sepenuhnya terasingkan. Kami mendengar tingginya tingkat kekhawatian terhadap racun pada anak-anak di antara masyarakat Rohingya dan Rakhine,” katanya.
Ia menekankan bahwa UNICEF siap bekerja dengan pemerintah Myanmar dan pemerintah negara bagian Rakhine, untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada semua anak-anak—terlepas dari etnisitas, agama, atau status mereka—namun UNICEF membutuhkan akses yang tidak terbatas.
Juru bicara tersebut menggambarkan dua kamp terburuk yang dia kunjungi, di Kota Pauktaw—yang dapat dicapai hanya dengan naik perahu selama empat hingga lima jam.
“Hal pertama yang anda sadari saat mencapai kamp tersebut adalah bau busuk yang membuat mual. Beberapa bagian dari kamp-kamp itu benar-benar menjijikkan. Tempat penampungan berada di atas tumpukan sampah dan kotoran,” katanya. “Anak-anak berjalan tanpa alas kaki melalui kotoran tersebut. Seorang manajer kamp melaporkan empat kematian di kalangan anak-anak usia 3-10 tahun dalam 18 hari pertama bulan Desember. ”
Mercado juga merujuk pada “tingkat ketakutan yang parah antara masyarakat Rakhine dan Rohingya,” dan mengingat sebuah cerita dimana orang tua di sebuah desa Rohingya mengatakan bahwa mereka tidak pernah memberikan vaksin ensefalitis Jepang kepada anak-anak mereka, karena pemberi vaksinasi pemerintah selalu disertai oleh petugas keamanan—dimana pegawai pemerintah mengatakan mereka tidak berani pergi ke komunitas Rohingya tanpa keamanan.
“Anak-anak Rohingya membutuhkan solusi politik terkait masalah identitas hukum dan kewarganegaraan. Untuk sementara, yang pertama dan paling utama, mereka perlu diakui sebagai anak-anak,” katanya, dan menekankan bahwa Konvensi Hak-hak Anak menjamin hak atas kesehatan, pendidikan, dan kesempatan untuk belajar dan tumbuh bagi semua anak, terlepas dari etnisitas atau status mereka, atau keadaan di mana mereka berada.
Mercado mengatakan bahwa Komisi Annan (sebuah laporan yang dipimpin oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB mengenai situasi di negara bagian Rakhine), telah menyediakan peta jalan untuk solusi politik, sehingga semua hak anak dapat dilindungi dengan cara yang berkelanjutan, terbuka, dan adil, untuk jangka panjang.
“UNICEF siap mendukung pekerjaan penting ini. Dan kami memanggil komunitas global, terutama organisasi regional dan negara, untuk memanfaatkan pengaruhnya sehingga anak-anak memiliki kehidupan yang lebih baik hari ini, dan masa depan yang lebih baik yang dapat mereka harapkan,” katanya.
Share This Thread