Dalih Luhut Hapus Angka Kematian COVID-19: Ada Distorsi Data
Baru-baru ini pemerintah Indonesia hapus angka kematian COVID-19 dari indikator penentuan level PPKM, yang disebabkan oleh adanya masalah dalam penginputan data buntut penumpukan akumulasi dari kasus kematian di beberapa minggu sebelumnya.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan hal itu ketika mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/8), dilansir Kompas.
Terdapat 26 kota dan kabupaten yang level PPKM-nya turun dari level 4 menjadi level 3, setelah dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan COVID-19 karena adanya masalah dalam pendataan,
“Dalam penerapan PPKM level 4 dan 3 yang dilakukan pada 10 sampai 16 Agustus 2021 nanti, terdapat 26 kota atau kabupaten yang turun dari level 4 ke level 3. Hal ini menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan,” ungkap Luhut dinukil Kompas.
“Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian, karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian,” lanjut Luhut pada media yang sama.
Luhut menegaskan, pemerintah akan terus berupaya agar dapat memperbaiki pendataan, sehingga seluruh indikator penanganan COVID-19 dapat terintegrasi.
Ia turut menambahkan, pemerintah juga sedang berupaya menekan angka kematian akibat COVID-19 di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu cara yang digunakan sebagai strategi penekanan angka kematian adalah dengan membentuk tim khusus yang memantau peningkatan kasus kematian akibat COVID-19 di beberapa daerah, tulis Kompas.
“Menyangkut hal ini (pendataan), kami sekarang terus bekerja keras untuk mengharmonisasi data. Dengan itu juga memperbaiki (aplikasi) Silacak. Kami membentuk tim khusus yang memantau wilayah yang memiliki lonjakan kasus kematian yang signifikan,” ujar Menko Marves itu.
Lebih lanjut, melalui Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi mengatakan ada lima indikator yang saat ini digunakan oleh pemerintah.
“Sementara ini masih kita gunakan lima indikator lain untuk asesmen seperti BOR, kasus konfirmasi, perawatan di RS, tracing, testing, dan kondisi sosio ekonomi masyarakat,” jelas Jodi pada IDN Times.
Di tempat berbeda, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Widyawati kepada Tempo mengatakan, adanya keterlambatan pelaporan dari daerah ke sistem pusat diakibatkan oleh adanya keterbatasan tenaga kesehatan.
Widyawati mengatakan, keterlambatan inilah yang akhirnya berpengaruh pada lonjakan angka orang meninggal, tulis Tempo.
“Tingginya kasus di beberapa minggu sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem NAR Kemenkes.” terang Widyawati kepada Tempo.
“Lonjakan-lonjakan anomali angka kematian seperti ini akan tetap kita lihat setidaknya selama dua minggu ke depan,” sambungnya.
Share This Thread