​Para petinggi militer Pakistan telah memblokir debat parlemen tentang sikap negara itu terhadap pengambilalihan Taliban atas Afghanistan dan peran Pakistan dalam kemenangannya.​

Militer Pakistan yang otonom telah mengambil alih kebijakan negara atas Afghanistan dari peluang debat demokratis. Permainan kekuasaan itu bertujuan untuk melindungi pengambilalihan Taliban dan implikasinya untuk segala hal, mulai dari ancaman teror hingga arus pengungsi baru, Asia Times melaporkan.

Dikenal karena peran kebijakan luar negerinya yang besar, lembaga keamanan Pakistan secara diam-diam mendukung Taliban saat memerangi pasukan nasional Afghanistan, Amerika Serikat, dan NATO, termasuk dengan menyediakan tempat perlindungan, pelatihan, senjata, dan bantuan bagi Taliban dalam penggalangan dana dan bahkan perawatan medis modern bagi militan yang terluka.

Para analis dan pengamat telah menyerukan agar badan Intelijen Antar-Layanan (ISI) Pakistan memberikan saran medan perang strategis yang membantu mengarahkan pengambilalihan Taliban segera setelah pasukan AS mundur. Strategi serangan kilat Taliban jelas tidak diramalkan oleh badan intelijen AS dan Barat.

Laporan Brookings Institute pada Selasa (24/8) berjudul “Kemenangan bermasalah Pakistan di Afghanistan” mengatakan, “Dapat diasumsikan ISI membantu Taliban merencanakan serangan kilatnya musim panas ini.”

“Perebutan wilayah utara oleh Taliban mencerminkan ingatan musuh-musuhnya yang menggunakan pangkalan di sana pada akhir 1990-an untuk melawan Taliban dan CIA menggunakan fasilitas itu untuk menjatuhkan Taliban pada 2001,” menurut laporan itu, dikutip dari Asia Times. “Rencana itu juga memprioritaskan merebut penyeberangan perbatasan, terutama di barat, yang mencegah Iran memberikan bantuan kepada sekutu Syiah Hazara di Afghanistan.”

Badan keamanan Pakistan, yang melatih pendiri Taliban Mullah Omar pada 1980-an melawan invasi Uni Soviet, sekarang memiliki kepentingan dalam keberhasilan Taliban dalam membentuk pemerintah “inklusif” di Kabul yang diakui secara internasional, tidak dikucilkan, dan tidak dijatuhi sanksi.

Rusia dan China telah menegaskan, mereka akan mengakui pemerintah Emirat Islam yang dipimpin Taliban. Sebaliknya, menurut laporan Asia Times, AS dan negara-negara Barat yang sekarang bergegas untuk mengevakuasi warga negara masing-masing dan sekutu lokal belum memperjelas posisi mereka.

Masih belum jelas apakah Pakistan benar-benar menekan Taliban untuk membuat kesepakatan dengan pemerintahan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Pemerintahan Ghani dipandang beberapa pihak di pemerintah Pakistan sebagai ancaman tertentu karena orientasi nasionalis Pashtunnya.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/in-d...an-afghanistan