Dalam kasus kekerasan seksual, alih-alih memulihkan korban dan menjadi rumah aman. Prinsip pelaksanaan restorative justice justru sering dipahami sebagai jalur mediasi penal (proses mediasi dalam penyelesaian perkara pidana) dan menjadi sangat sulit untuk diterima dari sisi korban

Sebanyak empat orang siswi Jayapura, Papua diduga diperkosa politikus Gerindra dan pejabat setempat. Kabar ini terkuak pada September 2021 melalui akun Twitter pribadi Eks Tapol Papua Ambrosius Mulait @Mulalt_. Ia menyebutkan, empat siswi itu diculik ke Jakarta, dianiaya, dicekoki minuman alkohol, dan diperkosa oleh terduga pelaku.

Mereka diiming-imingi sejumlah uang yang akan dibayarkan pada Juni 2021 kemarin, kasus ini sendiri terjadi pada April 2021 namun pihak kepolisian menyebutkan sebelumnya mereka sudah berdamai. Mirip seperti tafsir keliru yang

Merespons itu, Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai pemerkosaan adalah tindakan biadab. Karena itulah ia meminta pihak kepolisian menindak tegas para pelaku pemerkosaan tanpa pandang bulu meskipun status pelaku sebagai pejabat.

"Siapa pun pelakunya, harus segera ditangkap karena ini benar-benar biadab. Kalau perlu, pelakunya ditembak jika melakukan perlawanan atau mencoba melarikan diri. Saya minta aparat harus berani tegas dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum," jelas Habiburokhman.

Tolak restorative justice
Habiburokhman mengingatkan kepada pihak berwenang bahwa restorative justice tidak bisa diterapkan dalam kasus pemerkosaan yang menurutnya sangat keterlaluan.

"Ya nggak bisa, pemerkosaan itu perbuatan biadab yang harus dihukum sangat berat. Enggak ada istilah restorative justice," tukasnya.

Namun, apa itu sebenarnya restorative justice atau keadilan restoratif?

Restorative justice atau keadilan restoratif merupakan pendekatan hukum yang muncul pada 1977 dan diperkenalkan oleh Albert Eglash. Kala itu prinsip restoratif yang dimaksud adalah prinsip restitusi (ganti kerugian) yang diperluas dengan cara melibatkan korban dan pelaku, dilansir Magdalene.

Pendekatan ini bertujuan agar perkara dapat diselesaikan dengan mengamankan pemulihan bagi korban dan rehabilitasi bagi pelaku. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pendekatan keadilan restoratif mengubah paradigma pemidanaan yakni dari fokus pembalasan kepada pelaku menjadi fokus pemulihan terhadap korban.

Pemulihan tersebut berbentuk dalam ekonomi, fisik dan psikis, melalui rehabilitasi medis, mental, dan sosial.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/news...an-pemerkosaan