Popularitas BTS hingga membuat mereka berpidato di Sidang Umum PBB, membuktikan kesuksesan diplomasi budaya Korea Selatan.

Berpidato di panggung, tujuh personel BTS muncul di depan latar belakang marmer hijau yang terkenal di Aula Majelis Umum PBB, untuk membantu mempromosikan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk 2030, termasuk mengakhiri kemiskinan ekstrem, melestarikan planet, dan mencapai kesetaraan gender.

"Setiap pilihan yang kita buat adalah awal dari perubahan, bukan akhir," tutur RM, pemimpin kelompok tersebut, dikutip ABC News.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in memperkenalkan bintang-bintang pop itu sebagai utusan khusus presiden dan "kelompok pemuda luar biasa yang terhubung dengan pemuda di seluruh dunia".

Kegugupan terlihat ketika personel BTS Jimin terbata-bata saat berbicara tentang orang-orang muda yang mencoba menavigasi pandemi.

Jimin meminta maaf sebelum menarik napas, yang membuat para penggemar "BTS ARMY" berkumpul untuk menunjukkan dukungan di media sosial.

Mereka juga meluncurkan video untuk single hit mereka saat ini, Permission to Dance, yang direkam di markas besar PBB di New York.

Para penyanyi juga membawakan lagu tersebut sambil menari dari General Assembly Hall ke taman yang menghadap ke East River.

Pidato itu menandai penampilan langsung kedua kelompok tersebut di PBB, setelah mereka mengambil bagian dalam sebuah acara pada 2018, ketika RM berbicara tentang pekerjaan mereka dengan UNICEF.

Mereka juga menyampaikan pidato virtual tahun lalu, catat ABC News.

Kesuksesan K-Pop dan Diplomasi Budaya Korea Selatan
Ini bukan kebetulan. Industri kreatif Korea Selatan sengaja digarap oleh pemerintah negara tersebut untuk dijadikan sebagai alat diplomasi budaya, tulis Prachi Vidwans dalam analisisnya di World Politics Review.

Meskipun BTS dan perusahaan hiburannya, Big Hit, tidak menerima dana pemerintah, industri musik Korea Selatan secara keseluruhan (serta industri yang memproduksi film, acara TV, video game, dan ekspor budaya lainnya) telah mendapat manfaat dari dukungan resmi selama puluhan tahun, sebagai bagian dari upaya negara untuk meningkatkan soft power Seoul.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/anal...orsel-original