Pada 15 September 2021, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia sepakat untuk membentuk aliansi yang disebut AUKUS (Australia, Inggris, dan Amerika Serikat). Kesepakatan itu akan mencakup kerja sama negara-negara tersebut di bidang keamanan, terutama membantu Australia dalam mengembangkan kapal selam nuklir di Adelaide, Australia.

Menurut media Inggris, The Guardian, langkah ini merupakan salah satu inisiasi untuk merespons kehadiran China di Laut China Selatan. Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menegaskan, “Ini akan mencakup pemeriksaan intensif tentang apa yang perlu kami lakukan untuk menjalankan tanggung jawab pengelolaan nuklir kami di Australia”.

Sikap ini tentu menjadi sorotan besar terkait respons peningkatan kekuasaan, seiring China sangat terlibat dalam konfrontasi, tulis M Habib Pashya di Eurasia Review.

Pemerintah China tidak mengakui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 yang menjadi dasar utama, tetapi mengakui sembilan garis putus.

Beijing menyebut pembentukan AUKUS sebagai tindakan tidak bertanggung jawab yang dapat mengancam stabilitas regional. Sikap Beijing terhadap AUSKUS disampaikan melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, “telah secara serius merusak perdamaian dan stabilitas regional, mengintensifkan perlombaan senjata, dan merusak upaya nonproliferasi internasional.”

Kesepakatan penting ini tentunya menyoroti secara mendalam dengan implikasi lebih lanjut hubungan Indonesia dengan negara-negara tersebut dalam kerja sama ekonomi dan pertahanan, M Habib Pashya menekankan.

Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah, Indonesia telah menyatakan kekhawatiran atas 'perlombaan senjata' dan 'proyeksi kekuatan' terkait AUKUS yang sedang berlangsung.

PM Australia Morrison sebelumnya mengatakan, ketiga negara menghormati "kebebasan" dan "aturan hukum", dan bahwa aliansi itu akan membantu memastikan keamanan di kawasan itu. Sekutu Barat sering mengacu pada aturan hukum dan kebebasan ketika menyuarakan penentangan terhadap pembangunan militer China di Laut China Selatan, AFP melaporkan.

Tetapi Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, langkah itu "tidak dimaksudkan untuk bermusuhan dengan kekuatan lain", setelah China mencap kesepakatan itu sebagai "ancaman terhadap stabilitas regional".

Morrison bergabung lagi dengan Biden pada 24 September, kali ini secara langsung, pada pertemuan Gedung Putih pertama dari kelompok diplomatik Quad, yang terdiri dari Australia, India, Jepang, dan AS.

Di Asia Tenggara (panggung utama persaingan AS-China) Quad telah berfungsi sebagai perpanjangan dari strategi Indo-Pasifik AS, yang berupaya menahan pengaruh China yang berkembang di kawasan itu.

Washington telah berulang kali mencoba meyakinkan negara-negara ASEAN bahwa mereka tidak akan dipaksa untuk memilih salah satu pihak, tetapi pengumuman baru-baru ini telah membuat kawasan itu gelisah, catat The Jakarta Post.

Sejak pengumuman itu, pemimpin Canberra telah berusaha untuk berbicara dengan beberapa mitra asing tentang masalah ini, termasuk dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/anal...angan-original