TNI Bantu Urus Vaksin dan Ngajar, Rakyat Papua Malah Makin Curiga
Para pemimpin gereja memperingatkan, kehadiran tentara Indonesia di ruang kelas di Papua Barat terbukti traumatis bagi anak-anak di wilayah yang terjebak dalam konflik.
Begitu pula dengan TNI yang bekerja di garda terdepan kesehatan, yang menimbulkan ketidakpercayaan di antara sebagian masyarakat Papua, sehingga enggan berobat atau divaksinasi COVID-19.
Keterlibatan militer di garis depan layanan dasar di Papua menjadi perhatian para pemimpin gereja lokal selama masa krisis akibat pandemi, tindakan keras negara terhadap kebebasan berekspresi, serta konflik bersenjata yang sedang berlangsung antara pejuang pro-kemerdekaan Papua Barat dan pasukan keamanan Indonesia, lapor RNZ.
Kekerasan berkobar lagi bulan ini di kabupaten Maybrat Papua Barat, di mana empat tentara Indonesia tewas dalam penyergapan di sebuah pos militer, di mana faksi Tentara Pembebasan Papua Barat mengaku bertanggung jawab. Di tengah respons militer berikutnya, ribuan penduduk desa setempat telah mengungsi.
Peran Pancasila
Militer Indonesia berfungsi menyebarkan Pancasila, ideologi nasional, yang dianggap kurang, seperti di wilayah Papua.
Meskipun ada kekurangan guru di Papua (khususnya di beberapa kabupaten dataran tinggi yang terkena dampak konflik), bukan hal yang aneh jika personel militer dikerahkan ke kabupaten yang terkena dampak untuk mengambil peran ini.
Militer telah aktif dalam pendidikan di Papua dan wilayah perbatasan lainnya selama beberapa tahun, menurut peneliti Indonesia, Hipo Wangge, seorang mahasiswa PhD di Universitas Nasional Australia, yang telah mempelajari dampak luas dari pengungsian akibat konflik di dataran tinggi tengah Papua.
“Pada 2013, Dinas Pendidikan Provinsi Papua menandatangani nota kesepahaman dengan Kodim Papua untuk menugaskan para prajurit untuk mengajar di daerah terpencil, khususnya daerah dataran tinggi dan pegunungan,” ucapnya kepada RNZ.
Wangge mengatakan, peran mengajar TNI tidak terbatas di dataran tinggi tengah.
Beberapa sekolah, seperti di daerah dataran rendah, relatif mendukung kehadiran tentara di ruang kelas mereka, terutama di daerah yang tidak mengalami konflik, terangnya.
Tetapi Wangge mengamati bahwa dalam pengalamannya berbicara dengan guru yang ditempatkan di dataran tinggi, siswa di wilayah ini sangat terpengaruh.
"Siswa berhati-hati di daerah konflik, seperti Nduga, Puncak, dan Yahukimo, dan mereka trauma dan takut melihat tentara datang ke sekolah mereka."
Bagi masyarakat yang terjebak di tengah konflik, siswa mereka dapat terganggu oleh fungsi militer dalam sistem sekolah, sedangkan jenis pendidikan yang mereka terima masih dipertanyakan.
“Pengajaran adalah bagian dari operasi teritorial, di mana militer terlibat dalam tugas utama non-militer, berusaha mendapatkan dukungan dari penduduk setempat, mengumpulkan informasi intelijen, dan menyerap ideologi nasional, seperti konsep negara kepulauan kepada rakyat, termasuk orang Papua,” jelas Wangge.
Share This Thread