Fadli Zon menyarankan agar Densus 88 dibubarkan saja. Namun, pembubaran satuan tugas yang telah melakukan tugasnya sedemikian rupa hanya akan menjadi upaya mubazir.​

Politikus dari Partai Gerindra, Fadli Zon, menyebut Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia atau Densus 88 sebaiknya dibubarkan.

Komentar Fadli ini diungkapkan lewat unggahan di akun Twitter pribadinya, di mana ia me-retweet berita berjudul Densus 88 Klaim Taliban Menginspirasi ******* Indonesia. Fadli menyebut narasi semacam itu cenderung Islamofobia.

“Narasi semacam ini tak akan dipercaya rakyat lagi, berbau Islamifobia. Dunia sudah berubah, sebaiknya Densus 88 ini dibubarkan saja. ******* memang harus diberantas, tapi jang dijadikan komoditas,” ujar Fadli dalam cuitannya, Rabu (6/10).

“Harusnya @BNPTRI saja. ******* separatis yang jelas-jelas menantang RI seharusnya yang jadi prioritas tetapi tak bisa ditangani. Jangan selalu mengembangkan narasi Islamofobia yang bisa memecah belah bangsa,” lanjut Fadli.

Dalam berita yang di-retweet Fadli, dilaporkan Direktur Pencegahan Densus 88 Kombes M Rosidi menyatakan kemenangan Taliban di Afghanistan menginspirasi kelompok ******* di Indonesia meski memiliki paham yang berbeda soal ajaran agama Islam.

“Euforia kemenangan Taliban ini dapat membawa dampak terhadap keberadaan kelompok teror di Indonesia. Paling tidak, dapat dijadikan sebagai sarana propaganda mereka,” kata Rosidi dalam diskusi daring pada Selasa (5/10).

Rosidi juga menyampaikan, jaringan terorisme di Indonesia sering membuat narasi yang bermodalkan kemenangan Taliban di Afghanistan. Klaim Rosidi bukannya tak berdasar, itu didukung oleh hasil pemeriksaan terhadap anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang ditangkap.

“Dalam interogasi terhadap salah satu pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) yang beberapa waktu lalu kita tangkap, dia dalam ceramahnya menyampaikan kepada jamaahnya untuk terus istiqomah sebagaimana yang dilakukan oleh Taliban,” terang Rosidi.

Dalam pernyataan Rosidi, tidak ada narasi Islamofobia yang digulirkan. Ia hanya mengutarakan klaim yang berdasarkan pada hasil pemeriksaan. Narasi Islamofobia justru dimunculkan oleh Fadli sendiri. Kata “Islamofobia” disebut dua kali dalam cuitannya, menyusul tuduhannya yang keliru dan tidak berdasar terhadap pernyataan Rosidi.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/opin...arkan-original