Jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) presiden dan anggota legislatif, sebelumnya telah mendapatkan usulan untuk dilaksanakan pada 21 Februari 2024 oleh Tim Konsiyenring yang terdiri dari DPR, Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP. Lalu untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada), diusulkan pada 27 November 2024.

Namun, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan jadwal baru Pemilu 2024 pada April atau Mei 2024.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti usulan pemerintah bahwa Pemilu diselenggarakan 15 Mei 2024. Menurut Peneliti Perludem Fadhil Ramadhanil, pelaksanaan pencoblosan di bulan Mei terlalu mepet dengan tahapan Pilkada serentak yang dilangsungkan pada November 2024. Sehingga hal ini dikhawatirkan mempengaruhi beban kerja penyelenggara yang akan semakin berat, tulis Suara.

"Menurut saya gak masuk akal (berimplikasi) beban kerja penyelenggara Pemilu. Di mana tidak masuk akalnya, ketika hari pemungutan suara itu dilaksanakan di bulan Mei 2024, artinya di bulan Mei itu pula tahapan-tahapan awal penyelenggaraan pilkada 2024 akan dimulai," jelasnya pada Suara.

Ia mengatakan, pihaknya sepakat dengan usulan KPU. Fadhil menilai, simulasi soal beban kerja penyelenggara memang KPU yang paling bisa menggambarkan dan mengetahui hal tersebut dibandingkan pemerintah. Selain itu, ia menilai Pilkada serentak yang dijadwalkan November 2024 sebaiknya tidak diundur.

Di tempat terpisah, Partai Demokrat setuju dengan opsi KPU yakni Pemilu 2024 diadakan pada 21 Februari. Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat, Anwar Hafid. Pihaknya mempertimbangan agar KPU dapat mendesain pelaksanaan Pilkada setelah Pemilu.

"Pandangan kami Fraksi Demokrat kenapa mendukung KPU, mendukung tanggal 21 Februari, pertama kita akan menghadapi pilkada, kita perlu KPU itu mempunyai waktu, untuk bisa mendesain pilkada itu," ujar Anwar Hafid dinukil Bisnis.com.

Senada dengan Demokrat, Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menilai, pemilihan umum (Pemilu) 2024 pada Mei lebih berisiko.

"Usulan Mei 2024 lebih berisiko, waktunya mepet dengan proses pilkada serentak 2024 yang sudah diikat UU Pilkada pada November 2024," tutur Mardani kepada Republika.

Mardani menyatakan, seharusnya penetapan tanggal Pemilu 2024 menjadi kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU), karena KPU-lah yang akan menanggung beban dari penyelenggaraan konstestasi politik itu.

"Hati-hati dengan jadwal, dari berbagai simulasi yang dibuat pemerintah, ada yang kurang memperhitungkan tahapan mulai dari verifikasi parpol, untuk paslon perorangan di pilkada, hingga verifikasinya," papar Mardani.

"Pelaksanaan pada Februari 2024 akan lebih memberi kelapangan waktu dan persiapan bagi KPU. Diharapkan Pemilu berkualitas yang kita cita-citakan dapat tercapai," imbuhnya.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Junimart Girsang mengatakan kepada Kompas, seluruh anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menolak usulan pemerintah terkait waktu pelaksanaan pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 pada 15 Mei 2024.

Alasannya adalah, pelaksanaan pemilihan akan berbenturan dengan Bulan Suci Ramadan yang jatuh pada Maret hingga April 2024.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/news...iginal-polling