Kunjungan Presiden Joko “Jokowi” Widodo ke Papua akhir pekan lalu untuk meresmikan Pesta Olahraga Nasional (PON XX) dan meresmikan sejumlah proyek infrastruktur bersifat seremonial, dan tidak akan memberikan manfaat apa pun bagi rakyat biasa Papua, seiring kasus pelanggaran HAM dibiarkan begitu saja.

Penilaian ini dilakukan oleh mantan tapol dan aktivis Papua Ambrosius Mulait, menanggapi kunjungan Jokowi yang menurutnya tidak lebih dari “membangun citra” di mata masyarakat awam dan dunia internasional.

“Jokowi datang hanya untuk memperkuat citranya, dia tidak datang dengan niat yang tulus untuk menyelesaikan hak asasi manusia,” ucap Mulait kepada Suara Papua.

Mulait mengatakan, pemerintah Indonesia tampak tidak konsisten dalam menangani pandemi COVID-19, karena membiarkan orang banyak berkumpul di acara-acara Pesta Olahraga Nasional.

“Kami mempertanyakan inkonsistensi pemerintahan Jokowi, mengapa dengan kondisi pandemi di Papua mereka melanjutkan kegiatan PON yang melibatkan ribuan orang?” tanyanya.

“Mengejutkan, kasus COVID-19 sudah meningkat, tetapi tiba-tiba angkanya dianggap turun dan PON bisa diadakan.”

Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) itu juga mengecam tindakan represif dan kekerasan yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa Papua, yang berdemonstrasi secara damai di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta pada 30 September, catat Asia Pacific Report.

“Polisi juga rasis dalam menangani aksi massa Papua. Sementara mereka tidak represif terhadap demonstrasi di kantor KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) beberapa hari lalu, dan malah memberi mereka ruang (untuk berdemonstrasi),” tuturnya.

Mulait mengatakan, negara benar-benar tidak adil dalam memperlakukan orang Papua.

“Rakyat Papua terus dibungkam dengan cara represif, aksi damai dibubarkan, pengunjuk rasa ditangkap, dicap ‘separatis’, dipenjara. Cara penanganannya sangat diskriminatif dan rasis,” tegas Mulait.

Aktivis mahasiswa Papua Semi Gobay juga mengungkapkan kekecewaannya. Dikatakannya, Presiden Jokowi sudah sembilan kali berkunjung ke Papua, tetapi tidak satu pun kasus pelanggaran HAM yang ditangani apalagi diselesaikan.

“Pada puncak PON XX, dia turun untuk melihat noken buatan mama-mama (pedagang tradisional wanita Papua). Tapi pengungsi internal di Nduga dan Maybrat, kasus penembakan di Puncak, Intan Jaya, dan Dataran Tinggi Bintang, tidak ditangani oleh pemerintah Indonesia di bawah kewenangan Presiden Joko Widodo,” ungkapnya.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/opin...arat-cari-muka