Insiden USS Connecticut adalah yang terbaru dalam sejumlah kecelakaan yang melibatkan kapal selam bertenaga nuklir. Insiden yang melepaskan radiasi dapat menghancurkan perikanan yang menyediakan stok makanan penting, yang harus dipertimbangkan oleh ASEAN dan negara-negara regional lainnya.

“Amerika Serikat menuntut rincian kecelakaan kapal selam nuklir China di lepas pantai California”, demikian bunyi tajuk berita utama. Peristiwa semacam itu tentu belum terjadi, tetapi tidak bisa dibayangkan bagaimana reaksi AS jika itu benar-benar terjadi.

Publik akan segera ingin tahu apakah ada kebocoran radiasi dari reaktor atau senjata nuklirnya, jika kapal selam nuklir itu membawanya. Apa yang menyebabkan kecelakaan itu? Di mana itu terjadi? Apa yang sebenarnya dilakukan kapal selam nuklir itu di sana?

Pada 7 Oktober 2021, Angkatan Laut Amerika Serikat mengumumkan bahwa kapal selam nuklir serang cepat USS Connecticut telah menabrak objek tak dikenal di Laut China Selatan lima hari sebelumnya. Menurut pengumuman itu, kapal selam tersebut “masih dalam kondisi aman dan stabil”, sementara “pembangkit dan ruang propulsi nuklirnya tidak terpengaruh dan tetap beroperasi penuh”.

Kapal selam itu akhirnya kembali ke wilayah Guam dengan kekuatannya sendiri. USS Connecticut adalah salah satu dari hanya tiga kapal selam kelas Seawolf yang dirancang untuk memburu kapal selam Uni Soviet terbaik menjelang akhir Perang Dingin. Mereka dapat beroperasi di perairan dangkal dan dapat membawa senjata nuklir.

Pengumuman Angkatan Laut AS saat itu kurang begitu jelas. Tidak disebutkan apa yang menabrak kapal selam itu atau di mana lokasi kejadian, hanya disebutkan bahwa kapal itu “beroperasi di perairan internasional di kawasan Indo-Pasifik”. Selanjutnya menyusul dilaporkan, sumber anonim menyebutkan lokasinya di Laut China Selatan.

Episode kali ini bukanlah puncak transparansi dalam masalah pertahanan yang sering dituntut Amerika Serikat dari China. Keterlambatan dan ketidakjelasan pengumuman AS menimbulkan banyak pertanyaan, menurut opini Mark J. Valencia di South China Morning Post.

Pertama, di mana tepatnya peristiwa itu terjadi? Hal itu penting karena kejadiannya mungkin berada dalam yurisdiksi yang diklaim di satu atau lebih banyak negara pesisir Laut China Selatan. AS menyatakan mematuhi ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), meski belum meratifikasinya.

Semua negara pesisir yang berbatasan dengan Laut China Selatan mengklaim zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil laut dan dapat mengklaim landas kontinen yang membentang hingga 350 mil laut dari garis pangkal (baseline). Di bawah UNCLOS, ZEE memiliki beberapa batasan pada kebebasan navigasi.

Kapal-kapal asing yang menjalankan haknya di ZEE suatu negara harus “memperhatikan” hak dan kewajiban negara pesisir, serta kepentingan negara lain yang menjalankan kebebasan laut lepasnya. Hal itu berarti mereka tidak boleh melanggar hukum negara tersebut, asalkan sejalan dengan UNCLOS, selain juga tidak boleh membahayakan lingkungan dan sumber daya alamnya, atau menimbulkan bahaya bagi kapal lain.


Sumber: https://www.matamatapolitik.com/opin...-china-selatan