Silahkan Membaca..
1. Cobaan Pak Eddy
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja
bahkan sudah mendekati malam,pak Eddy 58 tahun kesehariannya diisi
dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka
menikah sudah lebih 32 tahun.
Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah
istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa
digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh
tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah
tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak Eddy memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan
mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia
letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya
tersenyum, untunglah tempat usaha pak Eddy tidak begitu jauh dari
rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan
siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan
selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil
menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi,
pak Eddy sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya
setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan pak Eddy lebih kurang 25 tahun, dengan sabar
dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati
mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih
kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua
mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah
sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak Eddy memutuskan ibu
mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya
berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata ” Pak kami ingin
sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu
tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak………bahkan
bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya “sudah yg
keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun
akan mengijinkannya.
kapan bapak menikmati masa tua bapak*
dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami
janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Pak Eddy menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka…”
“Anak2ku ……… Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk
nafsu mungkin bapak akan menikah……tapi ketahuilah dengan adanya
ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah
melahirkan kalian..
Sejenak kerongkongannya tersekat,… kalian yg selalu kurindukan hadir
didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai
dengan apapun.
Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini.
Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa
bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang,
kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh
orang lain,
bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.”
Sejenak meledaklah tangis anak2 pak Eddy merekapun melihat butiran2
kecil jatuh dipelupuk mata ibu suyatno..dengan pilu ditatapnya mata
suami yg sangat dicintainya itu..*
Sampailah akhirnya pak Eddy diundang oleh salah satu stasiun TV swasta
untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada
Eddy kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah
tidak bisa apa2..
Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio
kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah pak
Eddy bercerita.
“Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya,
tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian )
adalah kesia-siaan.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia
sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan
bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2..
Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama..dan itu
merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk
mencintainya apa adanya… sehatpun belum tentu saya mencari
penggantinya apalagi dia sakit,,,”
2. Sebuah Rasa ......
Seorang pria bertemu dengan seorang gadis di sebuah pesta, si gadis tampil luar biasa cantiknya, banyak lelaki yang mencoba mengejar si gadis. Si pria sebetulnya tampil biasa saja dan tak ada yang begitu memperhatikan dia, tapi pada saat pesta selesai dia memberanikan diri mengajak si gadis untuk sekedar mencari minuman hangat. Si gadis agak terkejut, tapi karena kesopanan si pria itu, si gadis mengiyakan ajakannya. Dan mereka berdua akhirnya duduk di sebuah coffee shop, tapi si pria sangat gugup untuk berkata apa-apa dan si gadis mulai merasa tidak nyaman dan berkata, "Kita pulang aja yuk...?".
Namun tiba-tiba si pria meminta sesuatu pada sang pramusaji, "Bisa minta garam buat kopi saya?" Semua orang yang mendengar memandang dengan ke arah si pria, aneh sekali! Wajahnya berubah merah, tapi tetap saja dia memasukkan garam tersebut ke dalam kopinya dan meminumnya. Si gadis dengan penasaran bertanya, "Kenapa kamu bisa punya hobi seperti ini?"
Si pria menjawab, "Ketika saya kecil, saya tinggal di daerah pantai dekat laut, saya suka bermain di laut, saya dapat merasakan rasanya laut, asin dan sedikit menggigit, sama seperti kopi asin ini. Dan setiap saya minum kopi asin, saya selalu ingat masa kanak-kanak saya, ingat kampung halaman di surabaya, saya sangat rindu kampung halaman saya, saya kangen orang tua saya yang masih tinggal di sana."
Begitu berkata kalimat terakhir, mata si pria mulai berkaca-kaca, dan si gadis sangat tersentuh akan perasaan tulus dari ucapan pria di hadapannya itu. Si gadis berpikir bila seorang pria dapat bercerita bahwa ia rindu kampung halamannya, pasti pria itu mencintai rumahnya, perduli akan rumahnya dan mempunyai tanggung jawab terhadap rumahnya. Kemudian si gadis juga mulai berbicara, bercerita juga tentang kampung halamannya nun jauh di sana di yogja, masa kecilnya, dan keluarganya.
Suasana kaku langsung berubah menjadi sebuah perbincangan yang hangat juga akhirnya menjadi sebuah awal yang indah dalam cerita mereka berdua. Mereka akhirnya berpacaran. Si gadis akhirnya menemukan bahwa si pria itu adalah seorang lelaki yang dapat memenuhi segala permintaannya, dia sangat perhatian, berhati baik, hangat, sangat perduli ... betul-betul seseorang yang sangat baik tapi si gadis hampir saja kehilangan seorang lelaki seperti itu! Untung ada kopi asin!
Kemudian cerita berlanjut seperti layaknya setiap cerita cinta yang indah, sang putri menikah dengan sang pangeran dan mereka hidup bahagia selamanya, dan setiap saat sang putri membuat kopi untuk sang pangeran, ia membubuhkan garam di dalamnya, karena ia tahu bahwa itulah yang disukai oleh pangerannya. Setelah 40 tahun, si pria meninggal dunia, dan meninggalkan sebuah surat yang berkata, "Sayangku yang tercinta, mohon maafkan saya, maafkan kalau seumur hidupku adalah dusta belaka. Hanya sebuah kebohongan yang aku katakan padamu ... tentang kopi asin."
Ingat sewaktu kita pertama kali jalan bersama? Saya sangat gugup waktu itu, sebenarnya saya ingin minta gula tapi malah berkata garam. Sulit sekali bagi saya untuk merubahnya karena kamu pasti akan tambah merasa tidak nyaman, jadi saya maju terus. Saya tak pernah terpikir bahwa hal itu ternyata menjadi awal komunikasi kita! Saya mencoba untuk berkata sejujurnya selama ini, tapi saya terlalu takut melakukannya, karena saya telah berjanji untuk tidak membohongimu untuk suatu apa pun.
Sekarang saya sekarat, saya tidak takut apa-apa lagi jadi saya katakan padamu yang sejujurnya, saya tidak suka kopi asin, betul-betul aneh dan rasanya tidak enak. Tapi saya selalu dapat kopi asin seumur hidupku sejak bertemu denganmu, dan saya tidak pernah sekalipun menyesal untuk segala sesuatu yang saya lakukan untukmu. Memilikimu adalah kebahagiaan terbesar dalam seluruh hidupku. Bila saya dapat hidup untuk kedua kalinya, saya tetap ingin bertemu kamu lagi dan memilikimu seumur hidupku, meskipun saya harus meminum kopi asin itu lagi.
Air mata si gadis betul-betul membuat surat itu menjadi basah. Kemudian hari bila ada seseorang yang bertanya padanya, apa rasanya minum kopi pakai garam? Si gadis pasti menjawab, "Rasanya manis."
Kadang anda merasa anda mengenal seseorang lebih baik dari orang lain, tapi hanya untuk menyadari bahwa pendapat anda tentang seseorang itu bukan seperti yang anda gambarkan. Sama seperti kejadian kopi asin tadi. Tambahkan Cinta dan Kurangi Benci karena terkadang garam terasa lebih manis daripada gula.
3. Hadiah Cinta
“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya.
Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!
Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya,aku ini makhluk aneh.” Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Iapun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas.
Ibunya mengingatkan, “Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter.
Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia.” kata sang ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya. “Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.”
Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.
Hinggasuatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Dihari itu ayah dananak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal.
Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah…bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. “Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?”
Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati.
Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat.
Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.
4. I Love U Mom !
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bahagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———-KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan suduku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA
Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, aku tidak penat” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pencen. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya ada duit” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM
Setelah lulus dari ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk buat master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universiti ternama di Amerika berkat sebuah biasiswa di sebuah syarikat swasta. Akhirnya aku pun bekerja di syarikat itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mahu menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Aku tak biasa tinggal negara orang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di hospital, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktiviti kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.
5. Kelembutan Tangannya
Suatu saat ibu saya mengajak saya untuk berbelanja bersamanya karena dia membutuhkan sebuah gaun yang baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama dengan orang lain, dan saya bukanlah orang yang sabar, tetapi walaupun demikian kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan tersebut.
Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita, dan ibu saya
mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Seiring hari yang
berlalu, saya mulai lelah dan ibu saya mulai frustasi. Akhirnya pada toko
terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencoba satu stel gaun biru yang
cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di
bagian tepi lehernya, dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini
saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam ruang ganti pakaian,
saya melihat bagaimana ia mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah
mencoba untuk mengikat talinya. Ternyata, tangan-tangannya sudah mulai
dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia tidak dapat
melakukannya, seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa
kasihan yang dalamkepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa saya sadari. Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali masuk ke kamar ganti untuk mengikatkan tali gaun tersebut. Pakaian ini begitu indah,dan dia membelinya. Perjalanan belanja kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya.
Sepanjang sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada
di dalam ruang ganti pakaian tersebut dan terbayang tangan ibu saya yang
sedang berusaha mengikat tali blusnya. Kedua tangan yang penuh dengan
kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju,
membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya,
sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling
membekas dalam hati saya. Kemudian pada sore harinya, saya pergi ke kamar
ibu saya, mengambil tangannya, menciumnya ... dan yang membuatnya
terkejut,memberitahukannya bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah
tangan yang paling indah di dunia ini. Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan
telah membuat saya dapat melihat dengan mata baru, betapa bernilai dan
berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya
hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan
memiliki keindahannya tersendiri.
Note: Berbahagialah yang masih memiliki Ibu. Dan lakukanlah yang terbaik
untuknya..........
6. (Blom Tau Judulnya)
Seorang ibu cantik dengan tatanan rias dan padu padan “outfit” yang sempat membuat saya iri (tapi tak mampu meniru) singgah bersama iparnya yang sudah lama menjadi pasien saya. Tadinya saya pikir dia hanya sekedar mengantar dan seperti layaknya ‘rombongan keluarga’ pasien lain, ingin tahu “dokternya ngapain aja sih di kamar praktek”. Namun tak berapa lama, si cantik ini tiba-tiba berbicara dengan sangat pelan,”Dok, boleh ya aku ikut berobat?”
Saya tertawa dan langsung berkomentar,”Becanda deh si mbak ini… cantik-cantik kok berobat.. salah kali, mestinya ke spa!” dan semakin berderai-derailah tawa saya dan iparnya yang sedang meringis menikmati jarum suntik saya. Wanita itu tersipu dan berkata,”Dok, saya serius hlo. Ini mulai dari bokong sampai mata kaki rasanya sudah tak tertahankan lagi… seperti ditusuk-tusuk.. dan setiap kali saya angkat panci, dengkul rasanya lemas dan saya takut kena stroke lama-lama…”
Sambil berpaling kepadanya saya bertanya heran,”Ngapain juga cantik-cantik angkat panci?” Sang ipar yang sudah bisa menarik napas menahan ketegangan disuntik pun menimpali,”Dok, dia ini punya catering…Sebetulnya dia perempuan yang ngga bisa diem. Cateringnya laris banget. Jadi urusan angkat pancisampai ngosek dapur juga dia kerjain sendiri kalau pegawainya udahkelimpungan…”
Tawa saya hilang. Kini saya melihat perempuan yang sangat berbeda di balik gaun kuning muda dan selendang beige nya. Saya hanya memberinya sebuah pertanyaan yang barangkali ia anggap rada *******, “Menurut ibu, apa yang harus saya lakukan?” Benar juga. Dia kali ini ketawa dan menjawab dengan ringan,”Yaaaa dokter kan lebih tahu. Saya kesini mau berobat supaya sakit ini hilang dan saya bisa bekerja lagi seperti dulu..”
Saya menatapnya dalam-dalam dan sengaja memperlambat kata demi kata yang saya ucapkan,”Kalau mesin saja mempunyai alarm untuk memperingatkan sesuatu sedang berjalan tidak sebagaimana mestinya, maka tubuh manusia apa lagi. Apakah ibu tahu, bahwa rasa sakit dan hal-hal yang dirasakan mengganggu itu juga merupakan alarm atau tanda bahaya bagi tubuh ibu?” Ia sedikit mengerenyitkan dahinya yang mulai berkerut halus,”Maksud dokter?” Saya berusaha menahan jantung yang mulai berdebar-debar tak keruan karena saya tahu persis apa yang akan terjadi dalam satu session pertama ini. Sambil berusaha tetap dengan nada bicara yang sama saya berkata,”Apabila saya toh berhasil mengembalikan tubuh ibu seperti sediakala sebelum sakit, rasanya percuma saja… Karena dengan demikian ibu kembali akan merusaknya… Ibu akan melakukan pekerjaan- pekerjaan persis seperti pertama kali ibu membuatnya sakit..” “Yah, habis bagaimana… kan saya harus bekerja dok? Anak-anak saya membutuhkan biaya. kalau dari suami aja, ya ngga bakal cukup…”
Tiba-tiba ingatan saya melayang pada beberapa wajah yang pernah hadir di kamar praktek ini, yang pernah saya beri catatan kaki sebagai “keset dapur”. Catatan yang cukup sadis bagi banyak orang. Tetapi sangat pas mengena. Orang-orang yang membiarkan dirinya ‘dihabisi’ oleh orang lain atau situasi yang ia ciptakan sendiri - sehingga tubuhnya berteriak minta tolong dan menjerit agar ia berhenti… tapi diulanginya lagi, diulangi lagi,lagi, dan lagi… Hingga tubuh itu rebah kaku digerogoti sel-sel yang berusaha meredam kegiatannya namun sel-sel ini justru dihabisi oleh obat- obatan..hingga tubuhnya pun ikut ‘hancur’…
Saya tersentak ketika si Cantik kembali menegur,”Kira-kira penyakit saya berat ngga ya dok? saya takut divonis saraf kejepit… seperti temen-temen saya.. trus akhirnya perlu dioperasi.. duh amit-amit.. soalnya ada juga temen saya yang malah jadi lumpuh gara-gara operasinya…” Memang tidak mudah menjawab situasi seperti ini. Expertise bermain dengan jeritan tubuh yang memiliki intelegensia sel yang masih ogah diakui para paduka ‘board members’ dunia profesi kedokteran karena akan menjadi isu gonjang-ganjing dogma biologi sel yang selama ini menjadi syahadat para dokter. Ah, sudahlah.. kenapa saya jadi ngawur begini…
Tahu-tahu saya mendapati diri memandang sebentuk tubuh lelah di balik setelan kuning mudanya dan mulai mengajukan pilihan baginya,”Boleh saya minta ibu melakukan sesuatu?” Ia tersenyum (oh, lesung pipitnya dijamin sudah mematahkan hati bekas pacar2nya yang pasti segudang…),”Apa dok?”
“Berhenti. Just take a break. Saya yakin ibu punya banyak asisten terlatih dan tepercaya untuk urusan catering..” Mendadak wajahnya pias dan ia menjadi gugup,”Aduh dok… nanti bisa kacau deh catering saya… Kalo bukan saya yang nanganin sendiri, bisa2 ada apa2 saya yang lebih repot jadinya. Langganan saya bawel2, cerewet, mintanya sempurna,…”
Saya memegang tangannya yang mulai berkeringat sambil tertawa,”Hahahahaaaaaa… si ibu ini. Wong ngga disuruh nglepasin cateringnya kok. Ibu belum paham kan maksud take a break?” Iparnya tiba-tiba nyletuk,”Jelasin dok, dia pikir pensiun kali…” “Seseorang dengan kwalitas seperti ibu,… tentu punya area tugas yang bukan cuma angkat panci atau ngosek lantai dapur, bukan?” Ia tersipu,”Iya sih. Tapi gregetan dok, pembokat2 tuh lelet, kalo ngga saya turun tangan, semua bisa terlambat… atau mereka sendiri malah ngga istirahat,” “Betul. Setuju. Oke. Tapi apa yang ibu dapatkan?”
Tanpa dinyana, momen yang saya tunggu terjadi jauh lebih cepat dari sangkaanku. DINGDONG!! Air matanya tiba-tiba menggenangi pelupuk matanya yang indah dan tak mampu lagi menahan deraian… Detik jam dinding meningkahi isakan kecilnya. Saya hanya menunggu. Dan membiarkan dia “letting go”. Iparnya bengong dan hampir-hampir lupa bernapas di kursinya. Saya menyentuh tangannya perlahan,”Teruskan. You did a great job. Ibu aman di sini. Teruskan….”
Ia membersit hidungnya dan mulai berbicara lirih,”Saya sebetulnya capek, dok. Yah,siapa sih yang mau kerja banting tulang kayak begini.. Saya dua tahun lagi umur enam puluh. Tapi.. yah, anak-anak saya belum mandiri semua. Suami saya ngga mau tahu. Dia selalu bilang begini: siapa suruh kawin sama saya! Sebenernya saya sakit hati dengar kata2nya.. tapi yah gimana ya.. jangan marah ya dok. Bosen kali dokter dengerin yang kayak gini…”
Saya menggeleng dan menatapnya lurus-lurus,”Jangan membahasakan saya seperti yang ibu pikirkan. Berapa kali ibu berbuat begini terhadap orang2? Mengandaikan orang berpikir atau berperasaan seperti yang ibu pikirkan dan rasakan?” “Itulah dok. Saya padahal dulu ngga begini. Sekarang jadi sensitif ga karuan, malah saya mudah menilai orang… Saya sebenernya sangat ngga pe-de. Saya kesepian. Catering adalah pelarian saya. Saya merasa dihargai orang. Saya berusaha mati2an agar apa yang saya hasilnya betul2 sempurna. Makanya tiap malam nyeri ini semakin menggigit.. saya ngga tahan lagi dok,” Siang itu saya hanya menganjurkan pola makan yang tidak seperti biasanya ia lakukan dan sejumlah latar belakang untuk memperbaiki asupan makanannya agar ia sungguh2 mempunyai komitmen dan bertanggungjawab dengan tubuhnya sendiri.
Dan … ini dia- yang selalu memacu adrenalin saya di kamar praktek dengan semangat tinggi : memberi sejumlah pe-er yang didengarkannya dengan mata terbelalak!! Namun sang ipar mengacungkan jempolnya dan berkata,”Emang dok!!! Emang kudu gitu!!” Tiga hari, seminggu, sepuluh hari, si Cantik sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda kehadirannya.
Pada minggu ke dua, tanpa perjanjian, ia datang dengan anak gadisnya yang membuat saya makin cemburu. Keduanya cantik jelita, seperti habis turun dari mesin spa dari khayangan surga ke delapan. Harum lagi. Sedangkan saya jarang sekali mengingat wewangian sepanjang jam praktek.
Melihat saya terbengong-bengong, kali ini dia yang mulai menyapa,”Halo dok.. Kaget ya?” Biasalah, tampang ‘cengo’ku mulai berubah sedikit,”Iya, Bener kaget. Apakabar? Ayo cerita! Tusuk jarum dimana? pergi ke Chiropractor? Berobat ke Singapore? Penang?” (wah kaco nih, kenapa juga gue kaga pe-de begini…)
Stelan ungu lembutnya yang terbuat dari chiffon halus nampak membuat gerakannya seperti peri.. Duile, nyerinya kelihatan banget sirna tak berbekas…
“Ngga dok, mama ngga kemana-mana kok. Cuma ada perubahan kecil-kecil dalam kesehariannya.. itu keputusan dia setelah ngerjain pe-er dokter..” anaknya yang menjawab. Suaranya lebih nyaring, nampak dia diurus dan dibesarkan baik-baik. Agak dimanja. Kulitnya kinclong terawat mulus.
Si Cantik mulai bercerita,”Jujur nih dok. Saya trus terang bete banget pas ganti pola makan… Tapi ya namanya mau sembuh ya ngga! udah deh, dibela-belain.Trus yang lebih nyiksa lagi soal pe-er dokter itu. Jujurnya, saya ngga pernah pergi lulur apalagi ke salon berjam-jam… Rasanya berdosa ngabisin duit ngga perlu.Mending ditabung buat biaya semester Tari. Ini hlo, anak saya. Tapi waktu saya bilang begitu sama Tari, dia malah marah. Dia bilang, seumur saya dengan kerja banting tulang begini sudah layak mendapat sedikit rewards.. Saya ngga yakin apa itu rewards.. Bagi saya selama ini pokoknya kalo anak sudah menunjukkan bakti dan prestasinya duhhhh udah alhamdulilah banget. Itu rewards bagi saya… Hm.. tapi kan dokter bilang itu pe-er yang bisa bikin saya melihat kehidupan, ya udah.. saya jalanin aja…” Kemudian Tari tiba-tiba menyela,”Tuh, kan, mama. Bener dok, akhirnya dia ketagihan. Dari lulur, meni-pedi, creambath, scrub, facial,… komplit daaaahhhh.. Dia tuh malah ngga percaya waktu orang salonnya bilang kulit mama seperti orang umur empat puluhan. Yeeee dikorting banyak tu sih…hahaha…dia pulang bikin orang serumah bengong, dok. Papa ya seneng2 aja. Gara2 kukunya abis di manicure, dia jadi ngga mau ngangkat panci apalagi ngosek dapur. Sayang katanya kalo gumpil,..” Si Cantik ngakak. Lalu ia berganti meneruskan,”Anak buah ternyata kerjanya ngga seperti yang saya pikirkan selama ini… Justru kalo ada saya mereka ngrasa dikontrol terus, jadi salah tingkah. Malah serba lambat. Waktu saya tinggal minggu lalu,.. wah surprise banget. Semua oke2aja tuh.. yaaa ada sih yang perlu dibenahin, tapi ngga separah yang saya sangka. Jadi sekarang saya lebih banyak berhubungan dengan pelanggan aja. Urusan dapur sesekali ditengok. Rasanya oke tuh..” Saya kehabisan kata-kata. Gelapan berusaha mencerna apa yang mereka lontarkan dengan begitu antusias… hingga akhirnya saya menarik napas dan bertanya lagi,”Lalu, apa yang bisa saya bantu sekarang?” “Jujur dok, nyeri sih belum hilang seratus persen.. tapi saya yakin ini akibat saya terlalu lama jadi superman.. hahaha…” (sialan, dia bisa juga pake bahasa gue) “Iya ya dok, apa2nya dikerjain sendiri. Sehingga saya nanggung akibatnya. Tapi sungguh deh, kalo emang ini sakit udah ilang,… ngga akan sekali2 saya balik kerja kayak dulu. Lebih enak kayak sekarang. Malah Tari ternyata udah bisa bantuin saya kecil2, bikin brosur yang bagus, malah dia dapetin pelanggan baru lewat milisnya..”
“Bagaimana dengan suami ibu?” akhirnya berani juga saya menyentuh area satu itu. Dia tersipu seperti pada session pertama dua minggu yang lalu,
“Ah dia.. People don’t change kan dok..Dari dulu emang dia begitu. Sejak pacaran sebenernya saya juga emang udah tau dia modelnya cuek bebek…Tapi baiknya dia tuh penyabar, sayang sama anak-anak..Saya lah yang sering ngga bisa nrima apa adanya…Jadi.. saya pikir.. toh ngga mungkin kan, merubah orang lain.. sedangkan bagi saya tentunya lebih mudah untuk menyesuaikan sikap2 saya agar hubungan kami menjadi seperti yang saya harapkan..”
Senang rasanya punya pasien pinter. Dokternya ngga usah capek2 menunjukkan benang merah hidupnya dimana… namun sebagai bonus saya tambahkan.
Mereka berdua nampak tercenung sejenak dan mengangguk-angguk… -dan sungguh deh, setelan ungu muda si Cantik ini membuat saya berpikir keras untuk meniru modelnya…“Ada orang bijak yang mengatakan, tiap kali kita menuding orang dengan tangan tergenggam dan telunjuk mengarah pada orang itu, coba perhatikan: ada tiga jari yang mengarah pada diri sendiri: jari tengah, jari manis dan kelingking. Artinya? setiap kali seseorang melontarkan kesalahan pada orang lain, maka ia sebenarnya sedang menghukum dirinya sendiri tiga kali lebih berat..”
Love and Light!
-------------------------------------------------------
Bagi yg mw mnambahkan silahkan ...
Thread ini akan diupdate trus..
Pesan dari gw : " Lakukanlah yang Terindah dan Terbaik yang Anda dapat persembahkan Untuknya "
Thanks nya jgn ragu" y..(or GRP .. ck ck)
Share This Thread