Page 24 of 28 FirstFirst ... 14202122232425262728 LastLast
Results 346 to 360 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #346

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 345
    siluman Yang Kui Hui! Kalau tidak, mari kita bunuh saja semua!" "Tidak!
    Tidaaaaaakkk....! Persetan....!!" Kaisar berteriak dan lengan kirinya merangkul
    leher selirnya, seolah‐olah dia hendak melindungi kekasih tercinta itu. "Dordor‐
    dorrrr...." pintu digedor dari luar. "Hancurkan saja Raja lalim dan
    lemah....!" "Bakar saja rumah ini kalau yang Kui Hui tidak dihukum mati!"
    Keadaan sudah amat berbahaya dan menegangkan. Semua bangsawan yang
    berada di situ sudah menjadi pucat. Pangeran mahkota segera menjatuhkan
    diri berlutut di depan Kaisar.
    "Dalam keadaan seperti ini, mengapa Paduka masih kukuh?" putera mahkota
    itu menangis. Para pembesar yang setia kepada kaisar juga membujuk,
    bahkan kepala thaikam yang menjadi kepercayaan Kaisar dan yang diamdiam
    secara pribadi memusuhi Yang Kui Hui, berkata, "Harap Paduka suka
    mempertimbangkan dengan tenang. Memang menyakitkan hati sekali
    tuntutan mereka. namun, mereka tidak dapat dibendung dan kalau ditolak,
    tentu Paduka akan terancam bahaya, bahkan seluruh keluarga Paduka.
    Apakah Paduka hendak mengorbankan keselamatan Paduka sendiri dan
    seluruh keluarga hanya untuk satu orang yang toh tidak akan dapat Paduka
    selamatkan juga?" Putera mahkota menoleh kepada Yang Kui Hui dan
    berkata, suaranya keras dan penuh tuntutan, "Seorang yang selama puluhan
    tahun memperoleh kemuliaan dan anugerah kebaikan Kaisar, apakah di
    waktu terancam lalu melupakan budi yang besarnya melebihi nyawa itu?"
    Yang Kui Hui menjadi pucat wajahnya dan dia menjatuhkan diri berlutut di
    depan Kaisar, memeluk kaki Kaisar sambil menangis dan berkata, "Biarlah
    hamba membalas segala budi kebaikan Paduka....." "Tidak....! Tidak....ohhh,
    Kui Hui, tidak....! Jangan....!" akan tetapi banyak tangan merenggut tubuh selir
    cantik itu dari pelukan Kaisar, lalu menyerahkannya kepada kepala thaikam.
    Selir itu diseret oleh kepala thaikam ke atas pagoda dan tak lama kemudian,
    terdengarlah sorak‐sorai para pasukan melihat tubuh selir cantik jelita itu
    tergantung di pagoda, tergantung lehernya dan berkelojotan sebentar lalu
    terdiam. "Hidup kaisar....!!" "Biang keladi kelemahan telah tewas....!!" "Kita
    akan mengawal Kaisar sampai titik darah terakhir!" Di sebelah dalam, Kaisar
    yang tadinya menangis itu terbelalak mendengar teriakan yang sama sekali
    berlainan itu. Dia bingung tidak tahu apa yang terjadi, memandang ke kanan
    kiri. "Di mana dia....? Mana Yang Kui Hui....!" Semua keluarganya menjatuhkan
    diri berlutut. "Dia..... telah mengorbankan nyawa demi keselamatan paduka
    sekeluarga...." "Kui Hui....!!" Kaisar berlari naik ke loteng, kemudian roboh
    pingsan melihat tubuh kekasihnya yang diam tidak bergerak, tergantung di
    pagoda itu. Peristiwa ini merupakan peristiwa bersejarah yang kemudian
    terkelan di seluruh Tiongkok sampai berabad‐abad lamanya. Bagi mereka
    yang ikut merasa berduka dan terharu mendengar cerita tentang pemutusan
    hubungan cinta yang amat menyedikan ini, menganggap Kaisar itu lemah dan
    telah melakukan kesalahan besar. Peristiwa ini menjadi terkenal sekali
    ratusan tahun kemudian, bahkan dijadikan cerita drama yang dipangungkan
    dan menjadi bahan karangan cerita tentang peristiwa itu yang tak terhitung
    banyaknya. Lebih terkenal sekali setelah sastrawan Po Cu I menulisnya

  2. Hot Ad
  3. #347

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 346
    dengan judul "Kesalahan Abadi". Dengan lesu dan penuh duka, rombongan
    Kaisar melanjutkan perjalanan mengungsi ke Secuan dan kematian selir
    tercinta itu melumpuhkan seluruh gairah hidup Kaisar yang sudah tua itu.
    Akan tetapi, di tengah perjalanan, kembali terjadi peristiwa hebat. Ketika
    rombongan itu sedang beristirahat dan bermalam di sebuah dusun kecil di
    daerah yang sepi di perbatasan Secuan, malam itu tiba‐tiba heboh karena
    terjadinya pembunuhan atas diri seorang di antara para pengeran yang ikut
    mengungsi. Pangeran ini adalah adik pangeran mahkota. Di waktu malam
    yang amat sunyi itu, dua sosok bayangan berkelebat di atas genteng rumahrumah
    yang dijadikan tempat mengaso rombongan Kaisar. Mereka ini bukan
    lain adalah Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki. Keduanya, sebagai mata‐mata An
    Lu Shan, setelah berhasil mengasut anak buah pasukan pengawal sehingga
    terbunuhnya Yang Kui Hui dan kakaknya, diam‐diam terus mengikuti dan
    membayangi rombongan itu, mencari kesempatan baik untuk membunuh
    Kaisar! Inilah tujuan mereka, karena matinya Kaisar akan merupakan
    kemenangan besar bagi An Lu Shan. Akan tetapi, mereka berdua salah
    masuk! Mereka memasuki kamar pangeran muda yang berada di sebelah
    kamar Kaisar. Ketika dua batang pedang di tangan mereka bergrak, tubuh di
    atas pembaringan, di dalam kelambu yang tertusuk pedang dan
    mengeluarkan pekik maut bukanlah tubuh Kaisar, melainkan tubuh pangeran
    itu! barulah kedua orang ini tahu bahwa mereka telah keliru, dan cepat
    mereka meloncat dan keluar dari dalam kamar itu melalui jendela. "Tangkap
    penjahat!" "Tangkap pembunuh!!" Dalam sekejap mata saja kedua orang
    mata‐mata itu dikepung oleh belasan orang pengawal dan disergap. Tentu
    saja Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki membela diri dan membalas dengan
    serangan‐serangan dahsyat. Terjadilah pertandingan keroyokan di ruangan
    yang cukup terang itu dan makin lama makin banyaklah pengawal yang
    datang mengeroyok. Menghadapi pengeroyokan banyak sekali pengawal
    yang berkepandaian tinggi, dua orang itu menjadi repot juga. Dengan berdiri
    saling membelakangi, Swi Nio dan Toan Ki saling melindungi, pedang mereka
    bergerak cepat menyambar‐nyambar ke depan, kanan dan kiri menangkis
    semua senjata yang datang bagaikan hujan ke arah mereka. Suara beradunya
    senjata nyaring diselingi teriakan‐teriakan para pengeroyok memecah
    kesunyian malam di dusun itu. Tidak kurang dari delapan orang pengeroyok
    roboh oleh pedang mereka dan kini para pengawal atas komando perwira
    atasan mereka mengurung dan mengatur barisan. Kesempatan ini
    dipergunakan oleh Bu Swi Nio untuk menggeser kakinya mundur sampai
    punggungnya beradu dengan punggung Liem Toan Ki. Kemudian dia
    berbisik, suaranya mengandung keharuan, "Maaf, Koko. Aku yang
    membujukmu ke sini sehingga kau juga menghadapi bahaya maut...."
    "Hushhh...., mati atau hidup kita berdua, Moi‐moi...." "Aku tak takut mati,
    tapi.... aku belum sempat membalas segala kebaikanmu, Koko...." "Tidak ada
    kebaikan di antara kita. Kita saling mencinta, bukan? Mencinta sampai kita
    mati bersama!" Ucapan Toan Ki ini membangkitkan semangat di dalam hati
    Swi Nio. Sambil memengang pedang erat‐erat dan tangan kirinya dikepal, dia

  4. #348

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 347
    berkata. "Aku akan merasa bangga denganmu, Koko!" Percakapan bisik‐bisik
    itu dihentikan karena kini para pengeroyok yang tadi mengurung mereka
    telah mulai menyerang. Kini pengeroyokan mereka teratur, dan serangan
    datang bertubi‐tubi, berantai karena mereka mengelilingi dua orang ini
    sampai tiga empat baris. Swi Noi dan Toan Ki kembali harus menggerakan
    pedang masing‐masing untuk menangkis dan melindungi tubuh mereka,
    namun karena datangnya serangan tidak seperti tadi, kadang‐kadang
    bertubi‐tubi dan susul menyusul, mereka berdua menjadi repot sekali dan
    tiba‐tiba terdengar Swi Nio mengeluh perlahan ketikabahu kirinya terkena
    hantaman gagang tombak. Biarpun keduanya telah terluka, namun mereka
    terus mengamuk, pedang mereka menyambar‐nyamabar dan kembali
    robohlah empat orang pengeroyok, sungguhpun mereka berdua sendiri juga
    mengalami lukaluka bacokan. Maklumlah keduanya bahwa menghadapi
    pengeroyokan demikian banyak pengawal, Mereka tidak mungkin dapat
    meloloskan diri, maka mereka mengamuk untuk dapat membunuh sebanyak
    mungkin musuh sebelum mereka berdua dirobohkan.Mereka berdua sudah
    bertekad untuk melawan sampai mati. Akan tetapi tiba‐tiba terjadi
    perubahan. Para pengurung dan pengeroyok menjadi kacau balau dan
    terdengar suara meledak‐ledak nyaring serta disusul pekik‐pekik kesakitan
    dan robohlah beberapa orang pengeroyok yang kena disambar oleh sebatang
    cambuk berduri. Juga ada para pengeroyok yang dilempar‐lemparkan
    sepasang lengan yang amat kuat. Swi Nio dan Toan Ki terkejut dan girang
    sekali karena maklum bahwa ada bala bantuan datang. Mereka tadinya
    menduga bahwa yang datang tentulah teman‐teman mereka, para mata‐mata
    yang disebar oleh An Lu Shan. Akan tetapi mereka menjadi terheran‐heran
    dan kagum sekali ketika menyaksikan bahwa yang mendatangkan kekacauan
    pada pihak para pengeroyok hanyalah dua orang, seorang pemuda tinggi
    besar yang gagah perkasa, yang menggunakan kedua tangannya melemparlemparkan
    para pengawal, dan seorang dara yang amat cantik jelita dan
    gagah, dara yang mengamuk dengan sebatang cambuk berduri dan sebatang
    pedang, gerakannya cepat dan ganas. Siapakah dua orang yang tidak dikenal
    oleh Swi Nio dan Toan Ki itu? Mereka adalah Ouw Soan Cu, gadis Pulau
    Nereka yang lihai itu, dan pemuda tinggi besar Kwee Lun, murid Lam‐hai
    Seng‐jin yang tinggal di Pulau Kura‐kura di laut selatan. Seperti telah
    diceritakan di bagian depan, mereka berdua saling berjumpa di puncak Awan
    Merah di Pegunungan ***‐hang‐san, yaitu di tempat tinggal Tee‐tok
    Siangkoan Houw. Ouw Soan Cu gadis Pulau Neraka itu datang bersama Sin
    Liong sedangkan Kwee Lun yang menjadi teman seperjalanan dan sahabat
    Swat Hong datang pula bersama gadis itu. Tadinya, sebelum Sin Liong pergi
    bersama Swat Hong untuk mencari The Kwat Lin di Bu‐tong‐pai, pemuda ini
    yang merasa kasihan kepada Soan Cu menitipkan gadis itu kepada Tee‐tok
    Siangkoan Houw. Akan tetapi melihat Sin Liong pergi bersama Swat Hong,
    Soan Cu tidak mau tinggal di tempat itu, lalu dia pun pergi hendak mencari
    ayahnya. Dan Kwee Lun, yang merasa tertarik kepada gadis cantik jelita dan
    galak serta jujur itu, segera berpamit dan cepat lari mengejar Soan Cu. Di kaki

  5. #349

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 348
    pegunungan ***‐hang‐san, barulah Kwee Lun mampu menyusul Soan Cu
    karena gadis itu memperlambat larinya dan berjalan dengan termenung.
    Setelah kini mulai melakukan perjalanan seorang diri, barulah Soan cu
    merasa bingung sekali. tadinya, melakukan perjalanan bersama Sin Liong, dia
    tidak tahu apa‐apa, hanya ikut saja dan segeralah hal diputuskan oleh
    pemuda itu. Setelah kini sadar bahwa dia berada seorang diri di dunia yang
    luas ini, dia merasa kesepian dan bingung. Dia tidak mengenal tempat dan
    tidak tahu harus menuju ke mana untuk mencari ayahnya! Teringat akan
    semua ini, hatinya kecil dan gelisah, juga marah. Marah kepada Sin Liong
    yang meninggalkanya. "Nona Ouw, perlahan dulu.....!" Karena termenung dan
    hatinya gelisah, Soan Cu sama sekali tidak memperhatikan keadaan
    sekitarnya maka dia tidak tahu bahwa ada orang membayanginya di
    belakang. Barulah dia terkejut ketika mendengar seruan itu dan cepat dia
    membalikkan tubuhnya memandang. Dia cemberut melihat bahwa yang
    memanggilnya adalah pemuda tinggi besar yang pernah bertempur dengan
    dia di Puncak Awan Merah karena pemuda ini memembela Swat Hong dan
    dia membela Sin Liong. Teringat akan peristiwa itu, tiba‐tiba saja dia merasa
    gelisah dan menahan ketawanya dengan senyum lebar, lalu menutupi
    mulutnya. Melihat gadis itu menahan ketawa, namun jelas sinar mata gadis
    itu mentertawakannya, Kwee Lun mengerutkan alisnya yang tebal, akan
    tetapi dia pun tersenyum dan berkata sambil menjura, "Nona Ouw, mengapa
    engkau menahan ketawa dan menyembunyikan senyum? Menyambut
    seorang kenalan dengan senyum lebar di bibir merupakan penghormatan
    paling besar. Senyum adalah seperti matahari pagi, menghidupkan
    menenteramkan, penuh damai dan bahagia....." Mendengar ucapan pemuda
    itu yang diatur seperti orang membaca sajak, Soan Cu tertawa dan dia kagum
    juga. Terdengar amat indah kata‐kata tadi. Akan tetapi timbul pula
    kenakalannya dan dai menjawab dengan nada mengejek, "Orang She Kwee,
    aku tertawa bukan menyambutmu, melainkan teringat akan peristiwa yang
    amat lucu. Engkau datang bersama Han Swat Hong, membelanya matimatian,
    akan tetapi sekarang di manakah dia? Engkau ditinggalkan begitu
    saja! Betapa lucunya! Lucu ataukah menyedihkan?" Alis tebal itu makin
    dalam berkerut, akan tetapi kemudian Kwee Lun tersenyum lagi dan
    menganggukangguk. "Memang lucu sekali! Ha‐ha‐ha‐ha, lucu sekali!" Melihat
    pemuda itu tidak tersinggung malah tertawa‐tawa, Soan Cu menjadi
    penasaran. "Apa yang lucu?" bentaknya. "Kau..... eh, kita berdua.... yang lucu.
    Mengapa bisa begini kebetulan?" "Apa yang kebetulan?" Soan Cu makin
    penasaran karena ejekannya itu kini agaknya malah dibalikan oleh pemuda
    itu kepadanya. "Bukankah kebetulan sekali nasib kita amat serupa? Aku
    datang bersama Nona Swat Hong dan aku ditinggalkan, sebaliknya engkau
    pun datang bersama Sin Liong dan engkau ditinggalkan pula. Nasib kita
    benar serupa, bukankah ini amat lucunya?" Wajah Soan Cu menjadi merah
    sekali. "Sratttt!" Pedang Coa‐kut‐kiam yang bersinar‐sinar telah berada di
    tangan kanannya.Kwee Lun terkejut bukan main, hanya memandang
    bengong karena sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang dianggapnya

  6. #350

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 349
    jujur dan lincah gembira ini demikian mudah tersinggung! "Eh, Nona Ouw.....
    kau.... marah oleh godaanku tadi?" "Siapa marah? Hayo cabut pedangmu, kita
    lanjutkan pertempuran kita yang terhenti ketika di Puncak Awan Merah. Aku
    masih belum kalah olehmu!" Kwee lun penarik napas panjang, hatinya lega.
    Tepat dugaannya, nona ini sama sekali bukan tersinggung oleh godaannya,
    melainkan karena memiliki watak aneh, ingin melanjutkan pertempuran
    ketika mereka saling membela sahabat masing‐masing di Puncak Awan
    Merah. "Wah, berat, Nona. Aku terima kalah. Dalam geberakan‐geberakan
    yang pernah kita lakukan itu saja aku sudah tahu bahwa ilmu kepandaianmu
    jauh lebih tinggi daripada aku. Pula kita bukanlah musuh. terserah kalau
    Nona hendak menganggap aku musuh, akan tetapi aku Kwee Lun sama sekali
    tidak menganggap kau sebagai musuhku. Bahkan sebaliknya, di antara kita,
    mau atau tidak telah terdapat ikatan persahabatan yang amat erat." "Hemm,
    jangan kau mencoba untuk membujuku. Persahabatan dari mana? Enak saja
    kau bicara!" ""Eh, apakah kau hendak menyangkal bahwa engkau adalah
    sahabat baik dari Kwa Sin Liong, Nona?" "memang, dia adalah sahabat
    baikku, bukan engkau!" "Nah, kalau engkau sahabat baik dari dari Kwa Sin
    Liong, berarti engkau adalah sahabat baikku pula. Kwa Sin Liong adalah
    Suheng dari Han Swat Hong, dan Nona itu adalah sahabatku. Sahabat dari Si
    Suheng tentu juga menjadi sahabat baik dari sahabat Si Sumoi, bukan?"
    "Hemm, kau memang pandai bicara." Soan Cu menyarungkan kembali
    pedangnya. "Bilang saja bahwa kau tidak berani melawan aku!" "Tentu saja
    tidak berani, karena memang pedangku bukan untuk melawan, melainkan
    untuk membantumu mencari kembali Ayahmu. Bukankah kau hendak
    mencari Ayahmu, Nona? Tahukah kau ke mana kau harus mencarinya?"
    Ditegur seperti itu, Soan Cu menjadi bingung lagi. Memang tadi dia sedang
    termenung bingung, tidak tahu harus pergi ke mana, dengan matanya yang
    indah terbelalak gadis itu memandang kepada Kwee Lun dan menggelengkan
    keplanya, lalu dia berkata, "Apakah kau tahu?" "Tentu saja aku tidak tahu,
    Nona. Aku belum mengenal Ayahmu itu. Akan tetapi, sebagai seorang gadis
    muda, sungguh tidak leluasa bagimu untuk mencari sendiri. Aku dapat
    membantumu, aku sering merantau dengan guruku dahulu , dan aku banyak
    mengenal daerah‐daerah, tahu pula dunia kang‐ouwse sehingga agaknya
    akan lebih menguntungkan bagimu dan menyenangkan bagiku kalau kita
    melakukan perjalanan bersama. Tentu saja kalau kau suka....." Sampai lama
    Soan Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghela napas, berkata,
    "Engkau baik sekali, seperti Sin Liong. Tentu saja engkau tidak dapat
    kuandalkan seperti dia, kepandaianmu tidak sehebat dia. Akan tetapi engkau
    juga gagah perkasa, jujur dan itu sudah cukup untuk meyakinkan aku bahwa
    engkau tentu dapat menjadi seorang sahabat." "Ha‐ha‐ha, terima kasih, haha‐
    ha! Sudah kuduga bahwa engkau adalah seorang gadis yang luar biasa,
    polos dan tidak berpura‐pura, cantik dan gagah perkasa. Ha‐ha‐ha!" Kwe Lun
    tertawa dengan bebas dan terkejutlah Soan Cu ketika , melihat betapa air

  7. #351

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 350
    mata mengalir di kedua pipi pemuda tinggi besar yang gagah dan tampan ini.
    "Eh, kau menangis??" Kwee Lun menghentikan tawanya, mengusap air mata
    dengan ujung lengan bajunya sambil menggeleng kepala. "Ini adalah
    penyakitku, Nona. Aku selalu mengeluarkan air mata kalau tertawa terlalu
    gembira. Akan tetapi, kalau dilihat kenyataannya, apa sih bedanya antara
    tawa dan tangis? Apakah bedanya antara senang dan susah, antara nyeri dan
    nikmat? Kesemuanya adalah dua muka dari satu tangan, tak terpisahkan.
    Mencari yang satu, pasti akan ketemu dengan yang ke dua." "Wah, kau
    memang seorang manusia aneh, Kwee‐toako. Kau gagah perkasa, pemberani,
    pandai bersajak, pandai filsafat, dan.... cengeng!" Girang bukan main hatinya
    mendengar gadis itu menyebutnya toako, tanda bahwa gadis itu benarbenar
    mau menerima persaudaraan atau persahabatan diantara mereka. "Ouwsiocia.....
    atau engkau lebih senang kusebut adik?" "Sebut saja namaku Soan
    Cu." "Bagus! Kau hebat! Soan Cu kau percayalah, aku Kwee Lun bukanlah
    seorang yang berarti palsu. Engkau tidak akan kecewa menaruh kepercayaan
    kepadaku dan sudi menerima uluran tangan persahabatan dariku. Aku akan
    berdaya upaya sedapat mungkin untuk mencari Ayahmu itu. Siapakah nama
    beliau?" "Ayahku bernama Ouw Sian Kok, tokoh besar dari Pulau Neraka
    yang sudah belasan tahun meninggalakn Pulau Neraka." Tiba‐tiba Kwee Lun
    memandang dengan mata terbelalak dan mukanya berubah agak pucat,
    bibirnya bergetar ketika dia menegaskan. "Pu.... Pulau..... Neraka?" Soan Cu
    tersenyum. "Apakah kau masih mau menganggap aku sahabat setelah kau
    tahu aku adalah seorang gadis dari Pulau Neraka?" "Eh‐eh, jangan salah
    paham, Soan Cu. Aku..... hanya terkejut sekali mendengar ada pulau yang
    namanya seperti itu. Pernah guruku, Lam‐hai Sengjin mengatakan bahwa di
    dalam dongeng yang tersebar diantara kaum kang‐ouw, terdapat sebutan
    dua pulau. Pertama adalh Pulau Es....." "Tempat tinggal Sin Liong dan Swat
    Hong!" "Benar, dan aku sudah merasa bahagia bukan main telah bertemu
    dengan seorang puteri Pulau Es. dan Ke dua, menurut Suhu adalah pulau yng
    tentu tidak pernah ada dan hanya ada dalam dongeng, adalah Pulau
    Neraka........" "Bukan dongeng. Akulah gadis Pulau Neraka." Ouw Soan Cu lalu
    menceritakan dengan singkat keadaan Pulau Neraka, juga tentang ayahnya
    yang minggat dari pulau ketika ibunya tewas melahirkan dia. "Ah, kasihan
    sekali engkau, Soan Cu." "Ayahku yang patut dikasihani." "Tidak! Ayahmu
    telah melakukan hal yang amat keliru. Perbuatannya lari dari Pulau Neraka
    itu jelas membayangkan betapa ayahmu hanyalah mngingat akan dirinya
    sendiri saja." "Kwee Lun! Apa yang kaukatakan ini? kau berani menghina
    nama ayah di depanku?" Soan Cu melotot marah. "Maaf, Soan Cu. Aku sama
    sekali tidak menghina siapa pun. Aku hanya bicara berdasarkan kenyataan.
    Ibumu meninggal duni ketika melahirkanmu, apakah beliau itu salah? Engkau
    sendiri yang dilahirkan dan kelahiran itu mengakibatkan kematian ibumu,
    apakah engkau pun bersalah? Tentu saja tidak! Mendiang ibumu dan engkau
    sama sekali tidak bersalah dan kematian itu adalah suatu hal yang wajar,
    yang sudah semestinya dan lumrah karena hidup dan mati hal yang biasa.
    Akan tetapi ayahmu. Beliau malah lari meninggalkan pulau, meninggalkan

  8. #352

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 351
    anaknya yang baru terlahir! Apakah perbuatan ini harus kubenarkan saja?
    Kalau aku berbuat demikian, berarti aku bukan membenarkan secara jujur,
    melainkan menjilat untuk menyenangkan hatimu." Lenyap kemarahan Soan
    Cu. Dia menunduk. "kau aneh, Kwee‐toako, aneh dan terlalu terus terang.
    Habis andaikata benar seperti yang kau katakan bahwa Ayah terlalu
    mementingkan diri sendiri apakah aku, sebagai anaknya tidak boleh mencari
    Ayahku?" "Bukan begitu, Soan Cu. Tentu saja engkau harus mencari Ayahmu
    dan aku akan membantumu sampai kita berhasil menemukan Ayahmu.
    Mudah‐mudahan saja kita akan berhasil karena harus diakui betapa akan
    sukarnya mencari seorang yang tidak kita ketahui berada di mana. Akan
    tetapi aku percaya bahwa kalau memang Ayahmu yang telah pergi selama
    belasan tahun itu berada di daratan, sebagai seorang tokoh besar, tentu ada
    orang kang‐ouw yang mengetahuinya." Demikanlah, kedua orang muda ini
    melakukan perjalanan bersama dan makin eratlah hubungan diantara
    mereka. Dalam diri masing‐masing mereka menemukan sahabat yang cocok
    kepribadian yang serasi dengan watak masing‐masing, terbuka, jujur dan
    tidak bisa bermanis‐manisan muka. Soan Cu mulai tertarik sekali kepada
    pemuda tinggi besar yang tampan, jujur, jenaka dan biarpun kelihatan kasar,
    namun ternyata pandai bernyanyi dan membaca sajak‐sajak indah. Di lain
    pihak, Kwee Lun juga tertarik sekali oleh pribadi Soan Cu, seorang gadis yang
    kadang‐kadang kelihatan liar dan ganas, tidak pernah menyembunyikan
    perasaan, namun kadang‐kadang begitu lembut dan penuh sifat keibuan.
    makin akrab hubungan mereka, makin terobatlah hati yang tadinya luka oleh
    asmara. Kwee Lun mulai dapat melupakan Swat Hong yang dikaguminya,
    sedangkan Soan Cu mulai dapat melupakan Sin Liong. Kwee Lun bersama
    Soan Cu melakukan penyelidikan sampai jauh ke barat, karena dia
    mendengar dari seorang tokoh Kangouw bahwa nama Ouw Sian Kok pernah
    muncul dibarat. Akan tetapi, pada waktu mereka melakukan perjalanan ke
    barat untuk mencari jejak tokoh Pulau Neraka itu, keadaan sudah kacau
    balau oleh perang dan arus manusia ke barat amat banyak. Kedua orang
    muda itu terbawa harus manusia dan mereka pun seperti dua orang yang
    sedang mengungsi ke barat. Ketika mendengar bahwa rombongan Kaisar
    yang melarikan diri berada di depan, mendengar pula tentang kematian selir
    terkenal Yang Kui Hui bersama kakaknya yang menjadi perdana menteri,
    Kwee Lun berkata kepada temannya, "Soan Cu, mari kita melihat keadaan
    Kaisar. Aku tidak mencampuri urusan perang, akan tetapi siapa tahu,
    rombongan keluarga bangsawan tertinggi yang melarikan itu akan menarik
    perhatian orang‐orang kang‐ouw, termasuk Ayahmu." Seperti biasa selama
    melakukan perjalanan bersama, Soan Cu hanya menyetujui karena dia
    sendiri tidak tahu apa‐apa. Hanya mengharapkan untuk bertemu dengan
    ayahnya mulai menipis karena sampai saat itu belum juga ada keterangan
    yang jelas dan meyakinkan tentang diri ayahnya. Malam itu mereka dapat
    menyusul rombongan Kaisar yang berada dalam keadaan berduka setelah
    terjadi peristiwa pembunuhan Yang Kui Hui karena Kaisar selalu murung dan
    berduka sekali. Dan seperti diceritakan di bagian depan, pada malam itu

  9. #353

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 352
    terjadi lagi peristiwa hebat yang menimpa rombongan Kaisar, ketika Bu Swi
    Nio dan Liem Toan Ki diam‐diam menyelinap ke dalam temapat penginapan
    dan hendak membunuh Kaisar akan tetapi salah masuk dan sebaliknya
    membunuh seorang pangeran muda. Ketika Soan Cu dan Kwee Lun melihat
    dua orang muda yang dengan gagah perkasa mengamuk dan dikepung ketat
    oleh para pengawal, telah menderta luka‐luka namn masih terus mengamuk
    hebat, Kwee Lun menjadi kagum dan berbisik, "Melihat gerakannya, pemuda
    gagah itu tentu murid Hao‐san‐pai adalah orang gagah, pendekar sejati, maka
    sepatutnya kita menolong mereka." Soan Cu mengangguk."Memang tidak adil
    sekali dua orang dikeroyok puluhan orang perajurit seperti itu. Gadis itu pun
    gagah dan cantik. Mari, Toako, kita bantu mereka meloloskan diri." Mereka
    lalu melayang turun dari atas pohon dari mana mereka tadi mengintai, dan
    tak lama kemudian gegerlah para pengeroyok ketika dua orang muda ini
    menyerbu dari luar kepungan dan merobohkan para pengeroyok dengan
    amat mudahnya. Kwee Lun tidak mencabut pedangnya, melainkan
    menggunakan kedua tangannya yang kuat menangkapi dan melemparlemparkan
    pengawal yang menghadang di depannya, sedangkan Soan Cu
    mengamuk dengan cabuk berduri di tangan kri dan sebatang pedang di
    tangan kanan. Gerakan dara ini bukan main ganasnya, cambuknya meledakledak
    dan setiap ledakan disusul robohnya seorang pengeroyok, pedangnya
    membuat gerakan cepat sehingga tampak sinar bergulung‐gulung yang
    merontokan semua senjata lawan. "Harap Ji‐wi mundur dan cepat lari, biar
    kami menahan mereka!" kata Kwee Lun sambil menggerakkan sikunya yang
    kuat merobohkan seseorang pengawal yang menerjangnya dari belakang.
    "Terima kasih atas bantuan Ji‐wi (Anda Berdua)!" seru Liem Toan Ki dengan
    girang karena dia khawatir sekali akan keadaan kekasihnya. Sambil
    menggerakkan pedang , mereka lalu mundur dan membuka jalan darah,
    merobohkan mereka yang berani menghadang dan karena kini para
    pengawal itu dikacaukan oleh Kwee Lun dan Soan Cu, tidak sukar bagi Swi
    Nio dan Toan Ki untuk meloloskan diri dari kepungan yang sudah terpecah
    belah itu. Setelah melihat dua orang itu menghilang, Kwee Lun juga mengajak
    Soan Cu meninggalkan gelanggang pertempuran dan menghilang di dalam
    gelap, mengejar bayangan dua orang yang mereka tolong itu. Menjelang pagi,
    Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang yang ditolongnya tadi sedang
    menanti mereka di luar sebuah hutan besar. Melihat dua orang penolong
    mereka, Swi Nio dan Toan Ki cepat maju dan memberi hormat dengan
    mengangkat kedua tangan ke depan dada dan membungkuk. "Banyak terima
    kasih kami haturkan atas bantuan Ji‐wi yang mulia," kata Toan Ki. "Kalau
    tidak mendapat bantuan Ji‐wi, tentu kami berdua telah tewas di tangan para
    pengawal Kaisar itu." "Ah, diantara kita, bantu membantu merupakan hal
    yang sudah sewajarnya," jawab Kwee Lun. "kami sendiri juga mengharapkan
    bantuan Ji‐wi." "Bantuan apa? Kami akan bergembira sekali kalau dapat
    membantu Ji‐wi," seru Liem Toan Ki yang telah merasa berhutang budi.
    "Kami berdua sedang mencari seorang tokoh bernama Ouw Sian Kok, tokoh
    dari Pulau Neraka. Barangkali Ji‐wi dapat membantu kami di mana adanya

  10. #354

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 353
    Ouw‐locianpwe itu?" Kaget juga Swi Nio dan Toan Ki mendengar disebutnya
    Pulau Neraka, mereka saling pandang dan menggelengkan kepala. "Sayang,
    kami sendiri belum pernah mendengar nama Ouw Sian Kok dari Pulau
    Neraka. Akan tetapi kami akan membantu sekuat tenaga. Di manakah adanya
    beliau yang terakhir kalinya, dan apakah Ji‐wi sudah mendapatkan jejaknya?"
    "Itulah sukarnya. Kami tidak tahu beliau berada di mana maka
    mengharapkan keterangan dari orang‐orang kang‐ouw." "Kalau begitu, mari
    Ji‐wi ikut dengan kami ke timur. Saya kira, mencari seorang tokoh besar di
    dunia kangouw akan bisa kita dapatkan keterangan selengkapnya di sekitar
    kota raja. Apalagi sekarang, setelah perjuangan An Lu Shan ***‐ciangkun
    berhasil, tentu banyak tokoh kang‐ouw muncul di kota raja dan kita dapat
    bertanya‐tanya kepada mereka." "Akan tetapi kabarnya di sana terjadi
    perang, bahkan banyak orang mengungsi ke Secuan." Toan Ki tersenyum.
    "Jangan khawatir, kami berdua adalah orang‐orang dalam! Kami berdua
    bekerja untuk An‐taiciangkun, maka kami mempunyai banyak kenalan di
    sana. Sekarang Tiang‐an telah diduduki, dan agaknya keadaan tentu telah
    aman kembali. " Mereka bercakap‐cakap dan terdapatlah kecocokan di
    antara mereka. Juga Soan Cu menjadi akrab dengan Swi Nio. Gadis Pulau
    Neraka yang masih hijau ini senang sekali mendengar penuturan Swi Nio
    yang sudah berpengalaman, sebaliknya Swi Nio juga kagum terhadap dara
    cantik yang ternyata adalah seorang dari Pulau Neraka yang hanya dikenal
    dalam dongeng, kagum menyaksikan kehebatan ilmu kepandaian Soan Cu
    tadi dan jug ngeri menyaksikan senjata‐senjata yang ampuh dan ganas itu.
    Berangkatlah mereka berempat, kembali ke timur menuju ke Tiang‐an, kota
    raja pertama yang telah terjatuh ke tangan An Lu Shan. Setelah berhasil
    menduduki Lok‐yang ibu kota kedua itu melalui pertempuran yang seru, An
    Lu Shan memimpin pasukan intinya menuju ke Tiang‐an. Kembali dia harus
    menghadapi perlawanan gigih di Lembah Tung Kuan, akan tetapi setelah
    lembah ini didudukinya, pasukan‐pasukan terus menekan dan bergerak
    menuju ke Tiang‐an. Demikianlah, Tiang‐an, ibu kota yang megah itu, diserbu
    dan didudukinya dengan amat mudah, hampir tidak ada perlawanan sama
    sekali. Hal ini adalah karena banyak kaki tangan dan mata‐matanya yang
    dipimpin oleh Ouwyang Cin Cu dan The Kwat Lin, telah lebih dulu melakukan
    kekacauan‐kekacauan sehingga melemahkan pertahanan, juga Kaisar
    melarikan diri meninggalkan kota raja Tiang‐an, hal ini membuat para
    pasukan penjaga menjadi kehilangan semangat dan sebagian besar di anatara
    mereka menyatakan takluk tanpa melalui peperangan yang lama, ada pula
    yang melarikan diri menyusul rombongan Kaisar ke barat. Seperti biasa
    terjadi di waktu perang, dari jaman dahulu sebelum sejarah tercatat sampai
    sekarang, akibat‐akibat yang mengerikan terjadi dan menimpa diri pihak
    yang kalah perang. Demikian pula nasib para bangsawan di kota raja yang
    tidak sempat melarikan diri. Banyak orang dibunuh hanya oleh tudingan jari
    tangan orang lain yang memfitnahnya, mengatakan bahwa orang itu adalah
    mata‐mata pemrintah. Mayat bergelimpangan di sepanjang jalan dan
    anggauta‐anggauta pasukan pemberontak yang menang perang itu berpesta

  11. #355

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 354
    pora mengangkuti harta benda dan wanita dari pihak yang kalah. Jerit tangis
    wanita‐wanita yang dipaksa dan diperkosa, membumbung tinggi ke angkasa,
    bercampur baur dengan sorak dan tawa kemenangan. Dan An Lu Shan,
    seorang yang ahli dalam hal memimpin pasukan, sengaja membiarkan saja
    hal itu terjadi agar darah yang bergolak di dada para anak buahnya dapat
    diredakan. Beberapa hari kemudian, setelah anak buahnya sepuas‐puasnya
    dan sekenyang‐kenyangnya mengganggu wanita dan merebutkan harta
    benda yang ditinggal lari, barulah muncul perintah yang melarang perbuatan
    seperti itu. Namun An Lu Shan juga tidak melupakan janji‐janjinya kepada
    para pembantunya yang telah berjasa. Dengan royal dia lalu membagibagikan
    pangkat, gedung bekas tempat tinggal para bangsawan yang
    melarikan diri atau terbunuh, membagi‐bagikan harta benda dan para puteri
    cantik yang menjadi tawanan. Maka selama beberapa bulan lamanya
    berpesta poralah para kaki tangan An Lu Shan yang menerima hadiah‐hadiah
    itu. Tentu saja An Lu Shan lebih lagi memperhatikan para pembantu yang
    tangguh dan yang masih diharapkan bantuan mereka. Kepada mereka ini dia
    memberi hadiah yang lebih besar lagi. Dia tidak mengingkari janjinya
    terhadap para pembantu yang berjasa besar seperti The Kwat Lin bekas Ratu
    Pulau Es itu, maka setelah Tiang‐an diduduki, putera The Kwat Lin yang
    bernama Han Bu Ong lalu diberi anugerah pangkat pangeran! The Kwat Lin
    sendiri diangkat menjadi seorang panglima pengawal, sedangkan Ouwyang
    Cin Cu diangkat menjadi koksu (guru penasihat negara). Dapat dibayangkan
    betapa girangnya hati The Kwat Lin. Cita‐citanya tercapai, puteranya telah
    menjadi pangeran dan kalau dia pandai mengatur kelak siapa tahu terbuka
    kesempatan bagi para puteranya untuk menjadi Kaisar! Tidaklah
    mengherankan apa yang terkandung dalam hati The Kwat Lin sebagai citacita
    ini. Sudah lajim bagi kita manusia di dunia ini untuk selalu menjadi
    hamba dari cita‐cita kita sendiri. Seluruh kehidupan ini seolah‐olah dikuasai
    dan diatur oleh cita‐cita kita masing‐masing. Kita tenggelam dalam khayal
    dan cita‐cita, tidak tahu betapa cita‐cita amatlah merusak hidup kita . Citacita
    membuat pandang mata kita selalu memandang jauh ke depan penuh
    harapan untuk mencapai sesuatu yang kita cita‐citakan. Pandang mata yang
    selalu ditujukan ke masa depan yang belum ada ini, tangan yang
    dijangkaukan ke depan untuk selalu mengejar apa yang belum kita miliki
    membuat kita hidup seperti dalam bayangan. Kita tidak mungkin dapat
    menikmati hidup, padahal hidup adalah saat demi saat, sekarang ini, bukan
    masa depan yang merupakan bayangan khayal atau masa lalu yang sudah
    mati. Sekali kita menghambakan diri kepada cita‐cita, selama hidup kita akan
    terbelenggu oleh cita‐cita karena tidak ada cita‐cita yang dapat terpenuhi
    sampai selengkapnya, dan kita terseret ke dalam lingkaran ***** yang tak
    berkeputusan. Mendapat satu ingin dua, memperoleh dua mengejar tiga dan
    selanjutnya, itulah cita‐cita! Dan semua itu akan kita kejar terus sampai
    kematian merenggut kehidupan kita, bahkan di ambang kubur sekali pun di
    waktu mendekati kematian, kita masih terus di cengkeram cita‐cita, yaitu
    cita‐cita untuk masa depan sesudah mati! Betapa mungkin kita dapat

  12. #356

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 355
    menikmati hidup ini kalau mata kita selalu memandang masa datang yang
    belum ada? Sebaliknya, orang yang bebas dari cita‐cita, bebas dari masa lalu
    dan masa depan, dapat menghayati hidup ini saat demi saat! Demikian pula
    dengan The Kwat Lin. Cita‐citanya tercapai dengan diangkatnya puteranya
    menjadi pangeran, akan tetapi sudah habis di situ sajakah citacitanya? Sama
    sekali belum! jauh dari pada cukup atau habis! Bahkan cita‐cita barunya yang
    lebih hebat baru saja dia mulai, yaitu cita‐cita melihat puteranya menjadi
    kaisar! Karena cita‐cita ini, maka keadaannya pada saat itu tidak terasa
    membahagiakan, bahkan terasa amat kurang. Hanya pangeran! hanya
    panglima pengawal! Jauh dibandingkan dengan puteranya menjadi kaisar
    dan dia menjadi ibu suri! Banyak orang membantah, mengatakan bahwa citacita
    mendatangkan kemajuan, tanpa cita‐cita kita tidak akan maju. Apakah
    cita‐cita itu? Apakah kemajuan itu? Cita‐cita adalah keinginan akan sesuatu
    yang belum terdapat oleh kita. Dan keinginan seperti ini merupakan
    dorongan nafsu yang tak mengenal kenyang, makin dituruti makin lapar dan
    haus, menghendaki yang lebih. Dan akhirnya akan sukar dibedakan lagi
    dengan ketamakan, kerakusan yang mendatangkan pertentangan,
    permusuhan dan kesengsaraan. Dan apakah kemajuan itu? Sudah menjadi
    pendapat umum bahwa kemajuan adalah keduniawian, harta benda,
    kedudukan, nama besar. Apakah "kemajuan" seperti ini mendatangkan
    kebahagiaan" hanya mereka yang telah memiliki nama terkenal saja yang
    mampu menjawab, dan jawabannya pasti TIDAK! Bahkan sebaliknya malah.
    makin banyak kedudukan atau nama besar, makin ketat kita melekat kepada
    duniawi, makin banyak pula kesengsaraan hidup yang kita derita berupa
    kekecewaan, pertentangan dan kekhawatiran. karena yang sudah pasti saja,
    hanya mereka yang masih memiliki lahir batin yang akan kehilangan! Dan
    kehilangan berarti kekecewaan, kedukaan dan sebelumnya terjadi
    kehilangan, kita digerogoti kekhawatiran. Akan tetapi pada waktu itu tidak
    nampak seorang pun karena pada waktu itu, rakyat penghuni ibu kota
    sedang dicengkeram ketakutan hebat. Seperti biasa setelah perang berakhir,
    rakyat yang menjadi sasaran mereka yang memperoleh kemenangan. Para
    anggauta pasukan baru berkeliaran keluar masuk perkampungan, keluar
    masuk rumah orang seperti rumahnya sendiri, bahkan tidak jarang terjadi
    mereka memasuki kamar tidur orang seperti memasuki kamar tidur sendiri
    sambil menyeret nyonya rumah yang masih muda atau anak gadis mereka!
    Seperti para atasannya yang mengadakan pesta besar‐besaran, kaum
    rendahan juga berpesta dengan gayanya tersendiri. Seperti biasanya pula,
    penduduk hanya pandai menangis dan mengeluh mengadu kepada Thian
    sebagai hiburan satu‐satunya. Menjelang tengah malam, pesta masih amat
    ramai. Ouwyang Cin Cu sebagai seorang yang berkedudukan tinggi sekali
    sekarang, seorang koksu, datang juga hanya sekedar memberi selamat dan
    tidak tinggal lama. Akan tetapi para pengawal baru, tentu saja mereka yang
    berpangkat perwira ke atas, masih berpesta pora karena memang The Kwat
    Lin ingin mengambil hati para rekannya ini yang kelak dia harapkan bantuan
    mereka. Bahkan ketika para tamu orang penting sudah meninggalkan tempat

  13. #357

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 356
    pesta dalam keadaan setengah mabok dan tempat itu mulai sepi, The Kwat
    Lin masih menahan para pembesar pengawal yang jumlahnya belasan orang
    itu untuk diajak berunding mengenai tugas mereka yang baru sebagai
    pengawal‐pengawal istana, bahkan mereka merupakan dewan pimpinannya.
    Lewat tengah malam, para tamu sudah pulang dan yang tinggal hanyalah
    empat belas orang pimpinan pengawal yang kini dijamu dan diajak
    berunding di ruangan dalam, adapun ruangan luar tempat pesta mulai
    dibersih‐bersihkan oleh sejumlah pelayan yang kelihatan lelah dan
    mengantuk. Pada saat itulah berkelebat bayangan tiga orang. Para pelayan
    yang membersihkan tempat bekas pesta itu hanyalah melihat bayangan
    berkelebat dan tahu‐tahu di tempat itu kelihatan dua orang wanita cantik
    dan seorang laki‐laki gagah sudah berdiri dengan sikap angker! Tentu saja
    para pelayan terkejut sekali dan mengira bahwa orang‐orang aneh yang
    bergerak amat cepatnya ini tentulah sahabat majikan mereka yang juga
    terkenal lihai bukan main, maka seorang di antara mereka menyambut
    sambil menjura dan berkata, "Sam‐wi yang terhormat agak terlambat karena
    pesta telah bubar." "Kami tidak ingin pesta," jawab wanita yang setengah tua
    dengan sikap keren. "Kami ingin berjumpa dengan majikan kalian." Melihat
    sikap yang keren penuh wibawa ini, para pelayan menjadi gentar dan dua
    orang di antara mereka cepat memasuki ruangan dalam di mana The Kwat
    Lin sedang mengadakan perundingan dengan rekanrekannya. Diam‐diam
    wanita itu, Liu Bwee, memberi isyarat dengan matanya kepada Swat Hong,
    puterinya. Swat Hong mengangguk dan dengan gerakan yang amat cepat
    dara ini sudah meloncat dan menyelinap lenyap dari situ, sedangkan ibunya
    dan Ouw Sian Kok sudah menerjang ke dalam ruangan ketika melihat
    pelayan tadi pergi melapor. Baru saja dua orang pelayan itu memasuki
    ruangan dalam dan belum sempat mengeluarkan kata‐kata, pintu telah
    terbuka lebar dan Liu Bwee bersamaa Ouw Sian Kok telah menerjang ke
    dalam. "Heiii! Siapa....!!" Bentakan The Kwat Lin terhenti dan wajahnya
    berubah pucat ketika dia melihat munculnya wanita yang tentu saja amat
    dikenalnya itu. Dia menjadi pucat ketakuan karena mengira bahwa bekas
    suaminya, Han Ti Ong Raja Pulau Es yang amat ditakutinya itu muncul. Akan
    tetapi ketika melihat bahwa laki‐laki yang datang bersama Liu Bwee itu
    bukanlah Han Ti Ong, hatinya menjadi lega dan dengan tabah dia meloncat ke
    depan, dua kali menendang membuat dua orang pelayannya terlempar
    keluar ruangan, kemudian menghadapi Liu Bwee sambil tersenyum
    mengejek. "Aih, kiranya wanita buangan yang datang mengacau dan
    mengantarkan nyawa!" bentaknya. "Perempuan hina yang berhati iblis!
    engkau telah menerima budi kebaikan dari suamiku, mengangkatmu dari
    lembah kehinaan ke tempat mulia, malah membalasnya dengan khianat!
    Engkau dan anak harammu itu harus mampus di tanganku!" "Mulut busuk!"
    The Kwat Lin balas memaki dan sekali tanganya bergerak, tampak sinar
    merah dari Pedang Ang‐bwe‐kiam di tangan kananya, kemudian tanpa
    menanti lagi, sinar merah itu sudah meluncur ke depan menyerang Liu Bwee.

  14. #358

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 357
    sambil memandang Ouw Sian Kok yang telah menangkis pedangnya dengan
    sebatang pedang di tangan, tangkisan yang membuat lengannya tergetar,
    tanda bahwa laki‐laki yang datang bersama Liu Bwee ini memiliki
    kepandaian tinggi pula. "Siapa engkau?" Bentaknya, sementara para
    rekannya, empat belas orang perwira dan panglima pengawal, telah
    mencabut senjata masing‐masing dan mengurung, menanti saat bantuan
    mereka diperlukan oleh The Kwat Lin. Ouw Sian Kok yang mengerti bahwa
    dia bersama Liu Bwee dan Han Swat Hong telah memasuki guha harimau dan
    berada dalam ancaman bahaya besar, sengaja mengulur waktu untuk
    memberi kesempatan kepada Swat Hong yang oleh ibunya ditugaskan
    menyelinap ke dalam istana untuk mencari dan merampas kembali pusakapusaka
    Pulau Es, karena hanya dengan jalan demikian saja kiranya
    pusakapusaka itu dapat dirampas kembali. Dia tertawa dan mengelus
    jenggotnya, seadngkan Liu Bwee siap dan berdiri saling membelakangi
    punggung dengan Ouw Sian Kok, maklum bahwa mereka tentu akan
    menghadapi pengeroyokan dan karenanya harus dapat saling melindungi.
    "Ha‐ha‐ha! engkau tanya siapa aku? Aku pun seorang buangan! namaku Ouw
    Sian Kok dari Pulau Neraka!" Mendengar ini The Kwat Lin diam‐diam merasa
    terkejut dan heran juga. Dia sudah mendengar dari bekas suaminya, Raja
    Pulau Es, bahwa para buangan di Pulau Neraka bukanlah orang‐orang
    sembarangan, bahkan banyak di antara mereka memiliki ilmu kepandaian
    tinggi. Akan tetapi karena dia percaya akan kepandaiannya sendiri, juga
    merasa aman berada di antara para pengawal dan lebih lagi berada di dalam
    istananya di kota raja, dia memandang rendah. "Huh, kiranya adalah buangan
    rendah dan hina dari Pulau Neraka." Ouw Sian Kok yang ingin mengulur
    waktu, kembali tertawa untuk mengalihkan perhatian The Kwat Lin. "Ha‐haha!
    Biarpun kami para penghuni Pulau Neraka adalah orang‐orang buangan,
    namun kiranya sukar dicari seorang pun di antara kami yang memiliki watak
    rendah untuk mengkhianati orang yang telah menolong dan melimpahkan
    kebaikan kepada kami seperti yang dilakukan olehmu, The Kwat Lin!"
    "Manusia hina! Mampuslah!!" "Sing‐sing‐singggg....!!" Ouw Sian Kok maklum
    akan kelihaian wanita ini, maka cepat ia mengelak, menangkis dan membalas
    menyerang sambil mengerahkan seluruh tenaga dan kegesitannya, dan
    mengeluarkan ilmu‐ilmu simpanannya. Terjadilah duel yang amat hebat di
    antara kedua orang berilmu tinggi ini. Melihat betapa Ouw Sian Kok yang
    memang seperti direncanakan harus menghadapi The Kwat Lin lihai, Liu
    Bwee cepat memutar pedangnya dan menghadapi pengeroyokan belasan
    orang pengawal itu. Pedangnya bergerak dahsyat sekali, dan dalam sepuluh
    jurus saja dia telah merobohkan dua orang pengawal. yang lain tetap
    mengepungnya karena tidak ada seorang pun di antara mereka yang berani
    membantu The Kwat Lin, melihat betapa bayangan wanita itu dan bayangan
    lawannya lenyap menjadi satu digulung oleh sinar pedang mereka. Mulai
    cemas rasa hati The Kwat Lin ketika mendapatkan kenyataan bahwa Ouw
    Sian Kok merupakan lawan yang berat dan seimbang dengannya. Sedangkan

  15. #359

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 358
    mengimbangi amukan Liu Bwee sehingga berturut‐turut roboh pula
    beberapa orang di antara mereka! "Cari bantuan dari benteng!" Terpaksa The
    Kwat Lin berteriak keras dan mendengar ini, seorang di antara para
    pengawal itu segera lari keluar untuk minta bala bantuan. Melihat gelagat
    yang berbahaya ini, Ouw Sian Kok menjadi khawatir juga. Mengapa Swat
    Hong belum juga kembali? "Lekas robohkan mereka dan bantu aku
    mengalahkan dia ini!" Katanya kepada Liu Bwee ketika melihat betapa Liu
    Bwee tidak begitu sukar untuk mendesak para pengeroyoknya. Liu Bwee
    maklum pula akan kelihaian The Kwat Lin dan tahulah dia bahwa betapapun
    lihainya Ouw Sian Kok, menghadapi wanita itu amat sukar untuk mencapai
    kemenangan. Maka dia memutar pedangnya makin cepat, merobohkan lagi
    tiga orang. Pada saat itu, berkelebat bayangan yang gesit dan tampaklah Swat
    Hong yang membawa sebatang pedang dan di punggungnya tampak sebuah
    buntalan kain sutera merah. "Ibu, aku berhasil....!" teriakan sambil menerjang
    maju merobohkan dua orang pengeroyok ibunya. Melihat ini, The Kwat Lin
    menjadi marah sekali. Maklumlah dia bahwa dia kena diakali dan dia dapat
    menduga apa isi buntalan sutera merah itu, sutera merah yang amat
    dikenalnya. Pusaka‐pusaka Pulau Es telah berada di tangan Swat Hong!
    "Bedebah! Kembalikan pusaka‐pusaka itu!" bentaknya dan tubuhnya secara
    tiba‐tiba sekali mencelat ke arah Swat Hong, pedangnya menusuk
    tenggorokan tangan kirinya meraih ke arah punggung. "Trangggg....!" Liu
    Bwee yang menangkis pedang The Kwat Lin, terhuyung dan hampir roboh,
    Seorang pengawal menubruknya akan tetapi pengawal itu terlempar dengan
    dada pecah karena ditendang oleh Liu Bwee, sedangkan Swat Hong sudah
    dapat menangkis pedang The Kwat Lin yang kembali menyerangnya. Ouw
    Sian Kok sudah meloncat pula dan menerjang The Kwat Lin sehingga kembali
    mereka bertanding dengan hebat . "Hong‐ji, kauselamatkan dulu pusakapusaka
    itu!" tiba‐tiba Liu Bwee berteriak kepada puterinya. "Kita akan cepat
    menyusul pergi!" kata pula Ouw Sian Kok kepada Swat Hong. Swat Hong yang
    melihat bahwa jumlah pengawal tinggal hanya tinggal lima orang dan mereka
    bukanlah lawan berat bagi ibunya, sedangkan Ouw Sian Kok juga dapat
    menahan Kwat Lin, mengangguk dan sekali berkelebat dia meloncat ke luar.
    "Tahan dia.....! Jangan larikan pusaka Pulau Es....!" Kwat Lin berteriak marah
    akan tetapi dia tidak dapat mengejar karena sinar pedang Ouw Sian Kok
    menghalanginya dengan serangan‐serangan dahsyat. Terpaksa dia
    mengerahkan tenaganya untuk mendesak Ouw Sian Kok dan dalam
    kemarahan yang amat hebat ini tenaga The Kwat Lin bertambah sehingga
    Ouw Sian Kok berseru kaget dan mundur karena pundak kirinya berdarah,
    terluka sedikit kena diserempet sinar pedang kemerahan. Ketika Swat Hong
    berlari cepat sekali keluar, dia terkejut setengah mati melihat sepasukan
    pengawal berbondong datang memasuki istana itu dari pintu luar, bersenjata
    lengkap, dipimpin sendiri oleh Ouwyang Cin Cu! Bingunglah dia. Pusaka
    memang harus diselamatkan, akan tetapi betapa mungkin dia meninggalkan
    ibunya yang terancam bahaya maut? Selagi dia meragu dan mengintai dari
    tempat bersembunyi, tiba‐tiba dia melihat berkelebatnya bayangan empat

  16. #360

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 359
    orang, dan ketika dia mengenal dua orang di antara mereka adalah Kwee Lun
    dan Soan Cu, dia menjadi girang sekali. Cepat dia meloncat keluar, berseru
    lirih, "Kwee‐toako! Soan Cu....!!" Soan Cu dan Kwee Lun terkejut dan berhenti,
    juga Swi Nio dan Liem Toan Ki yang datang bersama mereka. Ketika melihat
    bahwa orang yang muncul dari balik pohon di luar istana itu adalah Swat
    Hong, Kwee Lun menjadi girang sekali, akan tetapi Soan Cu cemberut.
    Bagaimana hatinya dapat merasa girang bertemu dengan dara yang
    menimbulkan iri di hatinya dahulu itu? Akan tetapi, Swat Hong yang girang
    sekali tentu saja tidak dapat melihat wajah cemberut di tempat yang remangremang
    itu, maka cepat dia berkata, "Soan Cu, Ayahmu berada di dalam,
    bersama ibuku, sedang dikepung para pengawal." Seketika pucat wajah Soan
    Cu dan dia memandang bengong, sampai lama baru dapat berkata gagap, "A....
    Ayah.... ku....?" "Benar! Kita harus membantunya," kata lagi Swat Hong. "Kalau
    begitu tunggu apa lagi? mari kita membantu orang tua kalian!" Kwee Lun
    berkata. "Nanti dulu.... siapakah dua orang ini?" Swat Hong bertanya sambil
    menuding kepada Swi Nio dan Liem Toan Ki. "Namaku Bu Swi Nio, Adik Han
    Swat Hong. Aku sudah mendengar namamu dari kedua saudara ini dan aku
    merasa kagum sekali. Ketahuilah bahwa aku dahulu adalah murid The Kwat
    Lin, akan tetapi sekarang aku hendak mencari dan membunuhnya." Swi Nio
    berkata penuh semangat. "Dan aku tadinya mata‐mata Jenderal An Lu Shan,
    akan tetapi aku berjuang bukan untuk mencari pangkat, melainkan untuk
    membalas dendam. Sekarang aku hendak membantu dia....eh, tunanganku ini
    untuk menghadapi The Kwat Lin." Tiba‐tiba Swat Hong bergerak maju, kedua
    tangannya bergerak cepat sekali, yang kanan menyerang ke arah leher Liem
    Toan Ki, sedangkan yang kiri menotok ke arah dada Swi Nio. "Eiihhh...."
    "Haiiiittt......!" Toan Ki Dan Swi Nio yang terkejut sekali cepat mengelak,
    namun tetap saja mereka terhuyung dan hampir jatuh terdorong sambaran
    kedua tangan Swat Hong. "Eh‐eh.... apa yang kaulakukan itu?"
    Kwee Lun dan Soan Cu menegur heran dan juga marah. "Aku hanya menguji
    mereka. Maafkan aku, Enci Swi Nio dan Liem‐toako. Melihat tingkat
    kepandaian kalian, lebih baik kalian tidak ikut masuk. Musuh amat kuat, dan
    ada tugas yang lebih penting lagi bagi kalian, kalau benar kalian suka
    membantu kami dari Pulau Es." Swi Nio dan Toan Ki yang tadinya terkejut
    dan marah, menjadi lega bahwa kiranya gadis yang amat lihai itu hanya
    menguji mereka. Biarpun ucapan itu merendahkan tingkat kepandaian
    mereka, namun harus mereka akui bahwa ilmu kepandaian mereka masih
    jauh kalau dibandingkan dengan Kwee Lun, Soan Cu, apalagi Swat Hong ini.
    "kami berdua siap membantu!" Toan Ki berkata, hampir berbareng dengan
    Swi Nio. Tanpa ragu‐ragu lagi karena mengkhawatirkan keadaan ibunya,
    Swat Hong melepaskan ikatan buntalan dari punggungnya, menyerahkannya
    kepada Toan Ki. Dia lebih percaya kepada Toan Ki daripada kepada Swi Nio,
    hal ini karena tadi dia mendengar bahwa Swi Nio adalah bekas murid The
    Kwat Lin! "Inilah pusaka kami dari Pulau Es yang seharusnya kuselamatkan.
    Akan tetapi karena Ibuku dan Ayah Soan Cu terkurung di dalam, aku harus
    membantu mereka dan kuharap kalian suka menyelamatkan pusakapusaka

Page 24 of 28 FirstFirst ... 14202122232425262728 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •