Wartawan Jepang Tewas, Junta Myanmar Makin Brutal
http://www.seputar-indonesia.com/edi...0929news-1.jpg
KALANG KABUT, Seorang demonstran yang terluka mencoba mengambil gambar polisi dan tentara Myanmar yang mengejar massa di Yangon, kemarin. Jika tidak bubar, tentara mengancam bertindak ekstrem kepada para demonstran.
YANGON (SINDO) – Korban tewas akibat tindakan kekerasan junta militer Myanmar terus berjatuhan. Kemarin, 9 orang dilaporkan tewas, termasuk seorang fotografer asal Jepang dalam bentrokan di Yangon.
Tak hanya itu,pasukan junta mulai melancarkan aksi lebih represif sejak kemarin pagi.Tentara menyerbu masuk ke dalam beberapa biara Buddha dan menangkap sedikitnya 100 biksu. Ini merupakan upaya junta untuk meredam semakin membesarnya aksi damai yang dimotori para biksu. Mizzima News melaporkan, pasukan junta sedikitnya menyerbu lima biara, termasuk Biara Ngwe Kya Yan.
”Beberapa biksu yang terluka dipaksa masuk ke dalam kendaraan pasukan junta. Mereka tidak dapat menutupi kejadian itu,” kata seorang penduduk lokal kepada Mizzima. Puluhan ribu warga dan beberapa ratus biksu tetap menentang peringatan pemerintah yang melarang mereka turun ke jalan.
Akibatnya, bentrokan berdarah tidak dapat dihindari. Juru bicara junta,Ye Htut, juga melaporkan sekitar 11 orang terluka dalam bentrokan menentang pemerintah. Selain itu, dia mengatakan sebanyak 31 personel militer Myanmar menderita luka-luka.
”Demonstran melempar batu bata, tongkat, dan pisau ke arah pasukan keamanan. Karena itu, pasukan keamanan terpaksa menembakkan tembakan peringatan,” bunyi pernyataan yang dikeluarkan media corong junta. Jurnalis Jepang yang tewas adalah fotografer yang bekerja untuk kantor berita AFP News Jepang. Saat itu dia tengah meliput protes damai di Yangon.
Fotografer Jepang itu tertembak mati ketika tentara memberondongkan senjata mereka untuk membubarkan kerumunan massa di jalan menuju Pagoda Sule. Seperti dilaporkan saksi mata, pasukan tentara dari Divisi Infanteri Ringan ke-77 mulai menembak ke arah para demonstran di salah satu ruas jalan di jantung Kota Yangon.
Tiga orang langsung tewas di tempat. Jenazah mereka diangkat ke pinggir trotoar dan digeletakkan begitu saja. Saksi mata mengatakan, sejumlah demonstran terluka akibat dipukuli pasukan junta sedikitnya pada tiga atau empat insiden berbeda.
Sebelumnya,tentara memperingatkan masyarakat dan memberi mereka 10 menit untuk bubar atau ditembak. Para jurnalis yang hidup di pengasingan mengungkapkan, junta militer tidak hanya berupaya mengekang aksi protes turun ke jalan para biksu dan warga. Junta juga memutus akses layanan telepon seluler dan akses Internet.
Mizzima News yang bermarkas di New Delhi, India, merupakan salah satu sumber berita bagi media-media dunia, selain Democratic Voice of Burma yang bermarkas di Oslo, Norwegia, juga mulai kesulitan akses. ”Sekarang ini semakin sulit. Banyak situs blog yang sudah diblokade dan aktivis oposisi tidak dapat menggunakan telepon seluler mereka lagi,” kata Soe Myint, Pemimpin Redaksi Mizzima News ketika diwawancarai Reuters.
Tindakan represif junta Myanmar mengundang aksi solidaritas dari berbagai negara. Di London, Inggris, ratusan orang berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Myanmar. Mereka menuntut agar komunitas internasional bertindak untuk mengakhiri kekerasan militer di Yangon.
Mahasiswa Myanmar yang masih hidup sekaligus mantan aktivis prodemokrasi 1988 merupakan sebagian dari para demonstran di sana. Mereka membawa poster bertuliskan ”Bebaskan Aung San Suu Kyi”, ”Hentikan Kekerasan kepada Warga Tidak Berdosa”, dan ”China Harus Mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap Myanmar”.
RI Bantu Atasi Krisis
Sekjen PBB Ban Ki-moon secara khusus meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu penyelesaian kemelut di Myanmar yang semakin memburuk.Permintaan tersebut disampaikan saat Ban bertemu SBY untuk kedua kali di New York dua hari lalu.
”Dalam pertemuan itu saya secara khusus diminta Ban Ki-moon untuk membantu menyelesaikan persoalan Myanmar,” ujar Presiden SBY saat jumpa pers di New York seperti dilaporkan wartawan SINDO, Sururi Alfaruq,kemarin. Menanggapi permintaan tersebut, Presiden SBY berjanji akan berupaya sesuai kemampuannya untuk membantu penyelesaian gejolak di Myanmar.
Selain itu, SBY telah menghubungi Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong agar membantu memikirkan penyelesaian Myanmar.Salah satunya bagaimana negara-negara ASEAN bisa mendorong agar utusan khusus PBB mendapat akses masuk Myanmar. ”Dengan cara tersebut pemecahan masalah bisa dilakukan,” kata Presiden. Presiden SBY menuturkan, dirinya pernah menyampaikan pandangan saat bertemu pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Than Shwe.
Dalam pertemuan itu SBY menyatakan bahwa Indonesia dulunya negara yang menganut sistem otoriter. Tetapi setelah reformasi Indonesia bisa menapaki kehidupan demokrasi yang lebih baik. ”Saya sendiri mendorong pimpinan junta Myanmar bisa berubah agar tidak semakin memperburuk keadaan,” kata Presiden. Presiden khawatir jika junta tidak segera berubah, posisi Myanmar akan semakin sulit karena ancaman sanksi ekonomi dari dunia internasional.
Sementara itu, Ketua Dewan Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendesak Pemerintah Indonesia mendukung perjuangan para biksu di Myanmar. ”Kalau berani, kita putuskan untuk mendukung mereka dan itu sudah saya lakukan sejak lama,” kata Gus Dur di Jakarta,kemarin. Gus Dur menilai apa yang dilakukan PBB dengan melakukan pertemuan darurat adalah tindakan tepat. Namun, dia tidak terlalu banyak berharap dari tindakan PBB tersebut.
”Saya khawatir rapat darurat yang dilakukan PBB ini hanya omong kosong,” ujar mantan Presiden RI ini. Di lain pihak, Ketua DPR Agung Laksono meminta Pemerintah Indonesia proaktif melakukan diplomasi dalam krisis Myanmar.
Menurut Agung, pemerintah bisa mendesak agar Pemerintah Myanmar untuk tidak represif dalam menyikapi unjuk rasa.”Kalau perlu ada tekanan ekonomi dan politik hingga demokratisasi bisa terlaksana di Myanmar,”kata Agung di Jakarta,kemarin.
referensi : http://www.seputar-indonesia.com/
Junta Militer Isolasi Utusan PBB
Quote:
Originally Posted by
doubledoank
kalo nga salah udah ada satu wartawan jepang yang tewas di myanmar...........
betul, ada berita terkait diatas
http://www.indopos.co.id/images/1191094052b
Laporan Kardono Setyorakhmadi
Dari Bangkok, Thailand
Cegah Pertemuan dengan Demonstran
YANGON - Gejolak di Myanmar yang sudah berlangsung tiga hari terakhir sempat mereda beberapa jam kemarin (29/9). Sepanjang pagi sampai siang, tidak tampak unjuk rasa di Yangon dan Mandalay, dua kota tempat aksi terbesar di Myanmar dua minggu terakhir.
Namun, di Yangon, situasi tenang hanya bertahan sampai sore. Menjelang kedatangan Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari di Yangon, protes kembali marak. Sekitar seribu orang nekat beraksi di sekitar Pagoda Shwedagon, pusat unjuk rasa yang sudah berlangsung dua minggu.
Aksi itu, tampaknya, sudah direncanakan untuk menarik perhatian rombongan utusan PBB yang akan tiba di Yangon. Para demonstran yang sebagian besar pemuda itu mengibarkan lambang pergerakan prodemokrasi dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Kedatangan utusan PBB tersebut juga membuat pasukan junta militer terlihat menahan diri untuk tidak menindak pengunjuk rasa. Meski masih memblokade jalan, pasukan keamanan rezim militer hanya memandangi pengunjuk rasa yang mengejek dan melempari mereka. Tentara serta polisi ditempatkan hampir di setiap sudut jalan dan pusat-pusat perbelanjaan. Taman ditutup dan hanya beberapa orang yang terlihat di jalan.
Ternyata, rombongan Gambari hanya mampir di Yangon. Usai mendarat di bandara setelah terbang dari Singapura sekitar pukul 16.00 WIB, Gambari dan rombongan langsung menuju Naypyidaw, ibu kota baru Myanmar, tempat pimpinan junta militer mengendalikan kekuasaan.
Diduga, rute perjalanan Gambari dan rombongan yang langsung ke Naypyidaw yang berjarak hampir 400 km di utara Yangon memang diatur oleh junta militer untuk menghindari pertemuan dengan kelompok demonstran.
Kabar ketidakhadiran utusan PBB di Yangon tersebut langsung dimanfaatkan pasukan junta militer untuk kembali melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Mereka langsung merangsek maju dan menangkapi para demonstran. "Tampaknya, para pengunjuk rasa tidak mengetahui bahwa Gambari tidak jadi menemui mereka, sehingga aksi represif aparat itu terlambat diantisipasi," ujar seorang saksi.
Saksi lain menceritakan, sekitar 40 orang yang berkumpul di depan Hotel Trader, di jalan menuju Pagoda Shwedagon, langsung dikepung pasukan keamanan. Empat di antara mereka dipaksa bertekuk lutut di depan barisan tentara, lalu dipaksa berjalan sambil jongkok ke mobil tentara yang disiapkan. "Saya rasa, kami tidak punya harapan lagi untuk menang. Para biksulah yang memberi kami keberanian," kata seorang wanita muda.
Selain sepi demonstrasi, untuk menunjukkan bahwa junta militer telah berhasil mengendalikan keadaan, jaringan internet kembali dibuka. Sebelumnya, pemerintah menghentikan saluran internet dari dan ke Myanmar untuk mengendalikan arus informasi tentang demonstrasi yang terjadi. Koran-koran pemerintah pun kemarin menyatakan bahwa perdamaian dan stabilitas telah dipulihkan.
Wartawan BBC Chris Hogg di Bangkok mengatakan, sambungan internet Burma sudah kembali pulih kemarin (29/9). Itu menandakan, junta militer yakin bahwa aksi protes bisa dikendalikan.
Ketika bertemu dengan pimpinan junta militer, Ibrahim Gambari diperkirakan mendesak pemerintah militer untuk menghentikan secara damai konfrontasi dengan para pegiat prodemokrasi. "Dia adalah harapan terbaik kami. Dia dipercaya kedua belah pihak," kata Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo.
Belum jelas siapa pejabat pemerintah Burma yang bisa ditemui Gambari, meski Gedung Putih mengatakan utusan PBB itu harus diizinkan untuk menemui "siapa saja yang dia inginkan", termasuk tokoh oposisi Aung San Suu Kyi. Saat berangkat dari Singapura, Gambari juga menegaskan akan menemui semua pihak yang terlibat dalam konflik terakhir dan siapa saja yang menurut dia dibutuhkan untuk menjelaskan kondisi sebenarnya.
Tidak hadirnya Gambari ke Yangon kemarin membuat kelompok perlawanan bawah tanah Burma kecewa. "Saya ragu apakah bakal ada perubahan signifikan. Kalau sekadar berbicara dan sama sekali tak membawa "tongkat pemukul", kedatangannya tidak ada gunanya," ujar Ang Zaw, seorang anggota senior kelompok perlawanan bawah tanah Burma, kepada Jawa Pos.
Ang Zaw menambahkan, junta militer Myanmar mempunyai watak keras kepala yang luar biasa. "Sudah berapa tahun mereka mendapat tekanan dari masyarakat internasional. Tapi, tetap saja tidak ada perubahan sifat rezim itu sendiri," jelas pria yang juga editor majalah Irrawadi, sebuah majalah yang diterbitkan kelompok perlawanan, tersebut.
Warga Yangon juga tidak berharap banyak dengan kedatangan Gambari. "Kami tidak berharap banyak kepadanya. Sebab, kami sendiri yang menentukan nasib perjuangan ini," ujar seorang pekerja hotel, yang seperti sumber lain menolak disebutkan namanya.
Para diplomat juga tidak menjanjikan ada penyelesaian langsung dan cepat usai kunjungan utusan PBB. "Kunjungan Gambari memang bukan segalanya. Namun sejauh ini, masuknya utusan PBB adalah cara terbaik yang ada," ujar George Yeo di gedung PBB New York.
Selain menerima kunjungan utusan khusus PBB, Junta militer juga akan menerima kedatangan Wakil Menlu Jepang Mitoji Yabunaka yang dijadwalkan ke Myanmar pada Minggu 30 September 2007. Menurut Yomiuri Shimbun, selain wakil menlu Jepang, President of APF News Toru Yamaji juga bertolak ke Yangon dari Tokyo untuk mengambil jasad Nagai dan barang-barangnya, termasuk kamera video yang digunakan Kenji Nagai hingga hembusan nafas terakhirnya. Nagai adalah warga asing pertama yang menjadi korban tewas akibat kekerasan junta Myanmar.
Dari luar Myanmar Perdana Menteri (PM) Tiongkok Wen Jiabao mendesak Myanmar mengusahakan stabilitas dengan cara-cara yang damai dan bekerja menuju demokrasi dan pembangunan.
Menurut keterangan resmi Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wen membuat pernyataan itu ketika membicarakan situasi Myanmar dengan PM Inggris Gordon Brown.
"Tiongkok mengharapkan semua pihak terkait di Myanmar menahan diri, memulihkan stabilitas melalui cara-cara damai secepat mungkin, meningkatkan rekonsiliasi domestik dan mencapai demokrasi dan pembangunan," kata Wen. Ini adalah pernyataan tentang Myanmar pertama yang dikeluarkan kepala pemerintahan Tiongkok, negara yang disebut-sebut paling berpengaruh atas Myanmar.
"Masyarakat internasional perlu memberikan bantuan yang konstruktif bagi penyelesaian akhir masalah Myanmar," katanya dan menambahkan Tiongkok akan terus bekerjasama dengan masyarakat internasional bagi tercapainya satu penyelesaian.
Kelaparan Mengancam, WNI Aman
Gejolak berkepanjangan di dua kota terbesar, Yangon dan Mandalay, mulai menciptakan bencana baru bagi Myanmar. Negara yang buminya banyak mengandung hasil alam itu kini terancam kelaparan.
Badan Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) menyatakan, kerusuhan yang berlangsung hampir satu bulan itu membuat distribusi makanan ke beberapa kota mulai terhambat. Salah satu yang dikhawatirkan adalah jatuhnya korban dari anak-anak.
"Persediaan pangan di beberapa daerah mulai menipis. Kami minta kepada otoritas setempat agar diberi akses ke semua bagian di negeri itu," kata Direktur Eksekutif WFP Josette Sheeran di markas PBB, New York, AS, kemarin.
Distribusi pangan terhenti dalam tiga hari terakhir, saat aksi unjuk rasa berubah menjadi kerusuhan akibat kekerasan junta militer terhadap demonstran yang dipimpin biksu.
WFP mengungkapkan, Myanmar telah menghentikan semua distribusi makanan dari Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. Kerusuhan Myanmar juga memperlambat upaya distribusi makanan di Sittwe, 560 km barat Yangon.
"Kami harus melindungi orang-orang yang rentan diserang. Mereka yang lapar kebanyakan anak-anak kecil. Begitu juga penderita HIV/AIDS dan TBC," kata Sheeran. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menempatkan Myanmar sebagai negara kedua terburuk soal sistem kesehatan setelah Sierra Leone.
Selain itu, Myanmar tercatat sebagai negara dengan penderita TBC cukup tinggi, yakni 97 ribu kasus per tahun. Begitu juga malaria yang bisa menyebabkan kematian.
Rentetan gelombang demonstrasi dan ancaman kelaparan itu sejauh ini belum mengancam warga negara Indonesia (WNI) di Myanmar. Minister Consellor Bidang Politik Konsulat Besar Republik Indonesia (KBRI) Myanmar Philemon Arobaya mengungkapkan, demonstrasi di Yangon dan kota lain berangsur-angsur mengecil kemarin.
Ketika dihubungi tadi malam, Philemon mengatakan, KBRI belum mendapat perintah dari Jakarta untuk mengevakuasi warga dari Myanmar. "Kami masih menunggu perkembangan situasi di sini. Tapi, Jumat kemarin, KBRI sudah mengadakan rapat koordinasi dengan perwakilan WNI di Myanmar jika kondisi semakin memburuk," tambahnya.
Dia mengungkapkan, 250 WNI yang tersebar di kota-kota Myanmar telah diberi tahu skenario terburuk jika gelombang demo semakin besar dan disertai kerusuhan. "Pihak KBRI sudah memberi tahu di titik-titik mana saja mereka bisa mengamankan diri dan kapan mereka harus segera mengungsi," ujarnya.
Lebih jauh Philemon menjelaskan, WNI di Myanmar, selain diplomat KBRI dan keluarganya, berprofesi sebagai pengusaha atau pekerja di pabrik garmen, minyak bumi, dan perkapalan. "Syukurlah hingga kini tidak ada satu pun WNI yang jadi korban aparat keamanan," katanya ketika ditanya adakah WNI yang jadi korban dalam tindakan represif aparat ketika menertibkan demo para biksu.
Dalam pembicaraan lewat sambungan telepon, Philemon mengakui, untuk meredakan gelombang demo masyarakat Myanmar, sambungan internet diputus dan telepon dibatasi. "Kami di kantor perwakilan kesulitan mengirimkan faks dan email ke Jakarta serta sekadar menelepon Deplu untuk melaporkan kondisi terakhir di Yangon," tuturnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya menegaskan, pemerintah Indonesia tidak akan mengevakuasi WNI yang ada di Myanmar. "Nanti kita dicap sebagai bangsa penakut," ujar Wapres di kantornya Jumat (28/9).
Sementara itu, kalangan aktivis prodemokrasi Indonesia seperti Human Rights Working Group (HRWG), Kontras, Imparsial, dan Ikohi mendesak adanya intervensi kemanusiaan yang bisa dimainkan ASEAN.
ASEAN juga harus membekukan keanggotaan Myanmar sejak negeri pimpinan junta militer Jenderal Than Swee itu bergabung dengan ASEAN pada 1998 lalu. "Harus dibekukan sampai demokrasi dipulihkan. Sudah lama kita menutup mata atas fakta kejahatan rezim di sana," tegas Rusdi Marpaung dari Imparsial.
Sikap tegas juga harus ditunjukkan DK PBB, yang salah satunya fungsinya memelihara keamanan dan perdamaian dunia. "DK PBB pernah melakukan ini di Timor Timur pascajajak pendapat. Mereka juga harus segera melakukan hal serupa di Burma," imbuhnya.
referensi : http://www.indopos.co.id/
Bakar Permukiman, Diganti Kamp Militer
http://www.indopos.co.id/images/1191089300b
Minggu, 30 Sept 2007,
Bakar Permukiman, Diganti Kamp Militer
Hasil Foto Satelit
DEN HAAG - Bersamaan dengan mulai pulihnya akses internet di Myanmar kemarin, beredar foto-foto satelit mengenai perkembangan bentrok biksu dan junta militer Myanmar. Melalui foto-foto tersebut diketahui bahwa selain memukuli dan menangkap para biksu, aparat Myanmar membumihanguskan beberapa desa permukiman penduduk. "Mereka juga merelokasi paksa warga desa itu ke permukiman-permukiman baru," kata Lars Bromley, salah seorang pakar di American Association for the Advancement of Science, Jumat lalu (kemarin WIB).
Selanjutnya, permukiman-permukiman yang dibumihanguskan tersebut dialihfungsikan menjadi kamp militer. Menurut Bromley, pihaknya mendapatkan foto-foto itu dari sejumlah organisasi internasional di Myanmar. Sebagai direktur asosiasi Geospatial Technologies and Human Rights, Bromley juga mendapatkan foto-foto tersebut dari beberapa perusahaan komersial yang satelitnya sering melintasi Myanmar.
"Kami hanya ingin mengirimkan sebuah pesan kepada junta militer Myanmar bahwa kami mengamati segenap aktivitas mereka dari atas (satelit, Red)," ucap Direktur Kebijakan U.S. Campaign for Burma Aung Din dalam rilis foto-foto tersebut kemarin. Menurut dia, foto-foto yang menunjukkan kesewenangan junta militer Myanmar itu sudah mulai mereka kumpulkan sejak tahun lalu.
Di sisi lain, untuk menyiasati akses internet Myanmar yang diputus oleh junta militer, radio internasional Belanda Wereldomroep punya cara jitu menyiasatinya. Mulai kemarin (29/9), frekuensi radio tersebut dialihkan dari gelombang panjang ke gelombang pendek.
"Dengan demikian, berita-berita independen kami tetap bisa diterima publik Myanmar," tulis Wereldomroep dalam situs resminya kemarin. Pengumuman itu sekaligus menjadi penanda berubahnya frekuensi radio yang dipancarkan dari Irkutsk, Siberia, tersebut. Diharapkan, dengan perubahan itu, Wereldomroep tetap bisa menyebarluaskan perkembangan terbaru kekerasan di Myanmar.
Wakil Pemimpin Redaksi Wereldomroep Wim Jansen mengakui, perubahan frekuensi tersebut bukanlah perkara mudah. Dalam wawancara dengan Kantor Berita Belanda ANP, dia mengatakan, secara teknis, memancarkan sinyal radio pada gelombang pendek jauh lebih sulit daripada menyiarkannya pada gelombang medium atau panjang. Sayang, hanya dengan cara itu, mereka bisa menembus blokade informasi Myanmar.
Jansen berharap, para pendengar Wereldomroep bisa menyebarluaskan perubahan frekuensi tersebut dari mulut ke mulut. "Hingga saat ini, frekuensi yang kami pancarkan dari Irkutsk di Siberia tidak diacak. Selama tiga jam tiap hari, kami menyiarkan berita alternatif selain propaganda junta militer. Internet boleh putus. Tapi, lewat gelombang pendek, kami bisa menerobos pertahanan informasi mereka," tuturnya.
referensi : http://www.indopos.co.id/