Page 2 of 7 FirstFirst 123456 ... LastLast
Results 16 to 30 of 100
http://idgs.in/35561
  1. #16
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Tiga Tewas, 200 Ditangkap
    BANGKOK - Kekhawatiran aksi damai para biksu dan rakyat Myanmar dihadapi dengan kekerasan oleh rezim militer akhirnya menjadi kenyataan. Karena imbauan jam malam dan larangan berkumpul diabaikan, ratusan polisi dibantu tentara Myanmar secara represif menghalau aksi damai sekitar 10 ribu biksu dan rakyat yang tetap berlangsung kemarin.

    Dilaporkan seorang biksu tewas tertembak dan empat lainnya luka-luka, termasuk di antaranya seorang biksuni. Selain itu, ratusan demonstran lainnya ditangkap aparat dalam upaya represif itu. Sumber Reuters malah menyebutkan tiga biksu tewas dan puluhan terluka.

    Jatuhnya korban setelah aksi demo perlawanan memasuki hari kesembilan itu diungkapkan seorang anggota kelompok perlawanan bawah tanah Myanmar. "Mereka (aparat) menembak dan menghantam kami di kompleks Pagoda Sule dekat Balai Kota Yangon," lanjut informan pria yang menolak disebutkan namanya. "Ini menandakan kalau rezim militer sama sekali tak menghiraukan tuntutan kami dan menunjukkan watak aslinya," imbuhnya.

    Duta Besar Inggris di Myanmar Mark Canning mengatakan kepada koresponden BBC, seorang biksu yang rambutnya seperti baru dicukur habis tewas tergeletak di kompleks Pagoda Shwedagon dengan kepala berlumur darah.

    Kekerasan dan jatuhnya korban kemarin memang sudah dikhawatirkan banyak pihak akan terjadi setelah junta militer mengumumkan sejumlah larangan terhadap warga dan biksu. Rabu (26/9) dini hari, junta militer memberlakukan jam malam mulai petang sampai subuh dan larangan berkumpul lebih dari lima orang. Larangan itu berlaku 60 hari sejak kemarin.

    Seperti diduga, larangan itu sama sekali tak digubris para penggerak unjuk rasa damai. Kemarin pagi warga sipil tetap berkumpul di dekat Pagoda Sule. Mereka menunggu datangnya satu prosesi sekitar 10.000 biksu dan warga sipil. Menghadapi aksi nekat itu, pasukan keamanan bersenjata senapan, pentungan, dan perisai digelar di tempat-tempat penting untuk menghadang barisan unjuk rasa.

    Unjuk kekuatan tentara Myanmar itu tak juga membuat semangat biksu dan warga menciut. Bahkan, jumlah peserta aksi terus bertambah ketika prosesi mendekati candi Buddha di pusat kota. Di tempat itu pertumpahan darah terburuk ketika pasukan melepaskan tembakan terhadap para pemrotes pada 1988 terjadi. Pemberontakan besar terakhir di negara yang dulu bernama Burma itu menewaskan sekitar 3.000 orang.

    Karena imbauan dan penghadangan tidak berhasil, polisi dan tentara Myanmar mulai bertindak keras terhadap peserta aksi. Beberapa tentara terlihat melepaskan tembakan peringatan dan menghujani para biksu dengan gas air mata.

    Melihat pasukan keamanan mulai kalap, para demonstran segera lari mencari tempat berlindung. Para saksi mata dan biksu mengatakan, sejumlah ulama Buddha dipukuli dan dibawa dari Pagoda Shwedagon, tempat awal unjuk rasa yang dipimpin para biksu pekan lalu menentang pemerintah militer yang berkuasa 45 tahun.

    Para saksi mata mengatakan, pasukan keamanan membakar pipa-pipa plastik untuk mengisi lokasi itu dengan asap. "Banyak biksu memakai masker dalam usaha menghadapi dampak gas air mata," kata seorang saksi mata. Usai aksi kekerasan, sekitar 200 biksu dan warga ditahan. Di antara yang ditahan adalah dua tokoh perlawanan, U Win Naing dan pelawak populer Zaganar.

    Sumber di Rumah Sakit Yangon membenarkan seorang biksu tewas dan dua lainnya terluka serius akibat tindakan represif militer. Korban luka adalah seorang biksuni dan sopir taksi setempat.

    Sikap keras kepala junta militer itu kembali mengundang kemarahan pemimpin dunia. Perdana Menteri Inggris Gordon Brown mengimbau Dewan Keamanan PBB segera mengadakan pertemuan darurat. "PBB harus segera mengirim utusan ke Myanmar, situasi sudah gawat. Tindakan ini untuk menunjukkan bahwa tidak ada pelanggar HAM yang kebal dari hukum," tegas Brown kemarin.

    Tumpahnya darah di Yangon juga mengundang kemarahan pemerintah AS. Juru Bicara Gedung Putih Gordon Johndroe mengatakan, jika berita kekerasan dan korban tewas di Myanmar benar, AS dan negara lain dunia tak boleh tinggal diam. "Kita tak boleh membiarkan rakyat Myanmar menderita oleh kesewenang-wenangan," tegasnya.

    Meskipun mendapat sorotan dunia internasional, junta militer tetap menganggap tindakan tegas yang dilakukannya terhadap pengunjuk rasa sudah benar. Bahkan dalam pernyataan yang disampaikan Menteri Agama Brigjend Thura Myint Maung kemarin, aksi protes yang terus membesar dalam sembilan hari terakhir disebutkan diorganisasi oleh elemen merusak dari dalam dan luar negeri.

    Dalam pidato di radio pemerintah, Thura Myint Maung menyatakan, sekelompok orang dari dalam dan luar negeri terus menerus melakukan aktivitas yang bertujuan memecah belah rakyat Myanmar. "Mereka melakukan itu untuk menciptakan citra bahwa semua upaya pemerintah untuk mengendalikan situasi selalu berakhir dengan kerusakan ". tegasnya.

    Selanjutnya Myint Maung menyebut beberapa media seperti BBC, VOA, RFA (Radio Free Asia), dan DVB (Democratic Voice of Burma) sebagai pelaku yang mendukung aksi mendeskreditkan pemerintah Myanmar.

    Thura Myint Maung yang selalu menjadi juru bicara dalam krisis aksi biksu itu menegaskan pemerintah sama sekali tak risau dengan demo yang berlangsung selama sembilan hari itu. "Jumlah biksu yang demo hanya terlihat besar, karena mereka berkumpul di satu tempat. Namun, sesungguhnya jumlah mereka hanya 2 persen dari keseluruhan jumlah biksu di Myanmar " ujarnya.

    Sebagian besar biksu yang lain, klaim Myint Maung, sibuk dengan aktivitas kerohanian. Para biksu yang turun ke jalan hanya para biksu muda yang mudah terhasut.

    Dari New York, AS, wartawan Jawa Pos Rohman Budijanto melaporkan, Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda mengaku selalu mengikuti dengan prihatin perkembangan demo yang meluas di Myanmar. "Kami mengharapkan demo damai itu tak dihadapi dengan kekerasan," kata Hassan usai mendampingi presiden melakukan pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Konjen RI di New York, Rabu malam (Kamis dini hari WIB).

    Bagaimana dengan peran Indonesia yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB? Dia menyebut, pada Januari lalu, ada inisiatif dari AS sebagai anggota tetap DK terhadap Myanmar. Tapi, langkah itu diveto oleh Rusia dan China.

    Menlu menyayangkan mereka terlalu cepat menggunakan senjata pemungkas berupa veto itu. Apakah ASEAN tidak bisa memberikan sanksi lewat status keanggotaan? Kata Menlu, ASEAN pernah melompati Myanmar saat akan menjadi tuan rumah KTT ASEAN dan langsung ke giliran berikutnya, Filipina. "Ini sebenarnya tindakan (sanksi) nyata, bukan sekadar simbolis," katanya.

    Namun, itu memang tak mengubah keadaan di negeri yang namanya diubah oleh junta militer dari Burma ke Myanmar (singkatan dari Myanma Naingngandaw atau Myanmar Serikat) pada 1989 itu

  2. Hot Ad
  3. #17
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Begitu aksi unjuk rasa besar-besaran terjadi, junta militer Myanmar langsung berusaha membatasi akses informasi ke dunia luar. Izin untuk wartawan yang berniat masuk negeri itu dipersulit. Komunikasi untuk ke luar pun menghadapi masalah yang sama. Bahkan, saluran telepon ke luar negeri pun konon diawasi.

    Lewat situsnya, BBC mengundang warga Myanmar melaporkan apa yang mereka lihat lewat e-mail. Berikut beberapa e-mail yang masuk ke media massa ternama Inggris itu.



    Pagi ini (26/9), polisi memukuli biksu dan biksuni di Pagoda Shwedagon. Kemudian, mereka membawanya ke atas truk. Ada dua mobil tahanan dan dua mobil pemadam kebakaran. Terlihat lebih banyak polisi dan tentara di Taman Kandawgyi dekat Pagoda Shwedagon. Di beberapa tempat penting di Yangoon juga terlihat tentara dan polisi berpakaian preman.

    Di Pagoda Sule terlihat enam truk militer. Polisi berpakaian preman menunjukkan foto beberapa biksu yang dicurigai sebagai pemimpin aksi. Kabarnya, ada 50 biksu dan mahasiswa ditahan.
    Cherry, Yangoon


    Junta militer membatasi hubungan internet. Kami perlu waktu lama untuk membuka situs. Ternyata, begitu muncul, tampilannya kosong. Pasukan keamanan memblokade jalur pengunjuk rasa.

    Kemarin (25/9), pemerintah mengumumkan jam malam mulai pukul 21.00-05.00. Sepertinya, pemerintah juga akan memutus saluran komunikasi, seperti internet dan telepon.
    David, Yangoon


    Sepertinya, ini waktu yang tepat untuk menunjukkan kepada dunia apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar. Saya tidak pernah melihat demo sebesar ini sebelumnya. Kerabat saya di pusat kota mengatakan, ada pejabat PBB, mahasiswa, beberapa orang asing, warga muslim, Tiongkok, dan India terlibat dalam aksi tersebut. Polisi terus berkeliling untuk menyerukan agar warga tidak ikut-ikutan berunjuk rasa. Namun, mereka merasa begitu termotivasi dan mengabaikan seruan tersebut. Itu seperti benar-benar kekuatan rakyat. Junta militer sudah membuat kami tertekan selama dua dekade. Kini saatnya rakyat Myanmar bersatu.
    Yi, Yangoon



    Kami tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Kami hanya bisa menunggu perkembangan situasi. Junta mengumumkan akan bertindak keras kepada mereka -tidak peduli warga sipil atau biksu- yang melanggar. Selama ini kamu tertekan. Kami tidak berani mengungkapkan apa yang kami rasakan. Kami berharap, Aung San Su Kyi dibebaskan (dari tahanan rumah).
    Kyi, Rangoon


    Seorang biksu yang ikut unjuk rasa mendatangi kami dan mengungkapkan perasaannya. "Kami tidak takut. Sebab, kami tidak melakukan kejahatan. Kami hanya berdoa dan berunjuk rasa. Kami tidak mau menerima uang dari siapa pun. Kami hanya menerima air. Orang-orang bertepuk tangan, tersenyum, dan mengelu-elukan kami," katanya. Biksu itu terlihat sangat bahagia, bersemangat, dan bangga. Tapi, kami khawatir. Mereka begitu perhatian pada kami. Kami hanya bisa berdoa agar mereka tidak dilukai.
    Mya, Yangoon

    Para biksu Myanmar tampaknya memang sudah merencanakan aksi besar-besaran. BBC memaparkan situasi di kalangan para biksu itu beberapa hari menjelang 19 September yang mengawali aksi tersebut.

    Pada sebuah asrama biksu di luar Kota Yangoon, seorang biksu berusia belasan tahun memamerkan otot-otot lengannya. "Saya siap berjuang. Kami semua siap," katanya seraya menyeringai.

    Saat itu sekitar pukul 11.00 waktu setempat. Biksu muda tersebut dan beberapa rekannya baru saja kembali dari tugas mencari sedekah. "Kami sudah mengaturnya," bisik biksu muda lainnya dengan mulut masih berisi nasi.

    Kepada temannya, dia mengatakan bahwa rencana protes akan dilanjutkan. "Rakyat sudah kesal dengan yang terjadi di negeri ini. Para penjahat (petugas keamanan, Red) pun sepertinya akan menyerang kami," tambahnya.

    Ketika aksi para biksu itu terjadi dan terus berkembang setiap hari, rakyat negeri tersebut seperti mendapat angin segar. Sebelumnya, pemerintah dengan tindakan tegas, sering kali keras, langsung meredam aksi unjuk rasa.

    Namun, ketika yang beraksi adalah para biksu, pemerintah dihadapkan pada sebuah dilema. Mereka tidak bisa bertindak keras terhadap para agamawan tersebut.

    Tindakan keras terhadap para biksu itu akan memancing kemarahan rakyat. "Jika pemerintah tidak mengisyaratkan kompromi, sangat mungkin akan terjadi kerusuhan di sini," kata perwakilan PBB di Myanmar.

    Menurut perwakilan yang menolak disebut jati dirinya tersebut, sejauh ini pemerintah tidak berbuat apa-apa untuk menghadapi berbagai permasalahan di negeri itu. "Mereka hanya menekan kelompok yang protes atas situasi ini, bukan mencari solusi," tambahnya.

    Koran pemerintah The New Light of Myanmar melaporkan, situasi saat ini benar-benar sensitif bagi pemerintah. Di halaman depan, koran tersebut menampilkan foto Letjen Myint Swe berlutut di depan seorang biksu senior.

    Koran itu juga mengingatkan betapa dekatnya pemerintah dengan para biksu selama ini. Pemerintah pun sering memberikan bantuan dalam jumlah besar untuk pembangunan atau renovasi kuil Buddha.

    Pemerintah yakin bahwa aksi para biksu tersebut masih bersifat sporadis. Mereka menyebut, biksu yang terlibat tidak lebih dari dua persen di antara total biksu di Myanmar. Yang terlibat itu datang dari kalangan biksu muda. Pemerintah masih yakin bisa merangkul biksu senior.

    Bisa jadi dugaan pemerintah tersebut benar. Seorang biksu senior pesimistis akan keberhasilan aksi para junior itu.

    Ketika ditanya soal kata "berjuang" yang diungkap biksu muda sebelumnya, biksu senior tersebut menggelengkan kepala. "Ini di Myanmar. Tempat ketika kita dilahirkan dalam keadaan takut," kilahnya

    Aksi para biksu itu dipicu keputusan pemerintah menaikkan harga BBM dua kali lipat. Diawali dari aksi 400 pendukung prodemokrasi 19 Agustus. Aksi yang berawal dari ibu kota Yangoon itu berkembang ke kota-kota lain.

    Petugas keamanan bertindak melebihi batas dengan menyerang para pengunjuk rasa damai di kota Pakokku 5 September. Setidaknya, tiga biksu -yang terlibat dalam aksi tersebut- terluka.

    Esok harinya, biksu di kota itu menyandera para petugas keamanan. Mereka menuntut permintaan maaf dari pemerintah atas tindakan kasar tersebut.

    Namun, sampai batas waktu yang diberikan terlewati, pemerintah tidak juga menyampaikan permintaan maaf. Para biksu pun turun ke jalan dengan jumlah yang setiap hari bertambah banyak. Para biksu itu juga menolak pemberian sedekah dari kalangan militer dan keluarganya.

    Semula junta militer membiarkan saja aksi para biksu tersebut. Namun awal pekan ini, mereka mengultimatum dengan mengumumkan akan melakukan tindakan keras. Itu diwujudkan dengan pengiriman pasukan serdadu dan polisi antihuru-hara ke Yangoon, keesokan harinya.

    Tindakan represif pun dilakukan polisi. Ironisnya, itu terjadi di Pagoda Shwedagon yang menjadi tempat paling suci bagi para biksu tersebut. Polisi menembakkan gas air mata dan menggunakan pentungan untuk membubarkan para biksu.

    Situasi itu membuat tuntutan para biksu tadi berkembang. Dari sekadar permintaan maaf menjadi masalah-masalah lain yang selama ini terpendam.

    Kelompok yang menamakan diri Aliansi Biksu Buddha se-Myanmar menggerakkan aksi yang lebih besar pada 21 September. Isu yang mereka usung adalah "Pemerintah Militer sebagai Musuh Rakyat".

    Mereka mengancam akan terus berunjuk rasa sampai berhasil menghapus diktator militer dari bumi Myanmar. Dan mereka mengajak rakyat Myanmar bergabung.

    Awalnya, rakyat takut menolak ajakan tersebut. Mereka hanya memberikan dukungan dari pinggir jalan. Namun seiring dengan perkembangan situasi, sedikit demi sedikit mereka pun bergabung dalam aksi para biksu tersebut.

    Itu dibuktikan dengan berlangsungnya aksi besar-besaran yang melibatkan ribuan rakyat sipil pada 24 September. Bahkan, tokoh-tokoh kunci Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) ikut bergabung. NLD adalah partai tokoh prodemokrasi Aung San Suu Kyi yang kini menjalani status tahanan rumah

  4. #18
    Trademaks's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Indonesia
    Posts
    1,946
    Points
    3,106.70
    Thanks: 3 / 3 / 3

    Default

    berita terkait dengan link :
    http://forum.indogamers.us/showthread.php?t=35561

    Dijadikan 1 saja ,okew ::laugh::

  5. #19
    Trademaks's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Indonesia
    Posts
    1,946
    Points
    3,106.70
    Thanks: 3 / 3 / 3

    Lightbulb Wartawan Jepang Tewas, Junta Myanmar Makin Brutal



    KALANG KABUT, Seorang demonstran yang terluka mencoba mengambil gambar polisi dan tentara Myanmar yang mengejar massa di Yangon, kemarin. Jika tidak bubar, tentara mengancam bertindak ekstrem kepada para demonstran.

    YANGON (SINDO) – Korban tewas akibat tindakan kekerasan junta militer Myanmar terus berjatuhan. Kemarin, 9 orang dilaporkan tewas, termasuk seorang fotografer asal Jepang dalam bentrokan di Yangon.

    Tak hanya itu,pasukan junta mulai melancarkan aksi lebih represif sejak kemarin pagi.Tentara menyerbu masuk ke dalam beberapa biara Buddha dan menangkap sedikitnya 100 biksu. Ini merupakan upaya junta untuk meredam semakin membesarnya aksi damai yang dimotori para biksu. Mizzima News melaporkan, pasukan junta sedikitnya menyerbu lima biara, termasuk Biara Ngwe Kya Yan.

    ”Beberapa biksu yang terluka dipaksa masuk ke dalam kendaraan pasukan junta. Mereka tidak dapat menutupi kejadian itu,” kata seorang penduduk lokal kepada Mizzima. Puluhan ribu warga dan beberapa ratus biksu tetap menentang peringatan pemerintah yang melarang mereka turun ke jalan.

    Akibatnya, bentrokan berdarah tidak dapat dihindari. Juru bicara junta,Ye Htut, juga melaporkan sekitar 11 orang terluka dalam bentrokan menentang pemerintah. Selain itu, dia mengatakan sebanyak 31 personel militer Myanmar menderita luka-luka.

    ”Demonstran melempar batu bata, tongkat, dan pisau ke arah pasukan keamanan. Karena itu, pasukan keamanan terpaksa menembakkan tembakan peringatan,” bunyi pernyataan yang dikeluarkan media corong junta. Jurnalis Jepang yang tewas adalah fotografer yang bekerja untuk kantor berita AFP News Jepang. Saat itu dia tengah meliput protes damai di Yangon.

    Fotografer Jepang itu tertembak mati ketika tentara memberondongkan senjata mereka untuk membubarkan kerumunan massa di jalan menuju Pagoda Sule. Seperti dilaporkan saksi mata, pasukan tentara dari Divisi Infanteri Ringan ke-77 mulai menembak ke arah para demonstran di salah satu ruas jalan di jantung Kota Yangon.

    Tiga orang langsung tewas di tempat. Jenazah mereka diangkat ke pinggir trotoar dan digeletakkan begitu saja. Saksi mata mengatakan, sejumlah demonstran terluka akibat dipukuli pasukan junta sedikitnya pada tiga atau empat insiden berbeda.

    Sebelumnya,tentara memperingatkan masyarakat dan memberi mereka 10 menit untuk bubar atau ditembak. Para jurnalis yang hidup di pengasingan mengungkapkan, junta militer tidak hanya berupaya mengekang aksi protes turun ke jalan para biksu dan warga. Junta juga memutus akses layanan telepon seluler dan akses Internet.

    Mizzima News yang bermarkas di New Delhi, India, merupakan salah satu sumber berita bagi media-media dunia, selain Democratic Voice of Burma yang bermarkas di Oslo, Norwegia, juga mulai kesulitan akses. ”Sekarang ini semakin sulit. Banyak situs blog yang sudah diblokade dan aktivis oposisi tidak dapat menggunakan telepon seluler mereka lagi,” kata Soe Myint, Pemimpin Redaksi Mizzima News ketika diwawancarai Reuters.

    Tindakan represif junta Myanmar mengundang aksi solidaritas dari berbagai negara. Di London, Inggris, ratusan orang berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Myanmar. Mereka menuntut agar komunitas internasional bertindak untuk mengakhiri kekerasan militer di Yangon.

    Mahasiswa Myanmar yang masih hidup sekaligus mantan aktivis prodemokrasi 1988 merupakan sebagian dari para demonstran di sana. Mereka membawa poster bertuliskan ”Bebaskan Aung San Suu Kyi”, ”Hentikan Kekerasan kepada Warga Tidak Berdosa”, dan ”China Harus Mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap Myanmar”.

    RI Bantu Atasi Krisis

    Sekjen PBB Ban Ki-moon secara khusus meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu penyelesaian kemelut di Myanmar yang semakin memburuk.Permintaan tersebut disampaikan saat Ban bertemu SBY untuk kedua kali di New York dua hari lalu.

    ”Dalam pertemuan itu saya secara khusus diminta Ban Ki-moon untuk membantu menyelesaikan persoalan Myanmar,” ujar Presiden SBY saat jumpa pers di New York seperti dilaporkan wartawan SINDO, Sururi Alfaruq,kemarin. Menanggapi permintaan tersebut, Presiden SBY berjanji akan berupaya sesuai kemampuannya untuk membantu penyelesaian gejolak di Myanmar.

    Selain itu, SBY telah menghubungi Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong agar membantu memikirkan penyelesaian Myanmar.Salah satunya bagaimana negara-negara ASEAN bisa mendorong agar utusan khusus PBB mendapat akses masuk Myanmar. ”Dengan cara tersebut pemecahan masalah bisa dilakukan,” kata Presiden. Presiden SBY menuturkan, dirinya pernah menyampaikan pandangan saat bertemu pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Than Shwe.

    Dalam pertemuan itu SBY menyatakan bahwa Indonesia dulunya negara yang menganut sistem otoriter. Tetapi setelah reformasi Indonesia bisa menapaki kehidupan demokrasi yang lebih baik. ”Saya sendiri mendorong pimpinan junta Myanmar bisa berubah agar tidak semakin memperburuk keadaan,” kata Presiden. Presiden khawatir jika junta tidak segera berubah, posisi Myanmar akan semakin sulit karena ancaman sanksi ekonomi dari dunia internasional.

    Sementara itu, Ketua Dewan Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendesak Pemerintah Indonesia mendukung perjuangan para biksu di Myanmar. ”Kalau berani, kita putuskan untuk mendukung mereka dan itu sudah saya lakukan sejak lama,” kata Gus Dur di Jakarta,kemarin. Gus Dur menilai apa yang dilakukan PBB dengan melakukan pertemuan darurat adalah tindakan tepat. Namun, dia tidak terlalu banyak berharap dari tindakan PBB tersebut.

    ”Saya khawatir rapat darurat yang dilakukan PBB ini hanya omong kosong,” ujar mantan Presiden RI ini. Di lain pihak, Ketua DPR Agung Laksono meminta Pemerintah Indonesia proaktif melakukan diplomasi dalam krisis Myanmar.

    Menurut Agung, pemerintah bisa mendesak agar Pemerintah Myanmar untuk tidak represif dalam menyikapi unjuk rasa.”Kalau perlu ada tekanan ekonomi dan politik hingga demokratisasi bisa terlaksana di Myanmar,”kata Agung di Jakarta,kemarin.


    referensi : http://www.seputar-indonesia.com/

  6. #20
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Troops take back control in Myanmar

    YANGON, Myanmar - Soldiers and police took control of the streets Friday, firing warning shots and tear gas to scatter the few pro-democracy protesters who ventured out as Myanmar's military junta sealed off Buddhist monasteries and cut public Internet access.
    ADVERTISEMENT

    On the third day of a harsh government crackdown, the streets were empty of the mass gatherings that had peacefully challenged the regime daily for nearly two weeks, leaving only small groups of activists to be chased around by security forces.

    "Bloodbath again! Bloodbath again!" a Yangon resident yelled while watching soldiers break up one march by shooting into air, firing tear gas and beating people with clubs.

    Thousands of monks had provided the backbone of the protests, but they were besieged in their monasteries, penned in by locked gates and barbed wire surrounding the compounds in the two biggest cities, Yangon and Mandalay. Troops stood guard outside and blocked nearby roads to keep the clergymen isolated.

    Many Yangon residents seemed pessimistic over the crackdown, fearing it fatally weakened a movement that began nearly six weeks ago as small protests over fuel price hikes and grew into demonstrations by tens of thousands demanding an end to 45 years of military rule.

    The corralling of monks was a serious blow. They carry high moral authority in this predominantly Buddhist nation of 54 million people and the protests had mushroomed when the clergymen joined in.

    "The monks are the ones who give us courage. I don't think that we have any more hope to win," said a young woman who had taken part in a huge demonstration Thursday that broke up when troops shot protesters. She said she had not seen her boyfriend and feared he was arrested.

    Anger over the junta's assaults on democracy activists seethed around the globe. Protesters denounced the generals at gatherings across the United States, Europe and Asia.

    The White House urged "all civilized nations" to pressure Myanmar's leaders to end the crackdown. "They don't want the world to see what is going on there," White House spokesman Scott Stanzel said.

    But analysts said it was unlikely that countries with major investments in Myanmar, such as China and India, would agree to take any punitive measures. The experts also noted that the junta has long ignored criticism of its tough handling of dissidents.

    Defiant of international condemnation, the military regime turned its troops loose on demonstrators Wednesday. Although the crackdown raised fears of a repeat of a 1988 democracy uprising that saw some 3,000 protesters slain, the junta appeared relatively restrained so far.

    The government has said police and soldiers killed 10 people, including a Japanese journalist, in the first two days of the crackdown, but dissident groups put the number as high as 200.

    Diplomats and British Prime Minister Gordon Brown said Friday the junta's figure probably was greatly understated, based on the reports of witnesses and others. They provided no estimates of their own and cautioned that witness reports had not been verified.

    Getting accurate casualty figures has been difficult, with many residents too afraid to speak out and foreign journalists barred from openly entering Myanmar. Soldiers and police were going door-to-door at some hotels in Yangon looking for foreigners.

    Violence continued Friday, but there no immediate reports of deaths from the government or dissident groups.

    Just a few blocks from the Sule Pagoda in downtown Yangon, some 2,000 protesters armed only with insults and boos briefly confronted soldiers, wearing green uniforms with red bandanas around their necks and holding shields and automatic weapons.

    As the crowd drew near, the soldiers fired bullets in the air, sending most of the protesters scurrying away. A handful of demonstrators still walked toward the troops but were beaten with clubs and dragged into trucks to be driven away.

    "Why don't the Americans come to help us? Why doesn't America save us?" said an onlooker. who didn't want to be identified for fear of reprisal from the junta.

    In other spots, riot police chased smaller groups of die-hard activists, sometimes shooting their guns into the air.

    "The military was out in force before they even gathered and moved quickly as small groups appeared, breaking them up with gunfire, tear gas and clubs," Shari Villarosa, the top U.S. diplomat in Myanmar, told The Associated Press.

    "It's tragic. These were peaceful demonstrators, very well behaved," she said.

    Authorities also shut off the country's two Internet service providers, although big companies and embassies hooked up to the Web by satellite remained online. The Internet has played a crucial role in getting news and images of the democracy protests to the outside world.

    At the Shwedagon Pagoda, Myanmar's most important Buddhist temple, about 300 armed policemen and soldiers sat around the compound eating snacks while keeping an eye on the monks.

    "I'm not afraid of the soldiers. We live and then we die," said one monk. "We will win this time because the international community is putting a lot of pressure."

    Condemnation of the junta has been strong around the world. On Friday, people protested outside Myanmar embassies in Australia, Britain, the Philippines, Indonesia, Thailand and Japan.

    The United Nations' special envoy to Myanmar, Ibrahim Gambari, was heading to the country to promote a political solution and could arrive as early as Saturday, one Western diplomat said on condition of anonymity.

    While some analysts thought negotiations an unlikely prospect, the diplomat said the junta's decision to let Gambari in "means they may see a role for him and the United Nations in mediating dialogue with the opposition and its leaders."

    World pressure has made little impact on the junta over the years. Its members are highly suspicious of the outside world, and they have shrugged off intense criticism over such actions as keeping pro-democracy leader Aung San Suu Kyi under house arrest.

    Much of the regime's defiance — and ability to withstand economic sanctions imposed by the West — stems from the diplomatic and financial support of neighboring China. Another neighbor, India, also has refrained from pressuring the junta.

    Analysts say that as long as those two giant countries remain silent and other Southeast Asian countries keep investing in Myanmar, it is unlikely the junta will show any flexibility. Every other time the regime has been challenged by its own people, it has responded with force.

    Still, China has been urging the regime in recent months to get moving with long-stalled political reforms, and on Friday the Chinese government told its citizens to reconsider any trips planned to Myanmar.

    Myanmar's fellow members in the Association of Southeast Asian Nations expressed "revulsion" over the crackdown and told the junta "to exercise utmost restraint and seek a political solution." Officials in neighboring Thailand said planes were on standby to evacuate ASEAN citizens in case the situation deteriorated.

  7. #21
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Sekjen PBB Minta SBY Bantu Redakan Ketegangan di Myanmar

    NEW YORK--MEDIA: Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu upaya meredakan ketegangan di Myanmar mengingat Yudhoyono memiliki hubungan baik dengan pemimpin Myanmar, Jenderal Senior Than Shwe.

    "Dalam pertemuan saya dengan Sekjen PBB, beliau secara pribadi meminta kepada saya untuk apa yang bisa saya lakukan, mengingat saya sudah pernah mengunjungi Myanmar. Dan apa juga yang Indonesia dan ASEAN bisa lakukan," kata Yudhoyono kepada para wartawan Indonesia di New York, Kamis (jumat, WIB), sebelum meninggalkan New York menuju Jakarta.

    Menurut Presiden, tidak tertutup kemungkinan bahwa ia akan melakukan kontak secara langsung dengan Than Shwe untuk membicarakan perkembangan terakhir di Myanmar. Namun presiden mengatakan ia belum memutuskan untuk melakukan kontak tersebut.

    "Apakah saya berkomunikasi langsung dalam suasana seperti ini, masih saya pertimbangkan... Kalau itu diperlukan dan ternyata membawa manfaat, tentu sebagai sesama negara ASEAN, sebagai sahabat Myanmar, saya bisa melakukan itu," kata Yudhoyono.

    Dalam dua kali pertemuannya dengan Than Shwe, yaitu saat Yudhoyono berkunjung ke Myanmar dan sebaliknya juga Than Shwe berkunjung ke Jakarta, Presiden mengatakan ia selalu menyampaikan harapan sebagai salah satu pemimpin ASEAN bahwa proses demokratisasi di Myanmar akan berjalan baik.

    Pengalaman Indonesia berubah dari faham politik yang otoriter menjadi demokratis --termasuk menempatkan militer pada peran yang tepat, menjadi gambaran yang disampaikan Yudhoyono kepada mitranya dari Myanmar itu.

    "Maksud saya, dengan pengalaman itu kita bisa berbagi dengan Myanmar... Tapi saya menduga bahwa pimpinan Myanmar ini tidak hanya berpikir tentang bagaimana proses demokratisasi berjalan, tapi mengkhawatirkan keutuhan nasional dan keamanan mereka," kata Presiden.

    Sejalan dengan itu, Kepala Negara mengatakan ia dalam berbagai kesempatan bertemu dengan para pemimpin dunia, termasuk Sekjen PBB dan Presiden AS George W Bush, selalu menekankan bahwa dunia internasional harus membantu proses demokratisasi maupun menguatkan kesatuan dan keamanan Myanmar.

    "Sehingga mereka memiliki keyakinan bahwa demokratisasi itu akan membawa kebaikan bagi Myanmar," kata Yudhoyono.

    Kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon yang memintanya untuk membantu mencarikan upaya penyelesaian ketegangan di Myanmar, Yudhoyono mengatakan ia akan berkomunikasi dengan Singapura, negara yang saat ini menjadi ketua bergilir ASEAN.

    Presiden mengungkapkan, ia pada Kamis pagi telah berbicara dengan PM Singapura Lee Hsien Loong dan sepakat perlu dikeluarkannya pernyataan bersama ASEAN tentang Myanmar.

    "Saya setuju saja, yang pasti pernyataan tersebut harus menjadi bagian dari solusi, yang kira-kira tidak memperparah situasi, tapi bisa membuat situasi di Myanmar lebih baik," katanya.

    Pertemuan Menlu ASEAN

    Sejalan dengan itu, pada Kamis para menteri luar negeri dari 10 negara ASEAN melakukan pertemuan di Markas Besar PBB, New York, yang membahas masalah perkembangan terakhir tentang ketegangan dan kekerasan yang berlangsung di Myanmar.

    Para Menlu ASEAN menyatakan sangat terkejut mendengar digunakannya senjata api otomatis terhadap para demonstran hingga menyebabkan jatuhnya korban dan meminta junta militer Myanmar untuk segera menghentikan tindakan kekerasan.

    Mereka mendesak Myanmar agar menahan diri dan menempuh penyelesaian secara politik serta kembali menjalankan upaya rekonsiliasi nasional dengan semua pihak.

    Myanmar juga diminta untuk membebaskan semua tahanan politik, termasuk tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi.

    Para Menlu juga secara langsung menyampaikan kekhawatiran mereka kepada Menlu Myanmar Nyan Win dan menganggap bahwa perkembangan di Myanmar telah memberikan dampak serius terhadap nama baik dan kredibilitas ASEAN.

    Menurut pernyataan, PM Singapura Lee Hsien Loong akan mengirimkan surat kepada Jenderal Senior Than Shwe untuk menyampaikan sikap ASEAN tersebut.

    Para Menlu ASEAN juga mendukung keputusan Sekjen PBB untuk mengirimkan Utusan Khusus Ibrahim Gambari ke Myanmar dan menyambut baik jaminan yang diberikan oleh Menlu Nyan Win bahwa Myanmar akan mengeluarkan visa bagi Gambari di Singapura.

    Pemerintah Myanmar diminta untuk bekerja sama dengan baik dengan Gambari --yang bertugas membantu meredakan ketegangan-- serta untuk memberikan akses penuh bagi utusan khusus Ban Ki-moon itu untuk bertemu dengan semua pihak terkait di Myanmar. (Ant/OL-1)

  8. #22

    Join Date
    Feb 2007
    Posts
    713
    Points
    892.40
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    revolusi atau matiii!!

    revolusi berdarah ini!

  9. #23
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    moga2 ga sampe ada invasi luar negeri gara2 kekerasan

  10. #24
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Mata dunia kini menyorot tajam rezim militer Myanmar. Stigma otoriter, tidak demokratis, dan semena-mena dilekatkan kepada pemerintahan pimpinan Jenderal Than Shwe itu.

    Fenomena gerakan massa yang dimotori para biksu Budha di negeri itu sejak dua pekan lalu merupakan wujud kekecewaan yang tak tertahan lagi dan terungkap sejak 20 tahun terakhir. Terakhir, aksi protes dalam skala besar di negeri itu terjadi tahun 1988.

    Alasan ekonomi merupakan faktor utama yang menyebabkan rakyat kelas bawah bergerak melakukan perubahan. Harapannya jelas, yaitu perbaikan taraf hidup. Gerakan ini bisa saja merupakan gerakan spontan karena sudah tidak bisa lagi menahan rasa kecewa dan tidak puas yang menumpuk.

    Jika belajar pada beberapa karakter terjadinya perubahan rezim di beberapa negara, ada kesamaan ciri-ciri yang mulai menyertai pergolakan di negeri yang dulu bernama Burma itu.

    Seperti yang terjadi di Iran tahun 1979. Kegagalan proyek mercu suar Shah Iran telah menghancurkan perekonomian. Negeri ini bergolak di bawah kepemimpinan Ayatullah Khomeini.

    Di ASEAN, revolusi Filipina dimulai oleh golongan menengah dan didukung oleh tokoh gereja seperti Jaime Kardinal Sin. Kalangan elit gereja sendiri sebenarnya juga terdiri dari kelas menengah yaitu tuan-tuan tanah (hasienda) yang dirugikan oleh Marcos. Saat itu, ratusan ribu hingga jutaan orang tak bersenjata turun ke jalan, dan hanya membawa kitab suci, rosario, dan bunga, berhasil menggulingkan rezim Ferdinand Marcos. Tidak ada darah yang tumpah.

    Di Polandia tahun 1979, lewat khotbahnya di Krakow, Polandia, Paus Yohanes Paulus II memberikan semangat kepada rakyat Polandia untuk bangkit dan bergerak melawan rezim penindas di bawah ideologi komunis. Paus menyeru rakyat negeri itu untuk tidak takut. Semangat Paus inilah yang membangkitkan revolusi di Eropa Timur dan menumbangkan kokunisme.

    Keberhasilan revolusi Iran, Filipina, dan Polandia tidak terlepas dari peranan agamawan. Sama halnya yang terjadi di Myanmar kali ini. Biksu merupakan satu dari "tiga putra" di Myanmar selain mahasiswa dan militer. Melakukan tindakan represif terhadap para biksu diyakini bakal membangkitkan amarah penduduk negeri.

    Tiga hari terakhir, aksi damai di bawah kepemimpinan para biksu telah dijawab dengan popor dan desing senjata. 9 nyawa sudah melayang dan darah telah mengalir, namun belum tampak kekuatan rezim militer akan tunduk.

    Konsistensi dan kekuatan para biksu dan warga Myanmar kini tengah diuji untuk melawan junta militer di bawah kuasa Jenderal Than Shwe, yang telah menaikkan harga bahan bakar minyak hingga 500 persen. Penderitaan sudah semakin berat dirasakan, karena harga bahan-bahan pokok ikut naik hingga 35 persen.

    Kebijakan itu jelas sebuah penindasan bagi penduduk yang 90 persennya miskin.

    Sejak 20 tahun terakhir, perlawanan kali ini adalah yang terbesar. Desakan dunia pun berbeda dirasakan dengan pergolakan-pergolakan kecil lain di negeri itu selama ini. Kini dunia tengah menanti, apakah tekanan dari dalam dan luar negeri mampu meruntuhkan junta militer itu. (jri)

  11. #25
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Junta Militer Myanmar dan Gerakan “Kaum Sufi”

    DEMONSTRASI damai menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan ribuan Biksu dan rakyat Myanmar dibalas dengan popor senjata dan peluru oleh Junta Militer, dikabarkan 9 orang tewas dalam peristiwa Kamis 27 September.

    Membaca kejadian ini, teringat kembali peristiwa 10 tahun lalu di Indonesia, yaitu 1997-1998, ketika masih di bawah kekuasaan militer Jenderal Soeharto, setiap demontrasi menentang kebijakan pemerintah selalu dihadapi popor senjata, selalu represivitas.

    Perlawanan umat Islam terhadap pemerintah dihadapi peluru sehingga terjadilah peristiwa Tanjung Priok. Perlawanan kelompok nasionalis dihadapi dengan “popor” tentara berseragam sipil, seperti pada peristiwa 27 Juli 1997. Protes kaum intelektual, mahasiswa dihadapi dengan peluru, terjadilah peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, begitu seterusnya.

    Rakyat Indonesia sangat paham betul kondisi ketakutan yang dialami rakyat Myanmar saat ini, sama seperti yang dialami rakyat Indonesia selama 32 tahun.

    Maka wajar saja, jika peristiwa represif Junta Militer Myanmar disikapi secara responsif oleh rakyat Indonesia, baik melalui kecaman, doa, hingga demontrasi di setiap kantor Kedubes Myanmar. Sikap responsif dilakukan tanpa tedeng aling-aling, apakah di dalam “tragedi Biksu” itu terdapat konspirasi politik internasional atau tidak?

    Gerakan Biksu di Myanmar sebenarnya merupakan gerakan yang jarang sekali terjadi. Biksu secara kategori seperti kaum Sufi, tidak mementingkan kehidupan duniawi, demi mengejar kesejahteraan Nirwana atau akherat di dalam Islam.

    Meskipun didemo kaum sufi (Biksu), Junta militer bergeming, terbukti dengan represivitas yang dilakukan Junta terhadap aksi ribuan Biksu dan rakyat Myanmar. Junta militer Myanmar termasuk seakan tidak peduli dengan tekanan asing, seperti Amerika, negara-negara Eropa, apalagi Asia Tenggara.

    Pascabentrokan ini, PBB memutuskan untuk mengirimkan duta khusus PBB ke Yangon, Myanmar untuk berdialog dengan Jenderal Than Shwee dan mendesak agar membangun dialog konstruktif dalam mengatasi demontrasi Biksu.

    Tentu saja, setelah masalah Nuklir Iran. Krisis politik di Myanmar akan menjadi perhatian masyarakat internasional. Kita lihat saja nanti, apakah Myanmar akan menjadi seperti Indonesia, di mana pemerintahan militer mengundurkan diri setelah melihat desakan yang semakin meluas.

    Ataukah, akan tetap bertahan dan mempertahankan pola represivitas terhadap segala bentuk protes terhadap pemerintah. Kita lihat saja nanti! (mbs)

  12. #26
    doubledoank's Avatar
    Join Date
    Nov 2006
    Location
    Earth
    Posts
    5,177
    Points
    6,890.71
    Thanks: 56 / 57 / 36

    Default

    kalo nga salah udah ada satu wartawan jepang yang tewas di myanmar...........
    Nothing is so common as the wish to be remarkable. - Shakespeare

  13. #27
    Trademaks's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Indonesia
    Posts
    1,946
    Points
    3,106.70
    Thanks: 3 / 3 / 3

    Lightbulb Junta Militer Isolasi Utusan PBB

    Quote Originally Posted by doubledoank View Post
    kalo nga salah udah ada satu wartawan jepang yang tewas di myanmar...........
    betul, ada berita terkait diatas




    Laporan Kardono Setyorakhmadi
    Dari Bangkok, Thailand

    Cegah Pertemuan dengan Demonstran
    YANGON - Gejolak di Myanmar yang sudah berlangsung tiga hari terakhir sempat mereda beberapa jam kemarin (29/9). Sepanjang pagi sampai siang, tidak tampak unjuk rasa di Yangon dan Mandalay, dua kota tempat aksi terbesar di Myanmar dua minggu terakhir.

    Namun, di Yangon, situasi tenang hanya bertahan sampai sore. Menjelang kedatangan Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari di Yangon, protes kembali marak. Sekitar seribu orang nekat beraksi di sekitar Pagoda Shwedagon, pusat unjuk rasa yang sudah berlangsung dua minggu.

    Aksi itu, tampaknya, sudah direncanakan untuk menarik perhatian rombongan utusan PBB yang akan tiba di Yangon. Para demonstran yang sebagian besar pemuda itu mengibarkan lambang pergerakan prodemokrasi dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.

    Kedatangan utusan PBB tersebut juga membuat pasukan junta militer terlihat menahan diri untuk tidak menindak pengunjuk rasa. Meski masih memblokade jalan, pasukan keamanan rezim militer hanya memandangi pengunjuk rasa yang mengejek dan melempari mereka. Tentara serta polisi ditempatkan hampir di setiap sudut jalan dan pusat-pusat perbelanjaan. Taman ditutup dan hanya beberapa orang yang terlihat di jalan.

    Ternyata, rombongan Gambari hanya mampir di Yangon. Usai mendarat di bandara setelah terbang dari Singapura sekitar pukul 16.00 WIB, Gambari dan rombongan langsung menuju Naypyidaw, ibu kota baru Myanmar, tempat pimpinan junta militer mengendalikan kekuasaan.

    Diduga, rute perjalanan Gambari dan rombongan yang langsung ke Naypyidaw yang berjarak hampir 400 km di utara Yangon memang diatur oleh junta militer untuk menghindari pertemuan dengan kelompok demonstran.

    Kabar ketidakhadiran utusan PBB di Yangon tersebut langsung dimanfaatkan pasukan junta militer untuk kembali melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Mereka langsung merangsek maju dan menangkapi para demonstran. "Tampaknya, para pengunjuk rasa tidak mengetahui bahwa Gambari tidak jadi menemui mereka, sehingga aksi represif aparat itu terlambat diantisipasi," ujar seorang saksi.

    Saksi lain menceritakan, sekitar 40 orang yang berkumpul di depan Hotel Trader, di jalan menuju Pagoda Shwedagon, langsung dikepung pasukan keamanan. Empat di antara mereka dipaksa bertekuk lutut di depan barisan tentara, lalu dipaksa berjalan sambil jongkok ke mobil tentara yang disiapkan. "Saya rasa, kami tidak punya harapan lagi untuk menang. Para biksulah yang memberi kami keberanian," kata seorang wanita muda.

    Selain sepi demonstrasi, untuk menunjukkan bahwa junta militer telah berhasil mengendalikan keadaan, jaringan internet kembali dibuka. Sebelumnya, pemerintah menghentikan saluran internet dari dan ke Myanmar untuk mengendalikan arus informasi tentang demonstrasi yang terjadi. Koran-koran pemerintah pun kemarin menyatakan bahwa perdamaian dan stabilitas telah dipulihkan.

    Wartawan BBC Chris Hogg di Bangkok mengatakan, sambungan internet Burma sudah kembali pulih kemarin (29/9). Itu menandakan, junta militer yakin bahwa aksi protes bisa dikendalikan.

    Ketika bertemu dengan pimpinan junta militer, Ibrahim Gambari diperkirakan mendesak pemerintah militer untuk menghentikan secara damai konfrontasi dengan para pegiat prodemokrasi. "Dia adalah harapan terbaik kami. Dia dipercaya kedua belah pihak," kata Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo.

    Belum jelas siapa pejabat pemerintah Burma yang bisa ditemui Gambari, meski Gedung Putih mengatakan utusan PBB itu harus diizinkan untuk menemui "siapa saja yang dia inginkan", termasuk tokoh oposisi Aung San Suu Kyi. Saat berangkat dari Singapura, Gambari juga menegaskan akan menemui semua pihak yang terlibat dalam konflik terakhir dan siapa saja yang menurut dia dibutuhkan untuk menjelaskan kondisi sebenarnya.

    Tidak hadirnya Gambari ke Yangon kemarin membuat kelompok perlawanan bawah tanah Burma kecewa. "Saya ragu apakah bakal ada perubahan signifikan. Kalau sekadar berbicara dan sama sekali tak membawa "tongkat pemukul", kedatangannya tidak ada gunanya," ujar Ang Zaw, seorang anggota senior kelompok perlawanan bawah tanah Burma, kepada Jawa Pos.

    Ang Zaw menambahkan, junta militer Myanmar mempunyai watak keras kepala yang luar biasa. "Sudah berapa tahun mereka mendapat tekanan dari masyarakat internasional. Tapi, tetap saja tidak ada perubahan sifat rezim itu sendiri," jelas pria yang juga editor majalah Irrawadi, sebuah majalah yang diterbitkan kelompok perlawanan, tersebut.

    Warga Yangon juga tidak berharap banyak dengan kedatangan Gambari. "Kami tidak berharap banyak kepadanya. Sebab, kami sendiri yang menentukan nasib perjuangan ini," ujar seorang pekerja hotel, yang seperti sumber lain menolak disebutkan namanya.

    Para diplomat juga tidak menjanjikan ada penyelesaian langsung dan cepat usai kunjungan utusan PBB. "Kunjungan Gambari memang bukan segalanya. Namun sejauh ini, masuknya utusan PBB adalah cara terbaik yang ada," ujar George Yeo di gedung PBB New York.

    Selain menerima kunjungan utusan khusus PBB, Junta militer juga akan menerima kedatangan Wakil Menlu Jepang Mitoji Yabunaka yang dijadwalkan ke Myanmar pada Minggu 30 September 2007. Menurut Yomiuri Shimbun, selain wakil menlu Jepang, President of APF News Toru Yamaji juga bertolak ke Yangon dari Tokyo untuk mengambil jasad Nagai dan barang-barangnya, termasuk kamera video yang digunakan Kenji Nagai hingga hembusan nafas terakhirnya. Nagai adalah warga asing pertama yang menjadi korban tewas akibat kekerasan junta Myanmar.

    Dari luar Myanmar Perdana Menteri (PM) Tiongkok Wen Jiabao mendesak Myanmar mengusahakan stabilitas dengan cara-cara yang damai dan bekerja menuju demokrasi dan pembangunan.

    Menurut keterangan resmi Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wen membuat pernyataan itu ketika membicarakan situasi Myanmar dengan PM Inggris Gordon Brown.

    "Tiongkok mengharapkan semua pihak terkait di Myanmar menahan diri, memulihkan stabilitas melalui cara-cara damai secepat mungkin, meningkatkan rekonsiliasi domestik dan mencapai demokrasi dan pembangunan," kata Wen. Ini adalah pernyataan tentang Myanmar pertama yang dikeluarkan kepala pemerintahan Tiongkok, negara yang disebut-sebut paling berpengaruh atas Myanmar.

    "Masyarakat internasional perlu memberikan bantuan yang konstruktif bagi penyelesaian akhir masalah Myanmar," katanya dan menambahkan Tiongkok akan terus bekerjasama dengan masyarakat internasional bagi tercapainya satu penyelesaian.

    Kelaparan Mengancam, WNI Aman

    Gejolak berkepanjangan di dua kota terbesar, Yangon dan Mandalay, mulai menciptakan bencana baru bagi Myanmar. Negara yang buminya banyak mengandung hasil alam itu kini terancam kelaparan.

    Badan Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) menyatakan, kerusuhan yang berlangsung hampir satu bulan itu membuat distribusi makanan ke beberapa kota mulai terhambat. Salah satu yang dikhawatirkan adalah jatuhnya korban dari anak-anak.

    "Persediaan pangan di beberapa daerah mulai menipis. Kami minta kepada otoritas setempat agar diberi akses ke semua bagian di negeri itu," kata Direktur Eksekutif WFP Josette Sheeran di markas PBB, New York, AS, kemarin.

    Distribusi pangan terhenti dalam tiga hari terakhir, saat aksi unjuk rasa berubah menjadi kerusuhan akibat kekerasan junta militer terhadap demonstran yang dipimpin biksu.
    WFP mengungkapkan, Myanmar telah menghentikan semua distribusi makanan dari Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. Kerusuhan Myanmar juga memperlambat upaya distribusi makanan di Sittwe, 560 km barat Yangon.

    "Kami harus melindungi orang-orang yang rentan diserang. Mereka yang lapar kebanyakan anak-anak kecil. Begitu juga penderita HIV/AIDS dan TBC," kata Sheeran. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menempatkan Myanmar sebagai negara kedua terburuk soal sistem kesehatan setelah Sierra Leone.

    Selain itu, Myanmar tercatat sebagai negara dengan penderita TBC cukup tinggi, yakni 97 ribu kasus per tahun. Begitu juga malaria yang bisa menyebabkan kematian.

    Rentetan gelombang demonstrasi dan ancaman kelaparan itu sejauh ini belum mengancam warga negara Indonesia (WNI) di Myanmar. Minister Consellor Bidang Politik Konsulat Besar Republik Indonesia (KBRI) Myanmar Philemon Arobaya mengungkapkan, demonstrasi di Yangon dan kota lain berangsur-angsur mengecil kemarin.

    Ketika dihubungi tadi malam, Philemon mengatakan, KBRI belum mendapat perintah dari Jakarta untuk mengevakuasi warga dari Myanmar. "Kami masih menunggu perkembangan situasi di sini. Tapi, Jumat kemarin, KBRI sudah mengadakan rapat koordinasi dengan perwakilan WNI di Myanmar jika kondisi semakin memburuk," tambahnya.

    Dia mengungkapkan, 250 WNI yang tersebar di kota-kota Myanmar telah diberi tahu skenario terburuk jika gelombang demo semakin besar dan disertai kerusuhan. "Pihak KBRI sudah memberi tahu di titik-titik mana saja mereka bisa mengamankan diri dan kapan mereka harus segera mengungsi," ujarnya.

    Lebih jauh Philemon menjelaskan, WNI di Myanmar, selain diplomat KBRI dan keluarganya, berprofesi sebagai pengusaha atau pekerja di pabrik garmen, minyak bumi, dan perkapalan. "Syukurlah hingga kini tidak ada satu pun WNI yang jadi korban aparat keamanan," katanya ketika ditanya adakah WNI yang jadi korban dalam tindakan represif aparat ketika menertibkan demo para biksu.

    Dalam pembicaraan lewat sambungan telepon, Philemon mengakui, untuk meredakan gelombang demo masyarakat Myanmar, sambungan internet diputus dan telepon dibatasi. "Kami di kantor perwakilan kesulitan mengirimkan faks dan email ke Jakarta serta sekadar menelepon Deplu untuk melaporkan kondisi terakhir di Yangon," tuturnya.

    Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya menegaskan, pemerintah Indonesia tidak akan mengevakuasi WNI yang ada di Myanmar. "Nanti kita dicap sebagai bangsa penakut," ujar Wapres di kantornya Jumat (28/9).

    Sementara itu, kalangan aktivis prodemokrasi Indonesia seperti Human Rights Working Group (HRWG), Kontras, Imparsial, dan Ikohi mendesak adanya intervensi kemanusiaan yang bisa dimainkan ASEAN.

    ASEAN juga harus membekukan keanggotaan Myanmar sejak negeri pimpinan junta militer Jenderal Than Swee itu bergabung dengan ASEAN pada 1998 lalu. "Harus dibekukan sampai demokrasi dipulihkan. Sudah lama kita menutup mata atas fakta kejahatan rezim di sana," tegas Rusdi Marpaung dari Imparsial.

    Sikap tegas juga harus ditunjukkan DK PBB, yang salah satunya fungsinya memelihara keamanan dan perdamaian dunia. "DK PBB pernah melakukan ini di Timor Timur pascajajak pendapat. Mereka juga harus segera melakukan hal serupa di Burma," imbuhnya.


    referensi : http://www.indopos.co.id/

  14. #28

    Join Date
    Nov 2006
    Posts
    24
    Points
    29.50
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    gak beda jauh sm jaman sewaktu pergolakan orde baru

  15. #29
    Trademaks's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Indonesia
    Posts
    1,946
    Points
    3,106.70
    Thanks: 3 / 3 / 3

    Arrow Bakar Permukiman, Diganti Kamp Militer






    Minggu, 30 Sept 2007,
    Bakar Permukiman, Diganti Kamp Militer



    Hasil Foto Satelit
    DEN HAAG - Bersamaan dengan mulai pulihnya akses internet di Myanmar kemarin, beredar foto-foto satelit mengenai perkembangan bentrok biksu dan junta militer Myanmar. Melalui foto-foto tersebut diketahui bahwa selain memukuli dan menangkap para biksu, aparat Myanmar membumihanguskan beberapa desa permukiman penduduk. "Mereka juga merelokasi paksa warga desa itu ke permukiman-permukiman baru," kata Lars Bromley, salah seorang pakar di American Association for the Advancement of Science, Jumat lalu (kemarin WIB).

    Selanjutnya, permukiman-permukiman yang dibumihanguskan tersebut dialihfungsikan menjadi kamp militer. Menurut Bromley, pihaknya mendapatkan foto-foto itu dari sejumlah organisasi internasional di Myanmar. Sebagai direktur asosiasi Geospatial Technologies and Human Rights, Bromley juga mendapatkan foto-foto tersebut dari beberapa perusahaan komersial yang satelitnya sering melintasi Myanmar.

    "Kami hanya ingin mengirimkan sebuah pesan kepada junta militer Myanmar bahwa kami mengamati segenap aktivitas mereka dari atas (satelit, Red)," ucap Direktur Kebijakan U.S. Campaign for Burma Aung Din dalam rilis foto-foto tersebut kemarin. Menurut dia, foto-foto yang menunjukkan kesewenangan junta militer Myanmar itu sudah mulai mereka kumpulkan sejak tahun lalu.

    Di sisi lain, untuk menyiasati akses internet Myanmar yang diputus oleh junta militer, radio internasional Belanda Wereldomroep punya cara jitu menyiasatinya. Mulai kemarin (29/9), frekuensi radio tersebut dialihkan dari gelombang panjang ke gelombang pendek.

    "Dengan demikian, berita-berita independen kami tetap bisa diterima publik Myanmar," tulis Wereldomroep dalam situs resminya kemarin. Pengumuman itu sekaligus menjadi penanda berubahnya frekuensi radio yang dipancarkan dari Irkutsk, Siberia, tersebut. Diharapkan, dengan perubahan itu, Wereldomroep tetap bisa menyebarluaskan perkembangan terbaru kekerasan di Myanmar.

    Wakil Pemimpin Redaksi Wereldomroep Wim Jansen mengakui, perubahan frekuensi tersebut bukanlah perkara mudah. Dalam wawancara dengan Kantor Berita Belanda ANP, dia mengatakan, secara teknis, memancarkan sinyal radio pada gelombang pendek jauh lebih sulit daripada menyiarkannya pada gelombang medium atau panjang. Sayang, hanya dengan cara itu, mereka bisa menembus blokade informasi Myanmar.

    Jansen berharap, para pendengar Wereldomroep bisa menyebarluaskan perubahan frekuensi tersebut dari mulut ke mulut. "Hingga saat ini, frekuensi yang kami pancarkan dari Irkutsk di Siberia tidak diacak. Selama tiga jam tiap hari, kami menyiarkan berita alternatif selain propaganda junta militer. Internet boleh putus. Tapi, lewat gelombang pendek, kami bisa menerobos pertahanan informasi mereka," tuturnya.


    referensi : http://www.indopos.co.id/

  16. #30
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    wew pelanggaran ham banget, bakar pemukinan cm buat kamp militer

Page 2 of 7 FirstFirst 123456 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •