Page 12 of 12 FirstFirst ... 289101112
Results 166 to 179 of 179
http://idgs.in/122303
  1. #166
    luna_croz's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Location
    Void!!
    Posts
    6,132
    Points
    14,571.06
    Thanks: 18 / 128 / 81

    Default

    Hutan menderita, CPO berkibar

    Luas perkebunan sawit di Indonesia ternyata menimbulkan luka. Dugaan buruk yang selama ini ditentang, kini hampir terang benderang.

    Ini bukan hanya dinyatakan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bahwa dirinya telah mendapat laporan adanya jutaan hektare areal hutan dialihkan untuk perkebunan. "Laporan pelanggaran ini mengatakan hutan produksi, hutan lindung yang dialihkan untuk perkebunan," kata Menhut Zulkifli Hasan.

    Kini ada delapan perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Bengkayang dan Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat yang terbukti merambah kawasan hutan produksi tanpa mengantongi izin Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk perluasan kebun sawit.

    Kedelapan perusahaan perkebunan sawit itu terbukti melanggar aturan dengan melakukan penebangan hutan untuk menanam sawit tanpa mengantongi izin peralihan hutan untuk perkebunan dari Kemenhut. Dari delapan perusahaan perkebunan sawit itu, empat di antaranya berada di Kabupaten Bengkayang dan dua lagi di Sanggau. Saat ini, pemda sana, kabarnya sedang mengumpulkan data, sehingga nama-nama perusahaan itu belum bisa diekspos.

    Dari empat perusahaan perkebunan sawit di Bengkayang lahan yang sudah dibersihkan tanpa izin itu seluas 20.000 hektare, sementara dua perusahaan sawit di Sanggau telah membersihkan lahan seluas 2.000 hektare. Bahkan aktivitas perambahan hutan secara ilegal oleh perusahaan perkebunan sawit di dua kabupaten itu kini disetop dan tengah menunggu proses hukum lebih lanjut.

    Perusahaan perkebunan sawit itu dapat diancam menurut UU No.40 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan sanksi kurungan penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp5 miliar. Hingga akhir 2007, pemerintah kabupaten/kota di Kalbar telah menerbitkan info lahan seluas 4,6 juta hektare untuk perkebunan sawit. Meski info lahan yang diterbitkan amat luas, realisasi penanaman sawit di Kalbar baru sekitar 10% atau 400.000 hektare, dengan jumlah petani sawit sekitar 90.000 kepala keluarga.

    Sementara itu, menurut data dari Institut Dayakologi dan Sawit Watch di enam kabupaten di Kalbar, perluasan perkebunan sawit sejak 1980-an hingga 2009 sudah 229 perusahaan yang mengantongi izin perluasan sawit dengan luas 3,57 juta hektare, tetapi baru terealisasi sekitar 318.560 hektare.

    Pemanfaatan lahan di areal hutan produksi, hutan lindung atau hutan konservasi yang belum mendapat izin dari Menhut, masuk kategori pelanggaran pidana. Ancaman hukumannya kurungan 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.

    Kementerian Kehutanan sejak Januari lalu sudah bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain seperti kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan untuk membentuk tim terpadu yang menangani kasus-kasus kejahatan sektor kehutanan. Selain perusahaan yang melanggar, pihak pemberi izin juga dapat dikenakan ancaman hukuman. "Sudah banyak bupati yang tersangkut hukum," katanya.

    Saat ini, ada sekitar 20 perusahaan yang diperiksa, terkait izin kuasa pertambangan di kawasan hutan. Adapun, yang sudah disidangkan dan divonis bersalah pengusaha DL Sitorus dengan hukuman 8 tahun penjara. "Prosesnya lama," kata Zulkifli Hasan.

    Dia mengatakan untuk areal penggunaan lain tidak masalah kalau digunakan ke sektor perkebunan atau pertambangan. Karuan, dia menolak usulan dari daerah untuk menetapkan pengalihan areal hutan yang sudah digunakan ke sektor lain seperti perkebunan dan pertambangan. "Tidak boleh dan tidak dapat diputihkan," katanya.

    Tak pantas bangga

    Greenomics Indonesia menilai Indonesia tidak pantas bangga sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Pasalnya, ratusan perkebunan sawit yang beroperasi di Indonesia yang mengusahakan kawasan hutan, yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kehutanan.

    Namun, anehnya, perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang mengusahakan kawasan hutan tanpa izin tersebut, tetap saja beroperasi tanpa adanya penindakan hukum. Hanya satu dua yang ditindak, yang lainnya seperti tak tersentuh.

    "Apa yang bisa dibanggakan oleh Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi sekitar 20 juta ton per tahun, jika banyak perusahaan sawit yang mengusahakan aktivitas perkebunannya di kawasan hutan secara ilegal? Malu dong bangga atas prestasi begitu," sindir Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi .

    Fakta di lapangan memperlihatkan, hutan-hutan lindung dirambah oleh perusahaan-perusahaan perkebunan sawit. Bahkan, pabrik-pabrik pengolahan sawit pun bertebaran di kawasan hutan, tanpa ada penindakan hukum. "Wah, untuk apa Indonesia menjadi produsen CPO terbesar di dunia, jika hutan-hutan lindungnya menjadi korban perambahan perkebunan-perkebunan sawit?" tanya Elfian.

    Elfian meminta agar pemidanaan bagi perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang mengusahakan kawasan hutan secara ilegal itu harus menjadi prioritas utama Menteri Kehutanan. "Kementerian Kehutanan sudah memiliki data yang cukup memadai untuk menindak perusahaan-perusahaan sawit yang mengusahakan kawasan hutan tanpa izin. Tak ada alasan Kementerian Kehutanan tidak menjalankan mandat UU Kehutanan untuk menindak secara pidana perusahaan-perusahaan sawit tersebut," ujar Elfian.

    Berdasarkan UU Kehutanan, perusahaan-perusahaan sawit yang mengusahakan kawasan hutan secara ilegal diancam pidana 10 tahun penjara, denda Rp5 miliar, serta membayar ganti rugi kayu dan kerusakan hutan lainnya sebagai akibat dari aktivitas perambahan yang dilakukannya.

    Tindak pidana itu, disebabkan karena perusahaan-perusahaan sawit yang mengusahakan kawasan hutan secara ilegal tersebut telah mengerjakan, menggunakan, dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

    "Berarti, perusahaan sawit yang mengusahakan kawasan hutan secara tidak sah adalah sama saja penebangan liar. Kok pelaku penebangan liar tak diambil tindakan hukum? Ini pertanyaan besar," tegas Elfian.

    Untuk itu, Greenomics meminta, sepanjang masalah perambahan kawasan hutan oleh perkebunan-perkebunan sawit belum diselesaikan oleh pemerintah secara tuntas, maka Indonesia tak perlu berbangga diri sebagai produsen CPO terbesar di dunia.

    Untuk itu, langkah Kemenhut yang sedang menggodok peraturan menteri kehutanan dengan memasukkan perkebunan kelapa sawit menjadi bagian dari kawasan hutan, perlu dipercepat. Sebab, kehadiran aturan itu akan menuntas tudingan bahwa perkebunan kelapa sawit perusak hutan

    http://web.bisnis.com/artikel/2id279...acrn2p9kkhdun3


    ternyata salah satu komoditas banggaan kita.
    http://bit.ly/n86th7

    Graboid free download HD movies

  2. Hot Ad
  3. #167
    DoOs_101's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Jakarta
    Posts
    2,371
    Points
    3,181.21
    Thanks: 0 / 9 / 8

    Default

    Kalau gak salah, pohon kelapa sawit itu sangat tidak bagus buat kadar air (moisture) tanah, karena daya serap air untuk sebuah pohon kelapa sawit sangat dasyat. Mungkin belum terlihat sekarang tapi 10 tahun kemudian itu ladang2 kelapa sawit akan menjadi daerah kering dan juga akan merusak hutan disekitar nya.

    Inilah yang terjadi apabila keputusan dibasiskan tanpa perhitungan dan analisa lewat teori...
    Quotes of the week:
    "He vanishes only to return as a tyrant."


  4. #168
    Antasari_Azhar's Avatar
    Join Date
    Sep 2008
    Location
    Kantor KPK dan Rumah Rhani
    Posts
    276
    Points
    422.00
    Thanks: 3 / 6 / 5

    Default

    Quote Originally Posted by DoOs_101 View Post
    Kalau gak salah, pohon kelapa sawit itu sangat tidak bagus buat kadar air (moisture) tanah, karena daya serap air untuk sebuah pohon kelapa sawit sangat dasyat. Mungkin belum terlihat sekarang tapi 10 tahun kemudian itu ladang2 kelapa sawit akan menjadi daerah kering dan juga akan merusak hutan disekitar nya.

    Inilah yang terjadi apabila keputusan dibasiskan tanpa perhitungan dan analisa lewat teori...
    Benar sekali, kelapa sawit sangat tidak bagus untuk air tanah. Dengar-dengar, itu sebabnya banyak pengusaha Malaysia menanam CPO di Indonesia, bukan di tanahnya sendiri. Pertama Sumatra, lalu setelah selesai mereka ke Kalimantan (dampak banjir dkk-nya sudah mulai kelihatan), bahkan katanya sudah mulai dibuka kavling-kavling di Papua Gosh, they are smarter than us

    Cheers
    Last edited by Antasari_Azhar; 04-03-10 at 03:33.

  5. #169
    DoOs_101's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Jakarta
    Posts
    2,371
    Points
    3,181.21
    Thanks: 0 / 9 / 8

    Default

    Quote Originally Posted by Antasari_Azhar View Post
    Benar sekali, kelapa sawit sangat tidak bagus untuk air tanah. Dengar-dengar, itu sebabnya banyak pengusaha Malaysia menanam CPO di Indonesia, bukan di tanahnya sendiri. Pertama Sumatra, lalu setelah selesai mereka ke Kalimantan (dampak banjir dkk-nya sudah mulai kelihatan), bahkan katanya sudah mulai dibuka kavling-kavling di Papua Gosh, they are smarter than us

    Cheers
    Yah mungkin orang2 yang berilmu disana lebih dihargakan daripada preman2 yang seperti kita lihat di partai Demokrat :P. Dan lgi mengapa setiap kali kita menyebarkan optimisme, selalu saja di lawan dengan alesan bahwa teori tidak ada korelasi dengan kenyataan maupun keberhasilan.
    Quotes of the week:
    "He vanishes only to return as a tyrant."


  6. #170
    luna_croz's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Location
    Void!!
    Posts
    6,132
    Points
    14,571.06
    Thanks: 18 / 128 / 81

    Default

    dan juga ini lemahnya bagian eksekutor UU perhutanan kita. digesek2 sedikit langsung izin keluar.
    sampai2 investor yang tau saking lemahnya kita, membabat sendiri tanpa izin lagi.
    http://bit.ly/n86th7

    Graboid free download HD movies

  7. #171
    Detasement_7's Avatar
    Join Date
    Nov 2008
    Posts
    113
    Points
    185.20
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    Aq punya data menarik yang berhubungan ama thread ini

    http://www.datastatistik-indonesia.c...ow/Itemid,945/

    Karena Jakarta gak ada, aq tambain: $3900

    Untuk membandingkannya dengan negara lain, dijadiin USD, misalkan Aceh 12.679, karena itu dalam juta, 12.679.000:9259: $1369

    Pendapatan disini cukup merefleksikan keseriusan pemerintah daerah yang membangun, fenomena kesenjangan sosial, dan fenomena SDA kita yang dikuasai asing.

    Setelah aq liat satu-satu, yang menarik, daerah terkaya kedua di Indonesia ternyata Kabupaten Mimika, tempat adanya Tembagapura... kekayaannya $27503, udah ketauan banget itu punya bule Freeport semua. Daerah terkaya pertama sendiri adalah Bontang, Kaltim, $43926.

    Lalu provinsi terkaya sendiri Kalimantan Timur, $6632, karena migasnya banyak..

    Contoh untuk yang pemerintah daerah serius: Lihat Luwu Timur di Sulawesi Selatan, $2621, lebih besar dari Kota Makassar sendiri. Kok bisa aq nyimpulin gitu? Dibaca aja http://majalah.tempointeraktif.com/i...129058.id.html ... Andaikan semua bupati kayak bupati Luwu Timur, benar-benar sukses membangun wilayahnya...

    Keliatan kan macem-macemnya.. kayak gini mau jadi democratic power???? Better reform first lah aq bilank

    Solusi utama:
    1. REFORM Bank Indonesia dan sistem pinjamannya supaya wirausaha tumbuh subur
    2. INFRASTRUCTURE, jalan, kereta api, dll
    3. Pendidikan! Kesehatan!
    4. Reformasi birokrasi, rombak sistem kebapakan/patrimonial pada birokrasi, mau sampe kapan mereka kerja untuk kepentingan mereka?
    Il faut plus d'amour dans le monde.

  8. #172
    DoOs_101's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Jakarta
    Posts
    2,371
    Points
    3,181.21
    Thanks: 0 / 9 / 8

    Default

    Quote Originally Posted by Detasement_7 View Post
    Aq punya data menarik yang berhubungan ama thread ini

    http://www.datastatistik-indonesia.c...ow/Itemid,945/

    Karena Jakarta gak ada, aq tambain: $3900

    Untuk membandingkannya dengan negara lain, dijadiin USD, misalkan Aceh 12.679, karena itu dalam juta, 12.679.000:9259: $1369

    Pendapatan disini cukup merefleksikan keseriusan pemerintah daerah yang membangun, fenomena kesenjangan sosial, dan fenomena SDA kita yang dikuasai asing.

    Setelah aq liat satu-satu, yang menarik, daerah terkaya kedua di Indonesia ternyata Kabupaten Mimika, tempat adanya Tembagapura... kekayaannya $27503, udah ketauan banget itu punya bule Freeport semua. Daerah terkaya pertama sendiri adalah Bontang, Kaltim, $43926.

    Lalu provinsi terkaya sendiri Kalimantan Timur, $6632, karena migasnya banyak..

    Contoh untuk yang pemerintah daerah serius: Lihat Luwu Timur di Sulawesi Selatan, $2621, lebih besar dari Kota Makassar sendiri. Kok bisa aq nyimpulin gitu? Dibaca aja http://majalah.tempointeraktif.com/i...129058.id.html ... Andaikan semua bupati kayak bupati Luwu Timur, benar-benar sukses membangun wilayahnya...

    Keliatan kan macem-macemnya.. kayak gini mau jadi democratic power???? Better reform first lah aq bilank

    Solusi utama:
    1. REFORM Bank Indonesia dan sistem pinjamannya supaya wirausaha tumbuh subur
    2. INFRASTRUCTURE, jalan, kereta api, dll
    3. Pendidikan! Kesehatan!
    4. Reformasi birokrasi, rombak sistem kebapakan/patrimonial pada birokrasi, mau sampe kapan mereka kerja untuk kepentingan mereka?
    I like this :P.
    Quotes of the week:
    "He vanishes only to return as a tyrant."


  9. #173
    Detasement_7's Avatar
    Join Date
    Nov 2008
    Posts
    113
    Points
    185.20
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    Quote Originally Posted by DoOs_101 View Post
    I like this :P.
    Thanks, aku termasuk orang yang gak suka fondasi kita bergantung pada migas dan CPO... udah ngerusak lingkungan, fondasinya langsung runtuh begitu migas itu habis/tanah gersang karena CPO.
    Il faut plus d'amour dans le monde.

  10. #174
    sariayu's Avatar
    Join Date
    Feb 2008
    Location
    Chungcheongnam-do
    Posts
    1,988
    Points
    2,942.90
    Thanks: 5 / 39 / 30

    Default

    Indonesia defied doomsayers to become a surprise success story



    Many countries are going badly. Indonesia was always going to be one. Or so we thought. It's turned out to be one of the surprise success stories.

    For Australia, Indonesia was always the dark zone of dread, where bad things happened with worse to come. This wasn't entirely baseless. Soekarno's communist demagoguery was real. The brutal repressiveness of Soeharto's military dictatorship was no figment of the imagination. But when Soeharto's regime fell and the Indonesian economy collapsed simultaneously in 1998, it seemed to be the worst-case scenario.

    A new Indonesia, the child of chaos and violence, was supposed to arise. These were the dominant scenarios that Australian Indonesia-watchers sketched out, usually in private, sometimes in public.

    The first fear was that without a strong man to hold it together, Indonesia would break up. It would Balkanise, creating a group of fractious, needy, or hostile new countries to our north.

    Some Indonesians, watching Australia's sponsorship of East Timor's move to independence, suspected it was unstated policy to encourage a fragmentation. On the contrary. It was never Canberra's policy, but it was one of Canberra's paranoias.

    That was the fear. The fact: under the President, Susilo Bambang Yudhoyono, universally known as SBY, the most virulent separatist movement, in Aceh, has been reconciled. The West Papuan independence movement is moribund. The country is unified and stable. East Timor was the only breakaway, and its sad stagnation has not inspired imitators.

    The second big fear was that without a military dictator to repress fundamentalist Islam, Indonesia would turn radical.

    Perhaps the Islamists would take control through the ballot box. Perhaps the Islamic extremists would revive the Darul Islam project to overthrow the government violently and impose fundamentalist sharia law. Either way, Indonesia would become a brooding presence, increasingly hostile to Western values and inimical to Australian interests.

    The fact: as the Australian National University's Greg Fealy wrote after last year's legislative elections: "Despite the fact that almost 90 per cent of the electorate is Muslim, Islamic parties gained less than 30 per cent of the vote - their lowest figure over the three democratic elections held after the downfall of President Soeharto in 1998."

    This doesn't mean Indonesians are abandoning Islam. There is a trend to increasing religious observance. A growing percentage are attending prayers, fasting during Ramadan, and using Islamic banks. Muslims pursue their religious beliefs as a personal, social and religious matter, not a political one. Voters demand better services from their government, not religious exhortation.

    Other religions, including its Christian churches, are flourishing too. In the immediate post-Soeharto years, churches were firebombed in an effort to foment sectarian upheaval. In an interesting role reversal, it's in next-door Malaysia that churches are under attack. In Indonesia, religious tolerance is practised and the secular state is increasingly entrenched.

    A relapse into military dictatorship was the third scenario. A new-generation general would assert control. Perhaps he'd be provoked by an Islamist uprising, by the break-up of the nation, or by political disarray.

    The fact: Indonesia today is led by a former general, but he was chosen by the people in a free election, not just once, but now for a second term. SBY is a model democrat.

    The only generals who vie for power do so at the ballot box. They campaign for votes like other candidates do, often singing ballads at rallies to woo voters rather than ordering the troops to intimidate them.

    Democracy is entrenched as the sole source of legitimacy. The media is one of the world's most thrusting and free, and strong democratic institutions are increasingly solid. Corruption remains a serious problem, but the polity is struggling mightily to break its grip.

    Neighbouring Thailand has relapsed into military coups. In Indonesia, the generals are in the barracks and no one in Jakarta speaks of coups any more.

    Fourth was the fear that massive economic dislocation and political unrest would precipitate a torrent of Indonesian boat people. In a country of 230 million, it was often pointed out, you'd only need 1 per cent to head for the boats and Australia's systems would be overwhelmed.

    The fact: the economic and political upheaval came and went. The boat people? None came. Refugees from Afghanistan, Sri Lanka and other countries have, via Indonesia, but the Indonesians stayed home. They are pretty happy where they are.

    Since the trauma of the Asian economic crisis in 1998, Indonesia's economy has developed better than almost anyone could have imagined. In the crisis, one-seventh of the Indonesian economy evaporated, while interest rates shot up to 75 per cent. But its average for the past five years is 5 per cent a year, behind only China and India among the region's economies.

    The World Bank recently said Indonesia has a ''unique opportunity to rise as a dynamic, inclusive, middle-income country which can be both a leading sophisticated commodity economy like Australia [and] a hub of labour-intensive industry in Asia like China".

    The final fear was that Indonesia would be an impenetrable haven for terrorists, who would launch operations against Australia at will. Indonesia was so riddled with Islamist extremists, and the Indonesian state so weak and incompetent, Australia would have to live in a permanent state of terrorist siege.

    The fact: there have been terrorist attacks against Australian citizens and interests, including the Bali bombing. The threat remains real. But the Indonesian authorities, in co-operation with Australian counterparts, have proved to be vigorous and highly effective counter-terrorists.

    For all of these reasons, the Australian Parliament tomorrow recognises Indonesia's emergence as a moderate, stable, peaceful, secular democracy, and it honours Yudhoyono as the pivot on which it has turned, when he addresses a joint sitting.

    Peter Hartcher is the Sydney Morning Herald's international editor.

    http://www.smh.com.au/opinion/politi...0308-psm9.html
    Quote Originally Posted by Albert Einstein
    I can't conceive of a God who rewards and punishes his creatures.

  11. #175
    sariayu's Avatar
    Join Date
    Feb 2008
    Location
    Chungcheongnam-do
    Posts
    1,988
    Points
    2,942.90
    Thanks: 5 / 39 / 30

    Default

    Boediono: Pertumbuhan Ekonomi Bisa Tumbuh Pesat
    JUM'AT, 19 MARET 2010 | 13:29 WIB



    TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Presiden Boediono berpendapat pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat melaju hingga tahun 2025. Sebabnya, kini komposisi penduduk negeri ini mengalami masa emas yang diperkirakan bertahan sampai 2025.

    Ia menuturkan, hingga 2025 ada pergeseran generasi dalam kependudukan. Jumlah warga negara berumur produktif lebih banyak ketimbang yang berusia non-produktif seperti anak-anak dan orang berusia lanjut.

    "Ini proses yang tidak selalu terjadi, jangan disia-siakan, di masa ini pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau ini lewat, kita bisa kehilangan momentum," ucap Boediono dalam temu wicara dengan sejumlah pelajar di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bekasi, Jumat (19/3).

    Ia menambahkan, karakter pemimpin harus dibentuk sejak di bangku sekolah. Sebabnya, pelajar adalah calon pemimpin bagi generasinya. "Anak-anakku harus punya niat membentuk diri sendiri untuk menjadi pemimpin," ujarnya.

    Menurut dia, pemimpin di masa datang tentu tak bisa mendapat konsultasi apapun pada generasi pemimpin kini. "Kita nanti di liang kubur tidak bisa (berbuat) apa-apa, anak-anakkulah yang menentukan," ucap pria yang mengaku sebagai guru dan hatinya ada di dunia pendidikan, namun tak pernah didapuk jadi Menteri Pendidikan itu.

    Boediono menyebutkan sederet karakter pemimpin, yakni kejujuran, satu kata dan perbuatan, mencintai bangsa, serta tidak sinis pada bangsanya sendiri. "Kekurangan harus diatasi, tantangan dijawab. Pemimpin tidak boleh sinis. Kekurangan generasi sebelumnya bisa ditutup dengan kelebihan generasi yang akan datang," ujarnya.

    Dalam kunjungan ke Bekasi, Boediono didampingi istrinya, Herawati, serta sejumlah menteri. Pada temu wicara tersebut Menteri Agama Suryadharma Ali menyerahkan bantuan Rp 137,4 miliar untuk Kantor Wilayah Agama Kota Bekasi. Dana itu bakal dibagikan pada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi.

    Menteri Pendidikan Muhammad Nuh pun menyerahkan dana Rp 188,42 miliar untuk Dinas Pendidikan Bekasi, yang akan disalurkan ke sejumlah Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

    http://www.tempointeraktif.com/hg/bi...233776,id.html
    Quote Originally Posted by Albert Einstein
    I can't conceive of a God who rewards and punishes his creatures.

  12. #176
    DoOs_101's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Jakarta
    Posts
    2,371
    Points
    3,181.21
    Thanks: 0 / 9 / 8

    Default

    I have been called by many, eccentric, for believeing such absurdity of a radical philosophy that abolishes the principle of present as non-existent, for it is present, a concept complex in its nature and a difficile measurement in a dynamic universe where its children changes in every second, milli-second, nano-second to a new equilibrium. Hereinth in believing so I shall not worry about the present, but instead the future and the premise of change. Such philosophy shall guide us to the upcoming of kingdom come - shall these tears, wept in blood and dispute be renewed by the change that great Heroes have forseen.
    Quotes of the week:
    "He vanishes only to return as a tyrant."


  13. #177
    Antasari_Azhar's Avatar
    Join Date
    Sep 2008
    Location
    Kantor KPK dan Rumah Rhani
    Posts
    276
    Points
    422.00
    Thanks: 3 / 6 / 5

    Default

    The snapback in global markets has been universal, as China’s dealt with overheating issues, the EU’s debt woes have grown larger and the strength of the US recovery is questioned. But while many markets have posted double-digits drops, one market has managed a double-digit gain — Indonesia.



    This chart shows the year-to-date performance of the major developed (G7) and emerging (E7) markets we track as of last Friday, June 4. So far this year, China’s been the worst performer, down more than 22 percent with most of that coming in just the past three months. Other major markets like Italy (down 19 percent), France (down 12 percent) and Brazil (down 10 percent) have struggled as well.

    In contrast, the Jakarta Composite Index has shot up 9.5 percent the past three months and 11.4 percent for the year. The only other E7-G7 market that is even positive for the year is Pakistan with a 2.7 percent gain. So why has the 2010 pullback skipped this Asian nation?

    There are two main reasons. The first is the strength of the domestic economy we touched on several weeks ago (Indonesia’s Good Position). A doubling of the middle class and rising urbanization over the past few years have led to strong GDP growth. Second, Indonesia is also the world’s largest thermal coal exporter and its two major export partners — China and India — largely avoided the recession.
    Each country imported more than 50 kilotons of thermal coal in 2009 and both are expected to see that figure increase in 2010. Despite a slowdown in China, Deutsche Bank says that China and India are going to transform the demand landscape for thermal coal over the next decade. Indonesia’s also the world’s largest producer/exporter of palm oil, which has seen increased demand as governments search for alternative fuel sources.

    As the aftershocks of the credit crisis continue to spread, Indonesia’s established itself as a market to keep an eye on. The Jakarta Composite Index is Indonesia’s benchmark index of all the stocks listed on the regular board of the Indonesia Stock Exchange. The Shanghai A-Share Stock Price Index is a capitalization-weighted index. The index tracks the daily price performance of all A-shares listed on the Shanghai Stock Exchange that are restricted to local investors and qualified institutional foreign investors. The index was developed with a base value of 100 on December 19, 1990.

    http://seekingalpha.com/article/2096...arket-to-watch

  14. #178
    sariayu's Avatar
    Join Date
    Feb 2008
    Location
    Chungcheongnam-do
    Posts
    1,988
    Points
    2,942.90
    Thanks: 5 / 39 / 30

    Default

    RI Ingin Disejajarkan dengan China, India, Brasil, dan Rusia

    Jakarta - Indonesia merasa layak disejajarkan dengan Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC) sebagai kekuatan ekonomi baru dunia pasca krisis ekonomi global tahun lalu. Indonesia ingin masuk ke dalam jajaran negara berkembang paling berpengaruh di dunia.

    Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Riswinandi mengatakan, Indonesia memiliki karakteristik yang sam dengan BRIC yaitu negara berkembang yang besar dengan luas wilayah lebih dari 3 juta km2 dan penduduk di atas 100 juta, memiliki kapasitas ekonomi yang tinggi ditinjau baik dari sumber daya maupun potensi pasar, serta membukukan kinerja ekonomi yang istimewa (pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen per tahun).

    "Indonesia memiliki semua prasyarat yang harus dimiliki untuk masuk ke dalam jajaran elit negara berkembang itu. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak menjadikan Indonesia sebagai 'I' tambahan pada akronim 'BRIC' sehingga menjadi 'BRICI'," kata Riswinandi dalam siaran persnya, Rabu (27/10/2010).

    Menurut Riswinandi, salah satu upaya yang harus dilakukan Indonesia untuk bisa memperkuat klaim tersebut adalah meningkatkan daya saing nasional dengan cara mengoptimalkan produktivitas seluruh sumber daya yang dimiliki serta meningkatkan kemampuan berbagai institusi yang ada, terutama perusahaan yang merupakan mitra dari pemerintah sebagai penentu kebijakan.

    Dikatakan Riswinandi, kinerja ekonomi Indonesia terus menunjukkan daya tahan dan perbaikan usai krisis finansial global pada 2008-2009. Setelah menjadi satu dari sedikit negara di dunia yang tetap bisa tumbuh positif di tahun 2008 dan 2009 bersama China dan India, laju ekspansi ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan akan mencapai 6%, yang artinya lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi Rusia yang kemungkinan tumbuh sebesar 4,3%.

    Sedangkan, realisasi nominal produk domestik bruto (PDB) perkapita Indonesia (berdasarkan purchasing power parity/PPP) pada 2009 berada pada kisaran US$ 3.900 atau lebih baik dari India yang hanya US$ 2.900.

    Untuk lebih memperkuat klaim tersebut, Bank Mandiri berencana untuk mengadakan forum yang dinamakan Mandiri Economic Forum tersebut mengusung tema 'Indonesia: the next I in BRICI?' dan akan dilaksanakan pada tanggal 2 November 2010.

    Event ini akan mengundang Professor Xavier Sala-i-Martin, Chief Advisor The Global Competitiveness Network di World Economic Forum. Professor Martin merupakan penggagas dari penyusunan indeks daya saing berbagai negara, di mana dalam edisi terakhirnya, peringkat Indonesia ternyata meningkat 10 tingkat ke posisi 44, lebih baik dari Negara BRIC lainnya (Brazil, Rusia, dan India).

    BRIC merupakan sebuah istilah yang dipopulerkan oleh salah satu bank investasi terbesar global pada tahun 2001, untuk melambangkan empat negara berkembang terbesar (largest emerging markets), yang diprediksi akan menjadi empat ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2050.

    Label ini kemudian telah menjadikan mereka sebagai tujuan utama para investor asing untuk menanamkan modal mereka, bukan hanya pada investasi portofolio, tetapi juga sebagai foreign direct investment (FDI).
    (dnl/qom)

    http://www.detikfinance.com/read/201...rusia?f9911013
    Quote Originally Posted by Albert Einstein
    I can't conceive of a God who rewards and punishes his creatures.

  15. #179
    Sapi_Arab's Avatar
    Join Date
    Jul 2010
    Location
    Di Hatimu
    Posts
    193
    Points
    224.30
    Thanks: 8 / 6 / 5

    Default

    Mari kita bangun INDONESIA menjadi negara yg lebih baik gan

Page 12 of 12 FirstFirst ... 289101112

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •