Chapter 16
Operation Moonshield
Sejak esok hari semenjak peristiwa penyerangan Rosie oleh Alex demi mengetes kekuatan Rosie, yang awalnya adalah permintaan dari Luna sendiri, Luna marah padanya karena ia berlebihan dan nyaris membunuh Rosie. Luna merasa Alex terlalu semena-mena dan bahkan tampak tidak menyesal telah melakukannya. Namun Alex menganggap bahwa Rosie benar-benar berbahaya meski ia tampak tidak berdaya. Buktinya, Lysiosquilla adalah summon card terkuat yang dimiliki Alex, seekor monster kelas B, dan Dark Mist adalah spellcard magic yang seharusnya membuat seseorang buta total dan tidak dapat mempertahankan dirinya sama sekali. Rosie bahkan tidak terluka oleh serangan yang diterimanya dari Lysiosquilla, pertanda dari kekuatan yang sangat besar dimilikinya.
Alex bukanlah tipe orang yang berbuat tanpa berpikir, ia tahu apa yang dilakukannya dengan menggunakan kartu As miliknya terhadap Rosie, karena ia tahu, ia ingat, Rosie adalah Rosalie Evangeline Lucia Sanchez, seseorang yang pernah ia temui sewaktu Alex berumur 6 tahun, anak dari seorang assassin wanita terhebat pada masanya, dengan prosentase kesuksesan 100%, rival dari keluarga Blake, Lilia Sanchez.
Namun baik Alex, Luna, maupun Rosie, tidak mengetahui bahwa masih ada satu pemain lagi diatas panggung kegelapan ini, seseorang yang akan melengkapi jalannya drama berbahaya yang akan mengakibatkan suatu kekacauan keatas dunia, sekali lagi.
Terlihat seorang gadis berkepang ganda dengan menggunakan seragam Everwoods High menyusuri lorong sekolah yang telah sepi karena murid-murid telah memasuki kelas. Ia tampak sedang menelepon seseorang dengan ponsel yang tengah menempel di telinganya.
“Ya, baik”
“Ya, aku mengerti, baiklah”
“Klap”
Ia menutup ponselnya, berdiri di depan pintu sebuah kelas sambil mendongak dan melihat papan kelas
“2A”
Tertulis disana.
“Baiklah, dengan begini, Operation Moonshield, dimulai..”
Ujar gadis itu sambil tersenyum penuh percaya diri.
“Tok tok tok”
Terdengar suara pintu kelas diketuk dengan lembut.
“Srak”
Pintu dibuka
“Permisi..”
Ujar gadis berkepang itu tampak malu-malu.
“Ya, silakan masuk”
Jawab Bu Elisa mempersilakannya masuk.
“Anu.. aku..”
“Ya, ya, aku tahu, silakan berdiri di depan dan perkenalkan dirimu”
Ujar Bu Elisa
Seisi kelas tampak penasaran dengan kedatangannya. Siapa sebenarnya gadis itu. Gadis itu pun berjalan ke depan kelas dan menghadap ke arah seisi kelas.
“Ah... aku.. namaku...”
Wajah gadis itu memerah tampak malu dan tak dapat melanjutkan kata-katanya. Seisi kelas menjadi hening menunggu lanjutan darinya.
“Namaku Liana.. Liana Lauressa...”
Ujarnya dengan suara kecil.
Meski tertunduk, mata Liana tampak mencari-cari sesuatu; atau seseorang, hingga ia melihat William. Ekspresinya sedikit berubah, lalu..
“Bu guru..”
Ujarnya dengan pelan.
“Ehem.. tampaknya kamu belum mengetahui peraturan kelas ini ya.. di kelas ini, saya dipanggil Elisa..”
Liana hanya mengangguk, ia kemudian melirik kembali kepada Bu Elisa.
“Nah, sekarang.. apa tadi yang ingin kamu katakan?”
Tanya Bu Elisa.
“Bolehkah aku.. duduk disana?”
Ujar Liana sambil menunjuk kearah bangku yang kosong di belakang Luna.
“He? Memangnya ada alasan khusus?”
“Ti-tidak.. hanya saja..”
Liana melirik kearah William dengan wajah yang memerah, sementara seisi kelas menoleh kepada William dengan pandangan curiga.
“Hei, apa kau kenal dia??”
Tanya Luna kepada William.
“Hah? Entahlah.. aku baru pertama kali melihatnya..”
Jawab William.
“Baiklah, silakan duduk disana kalau kamu mau..”
Ujar Bu Elisa mengizinkan Liana yang tengah berjalan menuju bangku yang telah ia pilih.
Liana menarik bangkunya, lalu duduk disana, masih dengan seisi kelas memandanginya, penuh dengan rasa heran dan bingung dengan tingkahnya, termasuk Luna.
“Salam kenal”
Sapa Liana kepada Luna dengan senyuman yang tampak tulus.
“Er.. sa-salam kenal..”
Jawab Luna terbata-bata.
Liana kembali melirik William, namun kali ini pandangan yang ia berikan bertolak belakang ketika ia berada di depan kelas tadi. Pandangan yang ia perlihatkan adalah pandangan penuh kebencian. William yang tak sengaja bertatapan dengannya malah memberikan senyuman kepadanya. Liana berpaling kembali.
Pelajaran pun dimulai, namun ditengah pelajaran, terdengar suara gaduh dari belakang Luna. Liana tampaknya sedang mencari sesuatu dari dalam tasnya.
“Penghapusku.. dimana...”
Ujarnya pelan dan tampak kebingungan.
Luna dan William yang melihatnya pun segera mengambil penghapusnya masing-masing untuk dipinjamkan kepada Liana.
“Silakan pakai penghapusku”
William menawarkan penghapusnya dengan ramah, namun Liana tampak tak perduli seolah tidak mendengar atau melihat William yang menawarkan penghapusnya.
“Ini, pakai saja penghapusku!”
Ujar Luna sambil menengok menawarkan penghapusnya yang bergambar Super Panda.
“Ini.. Super Panda..”
“Lho? Kau tahu Super Panda?”
Tanya Luna antusias.
“Iya.. aku bahkan memakai pinsilnya”
Jawab Liana sambil memperlihatkan pinsil bermotif gambar Super Panda-nya.
“Wow! Aku bahkan tak tahu mereka mengeluarkan pinsil berwarna pink!”
“Jangan salah, ini limited edition lho!”
Liana yang tampak antusias tanpa sadar melepas suaranya hingga terdengar keras.
“Ehem.. saling mengenal boleh saja.. tapi dilakukan nanti ya saat istirahat!”
Sindir Bu Elisa dengan keras dari depan kelas.
Luna dan Liana pun segera tersadar mereka tengah berada di waktu kelas dan menyudahi percakapan mereka.
“Kita lanjutkan nanti saja ya!”
Bisik Luna pada Liana yang dibalas oleh anggukan darinya.
Bel kelas berbunyi, tanda waktu istirahat siang telah tiba. Luna berdiri dari bangkunya dan mengajak Liana untuk mengikutinya ke kantin.
“Kamu belum tahu letak kantin kan?”
Liana hanya menjawabnya dengan gelengan.
“Mau ikut?”
Kali ini Liana menjawabnya dengan anggukan dan segera berdiri dari bangkunya.
William yang melihat mereka keluar dari kelas masih mencoba mencari tahu apa kesalahannya sehingga Liana tampak membencinya.
Di kantin..
“Fuh.. untung kita berhasil mendapatkan burger spesial ini..”
Ujar Luna sambil duduk di bangku panjang yang menghadap ke pagar pembatas.
“Jadi.. episode berapa yang jadi favoritmu di Super Panda?!”
“E-episode... 20.. season 2..”
Jawab Liana pelan.
“Woah! Itu betul-betul episode yang seru! Super Red Panda tengah menekan Super Panda dengan kekuatan maplenya itu kan!”
“Betul.. Super Red Panda menurutku musuh terkuat di seluruh serial Super Panda!”
Secara tiba-tiba Liana mulai memperkeras volume suaranya.
“Tapi Blue Jelly juga kuat! Apalagi Max Poacher musuh terakhirnya di season 4!”
Namun disaat diskusi mereka sedang panas-panasnya..
“Kak Luna!!!”
Tiba-tiba Rosie muncul dan datang dengan berlari.
“Ah, Rosie, sedang apa kau disini?”
Tanya Luna.
“Aku sudah selesai makan bersama Maria, Riona, dan Laurie dan kini akan kembali ke kelas! Dan..”
Rosie menghentikan kata-katanya sambil memperhatikan Liana. Luna yang menyadarinya segera memperkenalkan Liana pada Rosie.
“Ah ya, Rosie, ini Liana, Liana, ini Rosie!”
“Selamat siang!”
Sapa Rosie sambil memberi hormat dengan tangannya.
Liana memperhatikan Rosie sejenak, lalu..
“Selamat siang, salam kenal ya”
Balas Liana sambil tersenyum.
Terdengar di kejauhan Maria memanggil Rosie sambil melambaikan tangannya, tampaknya ia mengajak Rosie kembali ke kelas.
“Baiklah.. aku pergi dulu ya! Sampai nanti Kak Luna, Kak Liana!”
Rosie pun berlari kecil meninggalkan Luna menuju Maria dan kawan-kawan.
“Siapa dia? Adikmu?”
Tanya Liana tampak penasaran.
“Tidak.. dia hanya...”
Tiba-tiba terbesit kembali kata-kata Rosie “Aku adalah wujud kematian”
“..dia..”
kembali terbesit pada ingatan Luna “Aku adalah seorang pembunuh bayaran”
“Luna? Luna??”
Sayup-sayup terdengar Liana memanggil-manggil namanya, Luna kembali tersadar dari lamunannya.
“Ah, maaf, Rosie hanya adik kelasku, itu saja”
“Hoo... begitu..”
Ucap Liana panjang.
Bel masuk berbunyi, Luna dan Liana pun terpaksa menyudahi makan siang mereka dan kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran. William masih tampak bingung dengan perlakuan Liana padanya, namun ia sulit untuk menanyakannya karena Liana bertingkah seakan ia tak ada disana.
Kini giliran bel pulang yang berbunyi, murid-murid pun langsung keluar dari kelas. Ada yang melanjutkan aktivitasnya di klub yang mereka ikuti, namun ada juga yang langsung pulang, seperti Luna.
Luna dan Liana berniat berjalan pulang bersama namun Liana bilang ia harus mengisi beberapa formulir terlebih dahulu dan menyuruh Luna menunggu di gerbang sekolah. Luna berjalan sendirian hendak menuju gerbang, hingga terlihat Alex menunggu di depan pintu gedung sekolah.
“Hei, aku harus bicara denganmu..”
Ujar Alex.
Namun Luna tampak tidak memperdulikannya, ia berjalan begitu saja melewati Alex seolah tidak mengenalnya. Namun Alex menahan lengan Luna saat akan melewatinya.
“Tunggu, kau benar, aku salah, aku minta maaf, tapi aku benar-benar harus bicara denganmu”
Tambah Alex dengan pandangan yang serius. Luna hanya membalas tatapannya dengan pandangan yang sama.
Luna menghela nafasnya.
“Fuh.. baiklah.. tapi tidak hari ini.. besok malam, di tempat biasanya..”
Setelah itu Luna mengguncangkan tangannya dan melepaskan genggaman Alex. Kemudian ia berjalan kembali.
“Kau tidak patroli malam ini?”
Tanya Alex, namun hanya dibalas oleh kebisuan dari Luna yang terus berjalan memunggunginya. Alex menghela nafasnya panjang.
Tiba-tiba terdengar suara tawa kecil dari belakang Alex, tampak Liana melewatinya sambil memberi senyum sinis, namun Alex hanya membalas dengan pandangan serius.
Luna dan Liana pun berjalan bersama-sama sambil mengobrol dengan gembira. Luna merasa sangat cocok dengan Liana yang sama-sama menyukai serial Super Panda. Ini adalah pertama kali baginya ia memiliki teman satu gender yang cocok dengannya. Luna terlihat sangat bahagia.
“Baiklah, di persimpangan ini aku belok kiri ya?”
Tanya Liana sambil menghentikan langkahnya.
“Ok, hati-hati ya!”
Sahut Luna sambil melambaikan tangannya pada Liana yang tengah berjalan. Liana pun tampak membalas lambaian tangannya dan berjalan meninggalkan Luna.
“Luna...”
Mendadak Selene memanggilnya
“Apa?”
“Kurasa kamu harus berhati-hati padanya..”
“Siapa?”
Tanya Luna.
“Gadis berkepang itu, Liana Lauressa..”
Jawab Selene.
“Kenapa aku harus?”
“Dia.. gadis itu.. aku merasakan aura yang familiar darinya.. namun kali ini berbeda.. terasa.. dingin..”
“Ah sudahlah, kok malah giliran kau yang paranoid? Tenang sajalah!”
Seru Luna berusaha menenangkan Selene sambil sedikit meledeknya.
“Terserahlah..”
Ujar Selene kesal.
Tidak sana, Liana tampak sedang berjalan sendirian, ia berbelok di persimpangan selanjutnya. Namun ia langsung menghentikan langkahnya. Liana sedikit tersenyum.
“Kupikir kau seharusnya sekarang sedang melindunginya?”
Alex tiba-tiba muncul dari atap rumah di belakang Liana, kemudian ia melompat mendekatinya.
“Jadi kau yang dikirim untuk membantuku.. aktingmu benar-benar mengerikan..”
Ujar Alex sambil berjalan mendekati Liana.
“Hahaha.. lihat siapa yang bicara.. Tuan-Iblis-Kecil”
Ledek Liana pada Alex.
“Aku tidak peduli pada kata-katamu.. hanya saja.. gadis itu, Luna, ia tampak benar-benar menyukaimu.. aku harap kau tidak melakukan perbuatan bodoh dan membuatnya kecewa..”
“Aku mengerti, akan kuusahakan semampuku, kau tahu aku seperti apa kan?”
Liana berjalan kembali.
“Daag.. Bael”
“Justru karena aku tahu kau seperti apa makanya aku khawatir.. bodoh..”
Gerutu Alex dalam hatinya.
Share This Thread