Page 2 of 4 FirstFirst 1234 LastLast
Results 16 to 30 of 58
http://idgs.in/50500
  1. #16
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default

    Tengu

    Tengu (天狗?) adalah makhluk dalam legenda Jepang. Salah satu Kami penunggu gunung, atau yōkai yang erat hubungannya dengan burung elang atau gagak. Pakaiannya mirip dengan pakaian pendeta yamabushi yang menempa diri di hutan dan gunung. Tengu memiliki hidung yang panjang, wajahnya merah, memiliki sepasang sayap, serta kuku kaki dan tangan yang sangat panjang. Tengu bisa terbang bebas di angkasa sambil membawa tongkat yang disebut kongōzue, pedang besar (tachi), dan kipas berbentuk daun (hauchiwa). Pekerjaannya menghalangi orang yang ingin mendalami agama Buddha.[1] Nama lainnya adalah Gehō-sama (外法様 tuan sihir?).

    Dalam bahasa Jepang dikenal ungkapan Tengu ni naru yang berarti "sangat bangga dengan diri sendiri". Ungkapan ini kemungkinan berasal dari ungkapan "hana ga takai" (hidungnya tinggi).

    Asal Usul

    Tengu berhidung panjang seperti dikenal orang zaman sekarang merupakan hasil penggambaran orang pada abad pertengahan. Dalam cerita Konjaku Monogatari-shū, tengu digambarkan bisa berlari di udara, dan sebagai hantu berbentuk burung rajawali yang membuat orang kerasukan. Penggambaran tersebut diperkirakan mengambil model dari hantu Temma dalam konsep agama Buddha yang digambarkan berbadan manusia dan memiliki sepasang sayap.

    Model awal tengu kemungkinan berubah pada paruh pertama zaman Muromachi. Dalam kumpulan cerita rakyat Otogizōshi terdapat cerita Tengu no Dairi (Istana Tengu) yang tokoh utamanya bernama Kurama Tengu. Selain itu, Ushiwakamaru dikabarkan menerima pelajaran seni pedang dari Tengu di Kuil Kurama. Dalam Hikayat Heike, tengu digambarkan seperti "Manusia tapi tidak seperti manusia, burung tapi tidak seperti burung, ****** tapi tidak seperti ******, tangan dan kakinya seperti tangan dan kaki manusia, wajahnya seperti ******, memiliki sayap di kanan kiri, dan bisa terbang."


    Source Link : Tengu - Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

  2. Hot Ad
  3. #17
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default

    Oda Nobunaga

    Oda Nobunaga (織田 信長?) (23 Juni 1534 - 21 Juni 1582) adalah seorang daimyo Jepang yang hidup dari zaman zaman Sengoku hingga zaman Azuchi-Momoyama.

    Lahir sebagai pewaris Oda Nobuhide, Nobunaga harus bersaing memperebutkan hak menjadi kepala klan dengan adik kandungnya Oda Nobuyuki. Setelah menang dalam pertempuran melawan klan Imagawa dan klan Saito, Nobunaga menjadi pengikut Ashikaga Yoshiaki dan diangkat sebagai pejabat di Kyoto. Kekuatan penentang Nobunaga seperti klan Takeda, klan Asakura, pendukung kuil Enryakuji, dan kuil Ishiyama Honganji dapat ditaklukkan berkat bantuan Ashikaga Yoshiaki. Nobunaga menjalankan kebijakan pasar bebas (rakuichi rakuza) dann melakukan survei wilayah. Nobunaga diserang pengikutnya yang bernama Akechi Mitsuhide sehingga terpaksa melakukan bunuh diri dalam Insiden Honnōji.

    Nobunaga dikenal dengan kebijakan yang dianggap kontroversial seperti penolakan kekuasaan oleh klan yang sudah mapan, dan pengangkatan pengikut dari keluarga yang asal-usul keturunannya tidak jelas. Nobunaga berhasil memenangkan banyak pertempuran di zaman Sengoku berkat penggunaan senjata api model baru. Selain itu, ia ditakuti akibat tindakannya yang sering dinilai kejam, seperti perintah membakar semua penentang yang terkepung di kuil Enryakuji, sehingga Nobunaga mendapat julukan raja iblis.

    Perjalanan Hidup

    Masa muda

    Nobunaga dilahirkan di Istana Shōbata pada tahun 1534 sebagai putra ketiga Oda Nobuhide, seorang daimyo zaman Sengoku dari Provinsi Owari. Kisah lain mengatakan Nobunaga dilahirkan di Istana Nagoya. Ibunya bernama Dota Gozen (Tsuchida Gozen) yang merupakan istri sah Nobuhide, sehingga Nobunaga berhak menjadi pewaris kekuasaan sang ayah.

    Nobunaga diangkat menjadi penguasa Istana Nagoya sewaktu masih berusia 2 tahun. Sejak kecil hingga remaja, Nobunaga dikenal sering berkelakuan aneh sehingga mendapat julukan "si bodoh dari Owari" dari orang-orang di sekelilingnya. Nama julukan ini diketahui dari catatan tentang Nobunaga yang tertarik pada senapan yang tertulis dalam sejarah masuknya senjata api ke Jepang melalui kota pelabuhan Tanegashima.

    Nobunaga sejak masih muda memperlihatkan sifat genius dan tindakan gagah berani. Tindakan yang sangat mengejutkan sang ayah juga sering dilakukan oleh Nobunaga, seperti menggunakan api untuk melepas sekelompok kuda di Istana Kiyosu. Ketika masih merupakan pewaris kekuasaan ayahnya, Nobunaga dari luar terlihat sangat melindungi para pengikutnya. Di sisi lain, Nobunaga sangat berhati-hati terhadap para pengikut walaupun tidak diperlihatkan secara terang-terangan.

    Pada waktu Toda Yasumitsu dari Mikawa membelot dari klan Imagawa ke klan Oda, Matsudaira Takechiyo berhasil diselamatkan dari penyanderaan pihak musuh. Nobunaga sering melewatkan masa kecil bersama Matsudaira Takechiyo (nantinya dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu) sehingga keduanya menjalin persahabatan yang erat.

    Pada tahun 1546, Nobunaga menyebut dirinya sebagai Oda Kazusanosuke (Oda Nobunaga) setelah diresmikan sebagai orang dewasa pada usia 13 tahun di Istana Furuwatari. Nobunaga mewarisi jabatan kepala klan (katoku) setelah Oda Nobuhide tutup usia. Pada upacara pemakaman ayahnya, Nobunaga melakukan tindakan yang dianggap tidak sopan dengan melemparkan abu dupa ke altar. Ada pendapat yang mengatakan cerita ini merupakan hasil karangan orang beberapa tahun kemudian.

    Pada tahun 1553, Hirate Masahide, sesepuh klan Oda melakukan seppuku sebagai bentuk protesnya terhadap kelakuan Nobunaga. Kematian Masahide sangat disesali Nobunaga yang lalu meminta bantuan pendeta bernama Takugen untuk membuka gunung dan mendirikan tempat beristirahat arwah Hirate Masahide. Kuil ini kemudian diberi nama kuil Masahide.

    Pada tahun 1548, Nobunaga mulai memimpin pasukan sebagai pengganti sang ayah. Pertempuran sengit melawan musuh lama Saitō Dōsan dari pPvinsi Mino akhirnya bisa diselesaikan secara damai. Nobunaga kemudian menikah dengan putri Saito Dōsan yang bernama Nōhime.

    Pertemuan Nobunaga dengan bapak mertua Saito Dōsan dilakukan di kuil Shōtoku yang terletak di Gunung Kōya. Ada cerita yang mengatakan dalam pertemuan ini kualitas kepemimpinan yang sebenarnya dari Oda Nobunaga mulai terlihat dan reputasi Nobunaga sebagai anak bodoh mulai terhapus.

    Pada bulan April 1556, sang bapak mertua Saitō Dōsan tewas akibat kalah bertempur dengan putra pewarisnya sendiri Saitō Yoshitatsu. Pasukan Dōsan sebetulnya sudah dibantu pasukan yang dikirim Nobunaga, tapi konon sudah terlambat untuk dapat menolong Saitō Dōsan.

    Klan Oda dan perselisihan keluarga

    Pada tanggal 24 Agustus 1556, Nobunaga memadamkan pemberontakan yang dipimpin adik kandungnya sendiri Oda Nobuyuki, Hayashi Hidesada, Hayashi Michitomo, dan Shibata Katsuie dalam Pertempuran Inō. Oda Nobuyuki terkurung di dalam Istana Suemori yang dikepung pasukan Nobunaga. Sang ibu (Dota Gozen) datang untuk menengahi pertempuran di antara kedua putranya, dan Nobunaga dimintanya untuk mengampuni Nobuyuki.

    Pada tahun berikutnya (1557), Nobuyuki kembali menyusun rencana pemberontakan. Nobunaga yang mendengar rencana ini dari laporan rahasia Shibata Katsuie berpura-pura sakit dan menjebak Nobuyuki untuk datang menjenguknya ke Istana Kiyosu. Nobuyuki dihabisi sewaktu datang ke Istana Kiyosu.

    Pada saat itu, Shiba Yoshimune dari klan Shiba menduduki jabatan kanrei. Kekuatan klan Shiba sebagai penjaga Provinsi Owari sebenarnya sudah mulai melemah, sehingga klan Imagawa dari Provinsi Suruga, klan Mizuno dan klan Matsudaira dari Provinsi Mikawa bermaksud menyerang Provinsi Owari.

    Sementara itu, perselisihan terjadi di dalam klan Oda yang terdiri dari banyak keluarga dan faksi. Klan Oda mengabdi selama tiga generasi untuk keluarga Oda Yamato-no-kami. Oda Nobutomo memimpin keluarga Oda Yamato-no-kami yang menjabat shugodai untuk distrik Shimoyon, Provinsi Owari. Nobunaga bukan merupakan garis keturunan utama klan Oda, sehingga Oda Nobutomo berniat menghabisi keluarga Nobunaga yang dianggap sebagai ancaman.

    Pada saat itu, Oda Nobutomo menjadikan penjaga Provinsi Owari yang bernama Shiba Yoshimune sebagai boneka untuk mempertahankan kekuasaan. Walaupun hal ini lazim dilakukan shugodai pada zaman itu, Yoshimune tidak menyukai perlakuan Nobutomo sehingga hubungan di antara keduanya menjadi tegang. Di tengah panasnya hubungan dengan Yoshimune, Nobutomo menyusun rencana pembunuhan atas Nobunaga. Rencana pembunuhan ini dibocorkan Yoshimune kepada Nobunaga, sehingga ada alasan untuk menyerang Nobutomo.

    Setelah tahu rencananya pembunuhan yang disusunnya terbongkar, Nobutomo sangat marah terhadap Yoshimune. Ketika sedang menangkap ikan di sungai ditemani pengawalnya, putra Yoshimune yang bernama Shiba Yoshikane dibunuh oleh Nobutomo. Anggota keluarga Yoshikane (seperti adik Yoshikane yang kemudian dikenal sebagai Mōri Hideyori dan Tsugawa Yoshifuyu) meminta pertolongan Nobunaga untuk melarikan diri ke tempat yang jauh.

    Peristiwa pembunuhan Shiba Yoshikane merupakan kesempatan bagi Nobunaga untuk memburu dan membunuh komplotan pembunuh Yoshikane dari keluarga Oda Kiyosu yang sudah lama merupakan ganjalan bagi Nobunaga. Oda Nobutomo berhasil dihabisi paman Nobunaga yang bernama Oda Nobumitsu (penguasa Istana Mamoriyama). Dengan tewasnya Nobutomo, Nobunaga berhasil menamatkan sejarah keluarga Oda Kiyosu yang merupakan garis keturunan utama klan Oda, sehingga keluarga Oda Nobunaga yang bukan berasal dari garis keturunan utama bisa menjadi pemimpin klan.

    Nobunaga menaklukkan penguasa Istana Inuyama bernama Oda Nobukiyo yang sebenarnya masih satu keluarga. Setelah itu, Nobunaga menyingkirkan Oda Nobuyasu yang merupakan garis utama keturunan klan Oda sekaligus penguasa distrik Shimoyon. Oda Nobuyasu adalah anggota keluarga Oda Kiyosu yang menjadi musuh besar Nobunaga. Nobunaga berhasil mengalahkan Oda Nobuyasu, dan mengusirnya dalam Pertempuran Ukino. Pada tahun 1559, keluarga Nobunaga berhasil memegang kendali kekuasaan Provinsi Owari.

    Pengusiran klan Shiba

    Kesempatan tewasnya Shiba Yoshikane yang merupakan boneka klan Oda digunakan Nobunaga untuk berdamai dengan para daimyo di wilayah tetangga. Nobunaga berhasil menjalin persekutuan dengan klan Shiba, klan Kira (penjaga wilayah Mikawa) dan klan Imagawa (penjaga wilayah Suruga).

    Keadaan berlangsung tenang selama beberapa waktu sampai terbongkarnya rencana komplotan pembunuh Nobunaga. Komplotan terdiri dari klan Ishibashi yang masih keluarga dengan Shiba Yoshikane (pemimpin klan Shiba), dan klan Kira yang masih ada hubungan keluarga dengan klan Ashikaga. Keluarga shogun Ashikaga masih merupakan garis utama keturunan klan Shiba. sewaktu diusir ke Kyoto, Yoshikane pernah meminta perlindungan keluarga Ashikaga. Setelah menghabisi klan Shiba dan keluarga Oda Kiyosu, kekuasaan Provinsi Owari akhirnya benar-benar berada di tangan Nobunaga.

    Pertempuran Okehazama

    Pada tahun berikutnya (1560), penjaga wilayah Suruga yang bernama Imagawa Yoshimoto memimpin pasukan besar-besaran yang dikabarkan terdiri dari 20.000 sampai 40.000 prajurit untuk menyerang Owari. Imagawa Yoshimoto adalah musuh Nobunaga karena masih satu keluarga dengan klan Kira yang merupakan garis luar keturunan keluarga shogun Ashikaga. Klan Matsudaira dari Mikawa yang berada di garis depan berhasil menaklukkan benteng-benteng pihak Nobunaga.

    Pertempuran tidak seimbang karena jumlah pasukan klan Oda hanya sedikit. Di tengah kepanikan para pengikutnya, Nobunaga tetap tenang. Saat tengah malam, Nobunaga tiba-tiba bangkit menarikan tarian Kōwaka-mai dan menyanyikan lagu Atsumori. Setelah puas menari dan menyanyi, Nobunaga pergi berdoa ke kuil Atsuta-jingū dengan hanya ditemani beberapa orang pengikutnya yang menunggang kuda. Sebagai pengalih perhatian, sejumlah prajurit diperintahkan untuk tinggal di tempat. Sementara itu, Nobunaga memimpin pasukan yang hanya terdiri dari 2.000 prajurit untuk menyerang pasukan Imagawa yang sedang mabuk kemenangan. Imagawa Yoshimoto diincarnya untuk dibunuh. Pasukan Nobunaga pasti kalah jika berhadapan langsung dengan pasukan Imagawa yang berjumlah sepuluh kali lipat. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran Okehazama. Imagawa Yoshimoto sangat terkejut dan tidak menduga serangan mendadak dari pihak Nobunaga. Pengawal berkuda dari pihak Nobunaga, Hattori Koheita dan Mōri Shinsuke berhasil membunuh Imagawa Yoshimoto. Setelah kehilangan pemimpin, sisa-sisa pasukan Imagawa pulang melarikan diri ke Suruga. Kemenangan dalam Pertempuran Okehazama membuat nama Oda Nobunaga, 26 tahun, menjadi terkenal di seluruh negeri.

    Seusai Pertempuran Okehazama, klan Imagawa menjadi kehilangan kendali atas klan Matsudaira yang melepaskan diri dari keluarga Imagawa. Pada tahun 1562 dengan perjanjian Persekutuan Kiyosu, Nobunaga bersekutu dengan Matsudaira Motoyasu (kemudian dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu) dari Provinsi Mikawa. Kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama, yakni menghancurkan klan Imagawa.


    Penaklukan Mino

    Penaklukan Saitō Tatsuoki dari Provinsi Mino merupakan tujuan berikut Nobunaga. Pada tahun 1564, Nobunaga bersekutu dengan Azai Nagamasa dari Ōmi utara untuk menjepit posisi klan Saitō. Berdasarkan perjanjian tersebut, adik perempuan Nobunaga yang bernama Oichi dinikahkan dengan Azai Nagamasa.

    Pada tahun 1566, Nobunaga memerintahkan Kinoshita Tōkichirō (Hashiba Hideyoshi) untuk membangun Istana Sunomata yang akan digunakan sebagai batu loncatan penyerangan ke Mino.

    Nobunaga berhasil menaklukkan pasukan Saitō Tatsuoki berkat bantuan klan Takenaka, Kelompok Tiga Serangkai dari Mino bagian barat (pasukan dari klan Inaba, klan Ujiie, dan klan Andō), klan Hachisuka, klan Maeno dan klan Kanamori. Dengan ditaklukkan Provinsi Mino pada tahun 1567, Nobunaga menjadi daimyo dua provinsi sekaligus di usia 33 tahun.

    Keinginan Nobunaga untuk menaklukkan seluruh Jepang dimulai dari Provinsi Mino, karena pada saat itu menguasai Mino sama artinya dengan menguasai seluruh Jepang. Nama bekas pusat kekuasaan klan Toki dan klan Saitō di Inoguchi diganti namanya oleh Nobunaga menjadi Gifu. Aksara kanji "Gi" untuk kota Gifu diambil dari nama Gunung Gi (Qi dalam bahasa Tiongkok) yang merupakan tempat berdirinya Dinasti Zhou. Nobunaga konon bermaksud menggunakan kesempatan ini sebagai titik awal pendirian dinasti Nobunaga.

    Pada tahun itu juga (1567), Nobunaga mulai secara terang-terangan menunjukkan ambisinya menguasai seluruh Jepang. Nobunaga mulai menggunakan stempel bertuliskan Tenka Fubu (天下布武? di bawah langit, menguasai dengan kekuatan bersenjata) atau penguasaan seluruh Jepang dengan kekuatan bersenjata.

    Pada saat itu, Provinsi Kai dan Shinano yang bertetangga dengan Mino dikuasai daimyo Takeda Shingen. Nobunaga berusaha memperlihatkan sikap bersahabat dengan Shingen, antara lain berusaha mengawinkan Oda Nobutada, putra pewarisnya dengan anggota keluarga Takeda Shingen.


    Bertugas di Kyoto

    Pada masa sebelum tahun 1565, klan Miyoshi adalah bawahan (shitsuji) dari klan Hosokawa yang secara turun temurun telah menjabat kanrei di wilayah Kinai. Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide adalah samurai berpengaruh dari klan Miyoshi yang mengabdi kepada shogun ke-14 Ashikaga Yoshihide yang merupakan boneka klan Miyoshi.

    Sewaktu sedang memperkuat pemerintah keshogunan, Ashikaga Yoshiteru (shogun ke-13) berselisih dengan klan Miyoshi sehingga dibunuh Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide. Selain itu, adik Ashikaga Yoshiteru yang bernama Ashikaga Yoshiaki juga menjadi incaran, sehingga melarikan diri ke Provinsi Echizen yang dikuasai klan Asakura. Pada saat itu, penguasa Echizen yang bernama Asakura Yoshikage ternyata tidak memperlihatkan sikap mau memburu klan Miyoshi.

    Pada bulan Juli 1568, Yoshiaki dengan mengabaikan rasa takutnya, mendekati Nobunaga yang sudah menjadi penguasa Mino. Pada bulan September tahun yang sama, permintaan bantuan Ashikaga Yoshiaki disambut Nobunaga yang kebetulan mempunyai ambisi untuk menguasai Jepang. Nobunaga menerima Ashikaga Yoshiaki sebagai shogun ke-15 yang kemudian memuluskan rencananya untuk menguasai Kyoto.

    Usaha Nobunaga untuk menaklukkan Kyoto dihentikan di Provinsi Ōmi oleh klan Rokkaku. Pimpinan klan Rokkaku yang bernama Rokkaku Yoshikata tidak mengakui Yoshiaki sebagai shogun. Serangan mendadak dilakukan Nobunaga, dan seluruh anggota klan Rokkaku terusir. Penguasa Kyoto yang terdiri dari Miyoshi Yoshitsugu dan Mastunaga Hisahide juga ditaklukkan Nobunaga. Ambisi Nobunaga menguasai Kyoto tercapai setelah Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi melarikan diri ke Provinsi Awa.

    Berkat bantuan Nobunaga, Ashikaga Yoshiaki diangkat sebagai shogun ke-15 Keshogunan Ashikaga. Nobunaga membatasi kekuasaan shogun agar bisa memerintah seluruh negeri sesuai kemauannya sendiri. Pemimpin militer daerah seperti Uesugi Kenshin juga mematuhi kekuasaan keshogunan yang dikendalikan Nobunaga.

    Nobunaga memaksa Yoshiaki untuk mematuhi Lima Pasal Peraturan Kediaman Keshogunan (denchū okite gokajū) yang membuat shogun Yoshiaki sebagai boneka Nobunaga. Secara diam-diam, Ashikaga Yoshiaki membentuk koalisi anti Nobunaga dibantu daimyo penentang Nobunaga.

    Dalam usaha menaklukkan Kyoto, Nobunaga memberi dana pengeluaran militer sebanyak 20.000 kan kepada kota Sakai dengan permintaan agar tunduk kepada Nobunaga. Perkumpulan pedagang kota Sakai (Sakai Egoshū) menentang Nobunaga dengan bantuanKelompok Tiga Serangkai Miyoshi. Pada tahun 1569, kota Sakai menyerah setelah diserang pasukan Nobunaga.

    Mulai sekitar tahun 1567, Nobunaga berusaha menaklukkan Provinsi Ise. Provinsi Ise dikuasai Nobunaga berkat bantuan kedua putranya yang dikawinkan dengan anggota keluarga klan yang berpengaruh di Ise. Pada tahun 1568, Nobunaga memaksa klan Kambe untuk menyerah dengan imbalan Oda Nobutaka dijadikan penerus keturunan klan Kambe. Pada tahun 1569, Nobunaga menundukkan klan Kitabatake yang menguasai Provinsi Ise. Putra kedua Nobunaga yang bernama Oda Nobuo (Oda Nobukatsu) dijadikan sebagai penerus keturunan Kitabatake.

    Source Link : Oda Nobunaga - Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

  4. #18
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default


    Akechi Mitsuhide


    Akechi Mitsuhide (1526-1582) adalah seorang samurai jaman perang sipil Jepang/ periode Sengoku. Dia adalah anak sulung dari Akechi Mitsukuni. Awalnya mengabdi pada klan Saito dari Mino. Dia meninggalkan Mino setelah klan Saito terjerumus dalam kerusuhan internal antara Saito Dosan dan anaknya Yoshitatsu. Sejak itu dia mengembara sebagai ronin dan sempat mengabdi pada klan Asakura dari Echizen. Dia kembali ke Mino tahun 1567 dan mengabdi pada Oda Nobunaga yang telah menaklukkan daerah itu.

    Mitsuhide seorang yang mempunyai banyak bakat, bukan saja seorang samurai yang handal, dia juga piawai dalam berpuisi dan upacara minum teh sehingga statusnya naik dengan cepat dibawah Nobunaga. Sebagai pendatang baru dalam jajaran staff Nobunaga, dia sudah menerima tanah sebanyak 100.000 koku di Sakamoto, provinsi Omi. Tahun 1570, Nobunaga menugasinya mengadakan survei daerah di Yamato. Tahun 1571, Nobunaga menyerang kompleks biara di Gunung Hiei untuk menumpas pemberontakan para biksu militan, Mitsuhide adalah salah satu yang mencoba membujuk Nobunaga mengurungkan niatnya, namun tidak berhasil. Dia dipindahkan ke Echizen tahun 1574 kemudian mendapat misi menaklukkan provinsi Tamba tahun 1577 yang kemudian dianugerahkan padanya setelah takluk.

    Tahun 1579, Mitsuhide terlibat konflik dengan klan Hatano dalam pengepungan kastil Yakami. Mitsuhide menawarkan negosiasi damai bila Hatano Hideharu menyerah dan untuk menunjukkan itikad baiknya, dia menyerahkan ibunya sebagai sandera untuk tinggal di daerah kekuasaan Hatano. Namun belakangan Nobunaga mengkhianati kesepakatan ini dan menghukum mati Hideharu. Hal ini tentu menyulut kemarahan klan Hatano, merekapun membalas dengan membunuh ibu Mitsuhide yang tinggal di daerah mereka. Tahun berikutnya dia bersama Hosokawa Fujitaka mencaplok provinsi Tajima dan membantu Toyotomi Hideyoshi menghancurkan kastil Tottori di provinsi Inaba tahun 1581.

    Juni 1582, Nobunaga memerintahkannya bergabung dengan Hideyoshi dalam ekspedisi ke barat melawan klan Mori. Namun bukannya menuju ke barat, Mitsuhide malah menuju ke Kyoto dimana Nobunaga sedang beristirahat di kuil Honno sekembalinya dari ekspedisi menaklukkan klan Takeda. Pagi hari tanggal 21 Juni, pasukan Mitsuhide sudah mengepung kuil itu dan pertempuran terjadi disana. Nobunaga yang hanya dikawal oleh beberapa pengawal pribadi dan hanya mempunyai sedikit prajurit bersamanya tidak menyangka Mitsuhide akan memberontak. Di kuil yang sudah mulai dilalap api itu Nobunaga melakukan seppuku, anaknya yang juga penerusnya, Nobutada juga tewas dalam pertempuran itu.

    Setelah mendengar kabar kematian Nobunaga, Hideyoshi yang sedang berada di wilayah barat, mengadakan gencatan senjata dengan Mori dan buru-buru kembali ke daerah Oda untuk misi pembalasan. Mitsuhide gagal meraih dukungan dari para penguasa setempat, bahkan besannya, Hosokawa Fujitaka juga tidak mendukungnya. Tidak lama kemudian dia dikalahkan Hideyoshi dalam pertempuran Yamazaki. Dia lolos dari pertempuran dan bermaksud kembali ke kastilnya di Sakamoto, namun di tengah jalan dia dibunuh para petani. Keluarganya di Sakamoto juga dihabisi oleh sepupunya sendiri, Akechi Hidemitsu sebelum pasukan Hideyoshi mencapai kastil itu. Ada desas-desus mengatakan bahwa dia tidak mati setelah kekalahannya, melainkan memulai hidup baru sebagai biksu dengan nama Tenkai.

    Motif pengkhianatan Mitsuhide masih diperdebatkan. Salah satu kemungkinan adalah membalas dendam atas kematian ibunya akibat Nobunaga melanggar perjanjian damai dengan Hatano. Ada yang mengatakan karena ketidaksukaan Mitsuhide terhadap sikap Nobunaga melindungi misionaris dari barat dalam menyebarkan agamanya di Jepang. Juga mungkin karena Nobunaga yang iri dengan bakat Mitsuhide sehingga sering menghinanya di depan umum. Mitsuhide juga mendapat julukan shogun 13 hari.


    Source Link : Akechi Mitsuhide - Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia
    Last edited by BloodyElf; 29-01-08 at 16:08.

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

  5. #19

    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Hah ??? Peta plzzz !!
    Posts
    26
    Points
    38.10
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    numpang nanya...kalo wikipedia indonesia kan gw baca2 sering ngaco n salah pengartian dari wikipedia inggris...
    jadi kalo gw ambil dari wikipedia inggris yg berbahasa inggris boleh gak ?
    kalo pake trans tool takut lebih ngaco lage...kalo trans 1 1 mata gw yg muter2...
    jadi izin dolo nih boleh apa kgk ?

  6. #20
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default

    Quote Originally Posted by Zetha View Post
    numpang nanya...kalo wikipedia indonesia kan gw baca2 sering ngaco n salah pengartian dari wikipedia inggris...
    jadi kalo gw ambil dari wikipedia inggris yg berbahasa inggris boleh gak ?
    kalo pake trans tool takut lebih ngaco lage...kalo trans 1 1 mata gw yg muter2...
    jadi izin dolo nih boleh apa kgk ?
    mo inggris gpp kok, klo bisa sih di translit... kasian jg nanti yang bisa bhs inggris kan ?
    selama masih masuk ke topic dan bhsnya bisa dipahami banyak orang... it's ok

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

  7. #21
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default

    Hattori Hanzo

    1541 - 1596



    Also known as Masashige. The son of a certain Hattori Yasunaga, Hanzo, who would earn the nickname 'Devil Hanzo', served Tokugawa Ieyasu loyally and usefully. His nickname - Devil Hanzo - was not only to pay homage to his skills but also to distinguish him from another Tokugawa 'ninja', Watanabe Hanzo. Hattori, who fought his first battle at the age of 16, went on to serve at Anegawa (1570) and Mikatagahara (1572), but his most valuable contribution came in 1582, following Oda Nobunaga's death. At that time Tokugawa and his retainers had been staying near Ôsaka and learned of the assassination only just in time to avoid being detained by Akechi Mitsuhide's troops. But they were by no means out of the woods. Mikawa was still a long way away, and Akechi men would be combing the roads for them. At this point, Hanzo suggested that they take a route through Iga province, as he had ties with the samurai there. In addition, Ieyasu had sheltered survivors from Nobunaga's bloody invasion of that province in 1580 and those who knew of this would certainly be well disposed to offer assistance. Honda Tadakatsu sent Hanzo on ahead, and, as hoped, the Iga men agreed not only to guide them along back roads, but also to provide them with an escort. At length, Tokugawa and his band returned to Mikawa safely. The same could not be said for Anayama Beisetsu, a recent Tokugawa addition who had insisted on taking a different route.

    Hanzo was succeded by his son, Masanari, who would be given the title Iwami-no-Kami and whose men would act as the guards of Edo Castle. Hanzo's reputation as a ninja leader who commanded a 200-man strong unit of Iga men has grown to legendary proportions.

    ==================================================

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

  8. #22
    wisnu93's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Location
    Lordaeron
    Posts
    2,443
    Points
    3,057.80
    Thanks: 0 / 1 / 1

    Default

    beberapa diantaranya ada di salah satu anime/manga
    Samurai Deeper Kyo
    Sanada Yukimura dan Oda Nobunaga
    menarik.....
    di Onimusha juga kalo ga salah ada Nobunaga...
    ayo..lagi"
    makin penasaran gw

  9. #23
    Kyubito's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Aria Company
    Posts
    426
    Points
    598.70
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    Hachikō

    For the JR East line connecting Hachiōji with Takasaki, see Hachikō Line.

    Hachikō (ハチ公, Hachikō? November 10, 1923 – March 8, 1935), known in Japanese as chūken Hachikō (忠犬 ハチ公,, chūken Hachikō? lit. 'faithful dog Hachikō'), was an Akita dog born in the city of Odate, Akita Prefecture remembered for his loyalty to his master.



    Life

    In 1924, Hachikō was brought to Tokyo by his owner, Hidesamurō Ueno (上野英三郎), a professor in the agriculture department at the University of Tokyo. During his owner's life, Hachikō saw him off from the front door and greeted him at the end of the day at the nearby Shibuya Station. Even after Ueno's death in May 1925, Hachikō returned every day to the station to wait for him, and did so for the next 10 years. In 1928, a new station master came to Shibuya Station who grew fond of the dog and allowed him free run of the facility. Hachikō still kept his schedule, but also was allowed to remain in the station throughout the day, sleeping in a storeroom set aside for him by the new station master.

    Hachikō's devotion to his lost master moved those around him, who nicknamed him "faithful dog". Others at the station initially thought it was waiting for something else or roaming around but later realized it was waiting for its dead owner. So the vendors there used to give some bits of food and water. Others doubted it and said the dog might have come because of the food the vendors gave for it. But it appeared only in the evening time, precisely when the train was due at the station. [2]

    Publication

    That same year, another of Ueno's former students (who had become something of an expert on Akitas) saw the dog at the station and followed him to the Kobayashi home where he learned the history of Hachikō's life. Shortly after this meeting, the former student published a documented census of Akitas in Japan. His research found only 30 purebred Akitas remaining, including Hachikō from Shibuya Station.

    Ueno's former student returned frequently to visit the dog and over the years published several articles about Hachikō's remarkable loyalty. In 1932 one of these articles, published in Tokyo's largest newspaper, threw the dog into the national spotlight. Hachikō became a national sensation. His faithfulness to his master's memory impressed the people of Japan as a spirit of family loyalty all should strive to achieve. Teachers and parents used Hachikō's vigil as an example for children to follow. A well-known Japanese artist rendered a sculpture of the dog, and throughout the country a new awareness of the Akita breed grew.

    Death

    Hachikō died on March 8, 1935, of filariasis (heartworm). His stuffed and mounted remains are kept at the National Science Museum in Ueno, Tokyo.[1]

    Remembrance




    In April 1934, a bronze statue in his likeness was erected at Shibuya Station, and Hachikō himself was present at its unveiling. The statue was recycled for the war effort during World War II. After the war, Hachikō was not forgotten. In 1948 The Society for Recreating the Hachikō Statue commissioned Takeshi Ando, son of the original artist who had since died, to make a second statue. The new statue, which was erected in August 1948, still stands and is an extremely popular meeting spot. The station entrance near this statue is named "Hachikō-guchi", meaning "The Hachikō Exit", and is one of Shibuya Station's five exits.

    A similar statue stands in Hachikō's hometown, in front of Odate Station. In 2004, a new statue of Hachikō was erected on the original stone pedestal from Shibuya in front of the Akita Dog Museum in Odate.

    The Japan Times played a practical joke on readers by reporting that the bronze statue was stolen a little before 2AM on April 1, 2007, by "suspected metal thieves." The false story told a very detailed account of an elaborate theft by men wearing khaki workers' uniforms who secured the area with orange safety cones and obscured the theft with blue vinyl tarps. The "crime" was allegedly recorded on security cameras.



    Hachikō was the subject of the 1987 movie Hachikō Monogatari,[2] which told the story of his life from his birth up until his death and imagined spiritual reunion with his master, the Professor. He is also the subject of a 2004 children's book named Hachikō: the true story of a loyal dog, written by Pamela S. Turner and illustrated by Yan Nascimbene. Another children's book, a short novel for readers of all ages called HACHIKO WAITS, written by Lesléa Newman and illustrated by Machiyo Kodaira was published by Henry Holt & Co. in 2004.

    In 1994, the Culture Broadcasting Network (CBN) in Japan was able to lift a recording of Hachikō barking from an old record that had been broken into several pieces. A huge advertising campaign ensued and on Saturday, May 28, 1994, 59 years after his death, millions of radio listeners tuned in to hear Hachikō bark.[3] This event was testimony to Hachikō's continuing popularity.

    Pre-production work has started[4] on Hachiko: A Dog's Story,[5] an American movie starring actor Richard Gere, directed by Lasse Hallström, about Hachikō and his relationship with the professor. The movie is being filmed in Rhode Island, and will also feature actress Joan Allen, who appeared in "The Bourne Ultimatum" and "The Bourne Supremacy".[6] The movie is expected to release in 2008.

    Masuk legenda ga yah ??? ****** super setia bernama Hachi-Ko ini gue sering nangis klo baca kisahnya T_T


    Hachiko, ****** yang setia

    30 01 2008

    Sbelum gw dateng ke jepang, sbenernya di tv udah sering liat keberadaan patung ****** di skitar stasiun yang ada di jepang. tapi gw ga pernah tau namanya, sampe beberapa hari sblom pergi, si kadir ngasih tau gw, “kalo udah sampe jepang jangan lupa foto sama hachiko”. trus gw kan bingung “hachiko apaan dir?”, trus dia bilang “patung ****** yang ada di jepang itu loh..”. oh akhirnya gw baru ngeh kalo namanya hachiko. jadilah begitu sampe jepang gw beneran nyari keberadaan patung ini.

    Setelah dateng ke jepang, mungkin skitar 3-5 hari setelah sampe jepang, akhirnya gw baru sadar kalo hachiko letaknya persis di sebrang kantor gw (main office). patung hachikonya sendiri terletak di deket pintu keluar shibuya station, dimana tempatnya selalu penuh dengan anak muda yg lagi nunggu temennya. daerah ini juga sering muncul di tv, krn perempatan yang ada di samping patung hachiko adalah perempatan terpadat di shibuya (pernah liat kan perempatan yang orangnya banyaakk banget, lebih banyak daripada mobil). patung hachiko ini dibuat berdasarkan kisah nyata kesetiaan seekor ******. jadi begini ceritanya ….

    Jadi hachiko itu adalah ****** dengan ras akita (nama daerah di jepang), dia lahir thn 1923 di desa odate propinsi akita. waktu umurnya 2 bulan, majikannya (prof. eisaburo ueno) ngebawa dia ke tokyo krn si majikan kerja di universitas tokyo jurusan agriculture. mereka berdua akhirnya tinggal di daerah shibuya. tapi krn setiap hari si majikan harus kerja di district yang beda (bukan shibuya), hachiko udah terbiasa nganter majikannya pergi sampe stasiun shibuya. begitu juga kalo majikannya pulang, hachiko juga pasti udah nunggu di sana.

    Sampe terjadilah tragedi pd tanggal 21 mei 1925, prof. ueno meninggal krn stroke di universitas tokyo sblom pulang menemui hachiko. krn kematian prof. ueno, akhirnya sodara dari prof. ueno mengambil alih hachiko. sodaranya ini juga tinggal deket stasiun shibuya. setiap hari hachiko selalu pergi dari rumah barunya untuk nungguin majikan lamanya pulang ke stasiun shibuya.

    Pada thn 1928, terjadi perombakan besar di stasiun shibuya, tapi hachiko tetep setia nungguin majikannya. sampe akhirnya pada tahun yang sama, salah seorang murid prof. ueno yang sedang meneliti ****** ras akita tertarik dengan kesetiaan hachiko. dia memutuskan utk menulis sebuah artikel yang akhirnya ngebuat hachiko menjadi terkenal di jepang. berita tentang hachiko menyebar luas sampe2 akhirnya berita dgn judul “****** tua yang tetap setia menunggu majikannya yg telah meninggal 7 thn” di muat di koran asahi pd thn 1933. patung hachiko akhirnya didirikan pada tahun 1934 (tp sempet hancur gara2 pd II, yang di rombak ulang pd tahun 1948).

    Hachiko akhirnya bisa bertemu dengan majikannya pada tanggal 8 maret 1935, hachiko meninggal (mati?) persis di tempat terakhir dia melihat majikannya pergi. selain sebagai meeting point, patung hachiko terkenal sebagai lambang kesetiaan di kota tokyo.
    Last edited by Kyubito; 13-04-08 at 00:04.
    GS: With this generation, Sony and Nintendo are doing different things from each other and also from Microsoft. Each has its own strategy this time. What do you think of their individual approaches? Do the things they're doing make you want to develop for either of their systems?

    HS: [in English] Ah, Kutaragi-san's architecture...seven DSPs and a low-powered CPU. I don't like the PS3's architecture.

    GS= Gamespot
    HS= Hironobu Sakaguchi (Father of FF)

    gak mati hebat
    http://http://i151.photobucket.com/a...0914508261.gif

    http://i90.photobucket.com/albums/k2.../untitled2.jpg

  10. #24
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default

    iya ****** yg melegenda....
    hikzz... kisahnya jg bikin terharu....


    jarang" ada hewan kyk gitu, slalu menanti tuannya... skali pun tuan uda tiada T_T
    bener" faithfull dog


    GO Hachiko !!!....

    tp sayang uda meninggal...... ::

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

  11. #25
    Kyubito's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Aria Company
    Posts
    426
    Points
    598.70
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    Quote Originally Posted by BloodyElf View Post
    iya ****** yg melegenda....
    hikzz... kisahnya jg bikin terharu....


    jarang" ada hewan kyk gitu, slalu menanti tuannya... skali pun tuan uda tiada T_T
    bener" faithfull dog


    GO Hachiko !!!....

    tp sayang uda meninggal...... ::

    mau ada movienya nanti 2008 ga jelas tengah tahun apa akhir tahun ^^ klo ga salah judulnya Hachiko juga atau faithfull dog yah ??
    Last edited by Kyubito; 13-04-08 at 13:05.
    GS: With this generation, Sony and Nintendo are doing different things from each other and also from Microsoft. Each has its own strategy this time. What do you think of their individual approaches? Do the things they're doing make you want to develop for either of their systems?

    HS: [in English] Ah, Kutaragi-san's architecture...seven DSPs and a low-powered CPU. I don't like the PS3's architecture.

    GS= Gamespot
    HS= Hironobu Sakaguchi (Father of FF)

    gak mati hebat
    http://http://i151.photobucket.com/a...0914508261.gif

    http://i90.photobucket.com/albums/k2.../untitled2.jpg

  12. #26
    Kyubito's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Aria Company
    Posts
    426
    Points
    598.70
    Thanks: 0 / 0 / 0
    GS: With this generation, Sony and Nintendo are doing different things from each other and also from Microsoft. Each has its own strategy this time. What do you think of their individual approaches? Do the things they're doing make you want to develop for either of their systems?

    HS: [in English] Ah, Kutaragi-san's architecture...seven DSPs and a low-powered CPU. I don't like the PS3's architecture.

    GS= Gamespot
    HS= Hironobu Sakaguchi (Father of FF)

    gak mati hebat
    http://http://i151.photobucket.com/a...0914508261.gif

    http://i90.photobucket.com/albums/k2.../untitled2.jpg

  13. #27
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default

    Takeda Shingen



    Takeda Shingen (武田信玄) (December 1, 1521 – May 13, 1573) of Shinano and Kai Provinces, was a preeminent daimyo or feudal lord with military prestige who sought for the control of Japan in the late stage of Sengoku or "warring states" period.

    Name

    Takeda Shingen was born Takeda Tarō (Katsuchiyo), but was later given the formal name of Takeda Harunobu. This name change was authorised by Ashikaga Yoshiharu, the 12th Ashikaga Shogun.[citation needed]

    In 1559, his name was changed again (this time by his own will) to the well-known Takeda Shingen. Shin is the contemporary Chinese pronunciation of the character nobu, which means "believe"; gen means "black", the color of intelligence and truth in Buddhism.

    Shingen is sometimes referred to as "The Tiger of Kai" for his martial prowess on the battlefield. His primary rival, Uesugi Kenshin, was often called "The Dragon of Echigo" or also "The Tiger of Echigo Province". In Chinese mythology, the dragon and the tiger have always been bitter rivals who try to defeat one another, but they always fight to a draw.


    Life

    Takeda Shingen was the first born son of Takeda Nobutora, leader of the Takeda clan, and daimyo of the province of Kai. He had been an accomplished poet in his youth. He assisted his father with the older relatives and vassals of the Takeda family, and became quite a valuable addition to the clan at a fairly young age. But at some point in his life after his "coming of age" ceremony, the young man decided to rebel against his father.

    He finally succeeded at the age of 21, successfully taking control of the clan. Events regarding this change of leadership are not entirely clear, but it is thought that his father had planned to name the second son, Takeda Nobushige, as his heir instead of Shingen. The end result for the father was a miserable retirement that was forced upon him by his son and his supporters: he was sent to Suruga Province (on the southern border of Kai) to be kept in custody under the scrutiny of the Imagawa clan, led by Imagawa Yoshimoto, the daimyo of Suruga. For their help in this bloodless coup, an alliance was formed between the Imagawa and the Takeda clans.


    Initial expansion

    Shingen's first act was to gain a hold of the area around him. His goal was to conquer Shinano Province. A number of the major daimyos in the Shinano region marched on the border of Kai Province, hoping to neutralize the power of the still-young Shingen before he had a chance to expand into their lands. However, planning to beat him down at Fuchu (where word had it Shingen was gathering his forces for a stand), they were unprepared when Takeda forces suddenly came down upon them at the battle of Sezawa. Taking advantage of their confusion, Shingen was able to score a quick victory, which set the stage for his drive into Shinano lands that same year. The young warlord made considerable advances into the region, conquering the Suwa headquarters in the siege of Kuwabara before moving into central Shinano with the defeat of both Tozawa Yorichika and Takato Yoritsugu. However, the warlord was checked at Uehara by Murakami Yoshikiyo, losing two of his generals in a heated battle in which Murakami came out on top. Shingen managed to avenge this loss and the Murakami clan was eventually defeated. Murakami fled the region, eventually coming to plead help from the Uesugi clan.

    After he had conquered Shinano, Shingen (who had changed his name to this in 1551) faced another rival, Uesugi Kenshin of Echigo. The feud between these two became almost legendary, and they faced each other on the battlefield a total of five times at the battles of Kawanakajima. These battles were generally confined to controlled skirmishes, neither daimyo willing to devote himself entirely to a single all-out attempt. The one conflict between the two that had the fiercest fighting, and might have decided victory or defeat for one side or the other, was the fourth such battle. It was in this fourth contest that the famous tale was formed of Uesugi Kenshin's forces clearing a path through the Takeda troops and Kenshin engaging Shingen in single combat. The tale has Kenshin attacking Shingen with his sword while Shingen defends with his iron war fan or tessen. Both lords lost a considerable number of men in this fight, and Shingen in particular was deprived of two of his main generals, Yamamoto Kansuke and his younger brother Takeda Nobushige.


    Conquest pause

    Around this time period, the Takeda clan suffered two setbacks within the group itself. Shingen uncovered two plots on his life, the first from his cousin Katanuma Nobumoto (whom he ordered to commit seppuku), and the second, a few years later, from his own son Takeda Yoshinobu. His son was confined to the Tokoji, where he died two years later. It is uncertain as to whether his death was natural or ordered by his father. This left Takeda Shingen, for the moment, without an heir. However, he later had more sons, and it was actually his fourth (Takeda Nobumori) who would take control of the Takeda clan after his death.

    By 1564, after he had completely defeated the Shinano Province and taken a number of castles from his rival the Uesugi clan, Shingen kept his realm fairly contained, contenting himself to a number of small raids and mostly internal affairs. During this time he ordered the damming project of the Fuji River, which was one of the major domestic activities of the time.


    New expansion

    After Imagawa Yoshimoto (a former ally of the Takeda) was killed by Oda Nobunaga, Shingen made a move against the weak Imagawa under the incompetent leadership of Yoshimoto's son, Imagawa Ujizane. A pact is believed to have been formed between Shingen and Tokugawa Ieyasu for control of the remaining Imagawa lands, and they both fought against Yoshimoto's heir. However, the agreement between the Takeda and Tokugawa forces quickly fell through, and after the Imagawa were no longer an issue, Shingen made a move against Ieyasu.


    Last battle and death

    When Takeda Shingen was 49 years old, he was the only daimyo with the necessary power and tactical skill to stop Oda Nobunaga's rush to rule Japan. He engaged Tokugawa Ieyasu's forces in 1572 and captured Futamata, and then stepped forward once again in January at the battle of Mikatagahara. At Mikata-ga-hara, Takeda Shingen defeated a small combined army of Nobunaga and Ieyasu, but the victory was not decisive. After defeating Tokugawa Ieyasu, Shingen actually checked his forward momentum for a small time due to outside influences, which allowed Tokugawa to get ready for battle again. He entered Mikawa Province but soon died of illness in camp. He was buried at Erin-ji in what is now Kōshū, Yamanashi.


    After death

    Takeda Katsuyori became the daimyo of the Takeda clan. Katsuyori was ambitious and desired to continue the legacy of his father. He moved on to take Tokugawa forts. However an allied force of Tokugawa Ieyasu and Oda Nobunaga dealt a crushing blow to the Takeda in the Battle of Nagashino. Here Oda Nobunaga's gunmen destroyed the Takeda cavalry. Ieyasu seized the opportunity and defeated the weak Takeda led by Takeda Katsuyori in the battle of Temmokuzan. Katsuyori committed suicide after the battle, and the Takeda clan would never recover.

    Upon Shingen's death, Kenshin reportedly cried at the loss of one of his strongest and most deeply respected rivals. Perhaps one of the most lasting tributes to Shingen's prowess, however, was Tokugawa Ieyasu himself, who is known to have later borrowed heavily from the old Takeda leader's governmental and military innovations after he had taken leadership of Kai during Toyotomi Hideyoshi's rise to power. Many of these designs were put to use in the Tokugawa Shogunate.

    The Takeda were for the most part utterly destroyed by the loss of Shingen's heir, Katsuyori. However Shingen had a profound effect on the period in Japan. He influenced many lords with his law system, tax system and administration system. He was probably not as cruel as other warlords, but he was aggressive toward military enemies. There were many tales about Takeda Shingen including the one mentioned above. His war banner contained the famous phrase Fū-Rin-Ka-Zan(風林火山), taken from Sun Tzu's 'The Art of War.' This phrase refers to the idea of Swift as the Wind, Silent as a Forest, Fierce as Fire and Immovable as a Mountain. The phrase demonstrates both Shingen's policies and warfare strategy.

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

  14. #28
    MumunLuvMamamia
    Guest

    Default

    No-Hime


    Nōhime (濃姫, Nōhime?) also Kichō (帰蝶) or Lady/Princess Noh, was the wife of Oda Nobunaga, a major daimyo during the Sengoku period of Japanese history. Her proper name was Kichō, but since she came from Mino Province, she is most commonly referred to as Nōhime (Princess of Mino). She was renowned for her beauty and cleverness. Nōhime's father was the daimyo Saitō Dōsan and her mother was known as Omi no Kata. Nōhime herself appears very little in any historical record, and there is not a lot of information on the dates of her birth or death; however, proposed dates for her birth fall between 1533–1535.

    Marriage to Nobunaga Oda

    Nōhime was said to be extremely intelligent and stunningly beautiful. At their wedding, Nobunaga described her as having "the mind of a genius and the appearance of a goddess." She was married to him in 1549, during a truce between his father, Nobuhide, and Saitō Dōsan.

    The marriage was a political gesture and many believe there was little love between Nōhime and Nobunaga. Though she was the official wife of Oda Nobunaga, it is often believed that he focused his love on his concubine, Kitsuno, who bore him his first son, Nobutada. Nōhime was never able to conceive a child with Nobunaga and it was believed that she was barren.

    Through lack of historical record there is not much information of what became of Nōhime or even the date of her death. Overall, it can be said that Nōhime's life as it is known now is more of a mixture of legends, folktales, and tentative half-truths.

    Legends and Speculations

    It was alleged that Nōhime was acting as a spy, or even assassin, for her father; at that time it was not an uncommon practice for a wife to relay information to her maiden family. Given Nobunaga's reputation at the time as the unruly "Fool of Owari" (Owari no Utsuke 尾張の虚け), it was also not impossible for Dōsan to want Nōhime to assassinate him as she was skilled in both the sword and a selection of martial arts.

    As for her alleged role as a spy, there is a popular story where Nobunaga purposely gave Nōhime false information regarding a conspiracy between two of her father's head servants and their plans to betray the Saitō. Her father had both the men executed and thus weakened himself by eliminating those loyal to him.

    In 1556, Dōsan, Nōhime's father, was killed in a coup in Mino Province. This detracted much from Nōhime's worth as a wife. Her inability to conceive and her supposed spying were held against her.

    After the Incident at Honnō-ji which claimed the lives of Nobunaga and Nobutada, it was uncertain where Nōhime went. Some speculate that she died at Honnō-ji, but the woman alleged to be Nōhime was more often believed to be a dormant prostitute who Nobunaga Oda had taken a liking to . Nevertheless, after the incident, Nobunaga's wives and female servants were all sent to Azuchi Castle, which was Nobunaga's castle of residence. Among the women was a Lady Azuchi (安土殿 Azuchi dono), who was taken in by Oda Nobukatsu. This Lady Azuchi is widely believed to have been Nōhime in disguise as she soon after disappeared from Azuchi Castle in the night.

    Afterwards, it was often rumoured that she had attempted to raise her father's clan in Mino under her name. But this rumour also says that Nōhime had been killed by an assassin sent by the Akechi who had been tracking her down since her escape from Honnō-ji.

    Sumber: Wikipedia donk..

  15. #29
    klepon_boy's Avatar
    Join Date
    Apr 2008
    Location
    Jember
    Posts
    196
    Points
    215.60
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    wow nambah pengetahuan ne
    ko rasanya banyaka amat sambunggannya nie cerita ma komik2 jepang
    samurai X aja muncul semua karakternya
    --a
    terus di naruto jugha
    wah wah wah

  16. #30
    BloodyElf's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di dpn kom trus
    Posts
    1,366
    Points
    1,789.30
    Thanks: 0 / 6 / 6

    Default

    Quote Originally Posted by klepon_boy View Post
    wow nambah pengetahuan ne
    ko rasanya banyaka amat sambunggannya nie cerita ma komik2 jepang
    samurai X aja muncul semua karakternya
    --a
    terus di naruto jugha
    wah wah wah

    justru karena para pembuat manga/anime jepang itu ngambil dasar ceritanya berdasarkan sejarah asli jepang, bkn karena nyambung/sama karakternya.....

    tp nga di ambil secara 100%, ada yg di tambah" ada yg di kurangin, dll....



    so... jgn kira semua manga/anime itu pure 100% kisah nyata, di manga/anime itu cuman ambil berkisar 30%-60% dr sejarah jepang dan mitos"nya....

    The Art Of War
    "Move as swift as wind"
    "stay as steady as forest"--"attack as fierce as fire"
    "unmovable defence like a mountain"
    "By Sengoku period daimyo Takeda Shingen"

Page 2 of 4 FirstFirst 1234 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •