PART 165
pedang Ang‐bwe‐kiam dan tampak sinar merah berkeredepan dan
menyambar‐nyambar dahsyat. "Bret‐brettttt...!!" Kui Tek Tojin berteriak
kaget, meloncat mundur dan ternyata bahwa ujung lengan bajunya telah
terbabat buntung oleh pedang di tangan Kwat Lin, dan sekarang wanita itu
telah mengambil lagi tongkat pusaka yang tadi terpaksa dilepaskan oleh
tangannya yang tertotok. "Susiok! Dan kalian para suheng semua! Kalau
kalian mendesak, terpaksa aku akan mematahkan tongkat pusaka ini
kemudian membunuh kalian dan merampas Bu‐tong‐pai dengan kekerasan!"
Dia mengangkat tongkat itu tinggi‐tinggi. "Aku hanya menuntut hak seorang
murid Bu‐tong‐pai yang memiliki tingkat tinggi dan memegang tongkat
wasiat itu, hak menjadi ketua dengan niat untuk mempertinggi tingkat
Butong‐ pai!" Delapan orang suheng itu masih penasaran dan mereka hendak
menyerbu ke depan, akan tetapi Kui Tek Tojin mengangkat tangan ke atas
dan berkata, "Mundurlah kalian. Dia benar, kita tidak boleh melawan
pemegang tongkat pusaka!" Kemudian dia berkata kepada Kwat Lin,
"Baiklah, melihat tongkat pusaka di tanganmu, kami tidak akan melawan.
Akan tetapi, betapapun juga kami tidak dapat menerima engkau menjadi
ketua kami dan kami harap engkau tidak memaksa anak murid Bu‐tong‐pai
yang tidak mau tunduk kepadamu dan meninggalkan tempat ini." Kwat Lin
tersenyum. Memang bukan kehendaknya untuk memusuhi anak murid Butong‐
pai. Dia tidak membenci Bu‐tong‐pai, melainkan hendak mencarikan
kemuliaan bagi puteranya dengan perantaraan sebuah perkumpulan besar
dan dia akan mengusahakan agar Bu‐tong‐pai menjadi sebuah perkumpulan
yang paling kuat dan paling besar. "Terserah kepadamu, Susiok." dia lalu
memandang ke sekeliling, kepada para anak murid Bu‐tong‐pai, "Haiii, semua
anggauta dan murid Bu‐tong‐pai, dengar lah baik‐baik! Betapapun juga aku
adalah murid Bu‐tong‐pai sejak kecil, dan di dalam sepak terjang Cap‐sha Sinhiap,
kalian juga sudah tahu betapa aku dan para suheng telah menjunjung
tinggi nama Bu‐tong‐pai dan aku ingin menyebarkan ilmuku kepada kalian
semua agar kalian menjadi orang‐orang yang lihai dan Bu‐tong‐pai menjadi
perkumpulan yang paling kuat di dunia ini. Terserah kepada kalian apakah
hendak besetia kepada nama Bu‐tong‐pai dan menjadi murid‐muridku,
ataukah hendak bersetia kepada tosu Kui Tek Tojin dan delapan orang
suhengku ini yang hendak membelakangi Bu‐tong‐pai!" Berisiklah keadaan di
situ setelah Kwat Lin mengeluarkan kata‐kata ini. Para anak murid Bu‐tongpai
saling bicara sendiri, saling berbantahan dan akhirnya hanya ada dua
puluh orang termasuk Kui Tek Tojin yang meninggalkan tempat itu,
menuruni bukit dan memasuki sebuah hutan di kaki bukit yang dipilih oleh
Kui Tek Tojin untuk menjadi tempat tinggal mereka sementara waktu sambil
menanti perkembangan selanjutnya. Sisanya semua suka mengangkat Kwat
Lin menjadi ketua mereka setelah mereka tadi menyaksikan betapa lihainya
Kwat Lin dan mereka semua ingin memperoleh bagian pelajaran ilmu silat
yang tinggi. Demikianlah, mulai hari itu, The Kwat Lin menjadi ketua yang
baru dari Bu‐tong‐pai yang dipimpinnya dengan gaya dan bentuk yang baru
pula. Dengan harta benda berupa emas permata yang amat mahal, yang
PART 166
didapatkan dan dilarikannya dari Pulau Es, dia membangun markas Bu‐tongpai
menjadi bangunan yang megah, mewar dan kuat. Bahkan dalam
keinginan hatinya untuk lekas‐lekas melihat Butong‐ pai menjadi
perkumpulan yang kuat dan banyak anggautanya, dia menerima anggautaanggauta
baru. Anggauta baru diterima dari golongan apapun juga, syaratnya
hanya satu bahwa mereka itu haruslah memiliki kepandaian yang sampai
pada tingkat tertentu, dan bersumpah setia sampai mati kepada Bu‐tongpai.
Karena mendengar bahwa ketua Bu‐tong‐pai yang baru adalah seorang
wanita yang cantik yang memiliki kesaktian hebat, juga amat kaya raya, maka
banyaklah orang‐orang kang‐ouw dan golongan kaum sesat yang tadinya
hidup sebagai perampok dan bajak‐bajak yang tidak tertentu penghasilanya,
berdatanganlah dan masuk menjadi anggauta Bu‐tong‐pai! Mulai pulalah The
Kwat Lin mengatur dan merencanakan cita‐citanya untuk puteranya. Dengan
kerja sama antara dia dan para anggauta baru yang berpengalaman mulailah
dia diam‐diam mengadakan kontak dan mencari kesempatan untuk
menghubungi para pembesar tinggi yang merupakan kekuatan rahasia untuk
membrontak terhadap kaisar. Inilah cita‐cita The Kwat Lin. Dia pernah
menjadi ratu, menjadi istri seorang raja, biarpun hanya raja kecil yang
menguasai Kerajaan Pulau Es, karena itu, dia menganggap bahwa puteranya,
Han Bu‐ong, adalah seorang pangeran! Seorang pangeran haruslah bercitacita
menjadi raja. Bukan raja kecil yang hanya menguasai sebuah pulau,
melainkan raja besar! Dan satu‐satunya jalan untuk dapat mencapai ini,
hanyalah menggulingkan kaisar sehingga kelak ada kesempatan bagi
puteranya untuk menjadi kaisar! Tentu saja untuk membrontak sendiri
dengan mengandalkan kekuatanBu‐tong‐pai merupakan hal yang tak masuk
diakal dan hanya merupakan bunuh diri, maka dia mencari kesempatan
mengadakan kontak dengan para pembesar tinggi yang berambisi seperti dia
sehingga mungkin bagi mereka untuk menggunakan bala tentara yang dapat
dikuasai untuk mencapai cita‐cita mereka itu. Memang sesungguhnyalah
bahwa kemuliaan duniawai atau alam benda merupakan keadaan yang amat
berbahaya. Tak dapat disangkal pula bahwa hidup memang memerlukan
kebendaan sebagai pelengkap dan pelangsung hidup, dan amat baiklah kalau
orang dapat menggunakan keduniawian itu pada tempat sebenarnya. Akan
tetapi, akan celakalah dan hanya akan menimbulkan malapetaka bagi diri
sendiri dan bagi orang lain kalau manusia sudah dikuasai oleh duniawi yang
merupakan harta benda, kedudukan, nama besar, kepandaian dan lain‐lain
sebagainya. Alam kebendaan ini mempunyai sifat seperti arak. Diminum
dengan kesadaran dan pengertian akan menjadi obat, tapi di lain saat dalam
keadaan lalai akan menjadi minuman yang memabokan. Dan sekali orang
mabok oleh duniawi, akan timbullah perbuatan sombong, sewenang‐wenang,
dan lupa segala. yang ada hanyalah keinginan memenuhi segala kehendaknya
dengan cara apapun juga tanpa mengharamkan dengan segala cara. Demikian
pula terjadi dengan The Kwat lin. Dahulu, belasan tahun yang lalu, The Kwat
Lin merupaka seorang pendekar wanita yang gagah perkasa menentang
kejahatan yang gigih sehingga namanya bersama dua belas orang suhengnya
PART 167
sebagai Cap‐sha Sin‐hiap amatlah terkenal. Akan tetapi setelah malapetaka
menimpa Cap‐sha Sin‐hiap, dendam menaburkan bibit yang merobah seluruh
pandangan hidupnya. Setelah dia berhasil membalas dendam secara keji dan
kejam sekali, bibit itu masih berkembang biak dan merobah sifat, dari
dendam kepada pengejaran kemuliaan yang tanpa batas. Sudah terlalu lama
kita meninggalkan Han Swat Hong. puteri dari Raja Han Ti Ong dan sebaiknya
kita mengikuti pengalamanya agar tidak tertinggal terlampau jauh. Seperti
kita ketahui, Swat Hong yang berwatak keras itu marah‐marah ketika melihat
betapa Sin Liong menolong seekor biruang dan tidak mempedulikan
dia.Dianggapnya Sin Liong sengaja mencari‐cari alasan untuk menghambat
perjalanan, padahal dia ingin sekali segera mencari dan menemukan ibunya
yang tidak ia diketahui kemana perginya dan bagaimana nasibnya setelah
badai yang amat dahsyat mengamuk disekitar lautan itu. Akan tetapi tentu
saja bukan dengan hati yang sesungguhnya dia hendak meninggalkan Sin
Liong di pulau kosong itu, melainkan hanya untuk sekedar menunjukan
kemarahan hatinya saja. Karena itu setelah perahunya jauh meninggalkan
pulau itu sehingga pulau dimana Sin Liong mengobati biruang itu tidak
nampak lagi, dara itu memutar lagi perahunya dan hendak kembali kepada
Sin Liong. Sudah dibayangkannya betapa Sin Liong yang selalu sabar dan
selalu mengalah kepadanya itu akan minta maaf dan menyatakan penyesalan
hatinya, dan dia yang akan memaafkannya! Saat ‐ saat seperti itu
mendatangkan keharuan, kebanggan dan kemenangan di dalam hatinya.
Betapa bingung dan kagetnya ketika kemudian dia mendapat kenyataan
bahwa dia tersesat jalan dan tidak tahu lagi dimana dia meninggalkan Sin
Liong tadi! Demikian banyaknya pulau yang sama bentuknya di lautan itu,
banyak sekali bongkahan es yang datang dan pergi seperti hidup saja! Setelah
berputar putar tanpa hasil dan yakin bahwa dia berada makin jauh dari
tempat dimana Sin Liong berada, setelah berteriak ‐ teriak memanggil
dengan pengerahan khikang tanpa ada jawabannya dan memutar perahu
keluardari daerah penuh pulau kecil yang membingungkan itu. Biarlah, dia
akan pergi saja melanjutkan perjalanan seorang diri mencari ibunya. Dia
merasa yakin bahwa suhengnya itu tentu akan dapat menyelamatkan diri.
Suhengnya memiliki ilmu kepandaian yg amat tinggi. Swat Hong tidak tahu
bahwa perahunya menuju ke selatan, bukan menuju ke daerah Pulau Es lagi.
Namun karena maksudnya untuk mencari ibunya, dara ini seolah ‐ olah
berlayar tanpa tujuan dan membiarkan saja kemana perahu yang terdorong
angin itu membawanya. Pada suatu hari , tampaklah olehnya garis hitam di
sebelah kanan, masih jauh sekali, akan tetapi dengan girang dia dapat
mengenal bahwa garis hitam yang amat panjang membujur dari kanan kiri
itu adalah sebuah daratan yang agaknya tiada bertepi. Itulah daratan besar,
pikirnya dengan girang dan dia segera membelokan perahunya menuju ke
garis hitam itu. Ketika perahunya sudah tiba di dekat pantai yang sunyi, dia
melihat ada sebuah perahu lain yang meluncur cepat dari sebelah kirinya.
Perahu kecil dan yang berada di perahu itu seorang laki‐laki muda yang
kelihatannya gagah dan tampan. Pemuda itu pun memandang kepadanya
PART 168
sehingga dua pasang mata saling pandang sejenak. Akan tetapi Swat Hong
membuang muka dan tidak mempedulikan orang yang tidak dikenalnya itu,
terus saja mendayung perahunya ke tepi. Begitu perahunya mendekati
daratan, dia lalu meloncat ke daratan, tidak menghiraukan perahunya lagi.
Memang dia tidak berpikir untuk kembali ke tempat itu dan berperahu lagi.
Untuk apa berlayar? Pulau Es sudah kosong. Dia akan mencari ibunya di
daratan besar, karena kalau ibunya berada di suatu pulau, agaknya tentu
tidak akan dapat terlepas dari amukan badai yang dahsyat itu. Kalau ibu
berada di daratan besar , dan ini mungkin saja terjadi, barulah ada harapan
bahwa ibunya masih hidup dapat bertemu dengannya. Andaikata tidak, dia
pun akan merantau di daratan besar, tidak kembali kelaut. Dan dia tahu
bahwa demikian pula agaknya pendapat suhengnya karena sebelum berpisah
mereka sudah membicarakan hal ini berkali‐kali. Nenek moyangnya yang
selama ini menjadi raja di Pulau Es juga berhasal dari daratan besar! Setelah
kini Kerajaan Pulau Es terbasmi badai dan tidak ada lagi, sepatutnya kalau
dia sebagai ahli waris satu‐satunya kembali pula ke daratan besar! "Heiii...
Nona! Tunggu...!!" Swat Hong mengerutkan alisnya dan berhenti
melangkahkan kakinya, membalik dan melihat betapa pemuda yang berada
di dalam perahu tadi sudah menambatkan perahunya dan juga perahu yang
ditinggalkanya meloncat tadi, di pantai. Kini pemuda itu berlari mengejarnya.
"Mau apa engkau mengejar dan memanggil aku?" Swat Hong bertanya,
matanya memandang penuh selidik. Pemuda itu usianya tentu hanya lebih
tua dua tiga tahun darinya, seorang pemuda yang berwajah tampan dan
gagah, yang perawakanya tinggi besar dan matanya menyorotkan kejujuran
dan membayangkan kekerasan dan keberanian. Kedua lengan yang tampak
tersembul keluar dari lengan baju pendek itu kekar berotot membayangkan
tenaga yang hebat, juga bajunya yang terbuat dari kain tipis membayangkan
dada yang bidang, terhias sedikit rambut, berotot dan kuat sekali. Melihat
bahan pakaiannya dapat di duga bahwa pemuda ini seorang yang beruang,
namun melihat dari keadaan tubuhnya dan kaki tangannya, agaknya dia biasa
dengan pekerjaan berat. Seorang petani atau seorang nelayan, pikir Swat
Hong, kagum juga memandang tubuh yang kokoh kuat itu. Pemuda itu
tersenyum. Senyumnya lebar memperlihatkan deretan gigi yang kokoh kuat
pula, senyum terbuka seorang yang berwatak jujur dan bersahaja. Akan
tetapi sikapnya ketika mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai
penghormatan, membuktikan bahwa dia pernah"makan sekolahan" alias
terpelajar, terbukti pula dari kata‐katanya yang biarpun ringkas dan singkat
akan tetapi tetap sopan. "Maafkanlah, Nona meninggalkan perahu begitu saja,
aku merasa sayang dan membantu meminggirkannya. Melihat gerakan Nona
ketika meloncat, jelas bahwa Nona berkepandaian tinggi. Aku ingin sekali
belajar kenal." Swat Hong mengerutkan alisnya. Hatinya sedang tidak senang,
karena selain kegagalannya mencari ibu, juga perpisahanya dengan Sin Liong
setidaknya mendatangkan rasa gelisah di hatinya. Kini ada pemuda yang
amat lancang ingin "belajar kenal", sungguh menggemaskan. "Aku tidak
membutuhkan perahu itu lagi, dan aku tidak peduli apakah kau
PART 169
meminggirkannya atau hendak memilikinya, aku tidak minta bantuanmu.
Tentang belajar kenal biasanya hanya pedang, kepalan tangan dan tendangan
kaki saja yang mau belajar kenal dengan orang asing lancang!" Sepasang
mata lebar itu terbelalak seolah‐olah memandang sesuatu yang amat aneh,
namun membayangkan kekaguman yang luar biasa. Dan memang, di luar
dugaan Swat Hong sendiri, sikap dan kata‐katanya tadi mendatangkan rasa
kagum yang amat besar di dalam hati pemuda ini. Telah menjadi ciri khas
pemuda ini yang mengagumi sikap orang yang terbuka, jujur, kasar dan tanpa
pura‐pura seperti sikap Swat Hong yang baru saja diperlihatkan. "Ha‐ha‐haha!"
Pemuda itu tertawa bergelak dan kedua matanya menjadi basah oleh air
mata. Ini pun ciri khasnya. Kalau dia tertawa, air matanya keluar seperti
orang menangis. Dengan punggung tangannya yang besar dan berotot dia
menghapus air matanya. "Nona hebat sekali! Ha‐ha‐ha , aku Kwee Lun selama
hidupku baru sekarang ini bertemu dengan seorang nona yang begini hebat!
Diantara seribu orang gadis, belum tentu ada satu! Nona, kalau sudi,
perkenalkanlah aku Swee Lin, biarpun jelek dan kasar bukanlah tidak
terkenal. Ayahku adalah seorang pelaut biasa dan sudah meninggal, demikian
pula Ibuku. Aku anak pelaut akan tetapi sejak kecil aku sudah ikut kepada
guruku. Guruku inilah yang terkenal. Guruku adalah Lam Hai Sen‐jin, pertapa
yang amat terkenal di dunia kang‐ouw, dan kami berdua tinggal di Pulau
Kura‐kura di laut selatan." Melihat sikap terbuka ini, geli juga hati Swat Hong.
Kini dia melihat jelas bahwa pemuda ini sama sekali tidak kurang ajar. Kasar
memang, akan tetapi kekasaran yang memang menjadi wataknya yang
terbuka. Orang macam ini baik dijadikan sahabat, pikirnya. Akan tetapi harus
dibuktikan dulu apakah pemuda ini pantas menjadi sahabatnya, sungguhpun
menurut pengakuannya dia murid seorang pertapa yang namanya terkenal di
dunia kang‐ouw! Swat Hong tersenyum. "Aihh, engkau lebih pantas menjadi
seorang penjual jamu! Setelah engkau memperkenalkan semua nenek
moyangmu kepadaku, dengan maksud apakah engkau seorang pria minta
perkenalan dengan seorang wanita?" Kwee Lun mengerutkan alisnya yang
sangat lebat seperti dua buah sikat ditaruh melintang di dahinya itu, dan dia
menggeleng‐geleng kepalanya. "Memang, sebelumaku berangkat merantau,
suhu berpesan dengan sungguh bahwa aku tidak boleh mendekati wanita
cantik yang katanya amat berbahaya melebihi ular berbisa! Akan tetapi,
biarpun Nona cantik sukar dicari cacatnya, namun kepandaian Nona tinggi
dan sikap Nona jujur menyenangkan. Aku ingin bersahabat, karena sekarang
ini baru pertama kali aku merantau seorang diri, aku membutuhkan seorang
sahabat yang pandai seperti Nona untuk memberi petunjuk kepadaku. Untuk
budi Nona ini, tentu aku akan berusaha menyenangkan hatimu." Swat Hong
makin terheran. Dia tidak tahu apakah pemuda ini pintar atau bodoh.
Sikapnya terbuka akan tetapi biarpun kata‐katanya teratur, ada bayangan
ketololan. "Hemm, kau bisa apa sih? Bagaimana engkau bisa menyenangkan
hatiku?" Dia menyelidik. "Aku? Wah, aku bodoh akan tetapi kalau ada orangorang
kurang ajar kepadamu, tanpa Nona turun tangan sendiri, aku sanggup
menghajar mereka! Dia melonjorkan kedua lengannya yang kekar berotot itu.
PART 170
"Dan jangan Nona sangsi lagi, biar ada lima puluh orang, aku masih sanggup
menghadapi mereka, kalau perlu dibantu sengan senjataku kipas dan pedang.
Kalau Nona senang sajak, aku banyak mengenal sajak kuno yang indah dan di
waktu Nona kesepian, aku dapat menghibur Nona dengan nyanyian! Aku
suka sekali bernyanyi." Hampir saja Swat Hong tertawa geli orang yang kekar
seperti seekor singa buas ini membaca sajak, bernyanyi dan senjatanya
kipas? Benar‐benar seorang pemuda yang aneh, akan tetapi tentu saja dia
belum mau percaya begitu saja. Sambil memandang tajam dia berkata,
"Hemm, kau bicara tentang pedang dan kipas sebagai senjata, akan tetapi aku
tidak melihat engkau membawa senjata apa‐apa." Ahh, tunggu dulu, Nona.
Aku memang sengaja meninggalkanya di perahu!" Setelah berkata demikian,
Kwee Lun membalikan tubuhnya dan berlari cepat sekali ke perahunya dan
ketika dia sudah kembali ke depan Swat Hong, benar saja dia telah membawa
sebatang pedang yang sarungnya terukir indah dan sebuah kipas bergagang
perak yang diselipkan di ikat pinggangnya! "Mengapa baru sekarang kau
memperlihatkan senjata‐senjatamu?" "Aih, kalau tadi aku membawa senjata,
tentu akan menimbulkan dugaan yang bukan‐bukan dan untuk berkenalan
dengan seorang gadis, bagaimana aku berani membawa senjata? Tentu
disangka perampok atau bajak!" Mau atau tidak, Swat Hong tersenyum.
Timbul rasa sukanya kepada pemuda kasar yang aneh ini. "Betapapun juga,
aku adalah seorang wanita dan engkau seorang pria, mana mungkin menjadi
sahabat? Tidak patut dilihat orang." Mata yang lebar itu kembali terbelalak
penuh penasaran dan tangan kirinya dikepalkan. "Apa peduli katakata orang?
Kalau ada yang berani mengatakan yang bukan‐bukan tentu akan
kuhancurkan mulutnya! Wanita adalah seorang manusia, pria pun seorang
manusia. Apa salahnya berkenalan dan bersahabat? Nona, aku Kwee Lun
bukan seorang yang berpikiran kotor, juga aku tidak akan sembarangan
memilih kawan! Aku kagum melihat Nona, maka kalau Nona sudi, harap
memperkenalkan diri." Swat Hong makin tertarik, akan tetapi dia masih
ragu‐ragu apakah orang ini patut dijadikan seorang teman. Biarpun lagaknya
seperti jagoan, siapa tahu kalau kosong belaka? "Kau bilang tadi murid
seorang tosu yang terkenal?" "Ya, Suhu Lam Hai Seng‐jin merupakan tokoh
yang paling terkenal di daerah selatan!" "Kalau begitu, ilmu silatmu tentu
lebih lihai daripada bicaramu sepeti penjual jamu?" "Ihhh, harap jangan
mentertawakan! Biarpun tidak selihai Nona yang dapat kulihat dari gerakan
meloncat dari perahu tadi, akan tetapi masih tidak terlalu orang di dunia ini
yang akan sanggup mengalahkan Kwee Lun!" "Tidak ada artinya kalau hanya
disombongkan dan dibanggakan tanpa ada buktinya! Aku juga tidak
sembarangan memperkenalkan diri kepada orang lain. Untuk membuktikan
apakah kau patut menjadi kenalanku, cabut kedua senjatamu, dan coba kau
hadapi pedangku!" Sambil berkata demikian, Swat Hong sudah mencabut
pedangnya perlahan‐lahan dan tampaklah sinar pedang ketika sinar
matahari menimpanya. "Akan tetapi, Nona...." Kwee Lun meragu. Biarpun dia
tadi menyaksikan betapa gesit dan ringannya tubuh nona itu melayang ke
daratan, namun dia tidak percaya apakah nona ini mampu menandingi
PART 171
pedang dan kipasnya! "Tidak usah banyak ragu. Kalau kau tidak mau,
pergilah dan jangan menggangguku lebih lama lagi!" "Srat...!!" Pedang
terhunus sudah berada di tangan kanan Kwee Liu dan sarung pedangnya
dilempar ke atas tanah, sedangkan tangan kirinya sudah mencabut kipas
gagang perak yang telah dikembangkan dan melindungi dadanya, adapun
pedang itu dilonjorkan ke depan. "Aku telah siap, Nona." Swat Hong memang
ingin sekali melihat sampai di mana kepandaian pemuda yang aneh ini, maka
tanpa banyak kata lagi dia sudah meloncat ke depan dan menggerakan
pedangnya dengan hebat sekali. Pedang di tangannya itu adalah pedang biasa
saja, akan tetapi karena yang menggerakan adalah tangan yang mengandung
tenaga sinkang istimewa dari Pulau Es, maka pedang itu lenyap bentuknya
berubah menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata dan tubuh dara itu
juga tertutup oleh gulungan sinar pedang saking cepatnya tubuh itu
berloncatan. "Aihhh...!!" Kwee Lun berseru keras dan cepat dia menggerakan
pedang dan kipas. Memang sudah diduganya bahwa dara itu lihai sekali, akan
tetapi menyaksikan gerakan pedang yang demikian luar biasa, dia menjadi
kaget, kagum, heran dan juga gembira. Tanpa ragu‐ragu dia lalu
mengerahkan tenaga dan mengeluarkan semua ilmu silatnya untuk
menandingi dara yang mengagumkan hatinya ini. Seperti telah kita kenal di
permulaan cerita ini ketika terjadi para tokoh kang‐ouw memperebutkan Sin
Liong yang ketika itu dikenal sebagai Sin‐tong (bocah ajaib), guru pemuda
itu, Lam Hai Seng‐jin, adalah seorang tosu yang selain ahli dalam Agama To,
juga pandai bernyanyi, dan lihai sekali ilmu silatnya. Namun terkenal sebagai
pertapa atau pemilik Pulau Kura‐kura di Lam‐hai dan senjatanya yang
berupa hudtim dan kipas mengangkat tinggi namanya di dunia kang‐ouw.
Agaknya kepandaian itu telah diturunkan semua kepada murid tunggalnya
ini, namun tentu saja karena muridnya bukanlah seorang tosu, senjata
hudtim diganti dengan pedang. Pedang dan kipas adalah senjata yang ringan,
kini dimainkan oleh kedua lengan Kwee Lun yang mengandung tenaga gajah,
tentu saja dapat dibayangkan betapa cepatnya kedua senjata itu bergerak
sampai tidak tampak lagi sebagai senjata kipas dan pedang, melainkan
tampak hanya gulungan sinar yang berkelebatan dan saling belit dengan
sinar pedang di tangan Swat Hong. "Cringgg...!" Tiba‐tiba pemuda itu berseru
kaget dan pedangnya mencelat ke atas terlepas dari tangannya. Swat Hong
tersenyum. Dia tadi sudah menyaksikan bahwa ilmu pedang pemuda itu
cukup lihai, bahkan dalam hal kecepatan dan tenaga tidaklah kalah banyak
dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri. Adanya dia dapat membuat
pemuda itu terlepas dalam waktu tiga puluh jurus, hanyalah karena selain
dasar ilmu silatnya lebih tinggi daripada pemuda itu, juga kenyataan bahwa
pemuda itu tidak mau menyerangnya dengan sungguh‐sungguh dan
mendasarkan permainannya pada tingkat penguji dan berlatih saja. Kalau
pemuda itu merupakan lawan sungguh‐sungguh, dia sendiri sangsi apakah
akan dapat merobohkannya dalam waktu seratus jurus. "Wah, kau hebat
sekali, Nona! Aku mengaku kalah!" Kwee Lun menjura dan menyimpan
kipasnya. Suaranya bersungguh‐sungguh, karena memang pemuda ini
PART 172
walaupun tadi tidak mau menyerang sungguh‐sungguh, namun dari gerakan
lawannya dia sudah dapat melihat bahwa dara itu benar‐benar memiliki ilmu
silat yang amat aneh dan amat kuat. "Aku terlalu rendah untuk menjadi
sahabatmu." "Kwee‐twako, kau terlalu merendah. Ilmu kepandaianmu hebat!
Perkenalkanlah, aku bernama Hat Swat Hong...." Sampai di sini, dara itu
meragu karena dia masih sangsi apakah dia akan memperkenalkan diri
sebagai seorang puteri dari Kerajaan Pulau Es yang asing dan yang telah
terbasmi habis oleh badai itu. "Ilmu pedang Nona hebat bukan main, juga
amat aneh gerakannya, Selama melakukan peratauan dengan Suhu, dan
mendengar penjelasan Suhu, sudah banyaklah aku mengenal dasar ilmu silat
perkumpulan besar di dunia kang‐ouw akan tetapi melihat gerakan
pedangnya tadi, aku benar‐benar tidak tahu lagi, sedikit pun tidak
mengenalnya. Maukah Nona Han Swat Hong memperkenalkannya
kepadaku?" "Kwee‐twako, sebenarnya aku akan merahasiakan keadaanku,
Baru pertama kali ini aku menginjak daratan besar dan aku tidak ingin
melibatkan diri dengan urusan di dunia kang‐ouw, apa lagi memperkenalkan
diriku. Akan tetapi memang sudah nasib, begitu mendarat bertemu dengan
engkau, dan sikapmu menarik hatiku, membuat aku tidak dapat
menyembunyikan diri lagi. Aku akan menceritakan keadaanku hanya dengan
satu janji darimu, Twako." Kwee Lun memunggut pedangnya, mengikatkan
sarung pedang di punggung lalu membusungkan dadanya yang sudah
membusung tegap itu sambil menepuk dada dan berkata, "Nona Han...."
"Kwee‐twako, sekali mau mengenal orang, aku tidak mau bersikap kepalang.
Aku menyebutmu Twako (kakak), berarti aku sudah percaya kepadamu.
Maka janganlah kau masih bersikap sungkan menyebutku Nona. Namaku
Swat Hong dan tak perlu kau menyebutku Nona seperti orang asing." "Hemm,
bagus sekali!" Kwee Lun bertepuk tangan dan memandang ke langit. "Bukan
main! Aku benarbenar berbahagia dapat memperoleh adik seperti engkau!
Nah, Hong‐moi (adik Hong), kauceritakanlah kepada kakakmu ini. Ceritakan
semuanya, kalau ada penasaran, akulah yang akan membereskan untukmu!
Kakakmu ini sekali bicara tentu akan dipertahankan sampai mati!" Diamdiam
Swat Hong merasa girang dan kagum. Inilah seorang laki‐laki sejati!
Seorang jantan! Sekaligus dia memperoleh seorang sahabat yang boleh
dipercaya seorang kakak dan sebagai pengganti seorang keluarga setelah dia
kehilangan segala‐galanya. Dia telah kehilangan ibunya, ayahnya, keluarga
ayahnya, bahkan akhirnya dia kehilangan suhengnya dan dalam keadaan
seperti itu tiba‐tiba muncul seorang seperti Kwee Lun! "Kwee‐twako aku
baru saja meninggalkan tempat tinggalku di tengah‐tengah laut di sekitar
sana!" Dia menuding ke arah laut bebas. "Di manakah tempat tinggalmu itu?
Di sebuah pulau?" Swat Hong mengangguk, masih agak ragu‐ragu. "Pulau apa,
Hong‐moi?" "Pulau Es..." "Hah...?" Benar saja seperti dugaannya, nama Pulau
Es mendatangkan kekagetan luar biasa, bahkan wajah pemuda itu berubah
menjadi agak pucat dan dia memandang dara itu seperti orang melihat iblis
di tengah hari! "Pulau... Pulau Es...??" Seperti juga semua orang di dunia kangouw,
Pulau Es hanya didengarnya seperti dalam dongeng saja, dan pangeran
PART 173
Han Ti Ong yang pernah menggegerkan dunia kang‐ouw disebut sebagai
seorang dari Pulau Es, seorang yang memiliki kepandaian seperti dewa! Dan
kini pemuda itu mendengar bahwa dara itu dari Pulau Es. "Kwee‐twako!
Jangan memandangku seperti memandang siluman begitu...!" "Ohh... eh....,
maafkan aku, Moi‐moi! Hati siapa yang mau percaya? Akan tetapi aku
percaya padamu, Moimoi! Wah! aku percaya sekarang! Kau pantas kalau dari
Pulau Es. Ilmu kepandaianmu luar biasa, bukan seperti manusia lumrah.
Mana ada gadis biasa mampu mengalahkan Kwee Lun dalam beberapa jurus
saja? Aku malah bangga! Seorang penghuni Pulau Es menyebutku twako dan
kusebut Moi‐moi! Ha‐ha‐ha‐ha, Suhu tentu akan tercengang saking kagetnya
kalau mendengar ini!" Melihat pemuda itu petentang‐ petenteng mengangkat
dada seperti orang membanggakan diri sebagai seorang sahabat baik
penghuni Pulau Es, Swat Hong menjadi geli hatinya. "Hong‐moi, engkau tidak
tahu betapa bangga dan besarnya hatiku. Aihh, sekali ini, baru saja
meninggalkan Suhu untuk merantau seorang diri, aku telah bertemu dan
dapat bersahabat denganmu. Betapa bangga hatiku!" Swat Hong terkejut.
Baru teringat olehnya bahwa dia tadi belum melanjutkan syaratnya, maka
cepat dia berkata, "Kalau begitu, berjanjilah bahwa engkau tidak akan
menceritakan kepada siapapun juga tentang keadaan diriku, kecuali namaku
saja. Berjanjilah Twako!" Kwee Lun memandang kecewa. "Tidak
menceritakan kepada siapapun juga bahwa engkau adalah penghuni Pulau
Es? waaahhh... ini..." Tentu saja hatinya kecewa karena hal yang amat
dibanggakan itu tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Mana bisa dia
berbangga kalau begitu? "Kwee Lun."tiba‐tiba Swat Hong berkata dengan
lantang. "Hanya ada dua pilihan bagimu. Berjanji memenuhi permintaanku
dan selanjutnya menjadi sahabat baiku, atau kau tidak mau berjanji akan
tetapi kuanggap sebagai seorang musuh!" "Wah‐wah... aku berjanji! Aku
berjanji! Bukan karena takut kepadamu, Hong‐moi, aku bukan seorang
penakut dan juga tidak takut mati, akan tetapi karena memang aku merasa
suka sekali kepadamu. Aku tidak sudi menjadi musuh! Nah, aku berjanji,
biarlah aku bersumpah bahwa aku tidak akan menceritakan kepada siapapun
juga tentang asal‐usulmu, kecuali... hemm, tentu saja kalau... kalau kau sudah
mengijinkan aku. Siapa tahu..." Sambungnya penuh harap. Swat Hong
tersenyum lega. "Baiklah, Kwee‐twako. Aku percaya bahwa engkau akan
memegang teguh janjimu. Sekarang dengarlah cerita singkatku dan kuharap
kau suka membantuku. Aku adalah puteri dari Raja Pulau Es..." "Aduhhhh...."
Kembali mata itu terbelalak dan kwee Lun segera membungkuk, agaknya
malah akan berlutut! "Twako, kalau kau berlutut atau melakukan hal yang
bukan‐bukan lagi, aku takan sudi bicara lagi kepadamu!" Kwee Lun berdiri
tegak lagi. "Hayaaaa... siapa bisa menahan datangnya hal‐hal yang
mengejutkan secara bertubi‐tubi ini? Baiklah, aku taat... eh, benarkah aku
boleh menyebutmu Moi‐moi?" "Siapa bilang tidak boleh ! Aku hanya bekas
puteri raja! Ayahku telah meninggal dunia dan Ibuku..., ah, aku sedang
mencari Ibuku yang pergi entah kemana. Kwee‐twako, aku tidak bisa
menceritakan lebih banyak lagi. Yang penting kauketahui hanya bahwa Ibuku
PART 174
telah berbulan‐bulan meninggalkan Pulau Es, entah ke mana perginya dan
aku sedang mencarinya. Juga aku telah saling berpisah dengan Suhengku. aku
sedang pergi merantau dan sekalian mencari Ibuku dan Suhengku." "Aku
akan membantumu!" Kwee Lun menggulung lengan bajunya yang memang
sudah pendek sampai kebawah siku itu. "Jangan khawatir!" "Terima kasih,
Twako. Dan sekarang, engkau hendak ke manakah?" "Sudah kukatakan tadi
bahwa aku meninggalkan Pualu Kura‐kura untuk pergi merantau meluaskan
pengalaman, sekalian memenuhi permintaan penduduk kota Leng‐sia‐bun
yang berada tak jauh dari pantai ini." "Permintaan apa, Twako?" "Beberapa
orang penduduk bersusah payah mencari Suhu di Pulau Kura‐kura, dan
mereka mohon pertolongan Suhu untuk menghancurkan komplotan busuk
yang merajalela di kota ini. Suhu lalu memerintahkan aku pergi, dan sekalian
aku diberi waktu setahun untuk merantau sendirian. Kebetulan sekali aku
bertemu denganmu di sini. Marilah kau ikut bersamaku ke Leng‐sia‐bun,
tentu kau akan gembira melihat keramaian ketika aku menghadapi
komplotan itu. Setelah selesai urusanku di sana,aku menemanimu mencari
Suhengmu dan Ibumu." Swat Hong mengangguk setuju. Lega juga hatinya,
karena kini ada seorang teman yang setidaknya lebih banyak mengenal
keadaan daratan besar dari pada dia yang asing sama sekali. "Baik, Twako.
Akan tetapi perutku...." "Eh, perutmu mengapa? Sakit...." "Sakit.... lapar...!"
Kwee Lun tertawa‐tawa bergelak dan Swat Hong juga tertawa.
Keduanya merasa lucu dan gembira karena mendapatkan seorang teman
yang cocok wataknya! "Kalau begitu, tidak jauh bedanya dengan perutku!
mari kita cepat pergi. Leng‐sia‐bun terdapat banyak makanan enak!" "Tapi ....
perahumu itu? Bagaimana kalau ada yang curi nanti ?" "Hemm, siapa berani
mencurinya? Lihat, bentuk perahuku itu. Bentuknya seperti seekor kurakura,
lengkap dengan kepalanya dan ekornya. Melihat itu, semua orang tahu
bahwa itu milik Pulau Kura‐kura, siapa berani mengganggunya? Perahumu
yang berada di dekat perahuku juga aman." "Wah, kalau begitu nama Suhumu
sudah terkenal sekali!" Memang, dan sekarang aku akan membuat nama agar
sama terkenalnya dengan nama suhu!" Berangkatlah kedua orang muda itu
menuju ke utara, melalui sepanjang pantai itu lalu mendekati sebuah daerah
pegunungan, menuju ke kota Leng‐sia‐bun yang letaknya tidak jauh dari
pantai laut, tak jauh dari muar sungai Huai. Kota Leng‐sia‐bun merupakan
kota pantai yang ramai dan padat penduduknya. Karena daerah ini
merupakan daerah perdagangan yang menampung datangnya hasil bumi
dari pedalaman untuk dibawa oleh perahu‐perahu ke pantai laut yang lain,
juga merupakan pasar besar pagi para nelayan, maka penduduknya cukup
makmur. Rumah‐rumah besar, toko‐toko, hotel‐hotel dan restoran‐restoran
membuktikan kemakmuran kota itu. Akan tetapi, seperti biasa terjadi
dimanapun juga di penjuru dunia dan di jaman apa pun, di kota Leng‐sia‐bun
muncul juga manusia‐manusia yang mempergunakan kesempatan untuk
mencari keuntungan dan menumpuk harta benda dengan cara yang tidak
layak, tidak halal, bahkan tidak mempedulikan lagi nilai‐nilai
kemanusiaan.Telah bertahun‐tahun, di kota itu merajalela komplotan yang
Last edited by jkt-Alexis4Play; 08-04-15 at 09:12.
PART 175
dipimpin oleh seorang hartawan bernama Ciu Bo jin dan terkenal dengan
sebutan Ciu‐ wangwe (Hartawan Ciu). Sebenarnya, tanpa diketahui oleh
siapa pun di kota itu, Ciu‐wangwe adalah bekas seorang perampok tunggal
yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah rambutnya mulai putih dan dia
berhasil mengumpulkan kekayaan, tinggallah dia di kota Leng‐sia‐bun
menjadi seorang pedagang. Mula‐mula dia mendirikan sebuah rumah makan.
Setelah rumah makannya maju, dia membuka rumah judi dan rumah
penginapan. Tentu saja dia mengumpulkan bekas teman‐temannya dari
kalangan hitam untuk bekerja kepadanya dan merangkap menjadi tukang
pukul, akan tetapi Ciu‐wangwe melarang keras kepada anak buahnya untuk
memperlihatkan sikap kasar dan sewenang‐wenang karena dia maklum
bahwa itu bukan merupakan cara untuk mengumpulkan kekayaan di sebuah
kota. Dengan licin sekali, Ciu‐wangwe mempengaruhi para pembesar kota itu
dengan jalan seringkali mengirimkan hadiah kepada mereka. Bahkan bukan
uang saja yang dijadikan umpan untuk memancing ikan besar dan
menjinakan haimau, akan tetapi dia juga mempergunakan wanita‐wanita
muda! Terkenallah hotel dan rumah judi yang didirikan Ciu‐wangwe karena
kedua tempat ini juga merupakan tempat berpelesir di mana disediakan
perempuan muda sebagai *******‐******* kelas tinggi! Bahkan restorannya
juga amat laris karena disitu bercokol pula beberapa orang ******* cantik
yang melayani para tamu makan minum dan memberi kesempatan kepada
para tamu sambil makan minum untuk colek sana sini! Biarpun banyak
penduduk Leng‐sia‐bun yang menjadi korban judi, banyak rumah tangga
berantakan, namun tidak ada orang yang mampu menyalahkan Ciu‐wangwe
karena rumah judi, hotel dan restoran yang dibukanya adalah sah dan
mendapat restu serta perlindungan dari para pembesar setempat. Bahkan
secara terang‐terangan, hampir semua pembesar di kota itu menjadi
langganan Ciu‐wangwe. Mereka yang gemar berjudi menjadi langganan
pokoan ( tempat judi) di mana mereka dapat berjudi apa saja sepuasnya dan
tentu saja dalam melayani para pembesar berjudi, orang‐orang kepercayaan
Ciuwangwe tidak berani main curang, tidak seperti jika melayani umum di
situ dilakukan kecurangankecurangan yang menjamin kemenangan bagi si
bandar judi. Bagi para pembesar yang senang pelesir dengan wanita, mereka
mendatangi likoan (hotel) di mana tersedia kamar yang mewah berikut
pelacurnya yang tinggal pilih dan mereka memperoleh pelayanan istimewa!
Bagi yang mengutamakan lidah dan mulut, tersedia restoran yang
menyediakan atau mengirim arak wangi dan masakan lezat! Kesewenangwenangan
Ciu‐wangwe tidaklah tampak atau terasa secara langsung oleh
penduduk. Hanya apabila ada orang berani mendirikan tempat judi, restoran
atau hotel baru yang menyaingi perusahannya, maka diam‐diam tukang
pukulnya akan bertindak dan memaksa si pemilik perusahan itu untuk
menutup pintu dan menurunkan papan nama perusahan! Boleh orang lain
membuka akan tetapi harus kecil‐kecilan dan mengirim "pajak" sebagai
penghormatan kepada Ciu‐wangwe! Akan tetapi, beberapa bulan belakangan
ini terjadilah kegemparan‐kegemparan di daerah kota Leng‐sia‐bun.
PART 176
Kegemparan yang terasa oleh kaum pria yang doyan pelesir di restoran dan
hotel milik Ciuwangwe. Hanya bedanya, kalau kegemparan para penduduk
dusun disertai tangis, adalah kegemparan di hotel‐hotel itu diiringi suara
ketawa gembira sungguhpun di malam hari juga mengakibatkan tangis
mnyedihkan. Apakah yang terjadi di kedua tempat itu? Di kota Leng‐sia‐bun,
di dalam hotel milik Ciuwangwe, kini seringkali terdapat "barang baru", yaitu
p3lacur‐p3lacur muda yang baru, dan daun‐daun muda seperti ini paling
disuka oleh bandot‐bandot tua yang tidak segan‐segan membuang uang
sebanyaknya untuk memetik daun‐daun muda itu! dan di dalam tempattempat
rahasia di belakang hotel, di dalam kamar‐kamar gelap sering kali
terjadi hal yang mengerikan di mana seorang gadis remaja dipaksa dan
dicambuki, disiksa sampai mereka itu terpaksa menyanggupi untuk dijadikan
p3lacur dan melayani kaum pria! Dan sekali dara remaja ini melayani
seorang tamu, segala akan berjalan lancar dan beberapa bulan kemudian
perempuan remaja itu akan menjadi seorang p3lacur kelas tinggi yang
dijadikan rebutan! Pada waktu yang bersamaan, terjadi geger di dusundusun
di sekita daerah itu. Banyak terjadi pembelian gadis‐gadis muda,
bahkan banyak terjadi penculikan dan perampokan secara terang‐terangan
dilakukan oleh gerombolan perampok ganas! Keluarga gadis ini melakukan
penyelidikan dan mereka akhirnya dapat menemukan anak gadis mereka di
Leng‐sia‐bun, dalam keadaan yang menyedihkan karena sudah menjadi
p3lacur ‐p3lacur ! Ada yang lenyap sama sekali, bahkan ada yang terluntalunta
sebagai seorang wanita gila! Mereka ini adalah gadis‐gadis yang
berkeras tidak mau menjadi p3lacur . ada yang disiksa sampai mati, dan ada
yang diperkosa dan akhirnya menjadi gila! Tentu saja banyak di antara
mereka yang melapor kepada pembesar di Leng‐sia‐bun, akan tetapi mereka
itu malah dimaki‐maki karena dianggap menghina Ciu‐wangwe. Dikatakan
bahwa anak mereka menjadi p3lacur , hal ini adalah orang tua mereka yang
tidak tahu malu dan tak dapat mendidik anak, sekarang ada Ciu‐wangwe
yang menampung mereka sehingga tidak kelaparan, mengapa mereka itu
malah melapor dan menuntut Ciu‐wangwe? Mereka melaporkan bahwa anak
gaisnya di culik orang yang ternyata anak gadis mereka itu tahutahu telah
menjadi p3lacur di hotel milik Ciu‐wangwe, malah dijatuhi hukuman rangket
karena menghina Ciu‐wangwe, dan pelaporan mereka itu dianggap fitnah
karena tidak ada bukti bahwa anak mereka diculik! Memang ada saja jalan
dan alasan para penegak hukum yang telah diperbudak oleh harta yang
mereka terima dari Ciu‐wangwe itu, disamping suguhan anak‐anak perawan
hasil penculikan! Untuk melakukan penculikan sendiri, tentu saja para
pembesar ini merasa malu. Kini ada yang menculikan untuk mereka, hati
siapa yang takkan senang? Karena sudah merasa tersudut dan tidak berdaya
lagi, akhirnya mereka teringat akan nama besar Lam‐hai Seng‐jin, Majikan
pulau kura‐kura yang terkenal sebagai seorang pertapa yang suka menolong
kesukaran orang lain yang memerlukan pertolongan. Terutama sekali
mereka yang mempunyai anak perempuan dan yang merasa gelisah kalaukalau
pada suatu malam akan tiba giliran mereka didatangi penculik yang
Last edited by jkt-Alexis4Play; 08-04-15 at 09:18.
PART 177
akan melarikan anak mereka, segera bermufakat untuk mita pertolongan
pertapa itu dan akhirnya berangkatlah serombongan orang menuju ke pulau
Kura‐kura. Lam‐hai Seng‐jin menerima pelaporan mereka dan merasa
kasihan, maka dia mengutus murid tunggalnya yang sudah mewarisi ilmu
kepandaiannya untuk mewakilinya menyelidiki dan memberi hajaran kepada
komplotan penjahat itu. Juga dia memberi ijin kepada muridnya untuk
merantau selama satu tahun. Setelah memberi banyak nasihat, berangkatlah
Kwee Lun seorang diri naik perahu menuju ke daratan besar dan tanpa
disangkanya, dia telah berjumpa dengan Han Swat Hong puteri kerajaan
Pulau Es! Pada hari itu kota Leng‐sia‐bun sibuk seperti biasa. Keadaan tetap
ramai dan biasa seperti tidak terjadi sesuatu dan seperti tidak akan terjadi
sesuatu. Tidak ada seorang pun yang tahu, di antara sebagian besar
penduduk yang memang tidak memikirkan lagi, bahkan malam tadi telah
terjadi seperti biasa, yaitu pemerkosaan dara‐dara culikan baru seperti
seklompok domba disembelih, dan tidak ada pula yang tahu bahwa pagi hari
itu muncul dua orang yang akan mendatangkan perubahan besar di kota itu,
menimbulkan geger yang akan menggemparkan kota dan akan menjadi
bahan cerita sampai bertahun‐tahun lamanya. Setelah menyelidiki di mana
letaknya rumah makan milik Ciu‐wangwe, Kwee Lun mengajak Swat Hong
mendatangi rumah makan itu. Sebuah rumah makan yang bangunannya
indah dan besar, dengan cat baru dan di depan rumah makan terdapat tulisan
dengan huruf besar "RUMAH ARAK" yang berarti restoran. "Hong‐moi,
engkau lapar bukan? Mari kita makan dan minum di sini." Swat Hong
memandang heran. Bukankah ini rumah makan milik Hartawan Ciu yang
menjadi pemimpin komplotan penjahat di kota ini yang akan dibasmi Kwee
Lun? Dia memandang dan melihat mata pemuda itu bersinar, kemudian
Kwee Lun memejamkan sebelah mata penuh arti. Swat Hong tersenyum geli.
Mengertilah dia kini. Pemuda itu hendak mengajaknya makan sampai
kenyang lebih dulu sebelum turun tangan. Dan memang dia merasa lapar
sekali! "Aku tidak bisa bekerja tanpa makan lebih dulu," pemuda itu berkata
lirih ketika mereka memasuki rumah makan dan Swat Hong tersenyumsenyum.
Sepagi itu, rumah makan sudah terisi setengahnya oleh mereka yang
beruang, karena rumah makan ini terkenal sebagai rumah makan mahal. Dua
orang pelayan, pria dan wanita, yang wanita masih muda dan genit, dengan
wajah yang ditutup warna putih dan merah yang tebal seperti tembok
dikapur dan digambar, menyambut mereka dengan sikap manis. Kwee Lun
dan Swat Hong diantar ke sebuah meja kosong di sudut dan dengan suara
lantang Kwee Lun memesan makanan dan minuman yang paling lezat, dalam
jumlah banyak sekali. Para pelayan menjadi terheran‐heran mendengar
pesanan masakan yang pantasnya untuk menjamu sepuluh orang! Akan
tetapi melihat sikap kasar dari pemuda tinggi besar itu, pula melihat dua
batang pedang dan kipas yang diletakan di atas meja, mereka tidak berani
banyak cakap dan melayani mereka. Diam‐diam seorang pelayan memberi
tahu kepada kepala tukang pukul yang berada di dalam. Dua orang tukang
pukul yang berpakaian biasa, dan dengan sikap biasa pula, keluar dari dalam
PART 178
dan berjalan lewat dekat meja Kwee Lun dan Swat Hong. Kedua orang tidak
perduli dan berpura‐pura tidak melihat. Juga Swat Hong melanjutkan makan
sambil kadang ‐kadang tersenyum geli menyaksikan betapa temannya itu
makan dengan lahapnya. Dia belum menghabiskan setengah mangkok, Kwee
Lun sudah menyapu bersih lima mangkok. Ketika dua orang itu lewat, Swat
Hong hanya melirik sebentar dan mengerahkan ilmu sehingga telinganya
terbuka dan dapat menangkap dengan ketajaman luar biasa ke arah kedua
orang itu yang masih berjalan‐jalan di ruangan itu, seolah‐olah sedang
memriksa dan kadang‐kadang membenarkan letak kursi dan meja yang
kosong. "Aku tidak mengenal mereka," terdengar yang kurus pucat berkata.
"Tapi gadis itu hebat....," kata orang ke dua yang pendek dan berperut gendut.
"Kalau dia bisa didapatkan, tentu Loya (Tuan Tu) akan memberi banyak
hadiah kepada kita." "Hushh... apa kau mau menyaingi pekerjaan Tian‐ci‐kwi
(***** Berjari Besi)?" "Ah, siapa tahu, dengan cara halus bisa mendapatkan
dia...." "Tapi pemuda itu kelihatan jantan!" "Huh, takut apa? Orang kasar
seperti itu...." "Tapi jangan memancing keributan, Lote, kita nanti tentu
dimarahi Loya." "Aku tidak bodoh, mari kita pergunakan cara halus. Lihat,
mereka telah selesai makan. Raksasa itu makannya melebihi ****!" Swat
Hong yang sedang minum hampir tersedak karena geli hatinya mendengar
temannya yang gembul itu dimaki seperti ****. Akan tetapi Kwee Lun
agaknya tidak mempedulikan sesuatu dan tidak melakukan penyelidikan
seperti Swat Hong, tidak mendengar makian itu dan mengelus‐elus perutnya
yang kenyang. Dia kelihatan puas sekali telah dapat makan minum
secukupnya di dalam restoran itu. Pada saat itu dua orang tukang pukul tadi
sudah menghampiri mereka. Yang kurus pucat sudah menjura sambil
berkata, "kami mewakili Ciu‐wangwe pemilik restoran ini menghaturkan
selamat datang kepada Jiwi." Sebelum Kwee Lun yang terheran‐heran
menjawab, Si Gendut pendek sudah menyambung sambil menyeringai dalam
usahanya untuk tersenyum ramah. "Tentu Jiwi datang dari jauh dan lelah.
Majikan kami juga memiliki hotel yang paling besar, paling bersih dan paling
baik di kota ini, letaknya di sebelah kiri rumah makan ini. Jiwi akan dapat
mengaso dengan enak di hotel kami dan kalau Loya kami mendengar bahwa
Jiwi adalah tamu dari jauh, tentu biayanya akan diberi potongan
separuhnya." Kwee Lun sudah mengerutkan alisnya, mukanya merah dan dia
seakan‐akan memperoleh kesempatan mulai beraksi. "kalian berani
mengganggu kami yang sedang makan?" Mendadak kakinya tertendang
ujung kaki Swat hong dan ketika dia memandang, dia melihat isyarat dalam
sinar mata gadis itu, maka dia hanya mengerutkan alis dan tidak melanjutkan
kata‐katanya. Swat Hong sendiri segera berkata kepada dua orang itu dengan
suara ramah dan sikap manis, "Kalian sungguh ramah, tentu majikan kalian
adalah seorang yang mengenal pribudi. Baik, kami memang hendak
bermalam barang dua hari di kota ini. Akan tetapi melihat keramahan kalian,
aku ingin bertemu dengan majikan kalian untuk menghaturkan terima
kasih." Dua orang itu saling pandang. "Marilah kami antarkan Nona dan Tuan
agar memperoleh kamar yang paling baik di hotel, kemudian kami akan
PART 179
melapor kepada majikan kami...." "Tidak usah repot‐repot!" Swat Hong
berkata cepat. "Temanku ini masih hendak melanjutkan makan
minum....heiii! Pelayan tambah araknya! Biarlah saya yang menemui majikan
kalian dan memilih kamar di hotel sebelah. Kami sudah mendengar tentang
kebaikan hati majikan kalian dari pembesarpembesar di kota ini, dan kami
memang ingin minta pekerjaan. Aku ingin bekerja apa saja yang pantas dan
temanku itu.... dia tentu bisa menjadi seorang penjaga keselamatan. Dapat
dibayangkan betapa girangnya hati kedua orang itu. Sudah terbayang di
depan mata betapa mereka akan menerima pujian berikut hadiah dari Ciuwangwe.
Seorang nona begini cantik jelita seperti bidadari, tanpa susah
payah datang sendiri ke depan mulut, tinggal membuka mulut dan
mencaplok saja! Ciuwangwe tentu senang sekali, bukan untuk hartawan itu
sendiri yang kesenangannya bukan memeluk wanita cantik, melainkan untuk
menyenang hati para pembesar setempat. Ciu‐wangwe sendiri
kesenangannya hanya satu, yaitu uang dan kedudukan! "Bagus sekali kalau
begitu, Nona! Kebetulan pada saat ini Ciu‐wangwe sedang menjamu
pembesar yang paling terhormat di kota ini. Mereka sedang berpesta di
ruangan belakang hotel kami. Mari kami antar Nona ke sana!" "Tidak usah,
kalian di sini saja melayani temanku!" Sambil berkata demikian Swat Hong
sudah bangkit berdiri dan cepat laksana kilat kdua tangannya bergerak
seperti seorang wanita yang menepuk‐nepuk pundak kedua orang itu dengan
ramahnya, akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati kedua orang
tukang pukul itu ketika tiba‐tiba tubuh mereka menjadi lemas dan kaki
tangan mereka tak dapat digerakan lagi. "Ha‐ha, duduklah kalian, mari
temani aku minum arak!" Kwee Lun yang dapat melihat gerakan temannya
itu cepat bangkit berdiri, kakinya bergerak dan kedua lutut mereka telah
terkena tendangan ujung sepatunya sehingga terlepas sambungannya.
Sambil tersenyum Kwee Lun sudah mendudukan mereka di atas bangku di
kanan kirinya! Para tamu hanya melihat empat orang itu seperti beramah
tamah, maka mereka tidak tertarik lagi, hanya tertarik kepada Swat Hong
yang memang sejak tadi telah menjadi perhatian pandang mata para tamu
pria yang berada di dalam restoran. Mereka menahan napas melihat dara
cantik jelita itu dengan langkah gontai meninggalkan restoran, membawa dua
batang pedang dan sebuah kipas, "Aku pinjam dulu ini!" kata Swat Hong tadi
kepada Kwee Lun yang hanya memandang dengan terheran‐heran melihat
kedua senjatanya dibawa pergi oleh Swat Hong. "Agar kau tidak kesalahan
membunuh orang!" kata pula Swat Hong dan Kwee Lun tersenyum. Kiranya
gadis itu tidak ingin melihat dia membunuh orang, maka sengaja membawa
pergi kedua senjatanya. Di dalam hatinya dia mentertawakan Swat Hong.
Apakah tanpa kedua senjata itu kaki dan tanganku tidak mampu membunuh
orang? Pula, apakah dia seekor harimau yang haus darah? Biarlah, pikirnya.
Gadis itu masih belum percaya kepadanya, dan dia akan memperlihatkan
kelihaianya tanpa bantuan senjata. Sambil tertawa‐tawa kepada dua orang
tukang pukul yang duduk seperti boneka dan tak mampu bergerak itu, Kwee
Lun melanjutkan minum arak. Karena hawa mulai panas disebabkan oleh
Share This Thread