Page 12 of 28 FirstFirst ... 2891011121314151622 ... LastLast
Results 166 to 180 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #166

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 165
    pedang Ang‐bwe‐kiam dan tampak sinar merah berkeredepan dan
    menyambar‐nyambar dahsyat. "Bret‐brettttt...!!" Kui Tek Tojin berteriak
    kaget, meloncat mundur dan ternyata bahwa ujung lengan bajunya telah
    terbabat buntung oleh pedang di tangan Kwat Lin, dan sekarang wanita itu
    telah mengambil lagi tongkat pusaka yang tadi terpaksa dilepaskan oleh
    tangannya yang tertotok. "Susiok! Dan kalian para suheng semua! Kalau
    kalian mendesak, terpaksa aku akan mematahkan tongkat pusaka ini
    kemudian membunuh kalian dan merampas Bu‐tong‐pai dengan kekerasan!"
    Dia mengangkat tongkat itu tinggi‐tinggi. "Aku hanya menuntut hak seorang
    murid Bu‐tong‐pai yang memiliki tingkat tinggi dan memegang tongkat
    wasiat itu, hak menjadi ketua dengan niat untuk mempertinggi tingkat
    Butong‐ pai!" Delapan orang suheng itu masih penasaran dan mereka hendak
    menyerbu ke depan, akan tetapi Kui Tek Tojin mengangkat tangan ke atas
    dan berkata, "Mundurlah kalian. Dia benar, kita tidak boleh melawan
    pemegang tongkat pusaka!" Kemudian dia berkata kepada Kwat Lin,
    "Baiklah, melihat tongkat pusaka di tanganmu, kami tidak akan melawan.
    Akan tetapi, betapapun juga kami tidak dapat menerima engkau menjadi
    ketua kami dan kami harap engkau tidak memaksa anak murid Bu‐tong‐pai
    yang tidak mau tunduk kepadamu dan meninggalkan tempat ini." Kwat Lin
    tersenyum. Memang bukan kehendaknya untuk memusuhi anak murid Butong‐
    pai. Dia tidak membenci Bu‐tong‐pai, melainkan hendak mencarikan
    kemuliaan bagi puteranya dengan perantaraan sebuah perkumpulan besar
    dan dia akan mengusahakan agar Bu‐tong‐pai menjadi sebuah perkumpulan
    yang paling kuat dan paling besar. "Terserah kepadamu, Susiok." dia lalu
    memandang ke sekeliling, kepada para anak murid Bu‐tong‐pai, "Haiii, semua
    anggauta dan murid Bu‐tong‐pai, dengar lah baik‐baik! Betapapun juga aku
    adalah murid Bu‐tong‐pai sejak kecil, dan di dalam sepak terjang Cap‐sha Sinhiap,
    kalian juga sudah tahu betapa aku dan para suheng telah menjunjung
    tinggi nama Bu‐tong‐pai dan aku ingin menyebarkan ilmuku kepada kalian
    semua agar kalian menjadi orang‐orang yang lihai dan Bu‐tong‐pai menjadi
    perkumpulan yang paling kuat di dunia ini. Terserah kepada kalian apakah
    hendak besetia kepada nama Bu‐tong‐pai dan menjadi murid‐muridku,
    ataukah hendak bersetia kepada tosu Kui Tek Tojin dan delapan orang
    suhengku ini yang hendak membelakangi Bu‐tong‐pai!" Berisiklah keadaan di
    situ setelah Kwat Lin mengeluarkan kata‐kata ini. Para anak murid Bu‐tongpai
    saling bicara sendiri, saling berbantahan dan akhirnya hanya ada dua
    puluh orang termasuk Kui Tek Tojin yang meninggalkan tempat itu,
    menuruni bukit dan memasuki sebuah hutan di kaki bukit yang dipilih oleh
    Kui Tek Tojin untuk menjadi tempat tinggal mereka sementara waktu sambil
    menanti perkembangan selanjutnya. Sisanya semua suka mengangkat Kwat
    Lin menjadi ketua mereka setelah mereka tadi menyaksikan betapa lihainya
    Kwat Lin dan mereka semua ingin memperoleh bagian pelajaran ilmu silat
    yang tinggi. Demikianlah, mulai hari itu, The Kwat Lin menjadi ketua yang
    baru dari Bu‐tong‐pai yang dipimpinnya dengan gaya dan bentuk yang baru
    pula. Dengan harta benda berupa emas permata yang amat mahal, yang

  2. Hot Ad
  3. #167

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 166
    didapatkan dan dilarikannya dari Pulau Es, dia membangun markas Bu‐tongpai
    menjadi bangunan yang megah, mewar dan kuat. Bahkan dalam
    keinginan hatinya untuk lekas‐lekas melihat Butong‐ pai menjadi
    perkumpulan yang kuat dan banyak anggautanya, dia menerima anggautaanggauta
    baru. Anggauta baru diterima dari golongan apapun juga, syaratnya
    hanya satu bahwa mereka itu haruslah memiliki kepandaian yang sampai
    pada tingkat tertentu, dan bersumpah setia sampai mati kepada Bu‐tongpai.
    Karena mendengar bahwa ketua Bu‐tong‐pai yang baru adalah seorang
    wanita yang cantik yang memiliki kesaktian hebat, juga amat kaya raya, maka
    banyaklah orang‐orang kang‐ouw dan golongan kaum sesat yang tadinya
    hidup sebagai perampok dan bajak‐bajak yang tidak tertentu penghasilanya,
    berdatanganlah dan masuk menjadi anggauta Bu‐tong‐pai! Mulai pulalah The
    Kwat Lin mengatur dan merencanakan cita‐citanya untuk puteranya. Dengan
    kerja sama antara dia dan para anggauta baru yang berpengalaman mulailah
    dia diam‐diam mengadakan kontak dan mencari kesempatan untuk
    menghubungi para pembesar tinggi yang merupakan kekuatan rahasia untuk
    membrontak terhadap kaisar. Inilah cita‐cita The Kwat Lin. Dia pernah
    menjadi ratu, menjadi istri seorang raja, biarpun hanya raja kecil yang
    menguasai Kerajaan Pulau Es, karena itu, dia menganggap bahwa puteranya,
    Han Bu‐ong, adalah seorang pangeran! Seorang pangeran haruslah bercitacita
    menjadi raja. Bukan raja kecil yang hanya menguasai sebuah pulau,
    melainkan raja besar! Dan satu‐satunya jalan untuk dapat mencapai ini,
    hanyalah menggulingkan kaisar sehingga kelak ada kesempatan bagi
    puteranya untuk menjadi kaisar! Tentu saja untuk membrontak sendiri
    dengan mengandalkan kekuatanBu‐tong‐pai merupakan hal yang tak masuk
    diakal dan hanya merupakan bunuh diri, maka dia mencari kesempatan
    mengadakan kontak dengan para pembesar tinggi yang berambisi seperti dia
    sehingga mungkin bagi mereka untuk menggunakan bala tentara yang dapat
    dikuasai untuk mencapai cita‐cita mereka itu. Memang sesungguhnyalah
    bahwa kemuliaan duniawai atau alam benda merupakan keadaan yang amat
    berbahaya. Tak dapat disangkal pula bahwa hidup memang memerlukan
    kebendaan sebagai pelengkap dan pelangsung hidup, dan amat baiklah kalau
    orang dapat menggunakan keduniawian itu pada tempat sebenarnya. Akan
    tetapi, akan celakalah dan hanya akan menimbulkan malapetaka bagi diri
    sendiri dan bagi orang lain kalau manusia sudah dikuasai oleh duniawi yang
    merupakan harta benda, kedudukan, nama besar, kepandaian dan lain‐lain
    sebagainya. Alam kebendaan ini mempunyai sifat seperti arak. Diminum
    dengan kesadaran dan pengertian akan menjadi obat, tapi di lain saat dalam
    keadaan lalai akan menjadi minuman yang memabokan. Dan sekali orang
    mabok oleh duniawi, akan timbullah perbuatan sombong, sewenang‐wenang,
    dan lupa segala. yang ada hanyalah keinginan memenuhi segala kehendaknya
    dengan cara apapun juga tanpa mengharamkan dengan segala cara. Demikian
    pula terjadi dengan The Kwat lin. Dahulu, belasan tahun yang lalu, The Kwat
    Lin merupaka seorang pendekar wanita yang gagah perkasa menentang
    kejahatan yang gigih sehingga namanya bersama dua belas orang suhengnya

  4. #168

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 167
    sebagai Cap‐sha Sin‐hiap amatlah terkenal. Akan tetapi setelah malapetaka
    menimpa Cap‐sha Sin‐hiap, dendam menaburkan bibit yang merobah seluruh
    pandangan hidupnya. Setelah dia berhasil membalas dendam secara keji dan
    kejam sekali, bibit itu masih berkembang biak dan merobah sifat, dari
    dendam kepada pengejaran kemuliaan yang tanpa batas. Sudah terlalu lama
    kita meninggalkan Han Swat Hong. puteri dari Raja Han Ti Ong dan sebaiknya
    kita mengikuti pengalamanya agar tidak tertinggal terlampau jauh. Seperti
    kita ketahui, Swat Hong yang berwatak keras itu marah‐marah ketika melihat
    betapa Sin Liong menolong seekor biruang dan tidak mempedulikan
    dia.Dianggapnya Sin Liong sengaja mencari‐cari alasan untuk menghambat
    perjalanan, padahal dia ingin sekali segera mencari dan menemukan ibunya
    yang tidak ia diketahui kemana perginya dan bagaimana nasibnya setelah
    badai yang amat dahsyat mengamuk disekitar lautan itu. Akan tetapi tentu
    saja bukan dengan hati yang sesungguhnya dia hendak meninggalkan Sin
    Liong di pulau kosong itu, melainkan hanya untuk sekedar menunjukan
    kemarahan hatinya saja. Karena itu setelah perahunya jauh meninggalkan
    pulau itu sehingga pulau dimana Sin Liong mengobati biruang itu tidak
    nampak lagi, dara itu memutar lagi perahunya dan hendak kembali kepada
    Sin Liong. Sudah dibayangkannya betapa Sin Liong yang selalu sabar dan
    selalu mengalah kepadanya itu akan minta maaf dan menyatakan penyesalan
    hatinya, dan dia yang akan memaafkannya! Saat ‐ saat seperti itu
    mendatangkan keharuan, kebanggan dan kemenangan di dalam hatinya.
    Betapa bingung dan kagetnya ketika kemudian dia mendapat kenyataan
    bahwa dia tersesat jalan dan tidak tahu lagi dimana dia meninggalkan Sin
    Liong tadi! Demikian banyaknya pulau yang sama bentuknya di lautan itu,
    banyak sekali bongkahan es yang datang dan pergi seperti hidup saja! Setelah
    berputar putar tanpa hasil dan yakin bahwa dia berada makin jauh dari
    tempat dimana Sin Liong berada, setelah berteriak ‐ teriak memanggil
    dengan pengerahan khikang tanpa ada jawabannya dan memutar perahu
    keluardari daerah penuh pulau kecil yang membingungkan itu. Biarlah, dia
    akan pergi saja melanjutkan perjalanan seorang diri mencari ibunya. Dia
    merasa yakin bahwa suhengnya itu tentu akan dapat menyelamatkan diri.
    Suhengnya memiliki ilmu kepandaian yg amat tinggi. Swat Hong tidak tahu
    bahwa perahunya menuju ke selatan, bukan menuju ke daerah Pulau Es lagi.
    Namun karena maksudnya untuk mencari ibunya, dara ini seolah ‐ olah
    berlayar tanpa tujuan dan membiarkan saja kemana perahu yang terdorong
    angin itu membawanya. Pada suatu hari , tampaklah olehnya garis hitam di
    sebelah kanan, masih jauh sekali, akan tetapi dengan girang dia dapat
    mengenal bahwa garis hitam yang amat panjang membujur dari kanan kiri
    itu adalah sebuah daratan yang agaknya tiada bertepi. Itulah daratan besar,
    pikirnya dengan girang dan dia segera membelokan perahunya menuju ke
    garis hitam itu. Ketika perahunya sudah tiba di dekat pantai yang sunyi, dia
    melihat ada sebuah perahu lain yang meluncur cepat dari sebelah kirinya.
    Perahu kecil dan yang berada di perahu itu seorang laki‐laki muda yang
    kelihatannya gagah dan tampan. Pemuda itu pun memandang kepadanya

  5. #169

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 168
    sehingga dua pasang mata saling pandang sejenak. Akan tetapi Swat Hong
    membuang muka dan tidak mempedulikan orang yang tidak dikenalnya itu,
    terus saja mendayung perahunya ke tepi. Begitu perahunya mendekati
    daratan, dia lalu meloncat ke daratan, tidak menghiraukan perahunya lagi.
    Memang dia tidak berpikir untuk kembali ke tempat itu dan berperahu lagi.
    Untuk apa berlayar? Pulau Es sudah kosong. Dia akan mencari ibunya di
    daratan besar, karena kalau ibunya berada di suatu pulau, agaknya tentu
    tidak akan dapat terlepas dari amukan badai yang dahsyat itu. Kalau ibu
    berada di daratan besar , dan ini mungkin saja terjadi, barulah ada harapan
    bahwa ibunya masih hidup dapat bertemu dengannya. Andaikata tidak, dia
    pun akan merantau di daratan besar, tidak kembali kelaut. Dan dia tahu
    bahwa demikian pula agaknya pendapat suhengnya karena sebelum berpisah
    mereka sudah membicarakan hal ini berkali‐kali. Nenek moyangnya yang
    selama ini menjadi raja di Pulau Es juga berhasal dari daratan besar! Setelah
    kini Kerajaan Pulau Es terbasmi badai dan tidak ada lagi, sepatutnya kalau
    dia sebagai ahli waris satu‐satunya kembali pula ke daratan besar! "Heiii...
    Nona! Tunggu...!!" Swat Hong mengerutkan alisnya dan berhenti
    melangkahkan kakinya, membalik dan melihat betapa pemuda yang berada
    di dalam perahu tadi sudah menambatkan perahunya dan juga perahu yang
    ditinggalkanya meloncat tadi, di pantai. Kini pemuda itu berlari mengejarnya.
    "Mau apa engkau mengejar dan memanggil aku?" Swat Hong bertanya,
    matanya memandang penuh selidik. Pemuda itu usianya tentu hanya lebih
    tua dua tiga tahun darinya, seorang pemuda yang berwajah tampan dan
    gagah, yang perawakanya tinggi besar dan matanya menyorotkan kejujuran
    dan membayangkan kekerasan dan keberanian. Kedua lengan yang tampak
    tersembul keluar dari lengan baju pendek itu kekar berotot membayangkan
    tenaga yang hebat, juga bajunya yang terbuat dari kain tipis membayangkan
    dada yang bidang, terhias sedikit rambut, berotot dan kuat sekali. Melihat
    bahan pakaiannya dapat di duga bahwa pemuda ini seorang yang beruang,
    namun melihat dari keadaan tubuhnya dan kaki tangannya, agaknya dia biasa
    dengan pekerjaan berat. Seorang petani atau seorang nelayan, pikir Swat
    Hong, kagum juga memandang tubuh yang kokoh kuat itu. Pemuda itu
    tersenyum. Senyumnya lebar memperlihatkan deretan gigi yang kokoh kuat
    pula, senyum terbuka seorang yang berwatak jujur dan bersahaja. Akan
    tetapi sikapnya ketika mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai
    penghormatan, membuktikan bahwa dia pernah"makan sekolahan" alias
    terpelajar, terbukti pula dari kata‐katanya yang biarpun ringkas dan singkat
    akan tetapi tetap sopan. "Maafkanlah, Nona meninggalkan perahu begitu saja,
    aku merasa sayang dan membantu meminggirkannya. Melihat gerakan Nona
    ketika meloncat, jelas bahwa Nona berkepandaian tinggi. Aku ingin sekali
    belajar kenal." Swat Hong mengerutkan alisnya. Hatinya sedang tidak senang,
    karena selain kegagalannya mencari ibu, juga perpisahanya dengan Sin Liong
    setidaknya mendatangkan rasa gelisah di hatinya. Kini ada pemuda yang
    amat lancang ingin "belajar kenal", sungguh menggemaskan. "Aku tidak
    membutuhkan perahu itu lagi, dan aku tidak peduli apakah kau

  6. #170

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 169
    meminggirkannya atau hendak memilikinya, aku tidak minta bantuanmu.
    Tentang belajar kenal biasanya hanya pedang, kepalan tangan dan tendangan
    kaki saja yang mau belajar kenal dengan orang asing lancang!" Sepasang
    mata lebar itu terbelalak seolah‐olah memandang sesuatu yang amat aneh,
    namun membayangkan kekaguman yang luar biasa. Dan memang, di luar
    dugaan Swat Hong sendiri, sikap dan kata‐katanya tadi mendatangkan rasa
    kagum yang amat besar di dalam hati pemuda ini. Telah menjadi ciri khas
    pemuda ini yang mengagumi sikap orang yang terbuka, jujur, kasar dan tanpa
    pura‐pura seperti sikap Swat Hong yang baru saja diperlihatkan. "Ha‐ha‐haha!"
    Pemuda itu tertawa bergelak dan kedua matanya menjadi basah oleh air
    mata. Ini pun ciri khasnya. Kalau dia tertawa, air matanya keluar seperti
    orang menangis. Dengan punggung tangannya yang besar dan berotot dia
    menghapus air matanya. "Nona hebat sekali! Ha‐ha‐ha , aku Kwee Lun selama
    hidupku baru sekarang ini bertemu dengan seorang nona yang begini hebat!
    Diantara seribu orang gadis, belum tentu ada satu! Nona, kalau sudi,
    perkenalkanlah aku Swee Lin, biarpun jelek dan kasar bukanlah tidak
    terkenal. Ayahku adalah seorang pelaut biasa dan sudah meninggal, demikian
    pula Ibuku. Aku anak pelaut akan tetapi sejak kecil aku sudah ikut kepada
    guruku. Guruku inilah yang terkenal. Guruku adalah Lam Hai Sen‐jin, pertapa
    yang amat terkenal di dunia kang‐ouw, dan kami berdua tinggal di Pulau
    Kura‐kura di laut selatan." Melihat sikap terbuka ini, geli juga hati Swat Hong.
    Kini dia melihat jelas bahwa pemuda ini sama sekali tidak kurang ajar. Kasar
    memang, akan tetapi kekasaran yang memang menjadi wataknya yang
    terbuka. Orang macam ini baik dijadikan sahabat, pikirnya. Akan tetapi harus
    dibuktikan dulu apakah pemuda ini pantas menjadi sahabatnya, sungguhpun
    menurut pengakuannya dia murid seorang pertapa yang namanya terkenal di
    dunia kang‐ouw! Swat Hong tersenyum. "Aihh, engkau lebih pantas menjadi
    seorang penjual jamu! Setelah engkau memperkenalkan semua nenek
    moyangmu kepadaku, dengan maksud apakah engkau seorang pria minta
    perkenalan dengan seorang wanita?" Kwee Lun mengerutkan alisnya yang
    sangat lebat seperti dua buah sikat ditaruh melintang di dahinya itu, dan dia
    menggeleng‐geleng kepalanya. "Memang, sebelumaku berangkat merantau,
    suhu berpesan dengan sungguh bahwa aku tidak boleh mendekati wanita
    cantik yang katanya amat berbahaya melebihi ular berbisa! Akan tetapi,
    biarpun Nona cantik sukar dicari cacatnya, namun kepandaian Nona tinggi
    dan sikap Nona jujur menyenangkan. Aku ingin bersahabat, karena sekarang
    ini baru pertama kali aku merantau seorang diri, aku membutuhkan seorang
    sahabat yang pandai seperti Nona untuk memberi petunjuk kepadaku. Untuk
    budi Nona ini, tentu aku akan berusaha menyenangkan hatimu." Swat Hong
    makin terheran. Dia tidak tahu apakah pemuda ini pintar atau bodoh.
    Sikapnya terbuka akan tetapi biarpun kata‐katanya teratur, ada bayangan
    ketololan. "Hemm, kau bisa apa sih? Bagaimana engkau bisa menyenangkan
    hatiku?" Dia menyelidik. "Aku? Wah, aku bodoh akan tetapi kalau ada orangorang
    kurang ajar kepadamu, tanpa Nona turun tangan sendiri, aku sanggup
    menghajar mereka! Dia melonjorkan kedua lengannya yang kekar berotot itu.

  7. #171

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 170
    "Dan jangan Nona sangsi lagi, biar ada lima puluh orang, aku masih sanggup
    menghadapi mereka, kalau perlu dibantu sengan senjataku kipas dan pedang.
    Kalau Nona senang sajak, aku banyak mengenal sajak kuno yang indah dan di
    waktu Nona kesepian, aku dapat menghibur Nona dengan nyanyian! Aku
    suka sekali bernyanyi." Hampir saja Swat Hong tertawa geli orang yang kekar
    seperti seekor singa buas ini membaca sajak, bernyanyi dan senjatanya
    kipas? Benar‐benar seorang pemuda yang aneh, akan tetapi tentu saja dia
    belum mau percaya begitu saja. Sambil memandang tajam dia berkata,
    "Hemm, kau bicara tentang pedang dan kipas sebagai senjata, akan tetapi aku
    tidak melihat engkau membawa senjata apa‐apa." Ahh, tunggu dulu, Nona.
    Aku memang sengaja meninggalkanya di perahu!" Setelah berkata demikian,
    Kwee Lun membalikan tubuhnya dan berlari cepat sekali ke perahunya dan
    ketika dia sudah kembali ke depan Swat Hong, benar saja dia telah membawa
    sebatang pedang yang sarungnya terukir indah dan sebuah kipas bergagang
    perak yang diselipkan di ikat pinggangnya! "Mengapa baru sekarang kau
    memperlihatkan senjata‐senjatamu?" "Aih, kalau tadi aku membawa senjata,
    tentu akan menimbulkan dugaan yang bukan‐bukan dan untuk berkenalan
    dengan seorang gadis, bagaimana aku berani membawa senjata? Tentu
    disangka perampok atau bajak!" Mau atau tidak, Swat Hong tersenyum.
    Timbul rasa sukanya kepada pemuda kasar yang aneh ini. "Betapapun juga,
    aku adalah seorang wanita dan engkau seorang pria, mana mungkin menjadi
    sahabat? Tidak patut dilihat orang." Mata yang lebar itu kembali terbelalak
    penuh penasaran dan tangan kirinya dikepalkan. "Apa peduli katakata orang?
    Kalau ada yang berani mengatakan yang bukan‐bukan tentu akan
    kuhancurkan mulutnya! Wanita adalah seorang manusia, pria pun seorang
    manusia. Apa salahnya berkenalan dan bersahabat? Nona, aku Kwee Lun
    bukan seorang yang berpikiran kotor, juga aku tidak akan sembarangan
    memilih kawan! Aku kagum melihat Nona, maka kalau Nona sudi, harap
    memperkenalkan diri." Swat Hong makin tertarik, akan tetapi dia masih
    ragu‐ragu apakah orang ini patut dijadikan seorang teman. Biarpun lagaknya
    seperti jagoan, siapa tahu kalau kosong belaka? "Kau bilang tadi murid
    seorang tosu yang terkenal?" "Ya, Suhu Lam Hai Seng‐jin merupakan tokoh
    yang paling terkenal di daerah selatan!" "Kalau begitu, ilmu silatmu tentu
    lebih lihai daripada bicaramu sepeti penjual jamu?" "Ihhh, harap jangan
    mentertawakan! Biarpun tidak selihai Nona yang dapat kulihat dari gerakan
    meloncat dari perahu tadi, akan tetapi masih tidak terlalu orang di dunia ini
    yang akan sanggup mengalahkan Kwee Lun!" "Tidak ada artinya kalau hanya
    disombongkan dan dibanggakan tanpa ada buktinya! Aku juga tidak
    sembarangan memperkenalkan diri kepada orang lain. Untuk membuktikan
    apakah kau patut menjadi kenalanku, cabut kedua senjatamu, dan coba kau
    hadapi pedangku!" Sambil berkata demikian, Swat Hong sudah mencabut
    pedangnya perlahan‐lahan dan tampaklah sinar pedang ketika sinar
    matahari menimpanya. "Akan tetapi, Nona...." Kwee Lun meragu. Biarpun dia
    tadi menyaksikan betapa gesit dan ringannya tubuh nona itu melayang ke
    daratan, namun dia tidak percaya apakah nona ini mampu menandingi

  8. #172

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 171
    pedang dan kipasnya! "Tidak usah banyak ragu. Kalau kau tidak mau,
    pergilah dan jangan menggangguku lebih lama lagi!" "Srat...!!" Pedang
    terhunus sudah berada di tangan kanan Kwee Liu dan sarung pedangnya
    dilempar ke atas tanah, sedangkan tangan kirinya sudah mencabut kipas
    gagang perak yang telah dikembangkan dan melindungi dadanya, adapun
    pedang itu dilonjorkan ke depan. "Aku telah siap, Nona." Swat Hong memang
    ingin sekali melihat sampai di mana kepandaian pemuda yang aneh ini, maka
    tanpa banyak kata lagi dia sudah meloncat ke depan dan menggerakan
    pedangnya dengan hebat sekali. Pedang di tangannya itu adalah pedang biasa
    saja, akan tetapi karena yang menggerakan adalah tangan yang mengandung
    tenaga sinkang istimewa dari Pulau Es, maka pedang itu lenyap bentuknya
    berubah menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata dan tubuh dara itu
    juga tertutup oleh gulungan sinar pedang saking cepatnya tubuh itu
    berloncatan. "Aihhh...!!" Kwee Lun berseru keras dan cepat dia menggerakan
    pedang dan kipas. Memang sudah diduganya bahwa dara itu lihai sekali, akan
    tetapi menyaksikan gerakan pedang yang demikian luar biasa, dia menjadi
    kaget, kagum, heran dan juga gembira. Tanpa ragu‐ragu dia lalu
    mengerahkan tenaga dan mengeluarkan semua ilmu silatnya untuk
    menandingi dara yang mengagumkan hatinya ini. Seperti telah kita kenal di
    permulaan cerita ini ketika terjadi para tokoh kang‐ouw memperebutkan Sin
    Liong yang ketika itu dikenal sebagai Sin‐tong (bocah ajaib), guru pemuda
    itu, Lam Hai Seng‐jin, adalah seorang tosu yang selain ahli dalam Agama To,
    juga pandai bernyanyi, dan lihai sekali ilmu silatnya. Namun terkenal sebagai
    pertapa atau pemilik Pulau Kura‐kura di Lam‐hai dan senjatanya yang
    berupa hudtim dan kipas mengangkat tinggi namanya di dunia kang‐ouw.
    Agaknya kepandaian itu telah diturunkan semua kepada murid tunggalnya
    ini, namun tentu saja karena muridnya bukanlah seorang tosu, senjata
    hudtim diganti dengan pedang. Pedang dan kipas adalah senjata yang ringan,
    kini dimainkan oleh kedua lengan Kwee Lun yang mengandung tenaga gajah,
    tentu saja dapat dibayangkan betapa cepatnya kedua senjata itu bergerak
    sampai tidak tampak lagi sebagai senjata kipas dan pedang, melainkan
    tampak hanya gulungan sinar yang berkelebatan dan saling belit dengan
    sinar pedang di tangan Swat Hong. "Cringgg...!" Tiba‐tiba pemuda itu berseru
    kaget dan pedangnya mencelat ke atas terlepas dari tangannya. Swat Hong
    tersenyum. Dia tadi sudah menyaksikan bahwa ilmu pedang pemuda itu
    cukup lihai, bahkan dalam hal kecepatan dan tenaga tidaklah kalah banyak
    dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri. Adanya dia dapat membuat
    pemuda itu terlepas dalam waktu tiga puluh jurus, hanyalah karena selain
    dasar ilmu silatnya lebih tinggi daripada pemuda itu, juga kenyataan bahwa
    pemuda itu tidak mau menyerangnya dengan sungguh‐sungguh dan
    mendasarkan permainannya pada tingkat penguji dan berlatih saja. Kalau
    pemuda itu merupakan lawan sungguh‐sungguh, dia sendiri sangsi apakah
    akan dapat merobohkannya dalam waktu seratus jurus. "Wah, kau hebat
    sekali, Nona! Aku mengaku kalah!" Kwee Lun menjura dan menyimpan
    kipasnya. Suaranya bersungguh‐sungguh, karena memang pemuda ini

  9. #173

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 172
    walaupun tadi tidak mau menyerang sungguh‐sungguh, namun dari gerakan
    lawannya dia sudah dapat melihat bahwa dara itu benar‐benar memiliki ilmu
    silat yang amat aneh dan amat kuat. "Aku terlalu rendah untuk menjadi
    sahabatmu." "Kwee‐twako, kau terlalu merendah. Ilmu kepandaianmu hebat!
    Perkenalkanlah, aku bernama Hat Swat Hong...." Sampai di sini, dara itu
    meragu karena dia masih sangsi apakah dia akan memperkenalkan diri
    sebagai seorang puteri dari Kerajaan Pulau Es yang asing dan yang telah
    terbasmi habis oleh badai itu. "Ilmu pedang Nona hebat bukan main, juga
    amat aneh gerakannya, Selama melakukan peratauan dengan Suhu, dan
    mendengar penjelasan Suhu, sudah banyaklah aku mengenal dasar ilmu silat
    perkumpulan besar di dunia kang‐ouw akan tetapi melihat gerakan
    pedangnya tadi, aku benar‐benar tidak tahu lagi, sedikit pun tidak
    mengenalnya. Maukah Nona Han Swat Hong memperkenalkannya
    kepadaku?" "Kwee‐twako, sebenarnya aku akan merahasiakan keadaanku,
    Baru pertama kali ini aku menginjak daratan besar dan aku tidak ingin
    melibatkan diri dengan urusan di dunia kang‐ouw, apa lagi memperkenalkan
    diriku. Akan tetapi memang sudah nasib, begitu mendarat bertemu dengan
    engkau, dan sikapmu menarik hatiku, membuat aku tidak dapat
    menyembunyikan diri lagi. Aku akan menceritakan keadaanku hanya dengan
    satu janji darimu, Twako." Kwee Lun memunggut pedangnya, mengikatkan
    sarung pedang di punggung lalu membusungkan dadanya yang sudah
    membusung tegap itu sambil menepuk dada dan berkata, "Nona Han...."
    "Kwee‐twako, sekali mau mengenal orang, aku tidak mau bersikap kepalang.
    Aku menyebutmu Twako (kakak), berarti aku sudah percaya kepadamu.
    Maka janganlah kau masih bersikap sungkan menyebutku Nona. Namaku
    Swat Hong dan tak perlu kau menyebutku Nona seperti orang asing." "Hemm,
    bagus sekali!" Kwee Lun bertepuk tangan dan memandang ke langit. "Bukan
    main! Aku benarbenar berbahagia dapat memperoleh adik seperti engkau!
    Nah, Hong‐moi (adik Hong), kauceritakanlah kepada kakakmu ini. Ceritakan
    semuanya, kalau ada penasaran, akulah yang akan membereskan untukmu!
    Kakakmu ini sekali bicara tentu akan dipertahankan sampai mati!" Diamdiam
    Swat Hong merasa girang dan kagum. Inilah seorang laki‐laki sejati!
    Seorang jantan! Sekaligus dia memperoleh seorang sahabat yang boleh
    dipercaya seorang kakak dan sebagai pengganti seorang keluarga setelah dia
    kehilangan segala‐galanya. Dia telah kehilangan ibunya, ayahnya, keluarga
    ayahnya, bahkan akhirnya dia kehilangan suhengnya dan dalam keadaan
    seperti itu tiba‐tiba muncul seorang seperti Kwee Lun! "Kwee‐twako aku
    baru saja meninggalkan tempat tinggalku di tengah‐tengah laut di sekitar
    sana!" Dia menuding ke arah laut bebas. "Di manakah tempat tinggalmu itu?
    Di sebuah pulau?" Swat Hong mengangguk, masih agak ragu‐ragu. "Pulau apa,
    Hong‐moi?" "Pulau Es..." "Hah...?" Benar saja seperti dugaannya, nama Pulau
    Es mendatangkan kekagetan luar biasa, bahkan wajah pemuda itu berubah
    menjadi agak pucat dan dia memandang dara itu seperti orang melihat iblis
    di tengah hari! "Pulau... Pulau Es...??" Seperti juga semua orang di dunia kangouw,
    Pulau Es hanya didengarnya seperti dalam dongeng saja, dan pangeran

  10. #174

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 173
    Han Ti Ong yang pernah menggegerkan dunia kang‐ouw disebut sebagai
    seorang dari Pulau Es, seorang yang memiliki kepandaian seperti dewa! Dan
    kini pemuda itu mendengar bahwa dara itu dari Pulau Es. "Kwee‐twako!
    Jangan memandangku seperti memandang siluman begitu...!" "Ohh... eh....,
    maafkan aku, Moi‐moi! Hati siapa yang mau percaya? Akan tetapi aku
    percaya padamu, Moimoi! Wah! aku percaya sekarang! Kau pantas kalau dari
    Pulau Es. Ilmu kepandaianmu luar biasa, bukan seperti manusia lumrah.
    Mana ada gadis biasa mampu mengalahkan Kwee Lun dalam beberapa jurus
    saja? Aku malah bangga! Seorang penghuni Pulau Es menyebutku twako dan
    kusebut Moi‐moi! Ha‐ha‐ha‐ha, Suhu tentu akan tercengang saking kagetnya
    kalau mendengar ini!" Melihat pemuda itu petentang‐ petenteng mengangkat
    dada seperti orang membanggakan diri sebagai seorang sahabat baik
    penghuni Pulau Es, Swat Hong menjadi geli hatinya. "Hong‐moi, engkau tidak
    tahu betapa bangga dan besarnya hatiku. Aihh, sekali ini, baru saja
    meninggalkan Suhu untuk merantau seorang diri, aku telah bertemu dan
    dapat bersahabat denganmu. Betapa bangga hatiku!" Swat Hong terkejut.
    Baru teringat olehnya bahwa dia tadi belum melanjutkan syaratnya, maka
    cepat dia berkata, "Kalau begitu, berjanjilah bahwa engkau tidak akan
    menceritakan kepada siapapun juga tentang keadaan diriku, kecuali namaku
    saja. Berjanjilah Twako!" Kwee Lun memandang kecewa. "Tidak
    menceritakan kepada siapapun juga bahwa engkau adalah penghuni Pulau
    Es? waaahhh... ini..." Tentu saja hatinya kecewa karena hal yang amat
    dibanggakan itu tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Mana bisa dia
    berbangga kalau begitu? "Kwee Lun."tiba‐tiba Swat Hong berkata dengan
    lantang. "Hanya ada dua pilihan bagimu. Berjanji memenuhi permintaanku
    dan selanjutnya menjadi sahabat baiku, atau kau tidak mau berjanji akan
    tetapi kuanggap sebagai seorang musuh!" "Wah‐wah... aku berjanji! Aku
    berjanji! Bukan karena takut kepadamu, Hong‐moi, aku bukan seorang
    penakut dan juga tidak takut mati, akan tetapi karena memang aku merasa
    suka sekali kepadamu. Aku tidak sudi menjadi musuh! Nah, aku berjanji,
    biarlah aku bersumpah bahwa aku tidak akan menceritakan kepada siapapun
    juga tentang asal‐usulmu, kecuali... hemm, tentu saja kalau... kalau kau sudah
    mengijinkan aku. Siapa tahu..." Sambungnya penuh harap. Swat Hong
    tersenyum lega. "Baiklah, Kwee‐twako. Aku percaya bahwa engkau akan
    memegang teguh janjimu. Sekarang dengarlah cerita singkatku dan kuharap
    kau suka membantuku. Aku adalah puteri dari Raja Pulau Es..." "Aduhhhh...."
    Kembali mata itu terbelalak dan kwee Lun segera membungkuk, agaknya
    malah akan berlutut! "Twako, kalau kau berlutut atau melakukan hal yang
    bukan‐bukan lagi, aku takan sudi bicara lagi kepadamu!" Kwee Lun berdiri
    tegak lagi. "Hayaaaa... siapa bisa menahan datangnya hal‐hal yang
    mengejutkan secara bertubi‐tubi ini? Baiklah, aku taat... eh, benarkah aku
    boleh menyebutmu Moi‐moi?" "Siapa bilang tidak boleh ! Aku hanya bekas
    puteri raja! Ayahku telah meninggal dunia dan Ibuku..., ah, aku sedang
    mencari Ibuku yang pergi entah kemana. Kwee‐twako, aku tidak bisa
    menceritakan lebih banyak lagi. Yang penting kauketahui hanya bahwa Ibuku

  11. #175

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 174
    telah berbulan‐bulan meninggalkan Pulau Es, entah ke mana perginya dan
    aku sedang mencarinya. Juga aku telah saling berpisah dengan Suhengku. aku
    sedang pergi merantau dan sekalian mencari Ibuku dan Suhengku." "Aku
    akan membantumu!" Kwee Lun menggulung lengan bajunya yang memang
    sudah pendek sampai kebawah siku itu. "Jangan khawatir!" "Terima kasih,
    Twako. Dan sekarang, engkau hendak ke manakah?" "Sudah kukatakan tadi
    bahwa aku meninggalkan Pualu Kura‐kura untuk pergi merantau meluaskan
    pengalaman, sekalian memenuhi permintaan penduduk kota Leng‐sia‐bun
    yang berada tak jauh dari pantai ini." "Permintaan apa, Twako?" "Beberapa
    orang penduduk bersusah payah mencari Suhu di Pulau Kura‐kura, dan
    mereka mohon pertolongan Suhu untuk menghancurkan komplotan busuk
    yang merajalela di kota ini. Suhu lalu memerintahkan aku pergi, dan sekalian
    aku diberi waktu setahun untuk merantau sendirian. Kebetulan sekali aku
    bertemu denganmu di sini. Marilah kau ikut bersamaku ke Leng‐sia‐bun,
    tentu kau akan gembira melihat keramaian ketika aku menghadapi
    komplotan itu. Setelah selesai urusanku di sana,aku menemanimu mencari
    Suhengmu dan Ibumu." Swat Hong mengangguk setuju. Lega juga hatinya,
    karena kini ada seorang teman yang setidaknya lebih banyak mengenal
    keadaan daratan besar dari pada dia yang asing sama sekali. "Baik, Twako.
    Akan tetapi perutku...." "Eh, perutmu mengapa? Sakit...." "Sakit.... lapar...!"
    Kwee Lun tertawa‐tawa bergelak dan Swat Hong juga tertawa.
    Keduanya merasa lucu dan gembira karena mendapatkan seorang teman
    yang cocok wataknya! "Kalau begitu, tidak jauh bedanya dengan perutku!
    mari kita cepat pergi. Leng‐sia‐bun terdapat banyak makanan enak!" "Tapi ....
    perahumu itu? Bagaimana kalau ada yang curi nanti ?" "Hemm, siapa berani
    mencurinya? Lihat, bentuk perahuku itu. Bentuknya seperti seekor kurakura,
    lengkap dengan kepalanya dan ekornya. Melihat itu, semua orang tahu
    bahwa itu milik Pulau Kura‐kura, siapa berani mengganggunya? Perahumu
    yang berada di dekat perahuku juga aman." "Wah, kalau begitu nama Suhumu
    sudah terkenal sekali!" Memang, dan sekarang aku akan membuat nama agar
    sama terkenalnya dengan nama suhu!" Berangkatlah kedua orang muda itu
    menuju ke utara, melalui sepanjang pantai itu lalu mendekati sebuah daerah
    pegunungan, menuju ke kota Leng‐sia‐bun yang letaknya tidak jauh dari
    pantai laut, tak jauh dari muar sungai Huai. Kota Leng‐sia‐bun merupakan
    kota pantai yang ramai dan padat penduduknya. Karena daerah ini
    merupakan daerah perdagangan yang menampung datangnya hasil bumi
    dari pedalaman untuk dibawa oleh perahu‐perahu ke pantai laut yang lain,
    juga merupakan pasar besar pagi para nelayan, maka penduduknya cukup
    makmur. Rumah‐rumah besar, toko‐toko, hotel‐hotel dan restoran‐restoran
    membuktikan kemakmuran kota itu. Akan tetapi, seperti biasa terjadi
    dimanapun juga di penjuru dunia dan di jaman apa pun, di kota Leng‐sia‐bun
    muncul juga manusia‐manusia yang mempergunakan kesempatan untuk
    mencari keuntungan dan menumpuk harta benda dengan cara yang tidak
    layak, tidak halal, bahkan tidak mempedulikan lagi nilai‐nilai
    kemanusiaan.Telah bertahun‐tahun, di kota itu merajalela komplotan yang
    Last edited by jkt-Alexis4Play; 08-04-15 at 09:12.

  12. #176

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 175
    dipimpin oleh seorang hartawan bernama Ciu Bo jin dan terkenal dengan
    sebutan Ciu‐ wangwe (Hartawan Ciu). Sebenarnya, tanpa diketahui oleh
    siapa pun di kota itu, Ciu‐wangwe adalah bekas seorang perampok tunggal
    yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah rambutnya mulai putih dan dia
    berhasil mengumpulkan kekayaan, tinggallah dia di kota Leng‐sia‐bun
    menjadi seorang pedagang. Mula‐mula dia mendirikan sebuah rumah makan.
    Setelah rumah makannya maju, dia membuka rumah judi dan rumah
    penginapan. Tentu saja dia mengumpulkan bekas teman‐temannya dari
    kalangan hitam untuk bekerja kepadanya dan merangkap menjadi tukang
    pukul, akan tetapi Ciu‐wangwe melarang keras kepada anak buahnya untuk
    memperlihatkan sikap kasar dan sewenang‐wenang karena dia maklum
    bahwa itu bukan merupakan cara untuk mengumpulkan kekayaan di sebuah
    kota. Dengan licin sekali, Ciu‐wangwe mempengaruhi para pembesar kota itu
    dengan jalan seringkali mengirimkan hadiah kepada mereka. Bahkan bukan
    uang saja yang dijadikan umpan untuk memancing ikan besar dan
    menjinakan haimau, akan tetapi dia juga mempergunakan wanita‐wanita
    muda! Terkenallah hotel dan rumah judi yang didirikan Ciu‐wangwe karena
    kedua tempat ini juga merupakan tempat berpelesir di mana disediakan
    perempuan muda sebagai *******‐******* kelas tinggi! Bahkan restorannya
    juga amat laris karena disitu bercokol pula beberapa orang ******* cantik
    yang melayani para tamu makan minum dan memberi kesempatan kepada
    para tamu sambil makan minum untuk colek sana sini! Biarpun banyak
    penduduk Leng‐sia‐bun yang menjadi korban judi, banyak rumah tangga
    berantakan, namun tidak ada orang yang mampu menyalahkan Ciu‐wangwe
    karena rumah judi, hotel dan restoran yang dibukanya adalah sah dan
    mendapat restu serta perlindungan dari para pembesar setempat. Bahkan
    secara terang‐terangan, hampir semua pembesar di kota itu menjadi
    langganan Ciu‐wangwe. Mereka yang gemar berjudi menjadi langganan
    pokoan ( tempat judi) di mana mereka dapat berjudi apa saja sepuasnya dan
    tentu saja dalam melayani para pembesar berjudi, orang‐orang kepercayaan
    Ciuwangwe tidak berani main curang, tidak seperti jika melayani umum di
    situ dilakukan kecurangankecurangan yang menjamin kemenangan bagi si
    bandar judi. Bagi para pembesar yang senang pelesir dengan wanita, mereka
    mendatangi likoan (hotel) di mana tersedia kamar yang mewah berikut
    pelacurnya yang tinggal pilih dan mereka memperoleh pelayanan istimewa!
    Bagi yang mengutamakan lidah dan mulut, tersedia restoran yang
    menyediakan atau mengirim arak wangi dan masakan lezat! Kesewenangwenangan
    Ciu‐wangwe tidaklah tampak atau terasa secara langsung oleh
    penduduk. Hanya apabila ada orang berani mendirikan tempat judi, restoran
    atau hotel baru yang menyaingi perusahannya, maka diam‐diam tukang
    pukulnya akan bertindak dan memaksa si pemilik perusahan itu untuk
    menutup pintu dan menurunkan papan nama perusahan! Boleh orang lain
    membuka akan tetapi harus kecil‐kecilan dan mengirim "pajak" sebagai
    penghormatan kepada Ciu‐wangwe! Akan tetapi, beberapa bulan belakangan
    ini terjadilah kegemparan‐kegemparan di daerah kota Leng‐sia‐bun.

  13. #177

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 176
    Kegemparan yang terasa oleh kaum pria yang doyan pelesir di restoran dan
    hotel milik Ciuwangwe. Hanya bedanya, kalau kegemparan para penduduk
    dusun disertai tangis, adalah kegemparan di hotel‐hotel itu diiringi suara
    ketawa gembira sungguhpun di malam hari juga mengakibatkan tangis
    mnyedihkan. Apakah yang terjadi di kedua tempat itu? Di kota Leng‐sia‐bun,
    di dalam hotel milik Ciuwangwe, kini seringkali terdapat "barang baru", yaitu
    p3lacur‐p3lacur muda yang baru, dan daun‐daun muda seperti ini paling
    disuka oleh bandot‐bandot tua yang tidak segan‐segan membuang uang
    sebanyaknya untuk memetik daun‐daun muda itu! dan di dalam tempattempat
    rahasia di belakang hotel, di dalam kamar‐kamar gelap sering kali
    terjadi hal yang mengerikan di mana seorang gadis remaja dipaksa dan
    dicambuki, disiksa sampai mereka itu terpaksa menyanggupi untuk dijadikan
    p3lacur dan melayani kaum pria! Dan sekali dara remaja ini melayani
    seorang tamu, segala akan berjalan lancar dan beberapa bulan kemudian
    perempuan remaja itu akan menjadi seorang p3lacur kelas tinggi yang
    dijadikan rebutan! Pada waktu yang bersamaan, terjadi geger di dusundusun
    di sekita daerah itu. Banyak terjadi pembelian gadis‐gadis muda,
    bahkan banyak terjadi penculikan dan perampokan secara terang‐terangan
    dilakukan oleh gerombolan perampok ganas! Keluarga gadis ini melakukan
    penyelidikan dan mereka akhirnya dapat menemukan anak gadis mereka di
    Leng‐sia‐bun, dalam keadaan yang menyedihkan karena sudah menjadi
    p3lacur ‐p3lacur ! Ada yang lenyap sama sekali, bahkan ada yang terluntalunta
    sebagai seorang wanita gila! Mereka ini adalah gadis‐gadis yang
    berkeras tidak mau menjadi p3lacur . ada yang disiksa sampai mati, dan ada
    yang diperkosa dan akhirnya menjadi gila! Tentu saja banyak di antara
    mereka yang melapor kepada pembesar di Leng‐sia‐bun, akan tetapi mereka
    itu malah dimaki‐maki karena dianggap menghina Ciu‐wangwe. Dikatakan
    bahwa anak mereka menjadi p3lacur , hal ini adalah orang tua mereka yang
    tidak tahu malu dan tak dapat mendidik anak, sekarang ada Ciu‐wangwe
    yang menampung mereka sehingga tidak kelaparan, mengapa mereka itu
    malah melapor dan menuntut Ciu‐wangwe? Mereka melaporkan bahwa anak
    gaisnya di culik orang yang ternyata anak gadis mereka itu tahutahu telah
    menjadi p3lacur di hotel milik Ciu‐wangwe, malah dijatuhi hukuman rangket
    karena menghina Ciu‐wangwe, dan pelaporan mereka itu dianggap fitnah
    karena tidak ada bukti bahwa anak mereka diculik! Memang ada saja jalan
    dan alasan para penegak hukum yang telah diperbudak oleh harta yang
    mereka terima dari Ciu‐wangwe itu, disamping suguhan anak‐anak perawan
    hasil penculikan! Untuk melakukan penculikan sendiri, tentu saja para
    pembesar ini merasa malu. Kini ada yang menculikan untuk mereka, hati
    siapa yang takkan senang? Karena sudah merasa tersudut dan tidak berdaya
    lagi, akhirnya mereka teringat akan nama besar Lam‐hai Seng‐jin, Majikan
    pulau kura‐kura yang terkenal sebagai seorang pertapa yang suka menolong
    kesukaran orang lain yang memerlukan pertolongan. Terutama sekali
    mereka yang mempunyai anak perempuan dan yang merasa gelisah kalaukalau
    pada suatu malam akan tiba giliran mereka didatangi penculik yang
    Last edited by jkt-Alexis4Play; 08-04-15 at 09:18.

  14. #178

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 177
    akan melarikan anak mereka, segera bermufakat untuk mita pertolongan
    pertapa itu dan akhirnya berangkatlah serombongan orang menuju ke pulau
    Kura‐kura. Lam‐hai Seng‐jin menerima pelaporan mereka dan merasa
    kasihan, maka dia mengutus murid tunggalnya yang sudah mewarisi ilmu
    kepandaiannya untuk mewakilinya menyelidiki dan memberi hajaran kepada
    komplotan penjahat itu. Juga dia memberi ijin kepada muridnya untuk
    merantau selama satu tahun. Setelah memberi banyak nasihat, berangkatlah
    Kwee Lun seorang diri naik perahu menuju ke daratan besar dan tanpa
    disangkanya, dia telah berjumpa dengan Han Swat Hong puteri kerajaan
    Pulau Es! Pada hari itu kota Leng‐sia‐bun sibuk seperti biasa. Keadaan tetap
    ramai dan biasa seperti tidak terjadi sesuatu dan seperti tidak akan terjadi
    sesuatu. Tidak ada seorang pun yang tahu, di antara sebagian besar
    penduduk yang memang tidak memikirkan lagi, bahkan malam tadi telah
    terjadi seperti biasa, yaitu pemerkosaan dara‐dara culikan baru seperti
    seklompok domba disembelih, dan tidak ada pula yang tahu bahwa pagi hari
    itu muncul dua orang yang akan mendatangkan perubahan besar di kota itu,
    menimbulkan geger yang akan menggemparkan kota dan akan menjadi
    bahan cerita sampai bertahun‐tahun lamanya. Setelah menyelidiki di mana
    letaknya rumah makan milik Ciu‐wangwe, Kwee Lun mengajak Swat Hong
    mendatangi rumah makan itu. Sebuah rumah makan yang bangunannya
    indah dan besar, dengan cat baru dan di depan rumah makan terdapat tulisan
    dengan huruf besar "RUMAH ARAK" yang berarti restoran. "Hong‐moi,
    engkau lapar bukan? Mari kita makan dan minum di sini." Swat Hong
    memandang heran. Bukankah ini rumah makan milik Hartawan Ciu yang
    menjadi pemimpin komplotan penjahat di kota ini yang akan dibasmi Kwee
    Lun? Dia memandang dan melihat mata pemuda itu bersinar, kemudian
    Kwee Lun memejamkan sebelah mata penuh arti. Swat Hong tersenyum geli.
    Mengertilah dia kini. Pemuda itu hendak mengajaknya makan sampai
    kenyang lebih dulu sebelum turun tangan. Dan memang dia merasa lapar
    sekali! "Aku tidak bisa bekerja tanpa makan lebih dulu," pemuda itu berkata
    lirih ketika mereka memasuki rumah makan dan Swat Hong tersenyumsenyum.
    Sepagi itu, rumah makan sudah terisi setengahnya oleh mereka yang
    beruang, karena rumah makan ini terkenal sebagai rumah makan mahal. Dua
    orang pelayan, pria dan wanita, yang wanita masih muda dan genit, dengan
    wajah yang ditutup warna putih dan merah yang tebal seperti tembok
    dikapur dan digambar, menyambut mereka dengan sikap manis. Kwee Lun
    dan Swat Hong diantar ke sebuah meja kosong di sudut dan dengan suara
    lantang Kwee Lun memesan makanan dan minuman yang paling lezat, dalam
    jumlah banyak sekali. Para pelayan menjadi terheran‐heran mendengar
    pesanan masakan yang pantasnya untuk menjamu sepuluh orang! Akan
    tetapi melihat sikap kasar dari pemuda tinggi besar itu, pula melihat dua
    batang pedang dan kipas yang diletakan di atas meja, mereka tidak berani
    banyak cakap dan melayani mereka. Diam‐diam seorang pelayan memberi
    tahu kepada kepala tukang pukul yang berada di dalam. Dua orang tukang
    pukul yang berpakaian biasa, dan dengan sikap biasa pula, keluar dari dalam

  15. #179

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 178
    dan berjalan lewat dekat meja Kwee Lun dan Swat Hong. Kedua orang tidak
    perduli dan berpura‐pura tidak melihat. Juga Swat Hong melanjutkan makan
    sambil kadang ‐kadang tersenyum geli menyaksikan betapa temannya itu
    makan dengan lahapnya. Dia belum menghabiskan setengah mangkok, Kwee
    Lun sudah menyapu bersih lima mangkok. Ketika dua orang itu lewat, Swat
    Hong hanya melirik sebentar dan mengerahkan ilmu sehingga telinganya
    terbuka dan dapat menangkap dengan ketajaman luar biasa ke arah kedua
    orang itu yang masih berjalan‐jalan di ruangan itu, seolah‐olah sedang
    memriksa dan kadang‐kadang membenarkan letak kursi dan meja yang
    kosong. "Aku tidak mengenal mereka," terdengar yang kurus pucat berkata.
    "Tapi gadis itu hebat....," kata orang ke dua yang pendek dan berperut gendut.
    "Kalau dia bisa didapatkan, tentu Loya (Tuan Tu) akan memberi banyak
    hadiah kepada kita." "Hushh... apa kau mau menyaingi pekerjaan Tian‐ci‐kwi
    (***** Berjari Besi)?" "Ah, siapa tahu, dengan cara halus bisa mendapatkan
    dia...." "Tapi pemuda itu kelihatan jantan!" "Huh, takut apa? Orang kasar
    seperti itu...." "Tapi jangan memancing keributan, Lote, kita nanti tentu
    dimarahi Loya." "Aku tidak bodoh, mari kita pergunakan cara halus. Lihat,
    mereka telah selesai makan. Raksasa itu makannya melebihi ****!" Swat
    Hong yang sedang minum hampir tersedak karena geli hatinya mendengar
    temannya yang gembul itu dimaki seperti ****. Akan tetapi Kwee Lun
    agaknya tidak mempedulikan sesuatu dan tidak melakukan penyelidikan
    seperti Swat Hong, tidak mendengar makian itu dan mengelus‐elus perutnya
    yang kenyang. Dia kelihatan puas sekali telah dapat makan minum
    secukupnya di dalam restoran itu. Pada saat itu dua orang tukang pukul tadi
    sudah menghampiri mereka. Yang kurus pucat sudah menjura sambil
    berkata, "kami mewakili Ciu‐wangwe pemilik restoran ini menghaturkan
    selamat datang kepada Jiwi." Sebelum Kwee Lun yang terheran‐heran
    menjawab, Si Gendut pendek sudah menyambung sambil menyeringai dalam
    usahanya untuk tersenyum ramah. "Tentu Jiwi datang dari jauh dan lelah.
    Majikan kami juga memiliki hotel yang paling besar, paling bersih dan paling
    baik di kota ini, letaknya di sebelah kiri rumah makan ini. Jiwi akan dapat
    mengaso dengan enak di hotel kami dan kalau Loya kami mendengar bahwa
    Jiwi adalah tamu dari jauh, tentu biayanya akan diberi potongan
    separuhnya." Kwee Lun sudah mengerutkan alisnya, mukanya merah dan dia
    seakan‐akan memperoleh kesempatan mulai beraksi. "kalian berani
    mengganggu kami yang sedang makan?" Mendadak kakinya tertendang
    ujung kaki Swat hong dan ketika dia memandang, dia melihat isyarat dalam
    sinar mata gadis itu, maka dia hanya mengerutkan alis dan tidak melanjutkan
    kata‐katanya. Swat Hong sendiri segera berkata kepada dua orang itu dengan
    suara ramah dan sikap manis, "Kalian sungguh ramah, tentu majikan kalian
    adalah seorang yang mengenal pribudi. Baik, kami memang hendak
    bermalam barang dua hari di kota ini. Akan tetapi melihat keramahan kalian,
    aku ingin bertemu dengan majikan kalian untuk menghaturkan terima
    kasih." Dua orang itu saling pandang. "Marilah kami antarkan Nona dan Tuan
    agar memperoleh kamar yang paling baik di hotel, kemudian kami akan

  16. #180

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 179
    melapor kepada majikan kami...." "Tidak usah repot‐repot!" Swat Hong
    berkata cepat. "Temanku ini masih hendak melanjutkan makan
    minum....heiii! Pelayan tambah araknya! Biarlah saya yang menemui majikan
    kalian dan memilih kamar di hotel sebelah. Kami sudah mendengar tentang
    kebaikan hati majikan kalian dari pembesarpembesar di kota ini, dan kami
    memang ingin minta pekerjaan. Aku ingin bekerja apa saja yang pantas dan
    temanku itu.... dia tentu bisa menjadi seorang penjaga keselamatan. Dapat
    dibayangkan betapa girangnya hati kedua orang itu. Sudah terbayang di
    depan mata betapa mereka akan menerima pujian berikut hadiah dari Ciuwangwe.
    Seorang nona begini cantik jelita seperti bidadari, tanpa susah
    payah datang sendiri ke depan mulut, tinggal membuka mulut dan
    mencaplok saja! Ciuwangwe tentu senang sekali, bukan untuk hartawan itu
    sendiri yang kesenangannya bukan memeluk wanita cantik, melainkan untuk
    menyenang hati para pembesar setempat. Ciu‐wangwe sendiri
    kesenangannya hanya satu, yaitu uang dan kedudukan! "Bagus sekali kalau
    begitu, Nona! Kebetulan pada saat ini Ciu‐wangwe sedang menjamu
    pembesar yang paling terhormat di kota ini. Mereka sedang berpesta di
    ruangan belakang hotel kami. Mari kami antar Nona ke sana!" "Tidak usah,
    kalian di sini saja melayani temanku!" Sambil berkata demikian Swat Hong
    sudah bangkit berdiri dan cepat laksana kilat kdua tangannya bergerak
    seperti seorang wanita yang menepuk‐nepuk pundak kedua orang itu dengan
    ramahnya, akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati kedua orang
    tukang pukul itu ketika tiba‐tiba tubuh mereka menjadi lemas dan kaki
    tangan mereka tak dapat digerakan lagi. "Ha‐ha, duduklah kalian, mari
    temani aku minum arak!" Kwee Lun yang dapat melihat gerakan temannya
    itu cepat bangkit berdiri, kakinya bergerak dan kedua lutut mereka telah
    terkena tendangan ujung sepatunya sehingga terlepas sambungannya.
    Sambil tersenyum Kwee Lun sudah mendudukan mereka di atas bangku di
    kanan kirinya! Para tamu hanya melihat empat orang itu seperti beramah
    tamah, maka mereka tidak tertarik lagi, hanya tertarik kepada Swat Hong
    yang memang sejak tadi telah menjadi perhatian pandang mata para tamu
    pria yang berada di dalam restoran. Mereka menahan napas melihat dara
    cantik jelita itu dengan langkah gontai meninggalkan restoran, membawa dua
    batang pedang dan sebuah kipas, "Aku pinjam dulu ini!" kata Swat Hong tadi
    kepada Kwee Lun yang hanya memandang dengan terheran‐heran melihat
    kedua senjatanya dibawa pergi oleh Swat Hong. "Agar kau tidak kesalahan
    membunuh orang!" kata pula Swat Hong dan Kwee Lun tersenyum. Kiranya
    gadis itu tidak ingin melihat dia membunuh orang, maka sengaja membawa
    pergi kedua senjatanya. Di dalam hatinya dia mentertawakan Swat Hong.
    Apakah tanpa kedua senjata itu kaki dan tanganku tidak mampu membunuh
    orang? Pula, apakah dia seekor harimau yang haus darah? Biarlah, pikirnya.
    Gadis itu masih belum percaya kepadanya, dan dia akan memperlihatkan
    kelihaianya tanpa bantuan senjata. Sambil tertawa‐tawa kepada dua orang
    tukang pukul yang duduk seperti boneka dan tak mampu bergerak itu, Kwee
    Lun melanjutkan minum arak. Karena hawa mulai panas disebabkan oleh

Page 12 of 28 FirstFirst ... 2891011121314151622 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •