Page 8 of 14 FirstFirst ... 456789101112 ... LastLast
Results 106 to 120 of 200
http://idgs.in/569960
  1. #106
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Ajreett, Kanaphiel yang cool di chapter ini jadi super girly gitu

    Mare = Sea, gua tau tanpa harus buka trivia awkawkkawkawk

    Terus, misteri yang mulai terungkap ya. Itu namanya Kanaphiel disembunyiin karena alasan tertentu eh. Jadi waktu kanaphiel masi remaja, daath udah om2 ya. Terus kenapa Nephilim bisa tau tentang Divine Tech, and ayah mereka lagi2 disebut.. Gua jadi punya teori gila tentang siapa sebenernya si 'ayah'

  2. Hot Ad
  3. #107
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by MelonMelon View Post
    itu kan pendapat gue aja, tau deh mana yang bener sebenernya
    gue gak nyadar apa makna yang lu maksud, deh. kepikiran ish satu, tapi bukti yang gue temuin masih kurang, jadi dipendem dulu.
    btw itu loli-fied, bukan lolo.
    iya dipendem aja dulu... sapa tau kaget lagi kyk pas AAaAR

    Quote Originally Posted by -Pierrot- View Post
    Ajreett, Kanaphiel yang cool di chapter ini jadi super girly gitu

    Mare = Sea, gua tau tanpa harus buka trivia awkawkkawkawk

    Terus, misteri yang mulai terungkap ya. Itu namanya Kanaphiel disembunyiin karena alasan tertentu eh. Jadi waktu kanaphiel masi remaja, daath udah om2 ya. Terus kenapa Nephilim bisa tau tentang Divine Tech, and ayah mereka lagi2 disebut.. Gua jadi punya teori gila tentang siapa sebenernya si 'ayah'
    Namanya juga punya trauma...begitu keinget lagi ya pasti begitu

    Oke...selamat berteori /"
    Mudah"an salah
    #dicambukin

    Kalo bener ya jadi gak seru soalnya


    ==============================================

    Awas ada anu


    Spoiler untuk Tehillim 23 :


    ================================================== ==
    Tehillim 23: Golden Arrow Part V ~ Melancholy of the Black Knight
    ================================================== ==




    *WHUUUUUUUUUUUUUUUUZZZZ*

    Getaran yang mengerikan terus terasa begitu Plasma memberitahu kalau Sonic Glider telah memasuki lapisan atmosfer. Argh, kenapa aku malah sok berani?! Aku tidak tahu kalau perjalanan memasuki atmosfer akan jauh lebih mengerikan!!

    Tidak. Aku harus menahannya. Aku harus bisa mengatasi ketakutanku. Sabarlah sedikit, Da’ath…sabar…

    “Akan kubuka lapisan pelindung kokpit. Beberapa belas kilometer lagi sebelum mencapai permukaan tanah.”

    Plasma pun membuka kedua lapisan logam pelindung terluar…



    Tak lama kemudian, Raqia berkata, “Dia datang. Aku sudah hafal hawa keberadaannya.”

    Tatapan tajamnya itu…sepertinya aku tahu siapa yang dimaksud.

    Seperti perkiraanku, gumpalan miasma hitam bergerak cepat menuju kemari dari arah kanan Sonic Glider. Plasma terus berusaha memperlambat kendaraan ini agar Raqia dapat keluar dengan mulus untuk mencegat Nephilim itu. Nampaknya aku juga harus bersiap dengan Heavenly Saint.

    Makin dekat, dengan armor dan pedang hitamnya itu. Tetapi…eh? Aku dapat melihat tangan kanannya menunjuk-nunjuk ke bawah, ke permukaan tanah. Isyarat untuk turun?

    “Sepertinya dia tidak berniat menghadapi kita di udara…”, gumam Raqia.

    “Baiklah, kita turuti saja apa maunya. Tidak perlu takut. Kita bertiga, sementara dia hanya sendiri. Namun jangan turunkan kewaspadaan kalian saat mendarat. Oke?”

    Kedua Archangel yang bersamaku itu merespon setuju.

    Sonic Glider terus melambat, lalu akhirnya mendarat di sebuah paparan padang rumput. Akupun keluar dan melepas helmku, diikuti Raqia dan Kanaphiel yang juga turun. Nyaris dalam waktu bersamaan, Nephilim itu ---Tenebria--- mendarat beberapa puluh meter di depan kami. Jelas, kami bertiga langsung siaga penuh, bahkan diriku langsung mengaktifkan mode Heavenly Saint. Tapi…



    …penampilan Tenebria berubah ketika melangkah.

    Dalam sekejap mata, armor dan Chereb HaNephilim-nya menghilang dari pandangan. Sekarang di hadapanku berdiri seorang Tenebria yang mengenakan long dress hitam dengan panjang selutut dan berkerah lebar warna putih, scarf merah terikat di kerah layaknya sebuah dasi, dan sebuah sepatu boot coklat. Apa maunya kali ini?

    “Kamu…”, ujar Raqia, terdengar kesal.

    “Aku ke sini bukan untuk menghadapimu, Angel Knight.”, jawab Tenebria.

    “Jangan banyak bicara!!---“

    “Raqia, stop. Biarkan dia menyelesaikan kata-katanya.”

    “T-Tapi, Da’ath…!!”

    “Seperti yang kuharapkan dari Crusader-Saint, selalu mau mendengarkan. Namun sebelum kukatakan tujuanku…”, kemudian tatapannya beralih ke arah Kanaphiel. “Kamu, Sacred Hunter, apa kamu yakin ingin berdiam diri saja di situ?”

    Kanaphiel hanya bereaksi dengan ekspresi bingung.

    Plasma menyahut, “Dia benar, Yang Mulia. Segeralah kembali ke Tzayad dan perintahkan rakyat anda untuk mengungsi secepatnya. Melihat posisi kita sekarang, Tzayad ada kira-kira beberapa belas kilometer sebelah utara tempat ini.”

    “Tidak kusangka aku akan diingatkan oleh seorang Nephilim.”, jawab Kanaphiel. “Baiklah, kalian berdua hati-hatilah.” Diapun melesat pergi.

    “Sudah belajar berkhianat rupanya.”, ujar Raqia sinis.

    “Maaf, Angel Knight. Aku bukan seperti yang kamu katakan. Aku hanya memberitahu apa yang sudah seharusnya dilakukan. Lain hal jika kubocorkan segalanya mengenai kami.”

    “Tidak usah banyak omong!! Sekarang katakan apa maumu!!”

    “Aku hanya punya urusan dengan Crusader-Saint, bukan dirimu. Sebuah janji untuk bertarung dengannya.”

    “Hah? Kamu pikir akan kubiarkan dirimu begitu saja agar dapat menghabisi Da’ath?!”

    Apa yang kami lihat berikutnya benar-benar mengejutkan. Tenebria…



    …berlutut. Uh-huh, berlutut di hadapanku dan Raqia.

    “Kumohon, Angel Knight. Ini bukan main-main. Aku tidak terima jika kehormatanku dilecehkan dengan menghadapi kalian sekaligus.”

    Lima puluh banding lima puluh. Aku memang pernah berjanji padanya, namun kemungkinan kalau ini hanyalah sekedar jebakan tidak bisa kuabaikan. Tapi…jika dia hanya begitu saja sepanjang hari, akan buang-buang waktu…

    “Raqia, Biblos, pergilah. Evakuasi penduduk Tzayad akan lebih cepat dengan adanya kalian.”

    Raqia menarik tanganku dengan kasar, lalu meneriakiku. “APA KAMU SUDAH GILA??!! Bagaimana jika kamu mati di tangannya?!”

    “Mmm…aku tidak terpikir ke situ.”, jawabku santai.

    “Tidak terpikir? TIDAK TERPIKIR, KATAMU??!! Ke mana hilangnya otakmu yang jenius itu?!”

    “Oh, ayolah. Jika tidak yakin menang, aku pasti sudah terbang ke Tzayad bersamamu. Begitu kembali, aku janji akan membelaimu seberapa lamapun kamu mau.”

    Wajahnya menunjukkan rasa terusik yang amat sangat, lalu dia berkata, “Aku tidak akan datang ke pemakamanmu jika kamu mati.”

    “Terserah. Yang jelas jika Tuhan tidak menginginkanku mati hari ini, maka hal itu tidak akan terjadi.”

    “Haaah…”, Raqia menghela nafas panjang. “Setengah jam.”

    “Iya, iya…diam-diam kamu manja juga ya.”

    “B- BERISIK!!!”, pipinya memerah.

    *DHUAAAAGGHHH!!!*

    Dan sebuah tendangan mendarat di perutku. Untung saja sedang kukenakan Sacred Armor… Raqia dan Biblos pun langsung melesat setelahnya.



    “Tenebria, berdirilah.”

    “Terima kasih untuk pengertiannya, Crusader-Saint.”

    Mendadak aku teringat dia.

    “Bagaimana dengan dia? Baik-baik sajakah?”, tanyaku. Aku tahu Tenebria pasti mengerti maksudnya.

    “Atra, maksudmu?”

    “Siapa lagi memangnya?”

    “Dia…”, Tenebria berhenti bicara sejenak, wajahnya nampak gusar. Dilanjutkannya dengan raut wajah yang lebih tenang, “…baik-baik saja. Bahkan dia menceritakan segala sesuatunya padaku dengan gembira. Sepertinya kamu berhasil mendapatkan hatinya.”

    Lagi-lagi pemandangan mengejutkan. Tenebria…tertawa kecil.

    “Sepertinya hatimu berubah lembut.”, ujarku sinis.

    “Melihat seorang yang kusayangi bahagia, bagaimana aku tidak berubah?”

    “Yah, setidaknya senyuman itu membuat wajahmu nampak lebih cantik.”

    “Sudah berhasil meluluhkan Atra, sekarang kamu juga mengincarku? Tidak kusangka…ternyata Crusader-Saint senang merebut hati para wanita.”, ujarnya ketus.

    “Hah…? Kamu bercanda? Hatiku untuk Raqia seorang…aku hanya terbiasa jujur mengatakan penampilan orang lain apa adanya.”

    “Hahaha…baiklah, terima kasih banyak untuk pujiannya.”, dia kembali tersenyum. “Jadi, bisa kita mulai?”, tubuhnya agak membungkuk, tangan kanannya mengangkat roknya sedikit.

    “Jika itu yang kamu mau---“

    “Tunggu dulu.”, potong Plasma. “Aneh rasanya jika kamu sengaja ke sini hanya untuk meminta bertarung dengan Da’ath. Ada yang kamu sembunyikan?”

    “Tidak bisa kukatakan.”, jawabnya tenang.

    “Ada hubungannya dengan kakakmu?” Plasma sangat tajam kali ini.

    Wajahnya berubah kesal. “Cih. Jangan panggil makhluk terkutuk itu kakakku…”

    Aku jadi penasaran, sebenarnya apa yang membuat Atra dan Tenebria tidak suka dengan Nephilim yang satu lagi? Aku merasa kalau hal itu ada hubungannya dengan semua yang terjadi belakangan ini…

    “Oke, oke. Aku minta maaf. Tapi benar kan?”

    “Ya…kamu tidak salah. Mungkin kamu sudah tahu, memang dia yang mengendalikan benda besar di atas langit itu.”

    “Bagaimana bisa?! Kunci Golden Arrow adalah benda fisik!! Jangan bilang kalau dia melakukan hacking terhadap kontinuitas ruang-waktu itu sendiri…”

    “Aku tidak bisa memberitahu lebih dari ini. Ingat, aku bukanlah pengkhianat. Mulutku hanya memberitahu apa yang seharusnya sudah kalian ketahui.”

    “Jadi…dia akan kemari?”, tanyaku.

    Raut wajahnya nampak gelisah, tangannya sedikit gemetar. “Aku…tidak bisa memberitahumu.”

    Berarti benar, Nephilim yang satu lagi akan ke tempat ini.

    “Sendirian?”

    Ekspresi yang sama, namun kali ini mulutnya hanya diam.

    “Berapa banyak…?”

    Akhirnya dia menjawab pelan, “Satu juta tujuh ratus ribu…”

    Bilangan sebesar itu membuat kepalaku serasa dihantam palu. Tubuhku gemetar, seakan ada hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Nephilim itu akan membawa 1.700.000 Elilim-class menyerang tempat ini?! Apa dia akan melakukan penghancuran total terhadap Tzayad?!

    “I-Ini gila…”, suara Plasma di telingaku terdengar kaku.

    “Kamu tidak bisa memberitahu Biblos tentang hal ini?!”, tanyaku panik.

    “O-Oke, oke. Kuharap kurang dari tiga setengah jam mereka bisa mengevakuasi penduduk Tzayad.”

    “Ke utara. Pindahkan penduduk ke utara. Mereka semua akan menyerbu dari selatan jika benda di langit itu selesai menembak.”, sahut Tenebria.

    Sementara Plasma terdiam ---sepertinya sedang bertelepati dengan Biblos---, kutiru ucapan Raqia tadi, “Sudah belajar berkhianat rupanya.”

    “Ini…gara-gara kalian. Aku tidak tahan untuk mengatakannya.”, wajahnya tertunduk lesu. “Huh…sudahlah. Sepertinya aku akan dihukum lagi setelah ini. Sekarang, kembali ke tujuan awal.”

    “Kapanpun kamu mau.”, kueratkan genggamanku pada Energy Blade.

    Battle armor, materialize.” Kata-kata itu diiringi dengan tubuhnya yang dibalut sinar hitam, kemudian berubah menjadi armornya yang biasa. Oh, dan Chereb HaNephilim di tangan kanannya.

    “Plasma, sudah selesai?”

    “Ya, sudah kuberitahu. Cepat jatuhkan dia, lalu kita susul yang lainnya.”

    Tenebria tersenyum sesaat, lalu berkata, “Kuharap kamu tidak dendam padaku jika harus kupenggal, Crusader-Saint.”

    “Sama denganmu. Defenser, auto mode.” Aku ingin berkonsentrasi menyerangnya, sehingga kuserahkan pergerakan Hypermassive Defenser sepenuhnya pada Plasma.

    Sejenak kurasakan hembusan angin padang rumput…yang membawa suara Tenebria menghilang menuju awan-awan. Mulutnya mengatakan sesuatu, namun tidak dapat kudengar. Hanya kata terakhir yang dapat kubaca dari gerak bibirnya…

    “…maaf.”



    Seketika itu juga muncul tombak-tombak miasma di sekitar tubuhnya, dengan ujung-ujung yang mengarah tepat kemari.

    *SHUUUUUUUU*

    Puluhan tombak miasma melaju, membuat Plasma memutuskan untuk memperbesar perisai untuk menahan gempurannya. Sementara perisaiku diam di tempatnya, kuaktifkan Warp Drive untuk berpindah ke belakangnya…

    “Taktik yang sama tidak bisa menjatuhkanku.”

    Gelombang tombak miasma kedua muncul hanya beberapa sentimeter dari tubuhnya, mengarah ke segala arah. SIAL!!!!

    Semuanya itu langsung meluncur dengan cepat, sehingga kuputuskan untuk mundur sambil menangkis semuanya itu dengan Energy Blade. Untung saja pedangku ini cukup lebar. Ditambah Sacred Armor, gempuran tombak-tombak miasma itu hanya membuat tubuhku merasa sakit sedikit.

    Tapi…

    “Terlalu lambat.”

    Dia sudah ada di kiriku??!! Segera saja kuputar tubuhku---

    *WHUUUUZZZZZ*

    Hentakan udara yang kuat tercipta saat pedang kami berbenturan.

    “Kamu benar-benar ingin mati, hah?!”

    “Itu…lebih baik…”, jawabnya pelan.

    Bagus. Dia lengah.

    Plasma segera meluncurkan Hypermassive Defenser ---yang sempat terpisah dariku--- secepat mungkin ke belakang Tenebria. Tetapi, gerakan Nephilim berambut ungu di hadapanku ini begitu cepat. Dengan tangan kanan yang masih menggenggam pedang, tangan kirinya mengeluarkan bola kehitaman yang ditinjukannya ke perutku. Tubuhku langsung terpental beberapa puluh meter, sementara Tenebria sendiri berhasil menahan laju Hypermassive Defenser dengan pedangnya.

    “Jangan…”, tangan kirinya meraih perisaiku. “…MEREMEHKANKU…!!!!”, diapun melemparkannya sejauh mungkin. Aku hanya bisa menelan ludah melihat pemandangan itu.

    “O-Oi, P-Plasma…dua ratus kilogram…di-dilempar…satu tangan…”

    “Gilanya lagi, aku sedang mengontrol perisai itu…”, suara Plasma juga terdengar tidak percaya.

    Beberapa belas meter di atas, tiba-tiba muncul lagi tombak-tombak miasma.

    “WHOAAAAAAAAAAA!!!!”

    Segera aku melesat menghindari jatuhnya tombak-tombak miasma itu, terbang ke udara.

    Tenebriapun segera melayang tidak jauh di depanku. “Lumayan. Kamu jauh lebih baik dibanding sebelumnya, Crusader-Saint.”

    Perisaiku kembali ke dekat lengan kiri. “Kamu juga. Taktikmu membaik.”

    “Benar-benar…”, dia tersenyum puas. “Sepertinya aku tidak akan pernah bosan bertarung denganmu.”

    Tangannya terulur ke depan, mengarahkan ujung pedangnya padaku.

    “Kamu tahu? Lengah sedikit saja akan membawamu pada kematian.”

    Tunggu.



    DARI KANAN!!!!

    Tubuhku belum siap untuk menahan gempuran tombak-tombak itu lagi, sehingga keseimbanganku agak rapuh kali ini. Meski Hypermassive Defenser berhasil menahan semuanya itu saat ukurannya diperbesar 2 kalinya, tetapi genggaman pedangku melonggar begitu kutahan serangan Tenebria. Dan…

    …terlepas. Energy Blade pun jatuh dan tertancap di tanah.

    Segera saja dia menyambar ke arah kemari dengan liar. Untunglah Plasma sempat menggerakkan perisai, memperbesarnya tiga kali lipat, dan…

    “AAAAAAAAAAAAHHHHHH!!!!”

    Menghantam Tenebria hingga dirinya terhempas jauh ke tanah.

    *BLAAAARRRRRR*

    Debu tanah nampak dari tempatnya bertumbukan.

    Kesempatanku!! Maka kuaktifkan Warp Drive. Pedang besar itupun dapat kuraih secepat kedipan mata.

    Belum, belum selesai. Hanya perlu 2 detik bagi Tenebria untuk kembali bangkit lalu menyerang. Satu hal, makin lama gerakannya makin mudah terbaca, seakan dia bergerak tanpa pikir panjang.

    Namun…lagi-lagi kudapati gerak bibirnya mengucapkan “maaf” ketika dia melesat ke arahku. Entah apa yang ada di pikirannya kali ini...

    Dengan wajah penuh keseriusan, dia mengayunkan pedang hitamnya dengan kedua tangan yang kali ini, disertai guratan-guratan huruf anehnya yang berkilau kuning cerah.

    *BUUUUMMMMM*

    Bukan hanya udara terganggu, tanah yang kupijakpun berlubang.

    Kembali perisaiku melesat secepatnya untuk menghajar Tenebria. Tapi…kekuatan Nephilim yang satu ini terlalu luar biasa. Beberapa meter sebelum Hypermassive Defenser menghantam tubuhnya, dia menekan pedangnya untuk mundur sedikit, bermanuver sesaat di udara, lalu menendang perisaiku hingga jatuh ke tanah.

    Dengan cepat, dia melesat ke arahku. Plasma segera memposisikan perisai di depanku sebelum pedangnya diayunkan. Tebasan Chereb HaNephilim nya pun berhasil ditahan.

    “HEAAAAAAAA!!!! Retzaaaaach…”

    Butiran-butiran tanah dan gangguan udara yang kuat membuatku tidak mampu berpikir jernih langkah apa yang harus kuambil selanjutnya. Yang kutahu hanyalah perisaiku dihantam…

    “…ELAPHIIIMMMM!!!”

    Phase start.”, pedang hitam itu merespon.

    …dan perisai itu berhasil dihancurkannya. Tubuhku juga terhempas beberapa meter.

    Aku…tidak bisa mempercayainya. Hypermassive Defenser yang bahkan tidak hancur ditembak oleh Quetzalcoatl ketika di Ya’ar HaMalakh, sekarang berubah menjadi kepingan dengan mudahnya?!

    “P-P-Perisainya…”, ujarku kaku, berusaha bangun.

    “Aku bisa memperbaikinya, tapi perlu waktu lama. Tidak kusangka kemampuannya itu dapat mengatasi kecepatan konversi massa-energi yang kugunakan untuk rekonstruksi struktur atom perisai…”, Plasma berusaha menenangkan.

    Berlutut di tanah sambil bertumpu pada pedangnya, Tenebria nampak sangat kelelahan. Terus-menerus dia mengambil nafas dengan cepat. Ng…melihatnya demikian, aku malah mengkhawatirkannya. Apakah dia siap menyerah?

    “Belum selesai!!”

    Sial, aku salah!!

    Disertai kepakan kuat keempat sayap hitamnya, Tenebria melaju dengan cepat ke arahku, menggenggam pedang dengan siaga. Makin dekat, kulihat ada sesuatu di mulutnya…darah? Jangan-jangan kemampuan tadi membebani tubuhnya?!

    Kembali, pedang kami beradu.

    “O-Oi, hentikan ini semua!!”

    “TIDAK AKAN!! Aku, atau kamu yang mati!!”

    Brengsek, keras kepala sekali makhluk yang satu ini?!

    Tekanan yang kuat masih terasa pada pedangku ketika dia kembali berputar di udara, lalu menendang genggamanku pada Energy Blade. Begitu cepatnya, dan…

    “RETZAAAAACH!!!”

    Aku tidak sempat menghindar.

    “ELAPHIIIMMMM!!!!”

    Phase start.”

    Chereb HaNephilim langsung menghantam bagian antara dada dan perutku.

    *DHUAAAAAAAGGGHHHH*

    Begitu telak. Sacred Armor, yang selama ini mampu melindungi dari berbagai macam tebasan, hantaman, dan ledakan, akhirnya hancur sedikit pada bagian itu. Yang kuketahui selanjutnya hanyalah diriku yang terhempas ke atas paparan rumput.



    “Aghh…”, aku berusaha bangkit, memegangi titik serangan pedang tadi.

    “H-Hei, jangan berdiri dulu!”

    Suara Plasma membantu menyadarkan otakku yang masih linglung karena serangan tadi.

    “A-Ah, maaf. Sial, sakit sekali…”

    “Untunglah tidak ada pendarahan dalam, hanya luka akibat tergores serpihan Sacred Armor. Tidak begitu parah. Sebentar lagi mungkin sakitnya hilang. Akan kumulai program rekonstruksi materinya.”

    Selagi aku mencoba berdiri, kulihat bagian yang rusak itu mulai ditutup butiran-butiran cahaya. Terasa hangat, bahkan luka yang ada di dalamnya jadi tidak terasa terlalu menyakitkan. Satu hal yang aneh…Tenebria tidak lagi menyerangku.

    “Uhukk…akh…”

    Tak jauh di depan-kiri, kudapati dia berlutut, bertumpu pada pedang dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya ditaruh di depan…mulut? Kukerahkan sisa-sisa tenagaku untuk menghampirinya.

    “Hei…”

    “Sial…!!”, tangan kirinya meninju tanah. “Di saat seperti ini…kenapa…”

    Aku berlutut di sebelahnya. “Jangan memaksakan diri jika sudah tidak sanggup.”

    “S-Seenaknya saja…bukankah sudah kukatakan? Aku, atau kamu yang mati…!!”, ujarnya. Nafasnya masih agak terengah-engah.

    “Dan melanjutkan pertarungan ini, sementara kondisi tubuhmu sudah parah?! Tidak. Aku tidak mau!!”

    Tenebria menarik lengan kananku. “Kalau begitu, bunuhlah aku.”

    Tatapan mata merah darahnya begitu tajam. Tidak kudapati keraguan sama sekali. Aku heran, kenapa dia begitu ingin cepat-cepat mati?

    “Tidak.”, kupalingkan wajahku.

    “Ti…dak? TIDAK, KATAMU??!!”, lenganku ditarik lebih kasar lagi.

    “Tanganku belum pernah mengeksekusi orang lain!! Setidaknya, dalam dua puluh satu tahun terakhir… Kamu pikir aku tidak akan gemetaran melihat orang di hadapanku tidak berdaya, sementara lehernya kupenggal begitu saja??!!”

    “Jika…aku memohon padamu, apakah akan kamu penuhi keinginanku itu?”

    “Apa alasanmu, hah?! Aku tidak percaya ada orang yang ingin mati semudah itu!!”

    “Jangan banyak omong!!”, diapun memberikan pedangnya padaku. “Lakukan!!”

    “Tidak.”

    “LAKUKAN!!”, tatapannya makin tajam.

    “SUDAH KUBILANG TIDAK AKAN!!”, kubalas menatapnya tanpa keraguan.

    Dan…ini adalah ketiga kalinya ekspresi Tenebria membuatku terkejut.



    “Kumohon…”

    Dia menangis. Tetes demi tetes air matanya itu jatuh dan hinggap pada rerumputan.

    “Kenapa, Tenebria…? Kenapa?!”

    “Kamu ingin tahu?! KAMU BENAR-BENAR INGIN TAHU, HAH?!”

    Masih berurai air mata, Tenebria berdiri dan mematikan mode armornya, kembali ke pakaian yang sebelumnya. Tanpa ragu dia melepas scarf merahnya, lalu…

    “O-Oi!! Apa yang akan kamu lakukan?!”

    …dia menurunkan pakaiannya.

    Tanpa busana, sosok Tenebria berpijak pada padang hijau, diselimuti langit biru. Yang membuat pandanganku terpaku pada tubuhnya bukanlah lekuk pinggang dan ukuran dadanya yang tergolong besar itu, tapi…luka. Ya, di sekujur tubuhnya banyak sekali kudapati goresan-goresan panjang di dada, lengan, perut, paha, bahkan punggung saat dia agak berbalik. Semuanya nampak baru.

    “Apa kamu sudah mengerti saat melihat luka-luka ini…”, air matanya terus jatuh.

    Kupalingkan wajahku ke arah lain ---karena tidak ingin melihat terlalu lama hal yang tidak seharusnya---, lalu berkata, “P-Pakai kembali bajumu.”

    Akhirnya, dia kembali mengenakan pakaiannya.

    “A-Apa maksudmu dengan semua tadi?”, tanyaku, masih sedikit gelagapan karena terbayang pemandangan tadi.

    “Tiga hari lalu…aku menerima semua itu agar Atra tidak dihukum lebih keras…”, tetes air matanya masih mengalir.

    Astaga, baru tiga hari yang lalu?! Pantas saja konsentrasinya perlahan menurun seiring waktu saat bertarung tadi!! Pastilah semua luka itu masih terasa sakit…

    “Mmm…maaf.”, kupalingkan pandanganku sambil menggaruk-garuk pipi. “Aku tidak tahu…“

    “Jadi…”

    “Tidak. Jawabanku tetap sama.”

    “Tapi kenapa…lebih baik aku mati daripada menerima siksaan terus menerus…”, air matanya makin deras. “Dan…kamu tidak tahu apalagi yang sudah kualami sebelumnya…”, kedua tangannya mengusap mata.

    Jadi ini bukan pertama kalinya dia menerima hukuman sejenis ini? Atau…?

    “Jika kamu pergi, bagaimana dengan Atra?!”

    “Dia…dia akan baik-baik saja…bahkan tanpaku…”



    Sudah cukup. Tidak ada lagi yang bisa kukatakan untuk mengubah pikirannya. Agak jauh di sebelah kanan, di situlah Energy Blade tertancap. Kuaktifkan Warp Drive untuk mengambilnya, lalu kembali ke hadapan Tenebria.

    “Tenebria, apa kamu benar-benar yakin?”, tanyaku dengan tegas.

    Masih menghapus air mata, dia berdiri. “Aku merasa lebih bahagia jika tanganmu sendiri yang mengeksekusi diriku, Crusader-Saint. Lebih baik mati terhormat dibanding hidup menanggung penderitaan yang tidak ada habisnya. Aku benar-benar tidak tahan…selama hampir dua ribu tahun…”

    Sebenarnya tanganku agak gemetar, tapi kutanyakan saja, “Baiklah. Ada permintaan terakhir?”

    Kembali mengaktifkan mode armornya, dia berlutut lalu menjawab. “Ada tiga.”

    “Katakan.”

    “Satu, mungkin bisa kamu lihat. Aku ingin mati secara ksatria, mengenakan perlengkapan perangku. Kedua, aku titip Chereb HaNephilim padamu. Dan terakhir…”

    Bisa kutebak.

    “Atra?”

    “Mmm.”, dia mengangguk tegas. “Kumohon, selamatkan dirinya…”

    “Menyelamatkannya?”, aku agak bingung mendengar ucapannya.

    “Akan kamu ketahui sendiri nanti. Satu hal, ingat kata-kataku tadi. Dia baik-baik saja. Maksudku, secara fisik.”

    Artinya, secara kejiwaan ada yang salah dengan Atra.

    “Aku janji.”

    “Aku tahu kamu selalu memegang janjimu. Sekarang, lakukan.”, diapun menancapkan pedangnya di sisi kanan, lalu menunduk di hadapanku. Tidak ada lagi air mata.

    Kuangkat tinggi-tinggi Energy Blade. “Semoga Tuhan mengampunimu…”



    Baru saja pedang itu turun sedikit…wajahnya berpaling ke kanan. Matanya terbelalak, seakan merasa ada sesuatu yang datang.

    “Crusader-Saint, AWAS!!!!”, teriaknya.

    Seketika kami berdua mundur ke arah yang berlawanan karena ada rentetan tembakan yang menuju tepat ke arahku. Sial, tembakan macam apa itu?! Cepat sekali!! Bahkan lebih cepat dibanding tangan Kanaphiel saat menembak!!

    Gatling gun?!”, sahut Plasma.

    Gatling?”

    “Semacam senapan yang mampu memuntahkan peluru dengan cepat. Ratusan peluru bisa ditembakkan per detiknya.”

    “Hahaha!! Penjelasan yang bagus!!”

    Suara tawa yang menyeramkan terdengar dari sebelah kiri atasku. Mantel hitam selutut yang agak compang-camping itu melambai-lambai ketika sosoknya tertangkap mataku.

    As. Ta. Ga. MAKHLUK APA ITU?!

    Empat sayap, jelas Nephilim. Tetapi…sayapnya itu jelas bukan terbuat dari darah dan daging. Logam. Ya, logam. Bukan hanya keempat sayapnya, namun tangan kanan, tangan kiri, serta kedua kaki, semuanya ditutup bahan yang sama, entah logam apa itu. Tangan kanannya sama sekali tidak berbentuk seperti tangan, terdiri dari silinder-silinder yang ukurannya lebih panjang dari tangan kanan manusia normal. Apakah itu yang dimaksud dengan gatling gun?

    Satu lagi. Yang nampak selaras dengan tubuh setengah mekaniknya adalah lensa bulat merah pada mata kirinya, terhubung pada sepotong logam yang berpangkal di telinga.



    Tangan kirinya mengibaskan rambut hitam panjangnya sesaat. “Ah…akhirnya aku bisa menemui Crusader-Saint yang terkenal itu.”, ujarnya dingin.

    “Jadi kamu yang melakukan hacking pada Golden Arrow?!”, tanya Plasma, berteriak.

    “Ha. Haha… HAHAHAHAHA!!!! Ya, kamu benar!! Aku, Inferna Tartarea, yang sudah melakukannya!!!!”, dia nampak puas, menatapku tajam dengan mata kanannya yang tetap normal dan juga berwarna merah.

    Aku punya sekitar tiga jam untuk memaksanya menghentikan Golden Arrow. Kuharap itu cukup…



    ==============================================


    Spoiler untuk Trivia :

    • Tenebria's skill: Retzach Elaphim
      ---> Retzach (Hebrew) = murder/killing
      ---> Elaphim (Hebrew) = thousands
      Literally, Thousand Killings.
    • And here's the 1st Nephilim: Inferna Tartarea
      ---> Inferna (Latin) = hell (feminine)
      ---> Tartarea (Greek) => Tartarus = place of torment dalam Greek myth..."hell" juga sih artinya
      Seperti biasa, nama Nephilim selalu formulanya Latin-Greek



    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  4. #108
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    Dalam sekejap mata, armor dan Chereb HaNephilim-nya menghilang dari pandangan. Sekarang di hadapanku berdiri seorang Tenebria yang mengenakan long dress hitam dengan panjang selutut dan berkerah lebar warna putih, scarf merah terikat di kerah layaknya sebuah dasi, dan sebuah sepatu boot coklat. Apa maunya kali ini?
    ini nggak kurang indah.

    Jadi ternyata si Tenebria itu tenaga badak. dan sejujrunya gue agak gimana gitu kalo liat tokoh cewe yang se"brutal" itu.
    tapi terakirnya mewek. Ehh, apa itu namanya...
    Seru, asli. keliatan jelas si Da'ath jadi mirip newbie level 1 nge cheat biar bisa pake armor level tinggi, kemampuan berantem ribuan taun lalu itu kelupaan juga, ya. si Tenebria nya sih bangun terus, makin yahuy jadinya.
    Klimaksnya gahar, pas si Tenebria ngancurin sacred armor. Gue udah sedikit menduga dia pasti bawa "oleh2" di badannya, dan mungkin bakal main parah seiring berantem. Tapi nggak nyangka juga sampe buka baju.

    Terus, Tartarea, ya. Gue kecewa, setengah robot, coi, kaga loli ini mah. *kemudian ditabok
    Udahlah, gue menunggu si Atra aja..

    Endingnya itu yang kurang sreg, kayaknya si Da'ath gak cape sama sekali, inhuman banget. Tadi aja pas berantem sempet ga bisa mikir, eh ini -kayaknya transisi waktunya belom lama- masih bisa mikir nyelametin orang aja. eh, dia emang bukan orang sih, ya...

    oke, lanjutkanlah.

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  5. #109
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by MelonMelon View Post
    ini nggak kurang indah.

    Jadi ternyata si Tenebria itu tenaga badak. dan sejujrunya gue agak gimana gitu kalo liat tokoh cewe yang se"brutal" itu.
    tapi terakirnya mewek. Ehh, apa itu namanya...
    Seru, asli. keliatan jelas si Da'ath jadi mirip newbie level 1 nge cheat biar bisa pake armor level tinggi, kemampuan berantem ribuan taun lalu itu kelupaan juga, ya. si Tenebria nya sih bangun terus, makin yahuy jadinya.
    Klimaksnya gahar, pas si Tenebria ngancurin sacred armor. Gue udah sedikit menduga dia pasti bawa "oleh2" di badannya, dan mungkin bakal main parah seiring berantem. Tapi nggak nyangka juga sampe buka baju.

    Terus, Tartarea, ya. Gue kecewa, setengah robot, coi, kaga loli ini mah. *kemudian ditabok
    Udahlah, gue menunggu si Atra aja..

    Endingnya itu yang kurang sreg, kayaknya si Da'ath gak cape sama sekali, inhuman banget. Tadi aja pas berantem sempet ga bisa mikir, eh ini -kayaknya transisi waktunya belom lama- masih bisa mikir nyelametin orang aja. eh, dia emang bukan orang sih, ya...

    oke, lanjutkanlah.
    Sebenernya Tenebria itu chara cewe favorit kedua gw setelah Raqia ketiga baru Kana-chan

    GILA MASA LOLINYA KURANG AKEOAKEOAKSOAKEOAKW puarah kau
    Gw masih punya banyak chara yang belom dikenalin coy, dan pasti ada yg loli

    Lu tau gak kenapa Da'ath cepet seger lagi?
    Soalnya dikasih "pemandangan"


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  6. #110
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    logically, kalo dapet "pemandangan" itu darah ngalir ke"sana" semua, termasuk darah porsi buat otak.
    makanya banyak cerita kalo orang udah "on" jadi gabisa mikir. ato, ini si Da'ath stok darahnya kelewat banyak?

    well, gue nggak napsu sama logam, sih. jaidnya dikepala gue si Tartarea itu gak loli. terus nama Tartarea itu susah diinget, sumpeh. gue malah ingetnya saos tartar...ouch...

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  7. #111
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    on nya bentar doang laaahhh

    nama depannya Inferna oi
    gw bayanginnya keren loh si Inferna, setengah cyborg sayap 4 gitu terus pake mantel ada robek-robeknya dikit
    terus tangan kanannya gatling gun gitu astajim


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  8. #112
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    Oh, panggilannya Inferna. Oiya, nama pertama...
    Atra sama Tenebria bikin gue jadi mikir panggilannya itu Tartar, ada T nya juga, sih.

    bapaknya namanya Inferno.

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  9. #113
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Spoiler untuk 23 :
    oke, akhirnya ada duel juga di cerita ini. Kebanyakan yang gua inget group battle semua

    awal ngobrol2 dulu, pake berlutut segala. Pas berantem minta maaf dulu sebelum nyeruduk. Terakir2 telanjang pula.. She sure grow soft. Dan.. tenaga ***** sama personalitynya kalo lagi jinak gitu, mirip Raqia.

    Jurus Retzach Elaphim, baru digunain dua kali aja uda bengek kegitu. Tapi ngeliat armor da'ath yang cuma pecah dikit, imba banget berarti equipmentnya da'ath

    badannya luka2 gitu, dicambuk2in dirumah kali ya.. jadi scenarionya :
    Tenebria & Atra pulang, bokap ga seneng mereka gagal, pulang dengan tangan kosong, & dibantu Crusader Saint pula. Mereka b2 dihukum, Tenebria ngelindungin Atra, sebagai gantinya Tenebria kena hukuman lebi berat. Kejiwaan Atra keganggu.. ini kayaknya bisa gua bayangin, tapi tunggu chapter depan ajalah

    Overall gak ada yang aneh. Lanjutkan lah

  10. #114
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    DUAL RELEASE, HADIAH NATAL *yang telat*

    Tembus 82k words


    ==========================================

    Spoiler untuk Tehillim 24 :


    =================================================
    Tehillim 24: Golden Arrow Part VI ~ Cybernetic-Queen of Hell
    =================================================




    “Bagaimana…bisa…”, gumam Plasma.

    “Tebaklah. Aku yakin kamu sudah punya hipotesis mengenai apa yang kulakukan.”, ujar Nephilim setengah mesin itu, mendarat tak jauh di depanku.

    “Sudah kuduga ada yang salah dengan Quantum Transmitter itu…”

    “Pintar…pintar.”, bibirnya menyeringai tajam. “Sayangnya itu belum semua.”

    Telapak tangan kirinya bersinar sesaat, mengeluarkan…

    “ABSOLUTE ZERO??!!” Plasma terdengar amat sangat terkejut. “Bagaimana bisa benda itu ada di tanganmu?!”

    Sebuah kubus seukuran jempol, berwarna merah. Ah, jadi warna merah yang kulihat di kedua silinder itu berasal dari kubus yang serupa.

    “Akan kuberitahu begitu kalian berubah menjadi serpihan.” Core itupun menghilang seakan ditelan tangannya.

    Plasma bicara pelan, “Da’ath, ini berbahaya. Dia terlalu pintar untuk dihadapi tanpa perencanaan. Kita tidak tahu trik apa lagi yang ada di dalam kepalanya itu…hati-hatilah.”

    “Aku mengerti. Kita biarkan saja dia melakukan seperti yang dia mau untuk saat ini, selama tidak membahayakan Tzayad.”

    Mendadak jari jemari tangan kiri Inferna mengeluarkan sulur-sulur panjang dari logam, melilit dan menarik Tenebria yang sejak tadi hanya mampu berlutut lemas ---dan batuk darah sesekali---.

    “Dan kamu juga…TIDAK BERGUNA!!”, dihempaskannya Tenebria ke tanah. “Memata-matai, katamu? Apa yang sudah kamu dapat hah?! Yang kulihat adalah kamu menyerahkan diri padanya!!” Kemudian diinjaknya perut Tenebria keras-keras, sehingga darah keluar lebih deras dari mulut si Nephilim kedua tersebut.

    Refleks kuberteriak, “HENTIKAN!!!!”

    “Ah…begitu rupanya. Bagus, bagus. Ternyata kamu sudah mendapat belas kasihan Crusader-Saint.” Entah karena tubuhnya sudah kelewat lemas atau kaki logam Inferna yang bobotnya tidak wajar, Tenebria tidak mampu menyingkirkannya.

    “K-Kamu…d-dasar brengsek…” Umpatan Tenebria itu disambut dengan makin kerasnya tekanan kaki Inferna.

    Ini…tidak bisa dibiarkan. Tenebria memang sudah melakukan banyak kesalahan yang membuatku kesal setengah mati di waktu yang lalu. Tetapi melihat sikapnya tadi, aku tahu dia bukanlah entitas yang murni jahat. Layaknya Atra, dia hanya mematuhi perintah.

    “Maju sedikit lagi, kubuat otakmu berhamburan.”, ancam Inferna, menodongkan ujung gatling gun nya ke arahku.

    Mendadak Plasma berseru, “Da’ath, sekarang!!”



    Ini dia yang kutunggu-tunggu. Segera aku melesat ke arah kanannya. Dengan Hypermassive Defenser telah selesai diperbaiki, aku tidak perlu takut dengan gatling gun itu. Rentetan peluru menerjang dengan liarnya ke arahku, namun jelas tidak ada artinya untuk perisai ini.

    “Warp Drive!!”

    Mendadak kupindahkan tubuhku ke sebelah kirinya, lalu mengayunkan kuat-kuat pedang ke arahnya.

    “Hanya ini kemampuanmu?”, ledeknya.

    Tangan kirinya menahan Energy Blade?!

    Dengan kaki kiri yang masih menginjak Tenebria, kaki kanannya diangkat dan menuju ke arahku dengan cepat.

    *DUAAAAGGGHHH*

    Tendangannya memisahkanku dan kedua Nephilim itu sejauh beberapa belas meter.

    “Sekarang diam dan tenanglah di sana!!”, ditendangnya Tenebria jauh-jauh hingga menabrak sebuah bukit kecil, cukup jauh di utara. Muncul garis-garis cahaya yang mengelilingi Tenebria, sepertinya mengikat tubuhnya pada gundukan tanah itu.

    Tunggu. Aku merasa ada yang aneh dengan situasi ini…tapi apa?

    Kilauan merah darah beralih menatapku. “Giliranmu!!”

    *DRRRRTRTRTRTRTRTTT*

    Sambil melesat ke samping kiri, perisaiku terus menghalangi di depan. Bagus, sepertinya Hypermassive Defenser sudah kembali berfungsi normal. Tidak ada satupun peluru yang berhasil menembus blokadenya begitu diperbesar 3 kali lipat.

    Tunggu. Ada suara gangguan udara di tengah raungan peluru. Plasma sendiri tidak berani menormalkan ukuran perisai, karena peluru-peluru itu masih menerjang ke arah sini. Artinya, Inferna…

    Dia melesat kemari?! Sial, perisai ini menghalangi pandangan!!

    Disertai hentakan udara yang kencang dari keempat sayapnya, Inferna melesat memutari diriku dengan cepat, dan sudah berada tak jauh di belakangku dalam waktu kurang dari sedetik.

    Phlegethon Bombard, blaster shift.”, dikatakannya dengan senyum sadistik dan sorot mata yang tajam.

    Sekejap tangan kanannya sudah berubah menjadi sebuah laras meriam logam, berdiameter sedikit lebih besar dari kepala manusia dewasa.

    *NGUUUUUUUNNNNGGG*

    Ujungnya bersinar sesaat…

    *BLAAAAAAAAAAAAARRRRRRRR*

    Ledakannya memang tidak melukai satupun bagian tubuhku karena Sacred Armor dan Hypermassive Defenser yang melindungi dengan baik, namun debu tanah yang beterbangan sangat mengganggu pandangan dan konsentrasi. Di mana dia sekarang?!

    Gumpalan debu di sebelah kiri nampak aneh…

    ITU DIA!!

    “Ereshkigal Blade, single mode.”

    Tangan kirinya, yang sekarang sudah berubah bentuk menjadi suatu bilah logam besar berbentuk menyerupai mata pedang berwarna hitam, melakukan gerakan menusuk. Begitu bertabrakan dengan Energy Blade, dia menekan hingga mundur beberapa meter, kemudian kembali menembakkan sebuah ledakan.

    Ledakan kedua membuat medan padang rumput semakin kacau. Warp Drive? Baik diriku maupun Plasma tidak dapat mengetahui kondisi sekitar secara pasti, sehingga kalkulasi posisi untuk Warp Drive tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Dan untuk menghadapi Nephilim yang satu itu…tidak boleh ada kesalahan sedikitpun.



    Mendadak awan debu itu menipis, menyebar seakan ada yang angin yang menyingkirkannya dari atas. Benar saja. Begitu kuangkat kepalaku, Inferna sedang mengepakkan keempat sayapnya.

    Dari ketinggian yang cukup untuk membuat orang normal mati seketika jika dibanting, dia mengembangkan sayapnya lebar-lebar. Butiran-butiran hitam dari keempat sayap logamnya terus beterbangan ke arah belakang…

    “Charon’s Drive: Hades’ Judgement!!!!”

    Ujung mata pedang besar di tangan kirinya tertutup sinar hitam yang begitu besar, bahkan mengalahkan kilauan Matahari yang makin rendah di langit.

    Sial, Warp Drive tidak bisa diaktifkan!!

    “HABISLAH RIWAYATMU!!!! HEAAAAAAAAAAAAAAAAHH!!!!!!”

    Diiringi gangguan udara yang hebat dan partikel-partikel hitam melayang di mana-mana, Inferna terbang dengan kecepatan tinggi ke arahku. Namun lagi-lagi seperti saat Tenebria melancarkan Retzach Elaphim, aku bisa melihat Hypermassive Defenser mulai retak saat dihantam ujung mata pedang itu.

    Arghhh…ya Tuhan, kumohon, jangan biarkan aku mati kali ini!! Aku masih punya tugas yang harus diselesaikaaaaannnn!!!!



    “KAMULAH YANG AKAN HABIS!!!!”

    Teriakan itu…

    “SPATIAL BREAKEEEEER…!!!!”

    Raqia!!

    *BHUUUUUUUUUMMMMM*

    Mendadak muncul entah dari arah mana ---tidak sempat kuperhatikan---, Raqia segera menghajar Inferna dengan pedangnya, menyeretnya beberapa belas meter di udara, lalu melancarkan kemampuan utamanya, menghempaskan Nephilim setengah mesin itu cukup jauh dariku.

    “Haaahhh…”, kuhela nafas panjang. “Untung saja…” Kakiku langsung berlutut lemas, seakan berteriak lega akan kedatangan Archangel imut-imut yang satu itu. Setidaknya aku tidak akan kerepotan menghadapi Inferna sendirian.

    Raqia segera mendarat di sebelahku. “Eh? Aku…tidak terlambat kan?” Posisi kepala miring ke kanan itu lagi.

    “Yah…begitulah.”

    Diapun menghampiri. “Heh, sudah, jangan lemas begitu.”, dipapahnya bahuku. “Bisa berdiri?”

    “Bisa, bisa.”, aku berusaha berdiri, bertumpu pada Raqia. “Terima kasih sudah datang di saat yang tepat. Lalu…bagaimana dengan Tzayad?”

    “Lihat saja nanti.” Dia mengedipkan sebelah mata, tersenyum puas.

    Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan…mungkin?

    Sementara Plasma mulai memperbaiki Hypermassive Defenser, Inferna bangkit perlahan. “Ha…HAHAHAHAHA!!”

    “Hih…dia itu gila atau kenapa sih…”, gumam Raqia, setengah jijik melihat kelakuan Inferna.

    “Yah, mungkin ada benarnya. Orang waras tidak mungkin menyerang dengan membawa satu juta tujuh ratus Elilim-class.”, sahutku.

    “Yang benar saja.”, Raqia tersenyum puas. “Mereka tidak ada apa-apanya dibanding Sky Horde.”

    “Dua Archangel dan Crusader-Saint akan mati sekaligus di sini…INI BENAR-BENAR MENYENANGKAN!!!!”

    Kuperingatkan Raqia, “Bersiaplah. Dia akan menyerang lagi.”



    “Phlegethon Bombard, gatling shift!!”

    Selagi terbang ke udara, tangan kanannya berubah kembali menjadi senapan super-cepat, lalu memuntahkan peluru-pelurunya yang melesat liar ke arahku dan Raqia. Sayang sekali untuknya, kondisi kali ini berbalik dua banding satu. Kami melesat secepat mungkin ke arah yang berlawanan dalam lintasan berbentuk sabit, tepat menuju ke arah Inferna. Sengaja tidak kugunakan Warp Drive, karena beresiko dikunci seperti saat dia melancarkan Charon’s Drive.

    Bersamaan, aku dan Raqia mengayunkan pedang masing-masing.

    “Ereshkigal Blade, dual mode.”

    Ekspresi Inferna nampak begitu santai ketika kedua tangannya berganti bentuk menjadi mata pedang, menahan senjata milikku dan Raqia. Kemudian, dalam gerakan yang nyaris sulit ditangkap oleh mata, kakinya menendang Raqia jauh-jauh hingga menumbuk permukaan tanah.

    Tangannya menekan agar mundur sedikit. “Phlegethon Bombard, dual blaster shift.”

    Kedua tangannya…o-ow. Gawat!!

    *BLAAAAAAAARRRRRRRR*

    Kali ini dia menembakku dan Raqia sekaligus. Perisaku segera berpindah ke depan untuk menahan tembakannya. Bagus, Magen milik Raqia juga sudah aktif.

    Hei…sekarang aku mengerti apa yang salah sejak tadi. Aku dipaksa agar tidak bergerak lebih jauh ke selatan!! Jika berpatokan pada bukit kecil tempat Tenebria terikat dan permukaan tanah yang makin hancur, tidak sedikitpun aku berpindah melebihi 1 kilometer. Tapi apa alasannya?

    Raqia menerjang ke arah Inferna, namun ledakan dari kedua tangan mekanik itu membuat gerakannya melambat. Tunggu…Raqia mengangguk? Ah, aku mengerti. Tatapannya mengisyaratkan diriku agar menyerahkan Inferna kepadanya.

    Begitu kucoba terbang menjauh makin ke arah selatan, Inferna langsung menoleh ke arahku. Entah bagaimana raut wajahnya sekarang, namun kurasa dia agak panik mengetahui diriku yang mulai mengetahui apa yang salah dengan tempat ini. Dan baru saja sedikit bergerak untuk menyusulku, Raqia mencegat tepat di depannya. Maafkan aku, Raqia. Tolong, hadapi Inferna untuk sebentar saja…

    “Kamu terpikir sesuatu?”, tanya Plasma.

    “Begitulah. Sejak tadi Inferna memaksaku agar tidak bergerak lebih jauh ke arah selatan. Dan jika kulihat posisi Tenebria sejak tadi, bisa kusimpulkan…”

    “Inferna tidak hanya ingin menghancurkan Tzayad, tapi juga membunuhmu, Raqia, Kanaphiel, bahkan…”

    “Ya, Tenebria sendiri. Dan…itulah salah satu tujuan Inferna. Melemahkan Tenebria, mengikatnya pada tempat yang terjangkau Golden Beam, lalu berlaku seolah-olah hanya kitalah yang akan menjadi korban. Sekarang cobalah kamu lakukan kalkulasi jarak dengan teliti.”

    “Hmm…”, Plasma terdiam sejenak. “Ternyata kamu benar. Lokasi pertempuran tadi selalu berkisar antara tiga belas hingga empat belas kilometer dari pinggir Tzayad. Seingatku juga, radius ledakan Golden Beam berkisar antara empat puluh tiga hingga empat puluh lima kilometer. Artinya, dia pasti akan termakan Golden Beam jika kuasumsikan titik penembakan berada di tengah-tengah kota. Rencana itu…kenapa tidak terpikir olehku sejak tadi?"

    “Begitulah. Nephilim yang satu itu memang terlalu pintar, bahkan sudah mengira-ngira kalau salah satu dari kita akan butuh waktu lama untuk mencapai kesimpulan sederhana tersebut. Kalau begitu, kita kembali---”

    …oh my God.

    Berhubung aku terbang agak tinggi, mataku bisa melihat pemandangan mengerikan jauh di selatan sana. Apa lagi kalau bukan lautan Elilim-class yang siap siaga? Dari timur ke barat, mereka berdiri di atas padang rumput layaknya air yang menutupi dasar samudera. Tapi mereka tidak terbang kemari…apa mungkin menunggu tanda dari Inferna? Baiklah, jika memang demikian, mereka bisa dihadapi nanti.



    Segera aku kembali ke tempat Raqia berada. Bagus. Seperti yang kuperkirakan, Raqia tidaklah mudah untuk ditundukkan dalam waktu singkat. Dengan Magen, semua serangan dapat ditangkal dengan mudah.

    “Hentikan basa-basi ini, Inferna!!”, seruku. Sekarang posisinya terjepit antara diriku dan Raqia.

    “Hmmph. Sudah mengerti rupanya.”, jawabnya sinis.

    “Tidak salah lagi…tujuanmu membiarkan Tenebria menemuiku adalah…”, kupalingkan tatapanku.

    Senyum sadistik itu…lama-lama aku kesal dibuatnya.

    “Jika itu tujuanmu, kenapa kamu mencegahku mengeksekusinya?!”

    “Bagaimana, hei Crusader-Saint yang mulia? Apakah aktingku cukup bagus? Dan…akan lebih menyenangkan melihat tubuhnya setengah terbakar Golden Beam, lalu kusayat-sayat hingga menjadi potongan kecil… HAHAHAHAHA!!!!”

    “Kalau begitu kenapa kamu harus mengorbankan Tzayad?!”

    “Ckckck…”, dia menggelengkan kepala. “Aku hanya memasukkan rencana pribadiku di dalam rencana utama yang Papa pikirkan. Singkat kata, Papa ingin membunuh kalian dan menghancurkan Tzayad, sementara aku ingin menyingkirkan makhluk tidak berguna itu. Dan jelas saja aku agak panik begitu melihatmu keluar dari jangkauan Golden Beam, karena aku tidak ingin menerima hukuman layaknya adikku yang ***** itu.”

    Tiba-tiba tangan kirinya berubah bentuk layaknya tangan manusia.

    “Baiklah. Karena semuanya sudah diketahui, untuk apa lagi aku menundanya. Mungkin akan membebani mesinnya sedikit, membuatnya tidak bisa ditembakkan lagi dalam waktu dekat. Tapi ya sudahlah, toh aku hanya butuh melakukannya satu kali saja.”

    Didekatkannya tangan kiri ke mulut…

    “Quantum Transmitter, accelerate the process.”

    “Da’ath, dia mempercepat loading mesinnya!!”, seru Plasma.

    “Inferna!! Hentikan mesinnya!!”

    “Kamu pikir aku bodoh hingga harus mendengarkanmu, HAH?!” Dia menatapku tajam.

    “Haruskah pedangku yang menutup mulutmu?!”, kata Raqia, terdengar kesal, mengarahkan ujung pedangnya tepat di depan wajah Inferna.

    “Oke, oke. Silakan saja. Bunuh aku, dan kota primitif itu akan tetap hilang dari peradaban.” Inferna berlagak seperti menyerah, mengangkat kedua tangan.

    “Kurang ajar…” Raqia mengepalkan tangan kiri erat-erat. “Tidak ada jalan lain. Akan kutahan Golden Beam dengan Magen.”

    “Ya, ya. Coba saja.”, Nephilim itu tersenyum puas.

    Sekarang tinggal diriku dan Inferna yang berada di udara.

    “Kamu tidak berusaha membebaskan Tenebria?”, tanyanya sinis.

    “Berkata seperti itu…artinya kamu tahu kalau ikatannya tidak mungkin kulepaskan.”

    “Makin pintar saja Crusader-Saint yang satu ini.” Tangan kanannya berubah normal, lalu menyibak rambutnya ke belakang.

    “Kupikir kamu ingin melanjutkan pertarungan.”

    “Ha!! Untuk apa? Sudah jelas kemenangan ada di depan mataku. Yah…untuk kamu sendiri, kupikir sangat mustahil menghadapi satu juta tujuh ratus makhluk ***** di sana itu.”

    Sial, dia bahkan sudah memikirkan pencegahan seandainya aku lolos sendirian. Itu artinya para Elilim-class itu berfungsi sebagai alat pemusnah sisa-sisa Tzayad setelah ditembak, dan untuk mengeroyok diriku.

    “Jadi, menyerah atau tidak?” Nephilim di hadapanku itu melipat kedua tangannya di depan dada.

    Tunggu…miasma hitam itu…



    Bagus. Matanya tertuju ke arah miasma hitam yang sedang kulihat.

    “Bagaimana kalau…” Segera Hypermassive Defenser melesat ke sebelah kanan Inferna, sementara aku berpindah dengan Warp Drive ke sebelah kirinya. “…TIDAK?!”

    Dengan tangan kosong, dia menahan pedang dan perisaiku. “S-Sial…bagaimana bisa dia…??!!”

    Yang kulihat tidak lain adalah Tenebria, perlahan mampu memutuskan sesuatu yang sejak tadi mengikatnya.

    Tangan kiriku yang bebas bergerak segera meninju perutnya. Ew, ini pertama kalinya aku memukul seorang perempuan langsung dengan tangan.

    “Sekarang duduklah yang manis!!!!”, teriakku, sambil menebas tangan kirinya. Tidak ada darah dan daging. Perisaiku melaju memukul punggungnya, membuatnya jatuh ke Bumi.

    Dan ternyata benar, Absloute Zero tersimpan di tangan kirinya. Tanpa basa-basi segera kuamankan, masuk ke punggung tangan kiri.

    Tunggu. Mau ke mana Tenebria…?

    “Oi!! Tenebria!!”

    Dia malah melesat ke arah Tzayad. Dengan Warp Drive, aku langsung berpindah ke sebelahnya, lalu ikut terbang di sisinya.

    “Hei, apa yang akan kamu lakukan?!”

    Aku khawatir karena dirinya masih saja batuk darah.

    “Diamlah, Crusader-Saint.”, jawabnya dingin, menghapus jejak darah di mulut.

    “Jangan bilang kalau kamu…”

    Dia hanya tersenyum.

    “Da’ath, awas!!”

    Peringatan Plasma itu bersumber dari munculnya tombak-tombak miasma di atasku. Aku langsung berhenti melaju, sementara perisaiku menahan hujan serangan itu.

    Di kejauhan, kulihat Raqia sudah berdiri tegak, menatap langit. Tenebria melaju ke arahnya, lalu menendang Raqia hingga ke tempatku. Untunglah berhasil kutangkap dirinya.

    “Nephilim kurang ajar!! Beraninya---“

    Tangankupun meraih pergelangan tangan Raqia, menariknya ke dalam dekapanku. Tanpa diperintah, kupeluk tubuh kecilnya erat-erat. Di saat seperti ini, sudah selayaknya aku yang melindungi dirinya.

    Tenebria melesat ke arah langit, dan…



    “HEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHH!!!”


    *WHOOOOOOOOOOOOSSSSSSSSSHHHH*



    Seketika, sekelilingku diselimuti cahaya keemasan yang menyilaukan. Mataku tidak kuat untuk memandangnya, sehingga pandanganku teralih ke arah lain sambil menyipitkan mata.

    Aku tidak tahu apakah Hypermassive Defenser dapat menahan Golden Beam, tapi jika ini bukan hari kematianku, pastilah tidak akan ada ledakan.

    EH?! Tidak ada ledakan…apakah ini sungguhan?!



    Aku benar-benar tidak percaya dengan pemandangan yang ada di depanku. Beberapa puluh meter di atas Tzayad, Golden Beam yang jatuh dari langit itu DITAHAN oleh Tenebria, menggunakan Chereb HaNephilimnya. Tubuhnya juga dikelilingi butiran-butiran dan miasma hitam. Pemandangan yang amat kontras, seakan aku melihat energi ilahi dan kegelapan berbenturan satu sama lain.

    “D-Da’ath…bagaimana mungkin…”, Plasma terdengar kaku.

    “Kalau kamu saja tidak tahu, apalagi aku…?”, balasku, sama-sama terpaku dengan kemampuan Chereb HaNephilim yang mampu menahan berkas cahaya raksasa itu.

    “Pedang itu…apa mungkin…”

    “Kenapa…dia…” Berbeda denganku dan Plasma, Raqia lebih keheranan dengan perilaku Tenebria.

    Lalu…menghilang. Setelah sekitar satu menit, kilauan Golden Beam lenyap. Tidak ada kerusakan yang terjadi pada Tzayad. Tidak ada ledakan. Tidak ada satupun korban jiwa.

    “Heh, jangan lama-lama memeluknya.”, sahut Raqia ketus. Kudapati sedikit rona merah pada pipinya.

    “E-Eh…maaf, maaf. Itu refleks.”



    Begitu kulepaskan tanganku, mata biru langit itu berubah waspada. “Dia lagi.”

    “TENEBRIAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!”

    Seakan kerasukan *****, Inferna menerjang dengan kecepatan tinggi, menuju ke arah Tenebria yang nampak sudah tidak stabil di udara. Tangan kanannya kali ini berada dalam mode mata pedang, Ereshkigal Blade.

    Tetapi, hanya kurang dari satu meter sebelum mata pedang aneh itu menembus Tenebria yang sedang tidak siaga, ada sesuatu yang menghentikan laju Inferna.

    Berkas cahaya. Perak. Siapa lagi kalau bukan…

    “Jangan bergerak!!”

    …Kanaphiel!!

    Kanaphiel tidak seorang diri. Aku bisa melihat pasukan Tzayad ada di belakangnya, bersiap menembakkan panah.

    “Hmmph. Sepertinya perhitunganku sedikit meleset. Phlegethon Bombard, blaster shift.” Diapun menembak ke udara, ke arah selatan.

    Dia tidak menghancurkan target mudah di bawahnya? Tidak salah lagi, dia sedang memberi tanda pada para Elilim-class itu.
    Benar saja. Tak lama, langit selatan berubah kelam, tertutup oleh kumpulan makhluk-makhluk bersayap.

    Melihat kumpulan Elilim-class itu, Kanaphiel mengangkat tangan kirinya, lalu menembakkan pistolnya ke udara. Para kavaleri pemanah di belakangnya segera menembaki Inferna, sementara dari sisi barat dan timur keluarlah pasukan dalam jumlah besar, langsung menuju ke arah musuh. Uh-huh, Gok Ordu, Sky Horde. Luar biasa. Hanya dalam waktu singkat Kanaphiel mampu memobilisasi mereka semua.



    Ada satu hal lagi yang membuatku terkejut. Bukan laju panah, seruan gila, apalagi derap kuda para prajurit Tzayad yang memecah langit sore hari, tetapi…

    …mereka.

    Spoiler untuk Tehillim 25 :


    ==============================================
    Tehillim 25: Golden Arrow Part VII ~ Seal of…Knowledge?
    ==============================================




    “Minggir minggir minggiiiirrr!!!!”

    Suara perempuan yang terdengar ceria itu mendekat. Sosok bersayap mulai nampak, melesat dari arah utara. Topi lebar coklatnya itu…oh, aku tahu siapa dia.

    Terbang melewatiku, dia mengedipkan sebelah matanya yang biru kehijauan itu ke arahku. Ew, centil juga rupanya.

    “Dancing Dolls!!”, serunya, sambil dipetiknya gitar yang dibawa.

    Puluhan lingkaran cahaya berwarna jingga terbentuk di langit, lalu turunlah hujan…boneka. Uh-huh, boneka, yang langsung melesat ke arah kumpulan musuh. Dengan jumlah sebanyak itu, mereka mampu membuat barisan terdepan para Elilim-class itu kacau. Jangan tanya berapa banyak boneka yang dikeluarkan, terlalu banyak untuk dihitung.

    Satu hal, JANGAN PERNAH tertipu penampilan boneka-boneka yang sekitar 30 sentimeter itu. Meski bentuknya lucu dan imut-imut ---mengenakan seragam maid, berambut pirang panjang, dan pita biru di belakang kepala---, tetapi semuanya itu menggenggam senjata seperti pedang, perisai, tombak, pisau, hingga gergaji dan palu.

    Kemampuan itu hanya dimiliki oleh satu orang. Siapa lagi kalau bukan Terpsichore? Julukannya adalah Dancing Puppeteer, cocok dengan keahliannya dalam membuat hujan boneka.

    Di antara kesembilan Indagator, dialah yang berpenampilan paling santai. Setelan pakaiannya adalah kemeja putih berlengan pendek, rompi dan rok pendek coklat muda, serta sepatu boot hitam. Rambut pendeknya yang berwarna coklat kayu itu sedikit acak-acakan. Kalau kukira-kira, tinggi badannya lebih pendek dari Kanaphiel ataupun Tenebria.

    Jari-jemarinya terus memainkan gitar, memperdengarkan melodi-melodi yang ceria dan menyenangkan. Nada-nada yang dimainkannya seakan membuat tarian boneka-boneka lucu itu menggila. Hebatnya lagi, tidak ada satupun boneka yang menyerang tentara Tzayad yang mulai menembak.

    Di tengah kondisi kacau begini, ternyata Inferna sudah menghilang entah ke mana. Tenebria juga tidak ada. Jujur saja, aku agak khawatir dengan kondisi Tenebria yang makin parah. Tapi…sudahlah, dia tidak bisa kukejar kali ini, karena aku tidak tahu ke mana perginya. Jika Tuhan mengijinkanku bertemu dengannya lagi, suatu hari nanti pastilah hal itu akan terjadi. Sekarang, lebih baik aku berkonsentrasi menghadapi serbuan Elilim-class yang akan datang.

    “Jadi kamu Crusader-Saint itu? Tampan juga rupanya. Lumayan laaah…”, komentar Terpsichore ketika aku dan Raqia menghampirinya.

    “Cih, wajahmu langsung gembira begitu.”, Raqia meledekku.

    “Heee…kamu cemburu ya?”

    “Jangan berisik!! Konsentrasi saja mengendalikan boneka-bonekamu!!”

    Dari tenggara dan barat daya, makhluk-makhluk bersayap itu kembali muncul. Jelas saja, karena yang mengikuti Inferna tidaklah sedikit.



    Para Indagator tidak mungkin melakukan perjalanan sendirian. Itu artinya…

    *WHUUUUUUUZZZZ* Sepasang sayap putih melewati diriku, ditambah kilauan sepasang mata kuning tua.

    Telinga kelinci itu…ah, ini sudah pasti dirinya, sang Starlight Cannon. Bukannya dia memiliki telinga kelinci, hanya saja selalu mengenakan bando dengan hiasan telinga kelinci hitam yang kelihatan tebal. Dia juga selalu membawa boneka kelinci putih.

    Tubuh kecilnya itu duduk di atas suatu benda berbentuk mirip bola berwarna hitam yang kehilangan seperempat bagian atasnya. Setahuku, dia memang malas sekali mengepakkan sayap, sehingga selalu menggunakan benda aneh itu dalam perjalanan.

    Yang dikenakannya mirip gaun tidur lengan panjang, berwarna biru tua, dan memiliki banyak kerutan. Pada kerah putih lebarnya terikat sehelai pita kuning. Alas kaki? Sepasang sandal tidur. Anehnya lagi, sandal itu ditemani kaus kaki setinggi paha, bermotif garis-garis hitam putih. Aku merasa semuanya itu cocok dengan kulitnya yang agak pucat bagai permukaan Bulan.

    “Oiii!! Uraniaaaaa!! Jangan gila sendirian begitu!!”, teriak Terpsichore, dibalas oleh loli berambut sepunggung berwarna ungu pucat itu dengan menjulurkan lidah. Tidak tahan, Eleutherian-class bergitar inipun mengejar Urania. “GAAAAHHH!! Dasar anak bandeeel!!” Aku dan Raqiapun mengikuti mereka.

    “Itu…Anti-Gravitational Platform.”, ujar Plasma, merujuk pada benda yang diduduki Urania.

    “Kamu ingat benda itu?”

    “Uh-huh. Kamu tahu kenapa Golden Arrow tidak pernah jatuh ke Bumi? Itu karena ada device tersebut di dalamnya. Benda itu juga termasuk Divine Technology.”

    Sambil menekan-nekan kepala Urania, Terpsichore berujar, “Sisakan untukku juga, jangan dihabisi sendirian…!”

    Tanpa berkata apapun, Urania memukulkan boneka kelincinya ke wajah Terpsichore. Setahuku dia memang tidak banyak bicara, kecuali…

    O-Ow. Ini dia. Berdiri di atas Anti-Gravitational Platform, dia mengulurkan tangan kanannya.

    Diapun mengatakan, “Tenshi no Ryuusei.”, dalam volume yang lebih menyerupai orang yang sedang berbisik.

    Dalam sekejap muncul lingkaran-lingkaran cahaya di udara ---entah berapa ratus---, berwarna kuning, dari barat hingga timur. Melesatlah berkas-berkas cahaya kuning yang bentuknya menyerupai bintang jatuh, langsung menuju ke arah musuh dan…meledak. Jika boneka-boneka Terpsichore dapat kukatakan deadly cuteness, maka serangan Urania adalah lethal beauty.



    Melihat para Elilim-class yang ragu untuk maju, bahkan banyak yang jatuh, kavaleri Sky Horde dari sektor tengah mulai bergerak. Aku tidak tahu berapa banyak yang ada saat ini, namun cukup untuk menutupi tanah di bawahku selama beberapa menit saat mereka melaju.

    “Tunggu. Ada satu lagi.”, sahut Raqia.

    Benar saja.

    Seorang wanita ---kira-kira setinggi Deshiel--- nampak sedang memegang tongkat emas panjangnya secara horizontal, yang memiliki hiasan sepasang sayap putih seukuran telapak tangan pada salah satu ujung.

    “Eshel HaKadosh.” Ujung-ujung panah pasukan kavaleripun terbakar secara instan, yang kemudian ditembakkan pada formasi musuh.

    Suara lembut itu seakan menyatu dengan angin senja. Rambut panjangnya bagaikan nyala api, begitu selaras dengan langit yang mulai berubah jingga keemasan. Sepatu kristalnya memantulkan cahaya matahari, memberi kesan lidah api sedang membalut kakinya. Siapa lagi kalau bukan Polyhymnia, sang Divine Flame. Benar-benar julukan yang cocok, apalagi dengan adanya bando emas berhiaskan sepasang sayap putih kecil di kepalanya.

    Beberapa Elilim-class yang mendekat berubah ketakutan ketika melihat sosok wanita anggun itu, dengan ornamen garis-garis merah pada jubah putih panjangnya. Meski tatapan biru lautnya jauh dari kesan mengerikan, namun reputasinya sebagai Eleutherian-class berkekuatan menakjubkan sudah sangat menyebar. Rumornya, hanya satu orang dari kelas malaikat yang mampu menandinginya dalam pertarungan 1 lawan 1: Clio. Untung saja dia tidak begitu suka pamer kekuatan, hanya mengerahkannya ketika benar-benar terdesak. Kurasa rumor itulah yang membuat pasukan musuh gentar untuk maju lebih jauh. Apalagi ada dua Archangel di sini…jika terus menyerang, cari mati namanya.

    “Terima kasih banyak untuk datang tepat waktu.”, ujar Raqia saat Polyhymnia mendekat.

    “Sama-sama, Yang Mulia. Namun simpanlah ucapan itu untuk teman buku anda. Jika bukan karenanya, mungkin kami sudah panik dan malah menyingkir dari sini.”, balasnya sopan.

    “Ahaha…jangan terlalu kaku begitu.”, dibalas dengan senyuman oleh Raqia. “Oke, kamu tetaplah di sini untuk mendukung para kavaleri, dan serang dengan kekuatanmu jika musuh berada terlalu dekat. Terpsichore, Urania, tahan terus mereka agar tidak maju lebih jauh. Aku akan menyerang dari belakang formasi mereka.”, perintah Raqia.

    “Kita ke belakangnya?”, tanyaku.

    “Yap. Kamu bisa berpindah ke sana dengan sekejap mata kan?”

    “Oke, oke.” Kuraih tangan kirinya, dan… “Warp Drive!!”



    Taktik flanking kavaleri Tzayad lagi-lagi menunjukkan taringnya. Formasi musuh di udara dan darat menjadi lebih menyebar, tidak begitu rapat. Berhubung Raqia sedikit tahu mengenai taktik itu, maka dia memintaku berpindah ke belakang mereka. Tujuannya? Memecah formasi mereka lebih kecil lagi, agar pasukan Tzayad tidak begitu kesulitan. Melihat diriku dan Raqia yang tiba-tiba muncul, beberapa dari barisan belakang musuh langung memisahkan diri untuk menghadapi kami.

    “Yang cepat ya. Badanku sudah lumayan pegal bertarung sejak tadi.”, kuambil ancang-ancang.

    “Huh, dasar lemah. Tapi…ya sudahlah, aku juga tidak suka berlama-lama.”

    “Defenser, manual mode. Maximize.”

    Segera kuperbesar perisaiku hingga 50 kali lipat.

    “Aku kanan, kamu kiri. Mengerti?”, perintahnya.

    Kujawab dengan sekali mengangguk, dan…

    Raqia melesat ke arah kanan. “Spatial Breakeeeeer…!!!!”

    Bersamaan dengan itu, kulemparkan Hypermassive Defenser ke sebelah kiri, menghantam barisan Elilim-class. Selagi perhatian mereka teralih, kuaktifkan Warp Drive untuk menghajar deretan musuh di depanku. Satu hal yang kutahu, Elilim-class di sini ternyata lebih kuat dan waspada. Jika di kepulauan Yamato perisaiku dapat menghajar beberapa ratus sekaligus, kali ini jelas jauh lebih sedikit. Saat kuhajar satu persatu sambil mengaktifkan Warp Drive pun, mereka juga nampak lebih sigap, bahkan tidak jarang jika terjadi adu pedang sekitar 3 hingga 5 detik. Sebelumnya selalu dapat kujatuhkan dalam tempo sedetik saja. Meski perbedaan kekuatan mereka denganku tetaplah terlalu jauh, aku merasa ada yang berbeda.

    Seperti…ada yang membakar semangat mereka.



    “Keras juga mereka.”, komentar Raqia, sekarang sudah berada di sebelah kananku.

    “Begitulah.”, aku mulai mengambil nafas, mulai lelah. “Masih cukup banyak pula…”

    “Kita masuk ke tengah-tengah. Siap?”

    “Kapanpun kamu mau.”

    “Itu baru namanya Crusader-Saint.”, dia tersenyum puas.

    Kugandeng tangannya, Warp Drive, lalu sekejap berada dalam kumpulan musuh.

    Makin menggila, tanpa ampun kami menghabisi ribuan sekaligus, mengosongkan sektor tempatku dan Raqia berada. Dan…nampaklah sesuatu yang aneh di antara para Elilim-class agak jauh di depan.

    Ternyata jenis senjata. Bentuknya terasa ‘tidak sesuai jaman’, meski suara di kepalaku mengatakan mekanismenya lebih primitif dibanding Plasma Rifle. Tidak banyak di antara mereka yang menggunakannya, dan semuanya itu memuntahkan peluru-peluru logam layaknya gatling gun Inferna. Bedanya, sekali menembak, satu peluru. Mengetahui kalau senjata itu cukup berbahaya, Raqia segera maju dengan Magennya, lalu membabat habis semua yang dilihatnya sedang membawa senjata itu.

    Musket rifle…? Bagaimana bisa di jaman ini, mereka memiliki kapabilitas untuk membuat benda itu?!”, Plasma terdengar kaget.

    “Maksudmu?”, tanyaku.

    “Orang-orang di jaman ini bahkan belum mengenal bubuk mesiu!! Bagaimana mungkin mereka membuat senjata semacam itu?!”

    “Apapun itu, yang jelas sangat membahayakan karena dapat menembak sedikit lebih cepat dari para pemanah. Kita harus jatuhkan mereka!!”, seruku dengan penuh semangat.

    Terus-menerus serangan dilakukan oleh kedua belah pihak. Entah sudah berapa kali kulihat boneka-boneka menggemaskan yang menari liar, ledakan-ledakan cahaya bagai bintang, pilar-pilar api di udara untuk menghalangi pergerakan musuh, sesekali diselingi berkas cahaya perak yang melaju cepat. Tak bisa dihindari, banyak korban yang jatuh. Sudah pasti, hari ini akan dikenang sebagai pertempuran terbesar dalam sejarah Tzayad.

    Begitu kelompok Elilim-class terakhir berbalik mengubah arah, Kanaphiel pun menembakkan pistolnya beberapa kali ke udara, dan…disambut seruan kemenangan pasukan Tzayad yang begitu menggelegar. Jauh lebih dahsyat dibanding yang sebelumnya kudengar.



    Akhirnya, mataharipun tenggelam di tapal batas cakrawala. Satu Crusader-Saint, dua Archangel, tiga Indagator, dan 1.000.000 kavaleri Tzayad mengubrak-abrik formasi 1.700.000 Elilim-class dalam medan pertempuran sepanjang hampir 30 kilometer. Korban jiwa? Terlalu banyak. Itu belum termasuk 30.000 orang di selatan yang ternyata, menjadi korban keganasan Inferna saat dia membawa para Elilim-class itu. Habis total. Beberapa Angel-class dikirim ke selatan oleh Kanaphiel untuk mencari tahu keberadaan 3 tumen tersebut, dan itulah yang dilihatnya.

    Satu Elilim-class pria bersayap violet berhasil ditangkap hidup-hidup, dan sekarang sudah berada di hadapan kami semua, di tenda Kanaphiel.

    Sebagai pemegang otoritas kota ini, Kanaphiel mulai bertanya.

    Aku menduga kalau Inferna menjanjikan sesuatu pada mereka agar mau menyerang, dan ternyata benar. Menurut Elilim-class di depanku ini, Nephilim itu memang menemui mereka yang berada di seberang pegunungan Mahameru sekitar 21 tahun yang lalu. Diapun melakukan perencanaan yang benar-benar matang agar serangan dapat dilakukan hari ini atau setidaknya, tidak jauh dari waktu sekarang. Janji itu layaknya candu bagi mereka, sehingga bersedia menyerang Tzayad tanpa banyak tanya. Ditambah lagi, mereka adalah kelas malaikat yang punya dendam tersendiri terhadap para Archangel...lengkap sudah pemicunya.

    Begitu dia mengatakan apa yang dijanjikan Inferna, yang tidak lain adalah sesuatu yang kukunci 2000 tahun yang lalu, semua yang berdiri di sini berubah terkejut, tidak terkecuali diriku.


    “Segel atas pengetahuan.”


    Kata-kata itu seperti merasuk ke dalam setiap nafasku. Menekan dadaku. Berat. Sesak.

    Ada apa ini…? Kenapa kepalaku mendadak berputar-putar?! Argh, sial!! Terasa pusing sekali!!

    Nyeri tak tertahankan menusuk-nusuk otakku, membuat isi kepalaku benar-benar kacau. Kepalaku rasanya seperti diguncang lautan manusia. Begitu ramai, kisruh. Suara-suara tidak jelas bersahutan ke sana kemari. Telingaku tak lagi mampu mendengar suara di sekitar. Penglihatanku berubah kabur, dan…

    …mendadak aku kehilangan kontrol atas tubuhku.

    ……

    ……



    Entah apa yang terjadi padaku, yang ada hanyalah kegelapan. Namun, tidak selamanya aku berada dalam kegelapan.

    Jari-jemariku bisa merasakan suatu bentuk kehangatan. Menyentuh tanganku, menggenggam tanganku dengan lembut.

    “Da’ath, sudah bangun?”

    Kata-kata itu terucap begitu lembutnya, seakan mengangkatku dari jurang ketidaksadaran. Meski berat, kupaksa membuka kelopak mataku. Perlahan…

    “Kamu rupanya.”

    Kilauan biru langit itu menatap jauh ke dalam mataku.

    “Sudah baikan?”, dia tersenyum.

    “Sepertinya…”, perlahan aku berusaha duduk.

    “Jangan memaksa kalau masih pusing.”, tangannya menahan tubuhku.

    “Tidak, aku sudah tidak apa-apa. Hanya sedikit linglung saja.”

    Begitu berhasil duduk dengan stabil, perlahan aku menarik nafas, mengumpulkan kesadaranku yang masih setengah-setengah. Kulebarkan kelopak mata, kudapati api unggun beberapa langkah di depan. Ke atas…oh, ini di dalam tenda. Tangan kiriku juga bisa merasakan selimut. Permukaan tanahnya cukup empuk, mungkin ada beberapa karpet atau kasur gulung yang ditumpuk.

    “Benar sudah tidak apa-apa?”

    “Uh-huh, kamu tidak perlu khawatir lagi.”

    “Haaah…”, Raqia menghela nafas. “Membuat panik saja.”

    “Ahaha…maaf, maaf.”, kugaruk-garuk pipi kananku. “Entah, aku kehilangan kesadaran begitu saja.”

    “Iya, setelah mendengar kata-kata itu, kamu langsung tergeletak tak sadarkan diri. Langsung saja kamu dibawa ke sini, tenda yang kita tempati sewaktu baru sampai di Tzayad.”

    “Kamu yang memindahkanku?”

    “Cih, enak saja. Aku tidak sudi menggendongmu.”, jawabnya ketus, memalingkan wajah.

    “Begitu…ya…”, tatapanku beralih ke arah api.

    “Huh, sepertinya kamu masih belum sadar betul. Ya sudah, kutinggal dulu. Toh kamu sudah tidak apa-apa.”

    “Tunggu.”, kugenggam erat tangannya ketika dirinya ingin berdiri.

    “W-Waaaaa…!!”

    Keseimbangannya goyah, mungkin karena terlalu mendadak kutarik. Tubuhnyapun jatuh ke dalam dadaku.

    “Jangan main tarik begitu---“



    Kudekap tubuhnya. Sejenak, kubiarkan pipiku menyentuh helaian keperakannya yang halus itu. Kuabaikan segala yang ada di sekitarku, merasakan kehangatan seorang Raqia, seseorang yang kucintai.

    “Kumohon, jangan pergi.”

    Kupeluk dirinya dalam ketakutan. Ya, aku benar-benar merasa takut. Kata-kata tadi seakan membuka tabir masa laluku, yang mungkin terlalu kelam jika berhasil untuk kuingat. Otakku mungkin melupakan, namun tidak dengan tubuhku. Tanpa sadar, aku sedikit gemetar.

    Dia mengangkat kepalanya perlahan. Kedua matanyapun bertemu dengan mataku.

    “Kamu…kenapa?”, tanyanya lembut.

    “M-Maaf, aku hanya…”, kupalingkan pandanganku.

    Seakan mengerti apa yang kurasakan, dia hanya tersenyum, lalu bersandar di sisi kananku. “Kamu belum pernah begini.”, digenggamnya tanganku.

    “Aku…tidak tahu. Mendadak ketakutan menyelimuti diriku…”

    “Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi tentang itu.”, genggamannya dieratkan.

    Kutengok ke arahnya. “Aku suka sikapmu yang begini.”

    “Begitu…kah? Ternyata seorang Crusader-Saint manja juga ya.”

    “Sama saja denganmu.”

    Jawabanku disambut oleh tawa kecil darinya. Melihatnya demikian, akupun tersenyum lebar. Ternyata hanya satu hal yang mampu menghilangkan ketakutanku dalam sekejap, yaitu keceriaannya. Suara tawanya seketika mengangkat kekelaman yang menyelimuti dadaku sejak tadi.

    “Ahaha…ya sudahlah. Aku di sini saja.”

    “Memangnya tadi kamu mau ke mana?”

    “Menemui yang lain. Mereka sedang mengatur para penduduk untuk kembali ke rumah masing-masing, setelah menyingkir sebentar ke utara agar tidak masuk dalam jangkauan ledakan. Diarahkan oleh Biblos sendiri. Tapi…ternyata di sini ada yang lebih membutuhkan bantuan.”

    “Cih, meledek ya?”

    “Iya.” Lidahnya dijulurkan sedikit. “Biasanya sih, anak manja tidak akan tenang sebelum dipeluk.”

    “Aku tidak mau jika bukan kamu yang melakukan.”

    “Hmmph. Gombal.”, jawabnya pelan.



    Aku tak tahu berapa lama waktu telah berlalu. Selama beberapa saat tidak ada kata-kata keluar dari mulutku. Aku hanya berusaha merasakan kehangatan tangannya, yang jauh lebih menenangkan dibanding pancaran dari kobaran api unggun di hadapanku. Aku ingin ini berlangsung untuk selamanya…

    “Raqia.”

    “Mmm?”

    “Apa kamu…senang melakukan hal ini? Maksudku seperti menjagaiku, memegang tanganku, dan bersandar pada tubuhku.”

    “Tidak. Aku terpaksa.”, jawabnya ketus, namun segera diakhiri dengan sebuah tawa. “Maaf, aku bercanda. Mungkin…”

    Kuharap jawabannya seperti yang kuinginkan.

    “Ah, aku tidak tahu.” Raqia hanya menatap kosong ke arah api unggun.

    Argh, ternyata salah.

    “Aku bingung. Aku mulai ragu apakah semua ini kulakukan karena sifat alami seorang Archangel yang sudah seharusnya selalu berbuat baik, atau…ada sesuatu yang lain.”

    Meski agak malu, kucoba mengatakannya. “Mmm…a-apa mungkin, perasaanku berhasil membuat hatimu tergerak?”

    Kupikir Raqia akan bereaksi heboh seperti memukul atau menendangku, ternyata tidak untuk kali ini. Dia hanya menjawab…

    “Aku akan belajar. Hanya itu yang bisa kulakukan saat ini.”, dia mempererat genggamannya.

    Memang bukan jawaban lugas yang kuharapkan, tapi…ya sudahlah. Ini lebih baik dibanding ditolak mentah-mentah.

    Mendadak wajahnya berubah merah, sangat merah.

    “J-J-Jangan salah sangka dulu!! A-Aku hanya mencoba belajar untuk memiliki perasaan yang sama d-denganmu!! Itu saja, tidak lebih!!”, biacaranya berubah gelagapan, bahkan genggamannya padaku dilepaskan.

    Kenapa aku jadi ikut tersipu begini? Degup jantungku juga naik…padahal aku yang pertama kali mengatakan hal itu padanya. Argh, cinta memang aneh.

    “Mmm…t-terima kasih.”, aku tidak sanggup menatapnya.

    “J-Jadi…bagaimana?”, tanyanya, masih terdengar malu-malu.

    “Jika itu yang kamu mau, baiklah. Tidak baik juga jika aku terlalu memaksa.”, kucoba sedikit melirik ke arahnya. “Lagipula ini pertama kalinya untukku. Mendengar jawabanmu tadi saja jantungku sudah tidak karuan begini…”

    “Iya, sama…ini pertama kalinya bagiku. Jadi…kumohon bantuannya.”

    Ekspresinya menunjukkan seakan dirinya meingingat sesuatu, lalu mendadak berdiri.

    “T-Tapi jangan kira kalau taruhan itu sudah kamu menangkan!! I-Ini hanya permulaan saja!! Aku belum sepenuhnya milikmu!!”, lagi-lagi gelagapan, kali ini sambil menunjuk ke arahku.

    “Haaaahh…”, kuhela nafas panjang, menepuk dahi. “Yang begitu masih kamu ingat saja. Tenangkan dirimu. Kita sama-sama amatiran dalam hal ini, jadi tidak perlu terburu-buru. Oke?”, aku berusaha tersenyum padanya.

    “Mmm…kamu benar.”

    Dia maju sedikit, dan…


    “Terima kasih banyak.”

    …sentuhan bibirnya yang lembut dan hangat itu menghampiri pipi kananku.


    “Kenapa bibirku tidak sekalian saja?”

    EHHHH!! Kenapa mulutku mendadak berkata begitu?!

    “Seenaknyaaaaa…!!!!”, dia mencubit pipiku keras-keras.

    Huhuhu…sudah dicium kenapa dicubit begini…

    “I-Itu hanya akan kulakukan kalau kamu sudah berhasil mendapatkan hatiku sepenuhnya…”, dia melipat tangannya di depan dada.

    “Iya, iya...”

    Baiklah, sepertinya aku harus menunggu lebih lama. Ini tinggal masalah waktu saja. Dan sekarang, ada urusan yang lebih penting.

    Akupun berdiri. “Mau ikut?”

    “Ke…?”

    “Tadi aku sempat tergores di sini.”, kutunjuk bagian dada-perut, tempat luka karena serpihan Sacred Armor. “Mau mencari obat, biar tidak infeksi.”

    “Boleh saja. Kita tanya Kana, dia pasti tahu.”

    Agak ragu, aku mencoba bicara, “Mmm…mau coba…menggandeng tanganku?”

    Malu-malu, tangannya meraih tangan kananku. Berbeda dengan ketika genggaman ini menghilangkan ketakutanku, kali ini aku merasa tangan kecilnya bicara lembut padaku untuk terus melindunginya.

    Kamipun melangkah ke luar, berjalan bersama.

    Meski sudah beberapa kali aku bertempur bersamanya dan selalu di sampingnya, tapi…yang ini rasanya lain. Sensasi yang sangat berbeda. Apa mungkin karena kata-katanya tadi? Ah, kuharap langkah awal yang kecil ini dapat menjadi sesuatu yang besar ke depannya.


    *


    Matahari belum begitu tinggi di langit ketika kami memutuskan ingin pergi. Kali ini tidak hanya kami berdua, ketiga Eleutherian-class itu juga ikut. Sebenarnya tujuan awal mereka pergi ke Tzayad adalah untuk memberitahu Kanaphiel tentang sesuatu yang terjadi di Ohr-Nisgav, dan mengharapkan bantuannya. Tapi, mengetahui semua yang sudah terjadi di kota ini, merekapun mengalihkan permintaannya padaku dan Raqia, karena terlalu beresiko bagi Tzayad jika harus ditinggal kosong. Sekarang kami sudah berada dekat batas kota.

    “Oh, jadi Biblos menghubungimu melalui benda itu?”, tanyaku pada Urania, menunjuk pada Anti-Gravity Platform.

    “Mmm.”

    Dia hanya mengangguk sedikit.

    Eleutherian-class bergitar itu menimpali, “Begitulah. Beberapa waktu sebelum sampai ke sini, teman bukumu itu mendadak bisa bicara melalui benda yang sering diduduki anak bandel ini---“

    *DHUAAAGHH*

    Wajah Terpsichore lagi-lagi menjadi target boneka kelinci Urania.

    “Kamu bisa melakukan hal itu?”, sekarang kutanya pada Biblos yang menurutku, adalah pahlawan sebenarnya di hari kemarin.

    “Sebenarnya Plasma juga bisa. Tapi karena dia berkonsentrasi membantumu, jadinya ya aku saja. Untung saja tiga-tiganya tidak menolak membantu…”, suaranya terdengar lega.

    “Oh ayolah, Tzayad adalah kampung halamanku.”, sahut Terpsichore. “Sudah sewajarnya jika aku mau membantu.”, dia tersenyum lebar.

    “Tapi kemampuanmu belum tumpul juga, eh?”, tanya Kanaphiel.

    “Hahaha…justru melakukan perjalanan dapat mengasah kekuatanku lebih baik lagi. Sayang sekali Yang Mulia tidak mau ikut.”

    “Jika aku ikut, siapa yang akan memimpin tujuh juta pasang telinga yang masih membutuhkan bimbingan ini? Lagipula di sini lebih enak. Lebih santai.”

    “Tapi tetaplah waspada, Yang Mulia.”, kali ini Plasma menimpali. “Meski kemarin kita berhasil memukul mundur para Elilim-class, namun jika Nephilim setengah mesin itu muncul lagi…”

    “Aku taruhan dia tidak akan kemari dalam waktu lama. Tangannya berhasil kubuat cacat.”, ujarku bangga.

    “Jangan sombong begitu.”, ujar Raqia dengan dingin, meremas tanganku kuat-kuat.

    “AAAAAAAARGHHHH!! Tidak bisakah kamu lembut sedikit seperti kemarin?!”

    Astaga. Kelepasan. Mendadak kurasakan darah naik ke pipiku. Sama seperti Archangel kecil di sisiku ini, dengan wajah yang berubah seperti warna udang rebus.



    Semuanya langsung menatap kami berdua dengan tajam. Oh, kecuali Polyhymnia. Dia hanya tersenyum kecil.

    “Heee….jadi begitu…”, mereka begitu serempak. Dalam hal begini mereka malah kompak setengah mati…

    “Jadi, kapan undangannya?”, tanya Kanaphiel.

    “Mereka mau menikah?”, sahut Terpsichore.

    “T-Tidak akan!!”, seru Archangel yang sejak tadi memegang tanganku.

    Kubalas, “Heh, lalu yang kemarin malam itu apa?!”

    “Sudah kukatakan, jangan terlalu percaya diri dulu!!”

    “Itu hanya tinggal tunggu waktu saja!!”

    Aneh memang. Meski kedengarannya kami sedang berkelahi, tapi…tangannya sama sekali tidak dilepaskan dariku.

    Melirik ke arah tanganku dan Raqia yang saling menggenggam, Plasma menyahut, “Mereka hanya malu-malu saja.”

    “Kamu jangan ikut-ikutan!!”, kami berdua berseru bersamaan.

    “Lihat? Mereka kompak sekaliiii~”, Biblos malah ikut-ikutan.

    “B-Berisik!!”, lagi-lagi kami berdua sangat harmonis.

    “Mau membuat bayi?”, Urania bertanya dengan wajah yang, jelas sekali, dibuat-buat agar nampak polos.

    “ITU TIDAK AKAN TERJADI!!!!”, teriak Raqia.

    “Eh? Kupikir sebentar lagi?”, aku berlagak bodoh.

    Kurasakan suatu eksistensi asing di perutku. Dan…

    “AAAAAAAAAAAHHHH!! OKE OKE OKE!! AMPUUUUUN!!!!”

    Perut kananku dicubit sekeras-kerasnya. Aduh…



    Bukannya merasa kasihan, semua malah menertawai. Yang sedikit mengejutkan adalah sang Divine Flame, Polyhymnia, jelas sekali tertawa lepas. Jelas aku heran. Menurut rumor, dia adalah yang paling jarang tertawa di antara kesembilan Indagator. Selalu menjaga sifat elegannya, sehingga lebih sering tersenyum kecil saja.

    “Hahaha…duh, saya belum pernah tertawa selepas ini seumur hidup. Tidak disangka-sangka hanya Yang Mulia Crusader-Saint yang mampu membuat Yang Mulia Raqia berubah lucu dan sedikit kekanakan.”, dia masih tertawa sedikit setelahnya.

    “Ya…itu tidak salah. Bahkan aku sendiri terheran-heran melihat dua orang itu.”, Kanaphiel menunjuk ke arahku dan Raqia. “Namun, bagaimanapun juga…”, dia melangkah kemari, lalu menggenggam tangan kami berdua yang sedang bergandengan.

    Dan…dia tersenyum. Sebuah senyuman yang menandakan kelegaan, sangat harmonis dengan langit biru tak berawan pagi ini.

    “…terima kasih. Kebersamaan kalian membawa warna baru bagi hidupku.”

    Ekspresi Kanaphielpun tiba-tiba berubah.

    “Aku tahu belum saatnya untuk mengatakan hal ini, tapi…emm…”, pipnya sedikit merah, matanya tidak menatap kemari. “Jika kalian sudah berhasil menyelesaikan semua ini dan bersatu sebagai suami istri, bolehkah aku…menjadi anak angkat kalian?”

    Oke, ini terlalu mengagetkan. Mulutku dan Raqia membeku, tak mampu bicara selama beberapa saat.

    “B-Bagaimana…?”, kedua tangannya ditaruh di belakang, sementara ujung kaki kanannya memain-mainkan permukaan tanah.

    Entah apa yang merasukinya, wajah tenang dan kerennya itu menjadi benar-benar menggemaskan kali ini. Tapi aku bisa mengerti. Meski usianya sudah lebih dari 2000 tahun, jauh di dalam hatinya dia merindukan kasih sayang sebuah keluarga.
    Raqia menatap ke arahku sebentar, seakan bertanya persetujuanku.

    “Boleh saja. Yah, meski aneh kalau ibunya punya postur yang jauh lebih kecil…”

    Seketika, suatu bentuk lirikan yang memancarkan hawa keganasan yang luar biasa menusuk jiwaku. Ew. Maaf, maaf.

    “Kalau begitu, coba panggil kami berdua dengan sebutan Papa dan Mama.”, ujar Raqia.

    “Mmm…baiklah…” Walau sempat gusar sejenak, diapun melanjutkan.

    Papa Da’ath, Mama Raqia.

    Sementara kubelai Kanaphiel, Raqia menggenggam lembut tangannya.

    Raut wajahnya nampak begitu bahagia. Sambil menggaruk-garuk pipinya, dia berkata, “Ehehe…maaf ya kalau aku mendadak manja begini. Bagaimanapun juga, aku hanyalah gadis berusia sembilan belas tahun yang kehilangan orang tuanya sejak lama.”

    “Eh? Kamu bisa mengingatnya?”, tanyaku.

    “Mmm. Sedikit. Hari ulang tahun terakhir yang kuingat yaitu sewaktu berusia sembilan belas tahun. Dirayakan olehmu dan beberapa orang lainnya.”

    Ternyata hanya butuh sedikit sentuhan kasih sayang untuk membuka tabir ingatannya lebih jauh. Kuharap sedikit demi sedikit, dia… Tidak. Bukan hanya Kanaphiel, namun semuanya dapat mengingat apa yang terjadi di masa lalu walau perlahan-lahan.



    “Ya sudah, aku tidak mau menahan kalian lama-lama di sini. Cepatlah ke Ohr-Nisgav. Aku masih ingin mengurusi korban-korban yang jatuh, termasuk yang habis dibantai di selatan itu…”

    “Baiklah. Jaga dirimu dan semua penduduk Tzayad yang masih bertahan. Teruslah tempa mereka menjadi orang-orang yang gagah berani.”, kembali kubelai rambut keemasannya, karena dia nampak murung saat mengatakan hal tadi.

    “Benar. Dan jangan lupa, selalu jadilah ‘ibu’ bagi rakyat yang kamu pimpin. Dengan begitu, mereka akan dengan senang hati selalu menuruti perintahmu.”, Raqia tersenyum bangga. Akhirnya, keluar lagi kata-kata bijak dari mulutnya.

    “Uuuu~ Kana-chaaaannn~ Aku tidak mau cepat-cepat…”, Biblos melesat, langsung ke dalam dekapan Kanaphiel.

    “Nanti kita pasti bertemu lagi. Tenanglah.”, dielus-elusnya Biblos.

    “Satu pesanku, Yang Mulia. Tolong hancurkan Quantum Transmitter itu secepatnya, bakarlah dalam api. Saya khawatir jika dibiarkan terlalu lama, benda itu dapat digunakan lagi untuk hal yang membahayakan.”

    “Baiklah, akan kulakukan.”, dia mengangguk sekali.

    “Yang Mulia, aku berangkat dulu.”, Terpsichore menepuk bahu kanan Kanaphiel. Mereka berdua nampak akrab.

    “Mmm. Hati-hatilah.”

    Sementara Polyhymnia pamit sambil membungkuk hormat, Urania hanya melambai-lambaikan tangan dengan ekspresi datar, duduk di Anti-Gravity Platform. Aku dan Raqia pun bertatapan sejenak, lalu beralih memandang sepasang mata jingga itu.

    “Sampai bertemu lagi, Kana-chan.”



    Di luar batas Tzayad, Plasma segera berubah menjadi Sonic Glider yang ukurannya lebih besar. “Data di Baikonur ternyata berguna juga”, begitulah katanya, merujuk pada membesarnya ukuran dan bertambahnya kapasitas tempat duduk kendaraan terbang ini. Aku dan Raqia masuk, disusul ketiga anggota Indagator itu.

    Usut punya usut, ternyata masalah yang terjadi pada Ohr-Nisgav adalah sesuatu yang pernah kami temui sebelumnya. Meski baru beberapa hari, tapi rasanya sudah lama aku tidak mendengar kata itu, yaitu…

    …Divine Barrier.


    ==========================================


    Spoiler untuk Trivia :

    • Phlegethon (Greek) = flamming; salah satu sungai yang mengelilingi underworld dalam Greek myth.
    • Charon = yang nyebrangin arwah ke underworld dalam Greek myth.
    • Hades = god of underworld dalam Greek myth.
    • Ereshkigal = queen of underworld dalam Mesopotamian myth.
    • 3 dari 9 Indagator ketauan wujudnya. Dan kalo baca trivia beberapa chapter sebelumnya, jelas ketiganya based on nama para anggota Muse.
    • Nama skill Terpsichore, Dancing Dolls, terinspirasi nama Mini4WD keluaran Tamiya, Dash 5 - Dancing Doll.
    • Urania's skill: Tenshi no Ryuusei (Japanese) = 天使 の 流星
      ---> Tenshi (天使) = angel
      ---> Ryuusei (流星) = shooting star/meteor
      ------> Literally, Angelic Meteor
      Dengan ini, seharusnya bisa ditebak kalo Chalal adalah kampung halamannya Urania.
    • Polyhymnia's skill: Eshel HaKadosh (Hebrew)
      ---> Esh = fire
      ---> El = God
      ---> Ha = conjugative "of"
      ---> Kadosh = holy
      ------> Literally, Holy Fire of God

    Last edited by LunarCrusade; 20-02-13 at 15:31.


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  11. #115
    Bedeviere's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Osean Federation
    Posts
    2,317
    Points
    11,328.81
    Thanks: 118 / 45 / 34

    Default

    eh buset...

    Kanaphiel jadi kyk Yui gitu tau2 manggil dgn sebutan papa mama

  12. #116
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    gue udah lumayan ga asing sama dual release dari elu, kalo chapter 24 dilanjut laen kali, gue bakal mati penasaran.

    Spoiler untuk dispoiler ajah :
    sejujurnya, gue agak kurang sreg ngeliat cewek yang kuat bagong ga nahan. si Inferna itu menimbulkan rasa kesal buat gue, udah kagak ada imut2 nya besi bisa jadi gatling segala, kaya saiko pula. Ini chara sukses jadi antagonis.

    sejujurnya juga, gue baca semua cerita lu berikut trivia nya, tapi gue ga inget Indagator pernah disebut di chapter lama. ingetan gue mulai bobrok, rupanya.
    keren sih, gokil gitu, tapi kedatangan mereka buat gue sih ngerusak suasana. lagi gahar2 kritis eh dateng aja, keadaan berbalik seketika. tapi emang lebih ga masuk akal juga sih kalo si Da'ath ama Raqia doang bisa bante2 pasukan sejuta lebih tanpa support yang bener2 memadai

    oh, scene yang si Inferna digebuk terus Tenebria lepas itu agak kurang jelas buat gue. lanjutannya juga agak aneh, satu orang Tenebria pake sebilah pedang bisa nahan energi yang konon katanya bisa ngancurin negara. yang bikin penasaran adalah kata2 si Raqia seudah nya.

    oh ya, gue kangen Atra.

    ada nama pegunungan Mahameru, gue jadi inget aneh2.

    terus, AKIRNYA RAQIA!!! bentar lagi pacaran ini, nggak jauh.

    dan KANAPHIEL! mau jadi anak -____- gue agak kurang ngeh juga itu kenapa di chapter sebelomnya berwibawa banget kok baru2 ini jadi begitu. gara2 ingetan balik, kah.

    terus gue lupa lagi apa yang mau dikomen, padahal pas baca tadi banyakkkkkkkk


    oke, dual release yang manthap. teruskan!

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  13. #117
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by - [bedeviere] - View Post
    eh buset...

    Kanaphiel jadi kyk Yui gitu tau2 manggil dgn sebutan papa mama
    gw sudah menemui banyak Yui di anime, tolong diklarifikasi yang mana

    Quote Originally Posted by MelonMelon View Post
    gue udah lumayan ga asing sama dual release dari elu, kalo chapter 24 dilanjut laen kali, gue bakal mati penasaran.

    Spoiler untuk dispoiler ajah :
    sejujurnya, gue agak kurang sreg ngeliat cewek yang kuat bagong ga nahan. si Inferna itu menimbulkan rasa kesal buat gue, udah kagak ada imut2 nya besi bisa jadi gatling segala, kaya saiko pula. Ini chara sukses jadi antagonis.

    sejujurnya juga, gue baca semua cerita lu berikut trivia nya, tapi gue ga inget Indagator pernah disebut di chapter lama. ingetan gue mulai bobrok, rupanya.
    keren sih, gokil gitu, tapi kedatangan mereka buat gue sih ngerusak suasana. lagi gahar2 kritis eh dateng aja, keadaan berbalik seketika. tapi emang lebih ga masuk akal juga sih kalo si Da'ath ama Raqia doang bisa bante2 pasukan sejuta lebih tanpa support yang bener2 memadai

    oh, scene yang si Inferna digebuk terus Tenebria lepas itu agak kurang jelas buat gue. lanjutannya juga agak aneh, satu orang Tenebria pake sebilah pedang bisa nahan energi yang konon katanya bisa ngancurin negara. yang bikin penasaran adalah kata2 si Raqia seudah nya.

    oh ya, gue kangen Atra.

    ada nama pegunungan Mahameru, gue jadi inget aneh2.

    terus, AKIRNYA RAQIA!!! bentar lagi pacaran ini, nggak jauh.

    dan KANAPHIEL! mau jadi anak -____- gue agak kurang ngeh juga itu kenapa di chapter sebelomnya berwibawa banget kok baru2 ini jadi begitu. gara2 ingetan balik, kah.

    terus gue lupa lagi apa yang mau dikomen, padahal pas baca tadi banyakkkkkkkk


    oke, dual release yang manthap. teruskan!
    Spoiler untuk duer :

    OKE SUKSES CHARA ANTAGONIS NYA MUAHUAHUAHUAHUA
    inget, masih ada 1 lagi, dan ini gw YAKIN bakalan JAUH LEBIH NGESELIN

    Mungkin sedikit berbeda sama lu, tapi honestly, gw suka cewek imut tapi badak
    Gimanapun juga, nulis itu kan bisa jadi sarana pelampiasan penulisnya...karena gw ini lemah secara fisik tapi suka yang imut, maka jadilah beberapa chara di sini yang cakep tapi gahar >__>

    Ntar gw perjelas di mini-arc khusus 3 Indagator itu, kenapa mereka pengen ke Tzayad.
    Tujuan secara umumnya udah dikasih tau kan ya, tinggal detailnya aja. Kalo gw paksa di chapter ini ntar ribet

    Ho oh, gw harus akui agak susah detail pas Tenebria bisa lepasin diri
    Bayangin aja gini, lu ada di ketinggian berapa belas/puluh meter, terus lu ngeliat ke darat. Pastinya gak gitu jelas kan? Ya udah jadinya gw gak jelasin" amat juga


    Masalah Tenebria yang bisa ngeblok Golden Beam, coba inget kata-kata Plasma:
    “Pedang itu…apa mungkin…”
    Dan jangan lupa, Plasma itu MASIH BISA SALAH. Kemampuan nya yg nearly omniscience itu cuma berlaku buat science.
    Plasma ini belom sempurna, data masih ada yg ngaco.
    Ntar gw ceritain kok, tenang aja.

    Kangen Atra? Ntar ada di arc pas mereka di Avodah, tempatnya Archangel keenam.

    Pacaran ga yaaa
    Gampang lah, gw paling seneng kok kalo udah nulis adegan mesra"an gitu

    Yep, Kanaphiel begitu karena ingetannya balik.


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  14. #118
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    sejujurnya, gue benci liat chara yang ngeselin, malah kalo jahat sadis oke
    kalo baik tapi ngeselin juga ga asik.
    terus, masih ada satu lagi? Atra...mana Atra

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  15. #119
    Bedeviere's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Osean Federation
    Posts
    2,317
    Points
    11,328.81
    Thanks: 118 / 45 / 34

    Default

    Quote Originally Posted by LunarCrusade View Post
    gw sudah menemui banyak Yui di anime, tolong diklarifikasi yang mana
    Yui nya SAO

    ini tehilim 25 gendeng juga ya bisa2nya Kanaphiel manggil Raqia yang lebih kecil dengan sebutan mama

  16. #120
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Spoiler untuk asdasdasd :
    Karena semuanya sudah diketahui, untuk apa lagi aku menundanya. Mungkin akan membebani mesinnya sedikit, membuatnya tidak bisa ditembakkan lagi dalam waktu dekat.
    • yang gua merahin menurut gua gak perlu banget. Soalnya, kalimat itu bener2 informasi berguna buat dimanfaatin musuh. Petarung jenius itu bisa nyembunyiin informasi dirinya dari musuh. Inferna itu ceritanya pinter banget kan, bisa nyusun rencana sama perhitungan mantep, jadi strategi dasar gini harusnya jangan sampe kelepasan ngomong



    • Kemunculan indigator itu, imba menurut gua. Jadi inget sama LOTR, bantuan dari pihak2 imba yang bener2 bisa diandelin itu mantep dah. Tapi, alasan mereka apa? sekedera membantu kah, oke silakan jawab di next chapter.


    • Waktu indagator pertama kali muncul (seinget gua Da'ath baru pertama kali liat), tapi kok kayaknya dia tau betul kemampuan2 indagator & behavior2nya. Kok bisa itu..


    • Ada romance cute2nya, waaa.. bukan gaya gua si kalo cowo tiba2 manja gitu, tapi yah.. bisa dipahami kalo ingatan masa lalunya itu terlampau buruk.


    oke itu dulu lah

Page 8 of 14 FirstFirst ... 456789101112 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •